• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Siswa melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning di Kelas IV SD N Tingkir Tengah 02

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Siswa melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning di Kelas IV SD N Tingkir Tengah 02"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Basicedu Vol 3 No 1 April 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Research &

Learning

in

Elementary Education

https://jbasic.org/index.php/basicedu

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SISWA

MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

DI KELAS IV

SD N TINGKIR TENGAH 02

Waluyo Aji1, Bambang Suteng Sulasmono2, Eunice Widyanti Setyaningtyas3

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia e-mail : ajisxe@gmail.com1, sulasmonobambang@yahoo.com2 , eunice.widyanti@uksw.edu3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan merinci langkah-langkah penerapan model Problem Based Learning dan mengetahui adanya peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD. Penelitian dilakukan di SD N Tingkir Tengah 02, Kec. Tingkir, Kota Salatiga. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Analisis data menggunakan teknik analisis komparatif dan analisis kualitatif. Hasil penelitan menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning dengan berbantuan media puzle dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Hasil analisis keterampilan proses pada pra siklus hanya 11 siswa (31,4%) dengan kategori baik, siklus I meningkat menjadi 26 siswa (74,3%), dan pada siklus II meningkat menjadi 33 siswa (94,3%). Sedangkan analisis ketuntasan hasil belajar siswa pada pra siklus adalah sebesar 37,1% dari total 35 siswa, pada siklus I ketuntasan sebesar 77,1%, dan pada siklus II ketuntasan sebesar 88,5%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model Problem Baesed Learning berbantuan media puzle dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa matematika siswa kelas IV SD N Tingkir Tengah 02.

Kata Kunci: Problem Based Learning, keterampilan proses, matematika

Abstract

This study aims to explain and detail the steps for implementing the Problem Based Learning model and to know the improvement of the process and mathematics learning skills of fourth grade elementary school students. The study was conducted at SD N Tingkir Tengah 02, Kec. Tingkir, Salatiga City. This type of research is Classroom Action Research (CAR). Data collection techniques used are tests and observations. Data analysis uses comparative analysis techniques and qualitative analysis. The research results show that the Problem Based Learning learning model with the help of puzle media can improve the process skills and student learning outcomes. The results of the pre-cycle process skills analysis were only 11 (31.4%) with good categories, the first cycle increased to 26 students (74.3%), and in the second cycle increased to 33 students (94.3%). While the completeness analysis of student learning outcomes in the pre-cycle was 37.1% of the total 35 students, in the first cycle completeness was 77.1%, and in the second cycle completeness was 88.5%. Based on the results of the study it can be concluded that the model of puzle media assisted Problem Learning can improve the process skills and learning outcomes of mathematics students of fourth grade students at SD N Tingkir Tengah 02.

Keywords: Problem Based Learning, process skills, mathematics

@Jurnal Basicedu Prodi PGSD FIP UPTT 2019

 Corresponding author :

Address : Sidorejo, Salatiga Jawa Tengah ISSN 2580-3735 (Media Cetak)

Email : ajisxe@gmail.com ISSN 2580-1147 (Media Online)

(2)

Jurnal Basicedu Vol 3 No 1 April 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 PENDAHULUAN

