v
TUGAS AKHIR – TE 141599
DESAIN DAN IMPLEMENTASI KONVERTER DC-DC RASIO
TINGGI BERBASIS INTEGRATED QUADRATIC BOOST ZETA
UNTUK APLIKASI PHOTOVOLTAIC
A.Hafizh Rifa’i NRP 2212 100 131 Dosen Pembimbing :
Dedet Candra Riawan, ST., M.Eng., Ph.D.
Heri Suryoatmojo,S.T., M.T.,Ph.D. JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016
FINAL PROJECT – TE 141599
DESIGN AND IMPLEMENTATION OF HIGH RATIO DC-DC
CONVERTER WITH INTEGRATED QUADRATIC BOOST ZETA
FOR PHOTOVOLTAIC APPLICATION
A.Hafizh Rifa’i NRP 2212 100 131 Advisor
Dedet Candra Riawan, ST., M.Eng., Ph.D.
Heri Suryoatmojo,S.T., M.T.,Ph.D.
DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING Faculty of Industrial Technology
Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2016
i
DESAIN DAN IMPLEMENTASI KONVERTER
DC-DC RASIO TINGGI BERBASIS
INTEGRATED
QUADRATIC BOOST ZETA
UNTUK APLIKASI
PHOTOVOLTAIC
ABSTRAKSI
Photovoltaic pada umumnya digunakan untuk mengubah energi matahari menjadi energy listrik. Jika jumlah modul photovoltaic terbatas maka tegangan keluaran yang dihasilkan akan kecil. Untuk menghubungkan ke inverter pada sistem terhubung ke jala-jala, membutuhkan tegangan yang lebih tinggi dari pada keluaran photovoltaic. Untuk mengatasi hal ini, topologi konverter boost banyak dikembangkan untuk memperoleh untuk mencapai rasio pengubahan tegangan yang tinggi.
Pada tugas akhir ini dibahas mengenai desain dan implementasi konverter DC-DC rasio tinggi berbasis Integrated Quadratic-Boost-Zeta untuk aplikasi photovoltaic. Kelebihan dari konverter DC-DC Integrated Quadratic-Boost-Zeta ini adalah memiliki rasio konversi yang tinggi dengan duty cycle kecil dan membutuhkan sedikit komponen. Pada pengujian, konverter ini mampu mengkonversi tegangan masukan 18 VDC menjadi 330 VDC pada duty cycle 65,92%.
Kata kunci : Konverter, QuadraticBoostZeta, induktor kopel, duty cycle, jala-jala
iii
DESIGN AND IMPLEMENTAIN OF HIGH RATIO
DC-DC KONVERTER WITH INTEGRATED QUADRATIC
BOOST ZETA FOR PHOTOVOLTAIC APPLICATION
ABSTRACT
Photovoltaic technology is commonly used to convert solar energy into electrical energy. If the number of module in photovoltaic application is limited, the output voltage that can be generated is low. As for connect to the inverter of grid connected applications, require a higher voltage than the output of photovoltaic. To deal with this problem the boost converter topology has been developed to obtain the high cobversion ratio.
In this final project discussed the design and implementation of DC-DC converter with integrated quadratic boost zeta for photovoltaic application. This converter are the integration of a quadratic boost converter, zeta converter and a couple inductor using a single switch. The advantages of using DC-DC converter with integrated quadratic boost zeta are a high conversion ratio with low duty cycle level and little component need. In Experiment, this converter is able to convert 18 V DC to 330 VDC at 65,92 % of duty cycle.
