• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Sesar Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metoda Geolistrik Konfigurasi Wenner Di Sekitar Das Jene’berang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Sesar Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metoda Geolistrik Konfigurasi Wenner Di Sekitar Das Jene’berang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

33

Identifikasi Sesar Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metoda

Geolistrik Konfigurasi Wenner Di Sekitar Das Jene’berang, Kecamatan

Parangloe, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan

Syamsuddin1), Lantu1), Muh. Altin Massinai1) , Syaeful Akbar1) 1)Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA UNHAS Makassar

Kampus UNHAS Tamalanrea Jl. Perintis Kemerdekaan km.10 Makassar

Abstrak

Telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi adanya sesar dan jenis batuan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis dengan Konfigurasi elektroda Wenner, sebanyak 2 lintasan dengan masing – masing panjang lintasan 150 meter. Hasil penyelidikan menunjukkan adanya struktur sesar minor yang telah tertimbun oleh produk-produk muda hasil longsoran gunung Bawakareng. Sesar minor tersebut dicirikan oleh adanya rekahan dan kekar-kekar di sekitar DAS Jeneberang dan penyebaran batuan ubahan di sekitar lokasi penelitian.

Kata Kunci : Geolistrik, Konfigurasi Wenner, Kekar, Sesar.

1. Pendahuluan

Pulau Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia serta sejumlah lempeng lebih kecil yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks. Bentuk pulau ini yang menyerupai huruf K setidaknya memberikan gambaran bahwa pulau ini mempunyai karakteristik berbeda terkhusus kondisi geologinya. Pada level lempeng mikro yang lebih detail dapat dilihat adanya tumbukan antara blok Sunda bagian tenggara dengan blok Sula yang membentuk pulau Sulawesi sekarang ini. Tumbukan ini menyebabkan jazirah selatan Sulawesi mengalami ketidakstabilan tektonik. Akibat tumbukan diantaranya adalah terbentuknya Sesar Palu Koro pada batas barat daya, Sesar Matano pada batas selatan, sesar Walanae di jazirah selatan, serta pemekaran dasar laut di Selat Makassar dan Teluk Bone, seperti yang terlihat pada Gambar I.1. Aktivitas tektonik regional ini menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam seperti fenomena gempa bumi, erupsi vulkanik, tsunami, dan longsoran tanah yang merupakan fenomena destruktif bagi kehidupan manusia [6].

Kecamatan Parangloe, kabupaten Gowa adalah salah satu kecamatan yang di aliri oleh DAS jeneberang, dimana pada daerah ini, berada di bagian hulu DAS Jeneberang. Bagian Hulu dari sungai Jeneberang berada di antara Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang. Gerakan tanah di hulu Sungai Jeneberang ini banyak dipengaruhi oleh faktor Struktur Geologi dan Lithologi. Faktor-faktor tersebut telah mengakibatkan morfologi DAS Jeneberang tidak stabil [6].

Salah satu metoda geofisika yang cukup baik untuk memetakan kondisi bawah permukaan guna mengetahui struktur perlapisan dan sesarnya adalah metoda geolistrik tahanan jenis. Hal ini dimungkinkan karena lapisan tanah dan batuan dapat mengalirkan arus listrik sehingga dapat dianalisis berdasarkan sifat kelistrikannya.

Gambar 1. Struktur Geologi Regional Pulau Sulawesi Selatan [8].

(2)

34

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Sesar / Patahan

Sesar (fault) adalah suatu rekahan pada batuan yang mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian – bagian yang berhadapan dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan (Asikin, 1979). Menurut Simpson, sesar adalah rekahan pada masa batuan yang telah memperlihatkan gejala pergeseran pada kedua belah sisi bidang rekahan. Dari kedua pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sesar adalah rekahan pada batuan yang memperlihatkan gejala pergeseran [7].

Secara umum, sesar diklasifikasikan berdasarkan atas dip bidang sesar dan arah gerak relatifnya yaitu :

1. Sesar Normal (Normal Fault) 2. Sesar Mendatar ( Transform Fault) 3. Sesar Naik ( Reserve Fault)

2.2 Tinjaun Geologi Daerah Penelitian

Pada peta Geologi Daerah Aliran Sungai Jeneberang dapat ditemukan bahwa di bagian barat atau bagian hilir terdapat deposit dari aluvial. Deposit aluvial ini merupakan jenis batuan yang dominan berada pada hilir Daerah Aliran Sungai Jeneberang. Jika dianalisis dengan peta penggunaan tanah, terlihat bahwa pertanian padi berada pada bagian geologi deposit alluvial.

Bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai Jeneberang ini didominasi oleh geologi jenis latosol yang berasal dari era tersier. Dimana keberadaan jenis geologi ini berkorelasi dengan munculnya penggunaan tanah pertanian jika dianalisis berdasarkan peta pengunaan tanah.

Bagian timur Daerah Aliran Sungai Jeneberang merupakan batuan vulkanik yang berasal dari zaman holosen. Dimana penggunaan lahan pada daerah tengah ini merupakan hutan yang berfungsi sebagai penahan longsor untuk wilayah-wilayah di bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai Jeneberang ini [2].

Gambar 2.1 Peta Geologi DAS Jeneberang [2].

2.3 Pendugaan dengan Metode

Geolistrik

Pada bagian batuan, atom-atom terikat secara ionik atau kovalen. Karena adanya ikatan ini maka batuan mempunyai sifat menghantarkan arus listrik. Aliran arus listrik dalam batuan/mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu : 1. Konduksi Elektronik. Konduksi ini

adalah tipe normal dari aliran arus listrik dalam batuan/mineral. Hal ini terjadi jika batuan atau mineral tersebut mempunyai banyak elektron bebas, akibatnya arus mudah mengalir pada batuan ini. Sebagai contoh, batuan yang banyak menagndung logam.

2. Konduksi Elektrolitik. Konduksi jenis

ini banyak terjadi pada batuan atau mineral yang bersifat porus dan pori-porinya tersebut terisi oleh larutan elektrolit. Dalam hal ini arus listrik mengalir akibat dibawa oleh ion-ion larutan elektrolit. Konduksi dengan cara ini lebih lambat daripada konduksi elektronik.

3. Konduksi Dielektrik. Konduksi ini

terjadi pada batuan yang lebih bersifat dielektrik, artinya batuan tersebut mempunyai elektron bebas sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar, maka elektron-elektron dalam atom batuan dipaksa berpindah dan berkumpul terpisah dari intinya sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini sangat bergantung pada konstanta dielektrik batuan yang bersangkutan.

Konduktivitas batuan berpori bervariasi tergantung pada volume, susunan pori dan kandungan air di dalamnya. Padahal konduktivitas air itu sendiri bervariasi yaitu tergantung pada banyaknya ion yang terdapat di dalamnya

(3)

35

2.4 Potensial di Sekitar Titik Arus di Permukaan Bumi

Gambar 2.2 Potensial di sekitar titik arus di permukaan bumi

Apabila arus listrik (I) diinjeksikan ke dalam bumi yang homogen isotropik melalui sebuah elektroda dipermukaan pada suatu titik P, maka arus tersebut akan mengalir ke segala arah dengan nilai sama besar dan potensial di suatu yang berjarak r dari titik P dapat ditentukan. Persamaan Laplace yang berhubungan dengan kondisi ini dituliskan dalam koordinat bola seperti :

0 2 2 2 sin 2 1 θ V sin 2 sin 2 1 2 2 1             

V r r r V r r r --- ...(2.1) Karena pengukuran hanya ada arus tunggal, maka arus mengalir kesegala arah dari titik sumber sehingga persamaan (2.1) menjadi :

0

1

2 2

r

V

r

r

r

--- (2.2)

Dengan anggapan bumi homogen isotropis, maka bumi mempunyai simetri bola, sehingga potensial V merupakan fungsi dari r saja, yaitu :

V = V (r) --- (2.3) Sehingga solusi umum persamaan Laplace adalah : 2 1 ) ( C r C r V   ( C1, C2 = konstanta) (2.4)

Jika syarat batas potensial yaitu pada jarak yang jauh dari titik sumber (r = ) potensial (V) berharga nol, sehingga C2 = 0 maka

persamaan (2.4) menjadi :

r

C

V

1 --- (2.5)

Besarnya rapat arus (J) pada jarak (r) dapat

dituliskan sebagai beriku

2 1

1

1

r

C

dr

V

d

J

  --- (2.6)