Usia anak Sekolah Dasar (6-12 tahun) merupakan usia yang efektif untuk menanamkan karakter dan mengembangakan potensi (Setyaningtyas, 2016: 142). Pendidikan Sekoah Dasar mengajarkan kepada siswa beberapa mata pelajaran seperti mata pelajaran Matematika, IPA, IPS, PKn, dan Bahasa Indonesia. Salah satu mata pelajaran yang penting dan memiliki jumlah jam pengajaran yang cukup banyak adalah Matematika (Fitri dkk, 2014: 18). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan didalam Ujian Nasional tingkat Sekolah Dasar. Pembelajaran Matematika bagi siswa kelas IV SD merupakan salah satu mata pelajaran yang cukup membosankan dan kurang menarik untuk dipelajari. Penelitian Siregar (2017) menunjukkan bahwa dari 20 siswa sekolah dasar yang menjadi subjek penelitian, hanya 7 siswa (35%) yang menganggap matematika mudah dan menyenangkan. Sementara itu 13 siswa (65%) menganggap matematika cukup sulit, sulit, dan membosankan. Matematika dianggap sulit karena penyelesaian soal-soal matematika memerlukan teknik berhitung dan menalar. Siswa yang kurang terampil menghitung dan menalar akan kesulitan, kesulitan ini yang membuat rasa bosan dan ketertarikan anak terhadap mata pelajaran Matematika menjadi kurang. Materi-materi tertentu pada mata pelajaran Matematika juga sulit dipahami siswa apabila disampaikan hanya melalui lisan. Sebagai contoh pada materi bangun datar siswa kesulitan apabila diminta untuk menentukan suatu bangun datar hanya berdasarkan ciri-ciri bangun yang disebutkan. Siswa pada tahap kelas IV Sekolah Dasar lebih mudah memahami dan mengingat suatu hal apabila melalui contoh langsung baik berupa gambar atau video. Kemampuan siswa kelas IV SD untuk memahami masalah menggunakan contoh nyata baik berupa gambar maupun video sesuai dengan teori perkembangan kognitif anak oleh Piaget. Menurut Piaget (dalam Trikusumawati, 2015), usia siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret (7-12 tahun).

Tahap operasional konkret ditunjukkan dengan belum mampunya siswa untuk berfikir secara formal, sehingga membutuhkan contoh nyata baik berupa gambar maupun video untuk memudahkan siswa memahami materi yang bersifat abstrak. Dalam pembelajaran matematika sering kali ditemukan materi yang bersifat abstrak

sehingga akan menyulitkan siswa dalam memahami materi apabila tidak daiajarkan menggunakan contoh nyata. Matematika menurut Wahyudi (2012: 10) adalah sebuah hal berhubungan dengan ide atau gagasan, aturan-aturan, dan hubungan-hubungan, yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Pengetahuan Matematika disusun secara deduktif dan dapat digunakan untuk medidik dan melatih siswa untuk berpikir secara logik. Sedangkan menurut Menurut Hamzah (2014: 48) matematika adalah cara atau metode yang digunakan dalam proses berifikir dan bernalar. Matematika terwujud dalam bentuk lambang bilangan yang dapat dipahami oleh orang lain. Banyak seskali masalah-masalah dalam mata pelajaran matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

Untuk memudahkan siswa dalam memahami materi yang berkaitan dengan masalah di dunia nyata adalah menggunakan keterampilan proses dalam pembelajaran matematika. Melalui pendekatan keterampilan proses siswa akan lebih mudah dalam memahami sebuah masalah dengan menggunakan 5 prinsip dalam keterampilan proses dalam pembelajaran matematika, yakni mengamati, mengklasifikasi, menganalisis, mengukur, dan mempresentasikan. Pendekatan keterampilan Proses pada hakikatnya adalah suatu jenis pengelolaan kegiatan pembelajaran di kelas yang melibatkan siswa untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Aisyah, 2011: 3). Definisi pendekatan keterampilan proses sejalan dengan yang diutarakan Mahmudah (2016: 170), pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan dalam proses belajar yang menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan keterampilan menyampaikan pengetahuan yang telah diperoleh.

Berdasarkan uraian diatas keterampilan proses dianggap penting guna memudahkan siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika. Melalui pendekatan keterampilan proses diharapkan siswa lebih bersikap ilmiah dalam memahami suatu masalah. Keterampilan proses dalam pembelajaran matematika yang diangkat dalam penelitian ini adalah keterampilan mengamati, mengklasifikasi, menganalisis, mengukur, dan mempresentasikan. Keterampilan proses yang dimiliki siswa perlu dilatih sejak dini. Pembelajaran yang aktif dan bersifat dua arah diharapkan dapat membantu

(3)

Jurnal Basicedu Vol 3 No 1 April 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 meningkatkan keterampilan proses siswa.