Keywords : DC-DC converter, Quadratic Boost Zeta, couple inductor, duty cycle, grid
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ... i ABSTRACT ... iii KATA PENGANTAR ... vDAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR TABEL ... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Permasalahan ... 2 1.3 Tujuan ... 2 1.4 Batasan Masalah ... 2 1.5 Metodologi ... 2 1.6 Relevansi ... 3 1.7 Sistematika ... 4
BAB II KONVERTER DC-DC RASIO TINGGI UNTUK APLIKASI PHOTOVOLTAIC 2.1 Photovoltaic sebagai input konverter ... 5
2.2 Konverter Quadratic Boost ... 7
2.2.1 Analisis Saklar Tertutup ... 7
2.2.2 Analisis Saklar terbuka ... 8
2.3 Konverter Zeta ... 10
2.3.1 Analisa Saklar Tertutup ... 10
2.3.2 Analisa Saklar Terbuka ... 11
2.4 Induktor Kopel ... 13
2.5 Konverter DC-DC Rasio Tinggi Berbasis Integrated Quadratic Boost Zeta ... 15
2.5.1 Analisis Kondisi Tunak ... 16
2.5.2 Penurunan Rasio Konversi ... 19
viii BAB III DESAIN DAN IMPLEMENTASI
3.1 Desain Konverter ... 29
3.1.1 Penentuan Rasio Konverter ... 30
3.1.2 Penentuan Besar Beban ... 30
3.1.3 Penentuan Nilai Induktor ... 31
3.1.4 Penentuan Nilai Kapasitor ... 32
3.2 Simulasi ... 32
3.3 Implementasi ... 37
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengujian Sinyal PWM dan Pensaklaran ... 42
4.2 Pengujian Bentuk Gelombang Konverter ... 44
4.2.1 Pengujian Arus Induktor ... 45
4.2.2 Pengujian Tegangan Kapasitor ... 46
4.3 Pengujian Rasio Konversi ... 48
4.4 Pengujian Efisiensi... 49
4.5 Pengujian Menggunakan Photovoltaic ... 50
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 53
5.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
RIWAYAT HIDUPPENULIS ... 57
xi
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel Halaman
Tabel 2.1 Spesifikasi Photovoltaic eLSOL ... 6
Tabel 3.1 Spesifikasi Awal Desain Konverter ... 29
Tabel 3.2 Perbandingan nilai parameter perhitungan dan simulasi ... 37
Tabel 3.3 Spesifikasi Komponen Rangkaian Konverter ... 38
Tabel 3.5 Hasil pengukuran parameter transformator ... 33
ix
DAFTAR GAMBAR
Daftar Gambar Halaman
Gambar 2.1 Bagan Pembangkit Listrik Tenaga Surya ... 5
Gambar 2.2 Kurva Tegangan Vs Daya pada dengan perubahan Iradian Rangkaian ... 6
Gambar 2.3 Topologi Konverter Quadratic Boost ... 7
Gambar 2.4 Konverter Quadratic Boost saat saklar tertutup... 7
Gambar 2.5 Konverter Quadratic Boost saat saklar terbuka ... 8
Gambar 2.5 Topologi SIB converter ... 9
Gambar 2.6 Konverter Zeta ... 10
Gambar 2.7 Konverter Zeta ketika saklar Tertutup ... 10
Gambar 2.8 Konverter Zeta ketika saklar Terbuka ... 12
Gambar 2.9 Arah Fluks Induktor Kopel ... 13
Gambar 2.10 Rangkaian Ekuivalen Indukor Kopel (Cantilever Model) ... 14
Gambar 2.11 Rangkaian Konverter Integrated Quadratic Boost Zeta ... 16
Gambar 2.12 Konverter Integrated Quadratic Boost pada mode t1 17 Gambar 2.13 Konverter Integrated Quadratic Boost pada mode t2 17 Gambar 2.14 Konverter Integrated Quadratic Boost pada mode t3 18 Gambar 2.15 Bentuk Gelombang Arus Utamaa menurut Teori ... 19
Gambar 3.1 Rangkaian Simulasi Konverter ... 32
Gambar 3.2 Bentuk gelombang VDS, VGS,VD1, VD2, VDb dan VDz . 33
Gambar 3.3 Bentuk gelombang VGS, IL1, ILm, ILo, dan ID1……… 34
Gambar 3.4 Bentuk gelombang VGS , VC1 , VCz , Voz , Vob dan Vo .. 35
Gambar 3.5 Implementasi Konverter ... 39
Gambar 4.1 Blok Diagram Pengujian Konverter ... 40
Gambar 4.2 Bentuk Gelombang VGS, VDS, dan Vo... 41
Gambar 4.3 Bentuk gelombang VGS, VD1, dan VDz ... 42
Gambar 4.4 Bentuk gelombang VGS, VD2, dan VDb ... 43
Gambar 4.5 Bentuk gelombang VGS, Vo, dan IL1 ... 44
Gambar 4.6 Bentuk gelombang VGS, Vo, dan ILk ... 45
Gambar 4.7 Tegangan kapasitor ... 46
Gambar 4.8 Ripple Tegangan Output ... 47
Gambar 4.9 Grafik Rasio Konversi DC(0%-65%) ... 47
Gambar 4.10 Ripple Tegangan Output ... 48
Gambar 4.11 Pengujian dengan Photovoltaic ... 49
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDalam membuat sebuah sistem pembangkit listrik tenaga surya banyak sekali komponen yang dibutuhkan terutama ketika ingin dihubungkan dengan jala-jala (grid connected)[1] . Tegangan DC keluaran dari konverter harus dinaikkan terlebih dahulu untuk meningkatkan efisiensi dan meningkatkan rasio konversi. Cara meningkatkan tegangan DC yang paling umum adalah dengan menggunakan konverter Boost . Konverter Boost adalah alat yang digunakan untuk meningkatkan tegangan DC keluaran dari photovoltaic dengan cara mengatur duty cycle. Semakin tinggi tegangan yang dinaikkan maka semakin besar nilai duty cycle. Namun dalam prakteknya peningkatan duty cycle tidak sesuai dengan kondisi dari peralatan yang ada seperti sistem pensaklaran, penyearah dioda, resistor, induktor dan kapasitor, serta semakin besar nilai duty cycle maka mengakibatkan adanya pengaruh elektromagnet.