Dan besarnya arus yang menembus permukaan setengah bola yang berjarak (r) adalah : 1 2

2

2

r

J

C

I

 --- (2.7)

Besarnya arus pada persamaan (2.7) akan sama besarnya dengan arus yang dimasukkan melalui titik P sehingga diperoleh : 1

2

C

I

atau

2

1

I

C

--- (2.8) Jika persamaan (2.8) disubtitusikan ke persamaan (2.4) akan diperoleh :

r

I

r

V

2

)

(

atau

I

V

r

2

--- (2.9)

2.5 Perhitungan Nilai Resistivitas

Dalam melakukan eksplorasi tahanan jenis (resistivitas) diperlukan pengetahuan mengenai perbandingan posisi titik pengamatan terhadap sumber arus. Perbedaan letak titik tersebut akan mempengaruhi besar medan listrik yang akan diukur. Metode yang biasa digunakan pada pengukuran resistivitas secara umum yaitu dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi dengan menggunakan dua elektroda arus (C1 dan C2), dan pengukuran

beda potensial dengan menggunakan dua elektroda potensial (P1 dan P2) seperti pada

Gambar 2.3. r r r r C P C P I V

Gambar 2.3 Bentuk susunan elektroda pada survai geolistrik tahanan jenis

(4)

36

Besaran koreksi terhadap perbedaan

letak titik pengamatan dinamakan faktor geometri. Faktor geometri dari beda potensial yang terjadi antara elektroda potensial P1, P2 yang diakibatkan oleh

injeksi arus pada elektroda arus C1, C2

adalah : V = VP1 – VP2

4 3 2 1

1

1

1

1

2

r

r

r

r

I

I V r r r r            4 3 2 1 1 1 1 1 2 ---- (2.10)

Dari besarnya arus dan beda potensial yang terukur maka nilai resistivitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

a = K (ΔV/I) --- (2.11)

4 3 2 1

1

1

1

1

2

r

r

r

r

K

--- (2.12)

dimana K adalah faktor geometri yang tergantung oleh penempatan elektroda di permukaan.

2.6 Konfigurasi Wenner

Konfigurasi wenner dapat digunakan untuk resistivity mapping maupun resistivity sounding. Perbedaannya dengan konfigurasi lain yaitu, jarak antara elektroda adalah sama, seperti terlihat dalam gambar di bawah ini . dalam konfigurasi ini diketahui bahwa C1P1 = P1P2 = C2P2 = a,

sehingga harga faktor geometri dan resistivitas semunya menjadi :

Berdasarkan persamaan (II.10) maka diperoleh

I

V

r

r

r

r

4 3 2 1

1

1

1

1

2

(2.13)

I

V

a

a

a

a

1

2

1

2

1

1

2

a

2

--- (2.14) maka nilai resistivitas untuk metode Wenner dapat dihitung dengan faktor geometri k

k = 2πa --- (2.15)

Berdasarakan persamaan 2.2, maka pada konfigurasi Wenner berlaku hubungan:

I

V

k

--- (2.16) 3. Metodologi Penelitian

Daerah yang menjadi objek penelitian yaitu daerah meander di sekitar hulu sungai DAS Jeneberang. Secara admininstrasi meliputi kecamatan Parangloe, kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Akuisisi Data Lapangan 4.1.1 Lintasan 1

Akuisisi data resistivitas bumi pada survei lintasan 1 ini dilakukan dengan mengambil lintasan sepanjang 150 meter. Titik awal (titik 0 meter) berada pada koordinat 119°38’45,1” BT dan 05°15’35,3” LS yang membentang pada arah 92° NE pada daerah Meander, khususnya di daerah pematang sawah. Jarak antar elektroda terkecil adalah 5 meter. Dari hasil pengukuran diperoleh harga resistivitasnya berkisar antara 5 - 2271 Ωm. Pengolahan data dengan menggunakan Res2DInv untuk lintasan 1 diperoleh penampang harga resistivitas semu seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Lintasan 1

Lintasan 2

Gambar 2.4 Susunan elektroda konfigurasi Wenner

(5)

37

I4.1.2 Lintasan 2

Akuisisi data resistivitas bumi pada survei lintasan 2 dilakukan dengan mengambil lintasan sepanjang 150 meter. Titik awal (titik 0 meter) berada pada koordinat 119°38’47,6” BT dan 05°15’39,7” LS yang membentang ke arah 95° NE di dengan variasi jarak antar elektroda terkecil 5 meter. Dari hasil pengukuran diperoleh harga resistivitasnya berkisar antara 5 – 1460 Ωm. Pengolahan data dengan menggunakan Res2DInv untuk lintasan 2 diperoleh penampang harga resistivitas semu seperti pada Gambar 4.2.