Pembelajaran yang hanya melibatkan guru sebagai satu-satunya sumber pembelajaran harus mulai dihilangkan. Gaya pembelajaran yang bersifat ceramah dan siswa lebih cenderung mencatat harus diubah ke arah pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai suibjek dalam pembelajaran. Sehingga pembelajaran didalam kelas dibangun dari pengetahuan guru dan siswa.

Dengan meningkatnya kualitas pembelajaran yang berlangsung, diharapkan keterampilan proses siswa dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika dapat meningkat sehingga mampu memberikan dampak yang positif bagi hasil belajar siswa. Pembelajaran yang memungkinkan untuk dilakukan guru guna meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa adalah pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning. Bahkan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) direkomendasikan sebagai salah satu pendekatan pembelajaran utama dalam implementasi Kurikulum 2013 (Sulasmono, 2012: 155). Problem Based Learning menurut Astari (2018: 3) mendefinisikan Problem Based Learning sebagai model pembelajaran yang menjadikan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari untuk merangsang dan mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Rusman (2014: 229) juga menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah inovasi dalam pembelajaran karena dalam proses belajar mengajar kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistimetis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Definisi model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) diperkuat oleh Arends (dalam Hosnan, 2014: 295) yang menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri. Karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning menurut Rusman (2014: 23) yang menyebutkan bahwa model pembelajaran tipe Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Permasalahan menjadi poin utama dalam memulai pembelajaran. 2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata. 3) Permasalahan menantang pengetahuan

yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 4) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang penting dalam PBL.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkahlangkah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dan mengetahui ada atau tidaknya peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar pada pelajaran matematika melalui penerapan model pembelajran Problem Based Learning.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SD N Tingkir Tengah 02 Kec. Tingkir Kota Salatiga. SD N Tingkir Tengah 02 berada dekat dengan jalan raya, tepatnya kurang lebih 50 meter dari jalan raya Salatiga-Suruh. Sekolah ini terletak di tengah-tengah perkampungan warga dan tepi jalan raya sehingga menjadikan sekolah ini memiliki udara yang kurang segar untuk kegiatan belajar mengajar siswa.

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas yang dengan tujuannya untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat (Aqib, 2009:3). Peneliti melakukan PTK pada siswa kelas IV dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika dan Keterampilan Proses siswa yang masih tergolong cukup rendah.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 4 SD N Tingkir Tengah 02 tahun pelajaran 2018/2019, yang berjumlah 35 siswa yang terdiri dari 17 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Latar belakang siswa bermacam-macam, sebagian besar siswa berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah sehingga orang tua kurang memperhatikan perkembangan anak. Kesibukan pekerjaan membuat orang tua kurang terampil dalam mengajari dan mendidik anak di rumah mengenai apa yang telah mereka pelajari di sekolah. Sebanyak 35 siswa pada kelas IV ini mempunyai karakteristik berbeda-beda, dalam kegiatan pembelajaran terdapat beberapa anak yang terlalu aktif dalam hal negatif yakni mengganggu teman yang berkonsentrasi

(4)

Jurnal Basicedu Vol 3 No 1 April 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 mendengarkan pelajaran, akan tetapi terdapat pula

beberapa anak yang terkadang aktif dalam bentuk hal yang positif yakni m e n g i k u t i pembelajaran dan aktif melakukan tanya jawab bersama guru.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal yang didalamnya terdapat butir-butir soal untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Selain lembar soal, intrumen yang digunakan adalah lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengukur keterampilan proses yang dimiliki siswa. Lembar observasi juga didunakan untuk mengukkur kinerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, apakah sudah seusai dengan rancangan pelaksanaan pembelajaran.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif dan deeskriptif kualitatif. Deskriptif komparatif dilakukan dengan cara membandingkan data hasil kondisi awal, siklus I, dan Siklus II.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Keterampilan proses siswa kelas IV SD N Tingkir Tengah 02 dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media puzle jika diamati mengalami peningkatan yang cukup baik. Berikut data hasil keterampilan proses siswa pra siklus, siklus I, dan siklus II.

