• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVENTARISIR RISIKO BENCANA KEKERINGAN DI DESA SELAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INVENTARISIR RISIKO BENCANA KEKERINGAN DI DESA SELAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 211 Putu Indra Christiawan1, Dewa Made Atmaja2, I Putu Ananda Citra3

1Jurusan Geografi FHIS UNDIKSHA;2 Jurusan Geografi FHIS UNDIKSHA; 3 Jurusan Geografi FHIS UNDIKSHA

Email: indra.christiawan@undiksha.ac.id

ABSTRACT

Selat Village, Sukasada District, Buleleng Regency, experiences a hydrometeorological disaster, namely drought, almost every year. The drought in Selat Village occurred after the water sources started to dry up. This program aims to increase the community's capacity, in particular the ability to identify hazards and vulnerabilities to drought, which is further directed at increasing the ability to inventory the threat of drought in Selat Village. The implementation of this program uses the Participatory Rural Appraisal method. Data was collected through field observations of areas affected by drought and Focus Group Discussion activities. The activity results show that the cause of the drought in Selat Village is natural factors and human intervention in the management of water sources. The impacts that are inventoried include social, economic, and environmental impacts, leading to a decrease in the community's quality of life. Community groups prone to drought are the elderly, children, pregnant women, and farming communities. The inventory of these three pieces of information is the basis for drought disaster management in Selat Village.

Keywords: inventory, disaster risk, drought

ABSTRAK

Desa Selat Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng mengalami bencana hidrometeorologis, yaitu kekeringan hampir setiap tahun. Kekeringan di Desa Selat terjadi setelah sumber-sumber air mulai mengering. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, khususnya kemampuan mengidentifikasi bahaya dan kerentanan terhadap bencana kekeringan, yang selanjutnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dalam menginventarisir ancaman bencana kekeringan di Desa Selat. Pelaksanaan program ini menggunakan metode Participatory Rural Appraisal. Pengambilan data dilakukan melalui pengamatan lapangan area terdampak kekeringan, dan kegiatan Focus Group Discussion. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa penyebab kekeringan di Desa Selat tidak hanya diakibatkan faktor alami, tetapi juga ada campur tangan manusia dalam hal pengelolaan sumber mata air. Dampak yang diinventarisir meliputi dampak sosial, ekonomi dan dampak lingkungan yang bermuara pada penurunan kualitas hidup masyarakat. Kelompok masyarakat yang rentan terhadap kekeringan adalah kelompok orang tua, anak-anak, ibu hamil dan masyarakat petani. Inventarisi ketiga informasi tersebut adalah dasar dalam manajemen bencana kekeringan di Desa Selat.

Kata kunci: inventarisir, risiko bencana, kekeringan

PENDAHULUAN

Peningkatan intensitas kejadian iklim

ekstrim dalam beberapa tahun terakhir ini

menyebabkan terjadinya peningkatan

kekeringan. Kekeringan terjadi akibat kurangnya curah hujan selama kurun waktu tertentu, biasanya terjadi dalam satu musim, dan mengakibatkan kekurangan air di wilayah tersebut (Solh & Ginkel, 2014; Wesnawa & Christiawan, 2014).

Kekeringan dapat diklasifikasikan dalam

empat jenis, yaitu: (1) kekeringan

meteorologis, yaitu kekeringan yang

berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim di suatu

kawasan, (2) kekeringan hidrologis,

berkaitan dengan kekurangan pasokan air

permukaan dan air tanah, diukur

berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah, (3) kekeringan agronomis, yaitu kekeringan yang berhubungan dengan berkurangnya lengas tanah (kandungan air dalam tanah),

sehingga tidak mampu memenuhi

kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas,

INVENTARISIR RISIKO BENCANA KEKERINGAN DI DESA SELAT

(2)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 212

kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologis, dan (4)

kekeringan sosial ekonomi, yaitu

kekeringan yang berkaitan dengan kondisi dimana pasokan komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat terjadinya kekeringan meteorologi, hidrologi dan agronomi (Muller & Cross, 2014).