Berbagai konverter telah diusulkan untuk mendapatkan efisiensi konversi dan rasio penguatan tegangan yang tinggi serta memperkeceil jumlah komponen. Salah satunya yaitu penguatan tegangan menggunakan topologi quadratic boost dan topologi SEPIC [2]. Namun kelemahan dari teknik tersebut adalah arus yang mengalir pada saklar sangat tinggi sehingga mengakibatkan rugi-rugi konduksi serta masih banyaknya jumlah komponen yang memperberat rangkaian alat.
Di sisi DC/DC, peningkatan tegangan rasio tinggi bisa dicapai dengan menggunakan konverter topologi boost atau buck boost DC/DC. Bagaimanapun, telah terbukti bahwa konverter tersebut tidak begitu cocok karena tingginya resistansi seri ekuivalennya (ESR), yang mempengaruhi duty cycle dan menurunkan efisiensi konverter dan rasio penaikan tegangan[3Selain itu selain efisiensi pada hasil jumlah komponen dan berat alat juga turut menjadi perhatian dimana topologi tersebut membutuhkan banyak lebih banyak komponen jika ingin menaikkan atau menurunkan tegangan dengan rasio yang tinggi.
Untuk menjawab tantangan tersebut dalam tugas akhir ini mengajukan sebuah topologi baru DC/DC konverter untuk sistem photovoltaic dengan beberapa keuntungan berikut yaitu : Integrasi konverter yang mudah dimana dapat megurangi jumlah saklar dan kompenen yang tidak terlalu diperlukan, rasio peningkatan tegangan
2
tinggi yang bisa dicapai oleh konverter, ripel arus keluaran yang rendah , dan terjaganya karakteristik konverter DC/DC.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah mendesain dan mengimplementasikan suatu konverter DC-DC dengan metode integrated quadratic boost-zeta yang memilii rasio konversi yang tinggi dan memiliki efisiensi daya yang baik pada semua tingkat pembebanan terutama ketika diaplikasikan pada sistem Photovoltaic. 1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan konverter DC-DC Integrated Quadratic-Boost-Zeta.
2. Mendesain dan mengimplementasikan konverter DC-DC Integrated Quadratic-Boost-Zeta sehingga mendapatkan tegangan keluaran yang diinginkan.
3. Membandingkan dan menganalisa hasil implementasi konverter DC-DC Integrated Quadratic-Boost-Zeta dengan hasil dari desain dan simulasi pada perangkat lunak.
1.4 Batasan Masalah
a. Implementasi menyesuaikan dengan komponen-komponen yang dijual di pasaran
b. Pengujian menggunakan sumber tegangan DC di laboratorium dan beban resistif
c. Analisis perhitungan dilakukan pada kondisi ideal d. Perancangan tidak menggunakan kontrol MPPT 1.5 Metodologi
Metode penelitian yang digunakan pada tugas akhir ini sebagai berikut :
1. Mempelajari prinsip kerja dari topologi konverter DC-DC penguat tegangan tinggi berbasis integrated quadratic boost zeta.
2. Simulasi
Dalam tahap ini dilakukan serangkaian simulasi berdasarkan pada teori yang telah dibaca oleh penulis. Banyak pertimbangan dan perubahan dari nilai-nilai komponen serta duty cycle
3
sehingga sesuai keluaran konverter sesuai dengan apa yang diinginkan penulis. Dalam tahap ini komponen yang digunakan merupakan komponen ideal tanpa memperhitungkan rugi-rugi lain.