Tabel 1.

Perbandingan Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Pra siklus, Siklus I, dan Siklus II

Berdasarkan gambar diagram rekapitulasi hasil observasi keterampilan proses siswa kelasa IV SD N Tingkir Tengah 02 dapat dilihat bahwa

keterampilan proses dari 35 siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan. Peningkatan keterampilan proses siswa ditunjukkan dengan jumlah siswa yang memiliki keterampilan proses baik dan sangat baik pada pra siklus sebanyak 11 siswa meningkat menjadi 26 siswa pada siklus I, dan pada siklus II mengalami peningkatan kembali menjadi 33 siswa berada pada kategori baik dan sangat baik.

Meningkatnya kemampuan siswa dalam memahami materi berdampak pada peningkatan hasil belajar yang ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang memperoleh nilai diatas kriteria ketuntasan minimum (KKM). Dibawah ini peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai diatas KKM mulai dari pra silkus, siklus I, dan siklus II.

Tabel 1.

Perbandingan Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Pra siklus, Siklus I,

dan Siklus II

Ketuntas-an

Pra Siklus Silus I Siklus II

f % f % f % Tuntas 11 37,1 26 77,1 31 88,5 Tidak tuntas 24 62,9 9 22,9 4 11,5 Jumlah 35 100 35 100 35 100

Berdasarkan diagaram rekapitulasi hasil belajar siswa pada pra siklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan. Kenaikan hasil belajar ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah siswa yang memperoleh nilai diatas kriteria ketuntasan minimum (KKM). Pada pra siklus jumlah siswa yang berada diatas KKM adalah 13 siswa, siklus I mengalami peningkatan dari 13 siswa menjadi 27 siswa, dan siklus II mengalami peningkatan kembali dibandingkan siklus I yakni dari 27 siswa menjadi 31 siswa.

Peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar siswa adalah berkat penerapan model pembelajaran Problem Based Learning yand dipadukan dengan media puzle. Penerapan model Problem Based Learning dilakukan melaui lima tahap sebagai berikut: Langkah pertama adalah

Skor Kriteria Pra

Siklus Silus I Siklus II 3,33 ≤ 4,00 Sangat Baik 5 15 17 2,33 ≤ 3,33 Baik 6 12 18 1,33 ≤ 2,33 Cukup 17 8 0 ≤ 1,33 Kurang 7 0 0 Jumlah 35 35 35

(5)

Jurnal Basicedu Vol 3 No 1 April 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 orientasi siswa pada masalah yang berhubungan

dengan kehidupan disekitar mereka. Orientasi masalah guru menyatakan suatu permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar siswa untuk masuk kedalam materi yang akan diajarkan. Langkah kedua, mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru melakukan pembagian kelompok siswa secara acak dan heterogen. Langkah ketiga adalah membimbing penyelidikan individual atau kelompok dilakukan guru dengan mengarahkan siswa untuk menentukan cara pemecahan dan mengumpulkan informasi yang sesuai. Langkah keempat, menyajikan hasil karya dilakukan guru dengan meminta siswa untuk menyampaikan hasil diskusi mereka secara lisan. Langkah kelima yaitu melakukan analisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu siswa dalam menyimpulkan dan memberikan pendapat pada hasil diskusi kelompok lain.

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dipadukan dengan media puzle dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa kelas IV SD N Tingkir Tengah 02. Pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan dapat dilihat bahwa keterampilan proses yang dimiliki oleh 24 siswa (68,6%) berada dibawah kategori baik. Hanya 11 siswa (31,4%) yang memiliki keterampilan proses dalam kategori baik. Sementara hasil belajar yang dimiliki siswa pada pra siklus menunjukkan bahwa hanya 13 siswa (37,1%) dari total 35 siswa yang memperoleh nilai diatas 70 dan dinyatakan tuntas melebihi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Hal ini berarti masih terdapat 22 siswa (62,9%) yang memperoleh nilai dibawah KKM sehingga pada pra siklus dapat dinyatakan ketuntasan belajar yang dimiliki siswa adalah rendah. Hasil rata-rata nilai ulangan matematika siswa adalah 63,42, sedangkan nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 75 dan terendah adalah 40.