4.2 Interpretasi bidang lemah (Sesar)

4.2.1 Lintasan 1

Gambaran pendugaan posisi patahan sesar dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software Res2DInv untuk lintasan 1 ditunjukkan seperti Gambar 4.5 di bawah ini.

Berdasarkan Gambar 4.5. dapat dilihat adanya bidang lemah dengan harga resistivitas rendah yang berkisar antara 128 – 288 Ωm. Bidang ini memotong perlapisan batuan yang ada di sekitarnya dengan harga resistivitas yang lebih tinggi. Jadi pada lintasan tersebut mungkin telah terjadi sesar pada sekitar titik 80 m. Pada titik tersebut juga dapat di lihat adanya rekahan di atas permukaannya. Hal ini membuktikan bahwa pada lintasan tersebut mungkin terjadi patahan dangkal atau sesar minor.

4.2.2 Lintasan 2

Gambaran pendugaan bidang patahan dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software Res2DInv untuk lintasan 2 ditunjukkan seperti Gambar IV.6 di bawah ini.

Berdasarkan Gambar 4.6 dapat dilihat adanya bidang lemah dengan harga resistivitas rendah yang berkisar antara 128 - 288 Ωm . Bidang ini memotong perlapisan batuan yang ada di sekitarnya dengan harga resistivitas yang lebih tinggi. Jadi pada lintasan tersebut mungkin telah terjadi sesar yaitu pada titik 50 m. Pada titik tersebut juga dapat di lihat adanya rekahan di atas permukaannya. Sama halnya juga pada lintasan 1. Hal ini membuktikan bahwa pada lintasan tersebut mungkin terjadi patahan dangkal atau sesar minor.

Untuk lintasan 1, diidentifikasikan terdapat sesar pada titik 80 m. Sedangkan untuk lintasan 2, berada pada titik 50 m .Posisi patahan ini relatif sesuai dengan posisi rekahan yang terlihat di permukaan di lokasi penelitian. Pendugaan dengan

Gambar 4.6 Pendugaan Posisi Patahan untuk Lintasan 2

SESAR

Gambar 5.5 Pendugaan Posisi Patahan untuk Lintasan 1

SESAR

Gambar 4.2 Penampang Harga Resistivitas Semu dari Hasil Inversi Lintasan 2

Gambar 4.1 Penampang Harga Resistivitas Semu dari Hasil Inversi Lintasan 1

(6)

38

metode geolistrik dapat digunakan untuk

menentukan posisi bidang patahan. Harga resistivitas tanah / batuan pada patahan pada umumnya lebih rendah dari tanah / batuan sekitarnya. Hal ini dikarenakan pada patahan sesar terisi oleh fluida atau mineral yang relatif lebih kondusif dari batuan sekitarnya. Bidang patahan sesar biasanya memiliki harga resistivitas yang tinggi melebihi harga resistivitas tanah / batuan yang ada di sekitarnya jika pada patahan tersebut tidak terisi apa-apa (hanya berisi udara). Hal ini dikarenakan udara merupakan isolator sehingga arus listrik sangat sulit untuk melewatinya. Kondisi di lapangan memperlihatkan adanya rekahan - rekahan di permukaan tapi tidak terlalu jelas dan semua terisi oleh fluida atau materi lainnya. Oleh sebab itu bidang patahan sesar yang terdeteksi adalah bidang yang memiliki resistivitas rendah yang menerobos atau memotong bidang-bidang perlapisan antar batuan.

5. Penutup

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pada lintasan 1 dan 2 terdapat penyebaran batuan sedimen yang berada di atas permukaan yang merupakan longsoran dari gunung Bawakaraeng, kemudian di dominasi oleh batuan alluvium yang tersebar di setiap lintasan pengukuran. Pada kedalaman di bawah 15 m ke bawah di perkirakan terdapat batuan andesit dan gabro.