3. Pengimplementasian Alat
Dalam tahap ini dilakukan pembuatan konverter berdasarkan pada simulasi yang telah dibuat. Pemilihan dan pembelian komponen juga dilakukan pada tahap ini. Setelah itu dilakukan perangkaian komponen-komponen tersebut. Komponen yang diunakan yaitu Sumber DC, Saklar MOSFET, Induktor, Kapasitor, Dioda dan Induktor-Kopel.
4. Pengujian Alat
Dalam tahap ini dilakukan pengujian dan pengukuran seperti tegangan dan arus pada alat yang telah dirangkai yaitu konverter DC-DC penguat tegangan tinggi berbasis Integrated Quadratic Boost Zeta. Konverter akan diuji langsung dengan terhubung pada fotovoltaik dan dihubungkan pada beban resistif. Pengaruh pembebanan dan arus bocor dari kopel induktor juga diuji dalam tahap ini.
5. Analisis Data
Setelah alat selesai dibuat dan telah mendapatkan data-data yang dibutuhkan maka data-data tersebut akan dibandingkan dengan simulasi yang telah dibuat. Setelah itu, data-data tersebut dianalisa.
Berikut adalah beberapa parameter yang dianalisa a. Duty Cycle
b. Analisis tegangan disetiap Induktor c. Analisis tegangan pada kapasitor d. Penguatan Tegangan
e. Arus output 6. Kesimpulan
Memberikan kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan dari hasil analisa dari data yang telah didapatkan. Semua hasil yang telah dikerjakan diatas ditulis menjadi sebuah buku Tugas Akhir 1.6 Relevansi
Hasil yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
4
1. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai konverter DC-DC rasio tinggi berbasis integrated quadratic boost zeta
2. Menjadi referensi untuk pengembangan pembangkit listik yang memanfaatkan energi terbarukan seperti Photovoltaic. 3. Menjadi referensi bagi mahasiwa lain yang hendak
mengambil masalah yang serupa untuk dikembangkan sebagai Tugas Akhir.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bab 1 adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi, sistematika penulisan, dan relevansi Tugas Akhir.
2. Bab 2 berisi tentang teori dasar yang mendukungpenelitian. Pada bab ini akan dibahas mengenai photovoltaic, konverter quadratic boost, konverter zeta, induktor kopel, konverter DC-DC rasio tinggi berbasis integrated quadratic boost zeta dan penurunan parameter dari rangkaian.
3. Bab 3 berisi mengenai uraian perancangan secara matematis, simulasi menggunakan software PSIM dan implementasikonverter untuk daya 50 Watt yang akan diuji di laboratorium.
4. Bab 4 berisi tentang pengujian dan analisis data hasil pengujian implementasi konverter DC-DC rasio tinggi berbasis integrated quadratic boost zeta untuk aplikasi photovoltaic. 5. Bab 5 memuat kesimpulan dari penelitian yang telah
5
BAB 2
KONVERTER DC-DC RASIO TINGGI UNTUK
APLIKASI
PHOTOVOLTAIC
2.1 Photovoltaic sebagai input konverter
Dalam membangun sistem pembangkit tenaga surya yang sudah tersambung dengan jala-jala dibutuhkan tiga komponen utama yaitu Photovoltaic sendiri sebagai sumber, Konverter DC-DC untuk mengkonversi tergangan DC dan inverter untuk merubah tegang DC menjadi AC sehingga bisa tersambung menuju jala-jala sesuai dengan gambar 2.1.
PV
Konverter
DC-DC Inverter Jala-Jala
Gambar 2.1 Bagan Pembangkit listrik tenaga Surya
Photovoltaic yang ada di pasaran rata-rata memiliki tegangan yang rendah padahal pada output inverter yaitu tegangan jala-jala menggunakan tegangan yang cukup tinggi yaitu 220 V AC. Untuk menghasilkan tegangan AC sebesar itu maka tegangan DC disisi input inverter minimal harus bernilai 311 volt. Nilai tegangan tersebut didapatkan dari tegangan rms pada jala-jala dikalikan dengan akar 2 sesuai dengan persamaan (2.1).