Kemudian dilakukan penerapan tindakan siklus I menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dipadukan dengan media puzle. Keterampilan proses dan hasil belajar yang dimiliki siswa pada siklus I mengalami peningkatan kearah yang lebih baik. Jumlah siswa yang memiliki keterampilan proses pada kategori baik meningkat dari 11 siswa pada pra siklus menjadi menjadi 26 siswa pada siklus I, dan mengalami peningkatan kembali dari 26 siswa menjadi 33 siswa yang memiliki kategori

keterampilan proses baik di akhir siklus II. Sedangkan hasil belajar matematika siswa secara signifikan juga mengalami peningkatan dimana pada pra siklus hanya 13 siswa (37,1%) yang memperoleh nilai diatas 70 dan dinyatakan tuntas melebihi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Sedangakn rata-rata hasil ulangan matematika siswa adalah 63,42 dimana nilai tertinggi siswa pada pra siklus hanya berada pada angka 75 dan nilai terendah adalah 40. Setelah diterapkan siklus I hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan yang ditunjukkan jumlah siswa yang memperoleh ketuntasan belajar menjadi 27 siswa (77,1%) dengan nilai rata-rata siswa sebesar 75,48 serta perolehan nilai tertinggi 87 dan nilai terendah 50. Peningkatan kearah yang lebih baik ditunjukkan pada siklus II yakni siswa yang memperoleh nilai diatas KKM meningkat menjadi 31 siswa (88,5%). Nilai rata-rata siswa juga mengalami peningkatan jika dibandingkan siklus I yakni menjadi 83,91 dengan nilai tertinggi 93 dan nilai terendah 65.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustamilah (2015) yang menunjukkan bahwa model PBL mampu meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah Tema 1 Sub Tema 3 tentang merawat tubuh siswa kelas 1 SD Negeri 1 Gosono. Presentase kenaikan keterampilan proses dalam pemecahan masalah sebesar 9,09% untuk siklus 1, 11,36% untuk siklus 2, 13,63% untuk siklus 3. Sedangkan penelitian Cahyo (2018: 32) menunjukkan bahwa model Problem Based Learning mampu meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan meningkatnya ketuntasan belajar siswa. Ketuntasan belajar siswa meningkat dari 36% dari 22 siswa, pada siklus I meningkat menjadi 60%, dan pada akhir siklus II mengalami peningkatan kembali menjadi 77% dari 22 siswa. Penelitian mengenai keampuhan model Problem Based Learning diperkuat oleh hasil penelitian Haryanto (2015). Hal ini ditunjukkan dengan ketuntasasn hasil belajar matematika pada pra siklus sebanyak 17 siswa (56,67%) menjadi 22 siswa (73,33%) pada siklus I, dan meningkat menjadi 28 siswa (93,33%) pada siklus II. Kemudian penelitian Agustina (2017) menunjukkan bahwa model Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa dalam pembelajaran. Peningkatan keterampilan proses IPA siswa ditunjukkan dengan meningkatnya presentase keterampilan proses IPA siswa pada siklus I sebesar 64,17% menjadi 78,96% pada

(6)

Jurnal Basicedu Vol 3 No 1 April 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 akhir siklus II. Perbedaan penelitian yang

dilakukan peneliti jika dibandingkan penelitian-penelitian terdahulu adalah penelitian ini diterapkan dengan model Problem Based Learning yang dipadukan dengan media puzle, sedangkan penelitian terdahulu diterapkan hanya mengimplementasikan langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning saja. KESIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat peningkatan keterampilan proses siswa yakni pada pra siklus hanya terdapat 11 siswa (37,1%) yang memperoleh kategori baik meningkat menjadi 26 siswa (74,3%) pada siklus I, dan meningkat menjadi 33 siswa (94,3%) pada siklus II. Sedangkan ketuntasan belajar siswa meningkat dari 13 siswa (37,1%) pada pra siklus, meningkat menjadi 27 siswa (77,1%) pada siklus I, dan meningkat kembali sebanyak 31 siswa (88,5%) pada siklus II. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indikator Kinerja telah tercapai dimana sudah lebih dari 80% siswa memiliki keterampilan proses pada kategori baik, dan lebih dari 80% siswa memperoleh nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning yang dipadukan dengan media puzle dapat meingkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas. 2011. Pendekatan Keterampilan Proses. Yogyakarta: UNY.