Kekeringan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi penduduk karena dampaknya pada ketersediaan dan kualitas air, produksi pertanian dan energi, serta kesehatan lingkungan, sehingga dapat menyebabkan kerawanan pangan, kelaparan, malnutrisi, timbulnya epidemi, perpindahan penduduk,

meningkatnya bahaya kebakaran,

berkurangnya tinggi muka air sungai,

meningkatnya kematian ternak, dan

kerusakan habitat (Bokal, Grobicki,

Kindler, & Thalmeinerova, 2014).

Desa Selat Kecamatan Sukasada Kabupaten

Buleleng mengalami bencana

hidrometeorologis, yaitu kekeringan hampir setiap tahun. Kekeringan di Desa Selat terjadi setelah sumber-sumber air mulai mengering, yaitu pada periode bulan Juli hingga Oktober tahun 2019. Kekeringan di Desa Selat seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kekeringan di Desa Selat

Permasalahan yang dihadapi masyarakat di Desa Selat tersebut menunjukkan bahwa dukungan pengetahuan terkait mitigasi bencana kekeringan sangat dibutuhkan. Kebutuhan ini tidak hanya bagi aparatur

desa yang bertugas sebagai pihak

pemerintah, tetapi juga masyarakat desa pada umumnya, terutama pemuda sebagai generasi penerus. Di sisi lain, belum ada pendampingan khusus terkait pemetaan

tentang komponen risiko bencana

kekeringan secara partisipatif, sehingga masyarakat belum mengenal gejala dan beberapa menerima kekeringan sebagai bencana tahunan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun tujuan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat, khususnya

kemampuan mengidentifikasi bahaya dan kerentanan terhadap bencana kekeringan di Desa Selat.

METODE

Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan menyangkut pengurangan risiko bencana, khususnya pada bencana

kekeringan. Berangkat dari rasional

tersebut, maka program ini akan

dilaksanakan dengan menyelenggarakan

pembinaan dan pendampingan untuk

meningkatkan pengetahuan dan

pengalaman masyarakat terhadap risiko bencana kekeringan di Desa Selat.

Pelaksanaan program ini menggunakan

metode Participatory Rural Appraisal

(PRA). Pengambilan data dilakukan melalui pengamatan lapangan (direct observation) area terdampak kekeringan, wawancara

mendalam dan kegiatan Focus Group

Discussion (FGD) serta didukung dengan kegiatan pendampingan. Metode diskusi ini dilakukan dengan cara menyampaikan materi mengenai bahaya dan kerentanan terhadap kekeringan. Kegiatan ini diikuti oleh 10 partisipan yang berasal dari tujuh dusun, yaitu Dusun Tukad Juwuk, Sekar

(3)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 213

Sari, Gunung Sekar, Gambuh, Bululada, Selat, dan Dusun Wita Jati.

Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan

adalah metode diskusi dan praktek.

Gabungan kedua metode tersebut

diharapkan mampu meningkatkan

pemahaman dan keterampilan mitra

berkaitan dengan inventarisir data dan informasi spasial terkait bahaya dan kerentanan terhadap kekeringan. Indikator

yang digunakan sebagai ukuran

keberhasilan adalah produk akhir serta proses keterampilan dalam inventarisir data

ancaman dan kerentanan bencana

kekeringan.

Program ini merupakan program yang bersifat holistik dalam rangka peningkatan pengetahuan dan pengalaman masyarakat,

khususnya dalam mengurangi risiko

bencana kekeringan melalui kegiatan

diskusi, pendampingan, observasi dan wawancara. Dalam upaya pencapaian program ini, maka pendekatan yang dipandang relevan untuk digunakan adalah

pendekatan kemadirian. Pendekatan

kemadirian ini berkesesuaian dengan

kondisi masyarakat agar terlepas dari ketergantungan terhadap pihak lain dalam mengurangi risiko bencana. Pendekatan

kemandirian ini menekankan pada

hubungan timbal-balik dan saling

menguntungkan dalam pengelolaan serta

lebih mengandalkan kemampuan dan

sumberdaya sendiri untuk pembangunan (Roesmidi & Risyanti, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Selat merupakan salah satu desa dari 14 desa/ kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Secara astronomis Desa Selat terletak pada 08˚09’19” - 08˚13’57” Lintang Selatan (LS)

dan 115˚2’39” - 115˚5’28” Bujur Timur (BT). Desa Selat berada pada ketinggian 200 hingga 900 meter dari permukaan laut (dpl) dengan luas wilayah 9,65 km2. Peruntukan lahan di wilayah Desa Selat adalah ± 654 ha sebagai lahan pertanian dan 590 ha sebagai hutan lindung.