𝑉𝑚𝑎𝑥= 𝑉√2 (2.1)
Untuk menghasilkan tegangan output bernilai tersebut maka dibutuhkanlah sebuah konverter DC-DC yang mampu menkonversi tegangan dari output Photovoltaic menjadi berkali lipat.
Dalam praktiknya Photovoltaic merupakan suatu modul yang terdiri atas susunan seri dan paralel dari beberapa sel surya. Hal ini dikarenakan satu sel surya hanya mampu menghasilkan tegangan ±0.6 V.
6
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi arus, tegangan and daya output sebuah Photovoltaic yaitu temperature sel dan besar iradiasi yang diserap [4].Photovoltaic yang ditinjau dan dijadikan sumber pada tugas akhir ini yaitu photovoltaic dengan merek eLSOL dengan spesifikasi PV sesuai tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Spesifikasi Photovoltaic elSOL
No Spesifikasi Nilai
1 Model eS50236-PCM
2 Maximum power 20 Wp
3 Short Circuit Current 3.25 A
4 Maximum Power Current 2.91 A
5 Open Circuit Voltage 21.75 V
7 Nominal Voltage 17.24 V
9 Length 690 mm
10 Width 660 mm
11 Temperature -40 ºC - 50 ºC
Gambar 2.13 menunjukkan kurva karakteristik P-V Photovoltaic eLSOL 50 Watt pada suhu konstan 25ºC dengan perubahan iradiasi.Dari gambar tersebut diketahui bahwa semakin besar intensitas cahaya yang diserap oleh Photovoltaic, semakin besar pula daya output Photovoltaic.
1000 W/m2
800 W/m2
600 W/m2
400 W/m2
200 W/m2
7
2.2 Konverter quadratic boost
Topologi konverter Quadratic Boost merupakan penggabungan dari dua konverter boost seperti ditunjukkan pada gambar 2.3. Telah kita ketahui bahwa konverter boost merupakan topologi konverter yang dapat menaikkan tegangan keluaran. Untuk mendapatkan tegangan keluaran dengan rasio yang lebih besar mka dirancanglah topologi konverter quadratic boost. Konverter quadratic boost memiliki prinsip kerja yang hampir sama dengan konverter boost. Konverter quadratic boost memiliki 2 mode pensaklaran yaitu t1 atau ketika saklar S konduksi dan t2
atau ketika saklar S terbuka [5].
L1 L2 C1 CO D1 D2 DO R VO Vin + S + +
-Gambar 2.3 Topologi Konverter Quadratic Boost 2.2.1 Analisis Saklar Tertutup
Pada saat t1 atau ketika saklar S konduksi maka rangkaian dari konverter topologi quadratic boost akan menjadi seperti berikut :
L1 L2 C1 CO D1 D2 DO R VO Vin + S + +
-Gambar 2.4 Konverter Quadratic Boost saat saklar S tertutup
. Dari analisa arus yang lewat seperti pada gambar 2.4 didapat
persamaan sebagai berikut :
8
𝑉𝐿2(𝑜𝑛) = 𝑉𝐶1 (2.3)
Pada saat saklar tertutup maka Arus dari sumber akan membuat diode D2 konduksi sehingga membuat tegangan sumber mengalirkan
energinya menuju induktor L1 dan membuat tegangan pada induktor L1
sama dengan tegangan sumber sesuai persamaan 2.2. Pada persamaan 2.3 menunjukkan bahwa Dioda D1 dan DO reverse bias karena tegangan VC1
dan VCo. Sementara itu kapasitor C1 melepas energinya menuju induktor
L2 sehingga membuat tegangan kapasitor C1 sama dengan tegangan
induktor L2
2.2.2 Analisis Saklar Terbuka
Pada saat mode t2 atau ketika saklar S terbuka maka rangkaian dari
konverter akan menjadi seperti berikut :
Gambar 2.5 Konverter Quadratic boost ketika saklar S terbuka
Dari gambar 2.5 diatas dapat diketahui bahwa ketika saklar terbuka dioda D1 dan Do konduksi. Dioda D2 menjadi reverse bias karena
Vo. kapasitor C1 diisi energi oleh Vin dan L1 sementara kapasitor Co diisi
oleh L1 dan L2 yang dirangkai seri. Ketika sumber energy pada induktor
dilepaskan maka arus pada induktor akan bergerak turun. Dengan menganalisa arah aliran arus pada saat saklar tertutup kita bisa mendapatkan persamaan berikut:
𝑉𝐿1(𝑜𝑓𝑓) = 𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝐶1 (2.4)
𝑉𝐿2 (𝑜𝑓𝑓) = 𝑉𝐶1− 𝑉𝑜 (2.5)
Dari persamaan 2.4 diketahui bahwa besarnya tegangan yang ada pada induktor L1 sama dengan besarnya tegangan input dikurangi
tegangan pada kapasitor C1. Pada persamaan (2.5) menunjukkan bahwa
L1 L2 C1 CO D1 D2 DO R VO Vin + S + +
-9
tegangan yang ada pada induktor L2 sama dengan besarnya tegangan pada
kapasitor C1 dikurangi tegangan output.