2. Bidang patahan sesar untuk lintasan 1 berada pada titik 80 m dan untuk lintasan 2 berada pada titik 50 m. dimana pada kedua lintasan dan titik tersebut juga dapat di lihat adanya rekahan di atas permukaannya. Hal ini membuktikan bahwa pada lintasan tersebut mungkin terjadi patahan dangkal atau sesar minor.

5.2 Saran

Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka penulis menyarankan:

1. Perlu dilakukan penelitian dengan metode geofisika lainnya sehingga dapat dilakukan perbandingan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.

2. Perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan yaitu dengan penambahan titik ukur yang berasosiasi dengan penambahan target kedalaman sehingga dapat diperoleh gambaran bawah permukaan lebih luas.

3. Pengukuran sesar di sekitar DAS Jeneberang sebaiknya dilakukan secara periodic misalnya setahun sekali . Hal ini dilakukan guna mengetahui pola dan tingkat penyebaran sesar atau patahan di daerah tersebut.

Pustaka

[1] Azis, N.M., Abdullah, C.I. dan Brahmantyo, B., Catatan Kuliah :

Geologi Fisik, Departemen Teknik

Geologi, Penerbit ITB.

[2] Fahmi, M.C., 2009, Pengelolaan DAS

Jeneberang Kota Makassar

Sulawesi-Selatan.http://staff.blog.ur.ac.id/tars

oen.waryono/files/2009/12/sungai_f ahmi.pdf.Diakses 1 Oktober 2010. [3] Hasrianto., 2008, Analisis Stabilitas

Lereng Daerah Waempelle Kabupaten Barru Sulawesi Selatan,

Universitas Hasanuddin, Makassar. [4] Hendrajaya, L ., 1990, Metode Geolistrik

Tahanan Jenis, ITB, Bandung.

[5] Loke, M. H., 2004, Geoelectrical Imaging 2D & 3D,RES2DINV ver 3.3:Rapid 2D Resistivities & IP Inversion using the least-square method On Land, Underwater and Cross-borehole surveys, Penang, Malaysia.

[6] Massinai, M.A., 2009, Pola Gerakan

Tanah Kota Makassar Ditinjau dari Pendekatan Teori Tektonik Lempeng, Prosiding PIT 34 HAGI,

Jogjakarta.

[7] Rudi, A., 2010, Kajian Struktur Geologi

Gunung Bawakaraeng

Menggunakan Metode

Penginderaan Jauh, Universitas Hasanuddin, Makassar.

[8] Simanjuntak, TO., 1992, An Outline of

Tectonic in Indonesia Region, IAGI

publication.

(7)

39

Patahan / Sesar

Patahan/ Sesar

Patahan / sesar di lintasan 1 titik ke 80 m

Patahan / Sesar lintasan 2 di titik ke 50 m

Gambar

Gambar 1. Struktur Geologi Regional Pulau  Sulawesi Selatan  [8] .
Gambar 2.1 Peta Geologi DAS Jeneberang  [2] .
Gambar 2.3 Bentuk susunan elektroda pada  survai geolistrik tahanan jenis
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, teknik, evaluasi, tindak lanjut, dan implikasinya pengelolaan SDM Di SMA Negeri 5 Mataram.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang melimpahkan rahmat, tuntunan, berkah sehingga penulisan Tesis ini dengan judul “ Penjabaran Good

hipotesis yang diuji pada penelitian ini (Gambar 1), yaitu Hubungan antar variabel (terdapat hubungan antara profesionalitas amil zakat terhadap efektivitas

Status perkahwinan responden dengan 80% (24 orang) berstatus berkahwin, 13.3% duda/balu/bercerai dan 6.7% belum berkahwin. Terdapat ramai pasangan menetap di rumah yang sama

4.1.7 Upaya-upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam Prosedur Pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Pelayanan Jasa Pengujian Tekstil di Balai

11 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar kolesterol total antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan serta mengetahui perbedaan kadar

motivasi belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran akidah akhlak di MTsN 3 Tulungagung?.. Pengaruh pemberian reward terhadap motivasi belajar siswa kelas VIII. pada

Jarak titik ke bidang adalah panjang ruas garis terpendek antara titik tersebut dan proyeksinya pada bidang tersebut... Pada gambar di bawah terdapat titik Q dan