Masyarakat merupakan pihak pertama yang berhadapan dengan risiko bencana sehingga perlu melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana

untuk mengurangi kerentanan dan

meningkatkan kapasitas mereka. Kegiatan FGD diikuti oleh partisipan yang berasal dari tujuh dusun di Desa Selat. Kegiatan FGD dilakukan di Ruang Pertemuan Kepala Desa Selat. Informasi hasil kegiatan FGD meliputi hasil identifikasi penyebab dan dampak bencana kekeringan. Kegiatan FGD seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kegiatan FGD

Upaya identifikasi karakteristik ancaman merupakan suatu upaya mitigasi karena dengan mengetahui karakteristik tersebut,

masyarakat dan pemerintah dapat

mengetahui fenomena suatu bahaya

sehingga dapat dilakukan langkah-langkah

yang diperlukan sebagai upaya

pengurangan risiko bencana atau setidaknya dapat mengurangi kemungkinan dampak yang akan ditimbulkan (Faizah & Buchori, 2019; Pradika, Giyarsih, Hartono, 2018).

(4)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 214

Dari hasil diskusi, ancaman bencana berdasarkan bencana yang pernah terjadi di Desa Selat adalah kebakaran hutan, tanah longsor dan banjir, tetapi bencana yang paling berdampak buruk dari jenis bencana yang pernah terjadi di Desa Selat adalah bencana kekeringan.

Berkaitan dengan ancaman kekeringan yang terjadi di Desa Selat, terdapat perbedaan persepsi masyarakat terhadap penyebab kekeringan. Menurut partisipan yang bermukim di dekat kawasan hutan

raya menyatakan bahwa penyebab

kekeringan di daerah mereka adalah karena penggunaan sumber mata air yang dikelola secara individu. Dengan kata lain, beberapa sumber mata air yang terdapat di dekat kawasan hutan raya dimanfaatkan oleh pemilik lahan untuk kepentingan pribadi, sehingga distribusi air tidak merata, dan beberapa kawasan menjadi tandus.

Sementara masyarakat yang bermukim di dekat aliran sungai menyatakan bahwa penurunan debit air menjadi faktor utama kekeringan di daerah mereka. Banyak lahan

pertanian yang gagal panen akibat

kekurangan pasokan air.

Terakhir, masyarakat yang tinggal di

dataran rendah menyatakan bahwa

kekeringan tidak hanya disebabkan faktor alami, seperti curah hujan yang rendah dan debit air yang menurun, tetapi lebih disebabkan oleh penggunaan air yang

semakin besar. Pertambahan jumlah

penduduk dan berbagai aktivitas mereka menuntut penggunaan air yang lebih besar (Hendrasah, 2012), sehingga ketersediaan air yang rendah akan mengganggu aktivitas masyarakat di daerah dataran rendah, terutama di Dusun Gambuh dan Dusun Bululada. Adapun inventarisir penyebab bencana kekeringan di Desa Selat seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penyebab Kekeringan di Desa Selat

Faktor Penyebab

Alami Rendahnya intensitas curah hujan

Penurunan debit air sungai Manusia Privatisasi sumber mata air Pertambahan jumlah penduduk

Berkaitan dengan dampak kekeringan di

Desa Selat, partisipan membaginya

kedalam tiga dampak utama, yaitu dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak

lingkungan. Adapun detil dampak

kekeringan di Desa Selat seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Dampak Kekeringan di Desa Selat

Dampak Bentuk

Sosial Menurunnya kualitas hidup Gangguan kesehatan

Konflik pemanfaatan sumber mata air

Ekonomi Kehilangan produksi tanaman: kehilangan produksi tahunan dan kerusakan pada kualitas tanaman, muncul penyakit tanaman

Kehilangan produksi peternakan: berkurangnya produktivitas peternakan, berkurangnya cadangan ternak dan berkurangnya padang rumput