Dengan mengaplikasikan prinsip inductor volt second balanced [6] pada induktor L1 saat saklar on dan off didapatkan persamaan sebagai
berikut :
∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐿1 (𝑜𝑛)𝑑𝑡+ ∫ 𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐿1 (𝑜𝑓𝑓)𝑑𝑡= 0 (2.6)
Subtitusi persamaan (2.2) dan (2.4) ke persamaan (2.6) maka diperoleh : ∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝑖𝑛 𝑑𝑡+ ∫ (𝑉𝐷𝑇𝑇 𝑖𝑛− 𝑉𝐶1)𝑑𝑡= 0 (2.7) 𝐷𝑇 𝑉𝑖𝑛+ (1 − 𝐷) 𝑇 (𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝐶1) = 0 𝐷𝑉𝑖𝑛+ 𝑉𝑖𝑛− 𝐷𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝐶1+ 𝐷𝑉𝐶1= 0 𝑉𝑖𝑛= 𝑉𝐶1− 𝐷𝑉𝐶1 𝑉𝐶1= 1−𝐷1 𝑉𝑖𝑛 (2.8)
Persamaan 2.8 adalah persamaan penguatan dari satu konverter boost, semakin tinggi duty cycle maka akan semakin tinggi juga nilai tegangan output. Dengan cara yang sama kita dapat menurunkan persamaan pada induktor L2 sehingga didapatkan persamaan sebagai
berikut :
∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐿2 (𝑜𝑛)𝑑𝑡+ ∫ 𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐿2 (𝑜𝑓𝑓)𝑑𝑡= 0 (2.9)
Subtitusi persamaan (2.3) dan (2.5) ke persamaan (2.9) maka diperoleh : ∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐶1 𝑑𝑡+ ∫ (𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐶1− 𝑉𝑜)𝑑𝑡= 0 (2.10) 𝐷𝑇 𝑉𝐶1+ (1 − 𝐷) 𝑇 (𝑉𝐶1− 𝑉𝑜) = 0 𝐷𝑉𝐶1+ 𝑉𝐶1− 𝐷𝑉𝐶1− 𝑉𝑜+ 𝐷𝑉𝑜= 0 𝑉𝐶1= 𝑉𝑜− 𝐷𝑉𝑜 𝑉𝑜= 1−𝐷1 𝑉𝐶1 (2.11)
Dengan mensubtitusi persamaan (2.8) ke persamaan (2.11) maka diperoleh :
𝑉𝑜=(1−𝐷)1 2 𝑉𝑖𝑛 (2.12) Persamaan (2.12) merupakan persamaan akhir dari konverter quadratic boost dimana menunjukkan bahwa nilai penguatannya merupakan fungsi kuadrat dari nilai penguatan pada konverter boost.
10
2.3 Konverter Zeta
Konverter Zeta ditunjukkan degan gambar 2.6 merupakan salah satu pengembagan dari konverter Buck Boost dimana konverter Zeta merupakan konverter yang bisa menaikkan dan menurunkan tegangan. Penaikan atau penurunan tegangan pada konverter zeta memiliki prinsip yang sama dengan konverter buck boost yaitu bergantung pada duty cycle namun output dari konverter zeta bernilai positif tidak seperti pada konverter buck boost. Jika duty cycle pada konverter dioperasikan dibawah 50% maka konverter akan bekerja sebagai penurun tegangan namun jika konverter dioperasikan diatas 50% maka konverter akan berkerja sebagai penaik tegangan[6]. Konverter zeta memiliki 2 mode pensaklaran yaitu t1 atau ketika saklar S konduksi dan t2 atau ketika saklar
S terbuka. L1 L2 C1 CO D1 R VO Vin S
Gambar 2.6 Konverter Zeta 2.3.1 Analisis Saklar Tertutup
Pada saat saklar S tertutup diode D1 reverse bias karena tegangan
kapasitor VC1. Induktor L1 dan L2 mengalami pengisian energi yang
berasal dari tegangangan input Vin dan energy pelepasan kapasitor C1.