Agustina, Degi A. 2017. Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Dengan Model Problem Based Learning Pada

Pembelajaran IPA

SD.www.repository.uksw.edu.

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD, SLB, TK. Bandung: CV. Yrama Widya.

Astari, Fajar Ayu. 2018. Efektifitas Penggunaan Model Discovery Learning dan Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SD. Jurnal Basicedu.

Cahyo, Riki Nur. 2018. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Model Problem

Based Learning (PBL) Berbantuan Media Audio Visual Pada Siswa Kelas IV SD. Jurnal Basicedu.

Fitri, Rahma, dkk. 2014. “Penerapan Strategi The Firing Line pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Bati

Putih”. Jurnal Pendidikan Matematika. 3

(1), 18-22.

Hamzah, Ali dan Muhlisrarini. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Haryanto, Ari. 2015. Penerapan Problem Based Learning Berbantuan Permainan Ular Tangga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematikan Kelas IV SD Negeri 03 Jambangan Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Semester I Tahun Ajaran 2015/2016. www.repository.uksw.edu. Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan

Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mahmudah, Umi S. 2016. Hubungan Keterampilan Proses Sains dengan Penguasaan Konsep Peserta Didik Kelas XI MAN 1 Pati. UIN Walisongo.

Mustamilah. 2015. Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Menggunakan Model Problem Based Learning Pada Sub Tema Merawat Tubuhku Siswa Kelas 1 SD Negeri 1 Gosono. www.repository.uksw.edu Rusman. 2014. Model-model pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Setyaningtyas, Eunice W. 2016. Persepsi Mahasiswa PPL 1 dan 3 PGSD BIPE UKSW Mengenai Profesi Guru SD yang Profesional dan Pengajaran Literasi. FKIP Universitas Kristen Satya Wacana.

Siregar, Nani S. 2017. Persepsi Mahasiswa Pada Pelajaran Matematika: Studi Pendahuluan

Pada Siswa yang Menyenangi

Game.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Sulasmono, Bambang S. 2012. Problem Solving:

Signifikansi, Pengertian, dan Ragamnya. FKIPUniversitas Kristen Satya Wacana.

(7)

Jurnal Basicedu Vol 3 No 1 April 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Trikusumawati. 2015. Pengembangan Instrumen

Penilaian Afektif Mata Pelajaran Aqidah Akhlak.

Wahyudi, Budiono Inawati. 2012. Pemecahan Masalah Matematika. Salatiga: Widya Sari Press

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan model Learning Cycle berbantuan aplikasi Cabri 3D dapat meningkatkan kemampuan spasial

Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Sapobonto, dilakukan dengan tiga proses tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan

Untuk soal nomor 7–11, pilihlah kata-kata atau frasa yang yang merupakan padanan kata atau padanan pengertian yang paling dekat dengan kata yang dicetak dengan huruf kapital

Gambaran anak Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan anak adalah setiap anak Indonesia hidup dalam keluarga, masyarakat dan lingkungan yang sehat

Cabe jawa atau cabe jamu (Piper retrofractum Vahl.) merupakan tanaman penghasil rempah dan fito - farmaka yang penting baik ditinjau dari pemenuhan kebutuhan bumbu dan

KI-4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,

The results of this study indicate that the titanium dioxide bentonite composite has great potential to remove cationic dyes such as Methylene blue and Rhodamine B from

Bahwa perbedaan agama dalam sebuah keluarga di Indonesia adalah merupakan suatu yang lumrah, apakah hal itu karena perkawinan beda agama atau karena salah satu dari