Lingkungan Kerusakan pada spesies binatang

Berkurangnya dan rusaknya habitat satwa liar

Suhu udara semakin panas Erosi tanah

Kualitas udara menurun akibat debu

Dampak sosial yang telah diidentifikasi sebagian besar terjadi di daerah Dusun Gambuh, Dusun Gunung Sekar dan Dusun Bululada. Dampak sosial yang paling utama dirasakan adalah menurunnya kesehatan. Hal ini diakibatkan masyarakat tidak bisa

(5)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 215

melakukan aktivitas MCK secara rutin, sehingga kesehatan masyarakat terganggu. Dampak ekonomi, terutama gangguan aktivitas pertanian paling banyak dialami oleh masyarakat petani yang bertempat tinggal di daerah Dusun Bululada, Dusun Sekar Sari, Wira Jati dan Dusun Selat. Sementara dampak lingkungan terjadi paling banyak di kawasan hutan raya di daerah Dusun Tukad Juwuk. Tercatat adanya kebakaran hutan yang merusak ekosistem hutan lindung. Kawasan hutan lindung di Desa Selat yang bernama Hutan Lindung Puncak Landep secara ekologis

merupakan penjaga keberlanjutan

ekosistem makhluk hidup di Desa Selat.

Gangguan terhadap ekosistem hutan

lindung diyakini akan berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat.

Ketiga dampak kekeringan di Desa Selat bermuara pada penurunan kualitas hidup masyarakat. Dampak dari kekeringan ini

seringkali dirasakan secara lambat,

sehingga jika tidak dipantau secara terus

menerus akan menyebabkan pasokan

komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal (Mohammed & Scholz, 2017; Oktari, 2019).

Salah satu komponen bencana adalah kerentanan yang melekat pada karakteristik masyarakat meliputi kemiskinan, kelompok rentan, rendahnya tingkat pendidikan, jumlah penduduk yang besar dan kerusakan lingkungan. Konsekuensi kejadian bencana juga terbukti selalu berakibat kepada kelompok rentan. Berdasarkan hasil diskusi menurut partisipan kelompok rentan dalam masyarakat di Desa Selat terdiri dari empat kelompok. Kelompok rentan kekeringan di Desa Selat seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kelompok Rentan Kekeringan di Desa Selat

Kelompok Kerentanan

Orang tua Kerentanan lanjut usia disebabkan karena penurunan

kemampuan motorik untuk mengangkut atau mengambil air dari sumber mata air, dan biasanya lebih rentan karena kondisi yang sering/sedang sakit.

Anak-anak Kerentanan pada anak-anak disebabkan anak-anak belum mengerti kondisi yang terjadi dan rentan terhadap ancaman penyakit akibat dampak kekeringan, sehingga perlu lebih diperhatikan kebutuhan dasar mereka. Anak-anak yang rentan adalah anak-anak usia sekolah dasar, karena tingginya aktivitas bermain di luar rumah.

Ibu hamil Kerentanan pada ibu hamil disebabkan karena kondisi kehamilannya sehingga membutuhkan perlakuan khusus dan di membutuhkan banyak air untuk keperluan persalinan dan lainnya. Petani Kerentanan pada petani

disebabkan karena mereka membutuhkan air dalam jumlah yang besar untuk melangsungkan aktivitas pertanian.

Kelompok rentan terhadap kekeringan di Desa Selat merupakan subjek yang harus

diprioritaskan dalam penanggulangan

bencana kekeringan.

Inventarisasi penyebab, dampak dan

kerentanan bencana kekeringan di Desa Selat merupakan informasi spasial yang diperlukan para pengambil keputusan dan

praktisi bencana sehingga upaya

penanggulangan bencana menjadi lebih efektif dan efisien.

SIMPULAN

Penanggulangan bencana kekeringan di Desa Selat harus merujuk pada ancaman

(6)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 216

dan kerentanan yang ada. Informasi spasial sebagai dasar penentuan kebijakan menjadi faktor yang esensial dalam keberhasilan pengurangan risiko bencana. Informasi dasar yang dibutuhkan adalah penyebab, dampak dan kerentanan. Adapun penyebab utama kekeringan di Desa Selat, selain faktor alamiah (curah hujan dan debit air), juga disebabkan oleh faktor manusia yang terkait pembagian pemanfaatan sumber mata air. Sementara dampak utama yang

paling dirasakan masyarakat adalah

gangguan kesehatan, gangguan aktivitas pertanian dan kebakaran hutan. Adapun kelompok rentan yang perlu mendapatkan perhatian adalah kelompok orang tua, anak-anak, ibu hamil dan masyarakat petani. Inventarisi ketiga informasi tersebut adalah

dasar dalam manajemen bencana

kekeringan di Desa Selat.