Sementara Co hanya berfungsi sebagai kapasitor ripel, pada saat saklar
11
L1 L2 C1 CO D1 R VO S + + +-Gambar 2.7 Konverter Zeta ketika saklar tertutup
Dengan menggunakan analisa loop dari rangkaian pada gambar 2.7 diatas dapat diketahui bahwa :
𝑉𝐿1(𝑜𝑛) = 𝑉𝑖𝑛 (2.13)
𝑉𝐿1(𝑜𝑛) = −𝑉𝐶1+ 𝑉𝐿2(on) + 𝑉𝑂 (2.14)
Persamaan 2.13 menunjukkan bahwa nilai tegangan pada induktor L1 memiliki nilai yang sama dengan tegangan input sementara persamaan
2.14 mununjukkan bahwa nilai tegangan induktor L1 ditambah tegangan
kapasitor C1 memiliki nilai yang sama dengan tegangan induktor L2
ditambah tegangan output. Dengan mensubtitusi persamaan (2.13) ke persamaan (2.14) sehingga didapatkan persamaan :
𝑉𝑖𝑛 = −𝑉𝐶1+ 𝑉𝐿2(on) + 𝑉𝑂
𝑉𝐿2(𝑜𝑛) = 𝑉𝐶1+ 𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝑂 (2.15)
Dari persamaan 2.15 diketahui bahwa tegangan induktor L2
ditambah tegangan output memiliki nilai yang sama dengan tegangan induktor L1 ditambah tegangan input.
2.3.2 Analisis Saklar Terbuka
Pada saat saklar S terbuka diode D1 konduksi karena tegangan
output Vo. Sementara itu induktor L1 dan induktr L2 mengalami pelepasan
energi untuk mengisi energy pada kapasitor C1 dan kapasitor Co .Arus
yang mengalir pada tiap-tiap komponen ketika saklar offdigambarkan seperti pada gambar 2.8.
12
L1 L2 C1 CO D1 R VO S + + +-Gambar 2.8 Konverter Zeta ketika saklar terbuka
Dengan menggunakan analisa loop dari rangkaian pada gambar 2.8 diatas dapat diketahui bahwa :
𝑉𝐿1(𝑜𝑓𝑓) = −𝑉𝐶1 (2.16)
𝑉𝐿2(𝑜𝑓𝑓) = −𝑉𝑜 (2.17)
Nilai tegangan pada induktor L1 memiliki nilai yang berkebalikan
dengan tegangan kapasitor C1, sementara itu nilai tegangan induktor L2
pada saat saklr off memiliki nilai yang berkebalikan dengan nilai tegangan output VO seperti telah dtunjukkan pada persamaan (2.16) dan (2.17).
Dengan mengaplikasikan prinsip inductor volt second balance pada induktor L1 saat saklar on dan off didapatkan persamaan sebagai
berikut:
∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐿1 (𝑜𝑛)𝑑𝑡+ ∫ 𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐿1 (𝑜𝑓𝑓)𝑑𝑡= 0 (2.18)
Subtitusi persamaan 2.13 dan 2.16 ke persamaan 2.18 sehingga didapatkan: ∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝑖𝑛 𝑑𝑡+ ∫ −𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐶1𝑑𝑡= 0 (2.19) 𝐷𝑇 𝑉𝑖𝑛+ (1 − 𝐷) 𝑇 −𝑉𝐶1 = 0 𝐷𝑉𝑖𝑛+ −𝑉𝐶1+ 𝐷𝑉𝐶1= 0 𝐷𝑉𝑖𝑛= 𝑉𝐶1− 𝐷𝑉𝐶1 𝑉𝐶1= 1−𝐷𝐷 𝑉𝑖𝑛 (2.20)
Dengan cara yang sama kita dapat menurunkan persamaan pada induktor L2 sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :
13
Subtitusi persamaan (2.15) dan (2.17) ke persamaan (2.21) sehingga didapatkan: ∫ (𝑉0𝐷𝑇 𝐶1+ 𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝑂) 𝑑𝑡+ ∫ −𝑉𝐷𝑇𝑇 𝑜 𝑑𝑡= 0 (2.22) 𝐷𝑇 (𝑉𝐶1+ 𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝑂) + (1 − 𝐷)𝑇 − 𝑉𝑜 = 0 𝐷𝑉𝐶1+ 𝐷𝑉𝑖𝑛− 𝐷𝑉𝑜− 𝑉𝑜+ 𝐷𝑉𝑜= 0 𝑉𝑜 𝐷 = 𝑉𝐶1+ 𝑉𝑖𝑛 (2.23)
Subtitusi persamaan (2.20) ke persamaan (2.23) sehingga didapatkan: 𝑉𝑜 𝐷 = 𝐷 1−𝐷𝑉𝑖𝑛+ 𝑉𝑖𝑛 𝑉𝑂=1−𝐷𝐷 𝑉𝑖𝑛 (2.24)
Persamaan (2.24) merupakan persamaan akhir dari penguatan tegangan pada konverter zeta.