DAFTAR RUJUKAN

Bokal, S., Grobicki, A., Kindler, J., & Thalmeinerova, D. (2014). From National To Regional Plans – The

Integrated Drought Management

Programme Of The Global Water Partnership For Central And Eastern

Europe. Weather and Climate

Extremes, 3, 37–46.

Faizah, N., & Buchori, I. (2019). Model

Pemetaan Risiko Kekeringan Di

Kabupaten Bima, Nusa Tenggara

Barat. Jurnal Pembangunan Wilayah

Dan Kota, 15(2), 138–150.

Hendarsah, H. (2012). Pemetaan Partisipatif

Ancaman, Strategi Coping Dan

Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam

Upaya Pengurangan Resiko Bencana

Berbasis Masyarakat Di Kecamatan

Salam Kabupaten Magelang.

Sosiokonsepsia, 17(3), 318–335. Mohammed, R., & Scholz, M. (2017).

Impact Of Evapotranspiration

Formulations At Various Elevations On The Reconnaissance Drought

Index. Water Resources Management,

531–548.

Muller, J. C., & Cross, R. (2014). Adapting To Climate Change And Addressing Drought – Learning From The Red Cross Red Crescent Experiences In

The Horn Of Africa. Weather and

Climate Extremes, 3, 31–36.

Oktari, R. S. (2019). Peningkatan Kapasitas

Desa Tangguh Bencana. Jurnal

Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 189–197.

Pradika, M. I., Giyarsih, S. R., & Hartono. (2018). PeraPeran Pemuda Dalam Peran Pemuda Dalam Pengurangan Risiko Bencana Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah Desa Kepuharjo , Kecamatan Cangkringan , Kabupaten Sleman , Daerah Istimewa

Yogyakarta. Jurnal Ketahanan

Nasional, 24(2), 261–286.

Roesmidi, H., & Risyanti, R. (2006).

Pemberdayaan Masyarakat (Cetakan 2). Sumedang: Penerbit Al-qaprint Jatinangor.

Solh, M., & Ginkel, M. V. (2014). Drought Preparedness And Drought Mitigation In The Developing World’s Drylands.

Weather and Climate Extremes, 3, 62– 66.

Wesnawa, I. G. A., & Christiawan, P. I.

(2014). Geografi Bencana. Jakarta:

Gambar

Gambar 1. Kekeringan di Desa Selat
Gambar 2. Kegiatan FGD
Tabel  1.  Penyebab  Kekeringan  di  Desa  Selat

Referensi

Dokumen terkait

[r]

ABSTRACT : Studi ini dimaksudkan untuk memperoleh peta klasifikasi berdasarkan data bor dangkal (kedalam 30 m) dan peta kedalaman batuan dasar di Jakarta berdasarkan

Historical linguists feel better about an analysis if they can find a reason for the change. But sometimes, there's no good reason for sound changes - they just happen. A

Dalam bukunya yang berjudul Mendesain Logo (Surianto Rustan,2009;-6) menyebutkan bahwa brand pada dasarnya adalah perpaduan antara seni dan sains untuk menyampaikan sebuah

Selain itu, saya rnemohon kcsediaan bapak Dekan FITK untuk dapat menerbitkan SK pembimbing skripsi atas narna saya berdasarkan usulan/persetujuan dari

Pembagian shar ing dalam kemitr aan/ KSO ini tidak akan diubah baik selama masa penaw ar an maupun sepanjang masa kontr ak, kecuali dengan per setujuan tertulis ter lebih

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh EMS terhadap kapasitas embriogenesis pada kultur antera cabai dan kemampuannya dalam menginduksi mutasi yang

In a two-period model in which both buyers and the seller are uncertain about product quality, but in which buyers may experiment to gain more information, we have given