2.4 Induktor Kopel
Induktor kopel pada dasarnya merupakan pengggabungan antara dua lilitan induktor yang dirangkai dalam satu inti. Kedua induktor ini tidak bekerja secara sedniri-sendiri namun saling mempengaruhi secara teori kondisi ini disebut mutual inductance. Hal ini karena kedua induktor yang dialiri oleh arus bekerja berdekatan.
ϕ11 ϕ22
ϕ12
N1 N2
i1 i2
Gambar 2.9 Arah fluks Induktor Kopel
Seperti yang terlihat pada gambar 2.9 diatas, fluks ϕ11 merupakan
14
fluks dimana merupakan bagian dari fluks ϕ11 yangterhubung ke induktor
L2. Berdasarkan persamaan umum terbangkitnya tegangan pada sebuah
induktor, hubungan antara fluks ϕ11 ,ϕ22, dan ϕ12 dengan tegangan pada
masing-masing induktor adalah sebagai berikut :
𝑉𝐿1= 𝑁1𝑑𝜙𝑑𝑡11+ 𝑁1𝑑𝜙𝑑𝑡12 (2.25)
𝑉𝐿2= 𝑁2𝑑𝜙𝑑𝑡21+ 𝑁1𝑑𝜙𝑑𝑡22 (2.26)
atau dapat juga ditulis:
𝑉𝐿1= 𝐿11𝑑𝑖𝑑𝑡1+ 𝐿12𝑑𝑖𝑑𝑡2 (2.27)
𝑉𝐿2= 𝐿21𝑑𝑖𝑑𝑡1+ 𝐿22𝑑𝑖𝑑𝑡2 (2.28)
dimana V, N, dan i masing-masing merupakan tegangan jumlah lilitan dan arus pada induktor. Φ11 dan Φ22 merupakan fluks terbangkit pada
induktor 1 dan induktor 2 sedangkan Φ12 fluks pada iduktor 1 akibat
induktor 2. L11 dan L22 masing-masing merupakan nilai dari induktansi
primer dan induktansi sekunder sedangkan L12 dan L21 merupakan
induktansi bersama induktor kopel atau dapat juga ditulis sebagai Lm [7].
Lm
Lk
1:Ne
Trafo Ideal
Gambar 2. 10 Rangkaian Ekuivalen Induktor kopel (Cantilever Model Derivation)
Sesuai dengan gambar 2.10 pada setiap implementasi Induktor kopel memiliki induktansi bocor dimana hal ini terjadi karena tidak semua fluks yang timbul di sisi primer dapat mengalir ke sisi sekunder. Pemodelan induktor kopel dengan Induktansi bocor dapat ditunjukkan pada gambar 2 dimana Lk merupakan induktor bocor atau biasa juga
15
disebut L1eak12 Lm merupakan induktor magnetisasi dan Ne merupakan
perbandingan nilai dari induktor .
Pada mode Cantiliver hubungan antara Induktor bocor Lk Induktor
magnetisasiLm dan Ne dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut :
𝐿𝑚= 𝐿11− 𝐿𝑘 (2.29)
𝑁𝑒= √𝐿𝐿22
𝑚 (2.30)
𝑁𝑒= 𝑉𝑉𝐿2
𝐿1 (2.31)
Sesuai persamaan (2.29), nilai induktor magnetisasi Lm merupakan
hasil pengurangan dari induktansi terukur disisi primer L11 dikurangi
dengan nilai induktor bocor. Sementara itu perbandingan tegaangan sisi sekunder dan primer Ne merupakan akar dari nilai induktansi yang
ditunjukkan pada sisi sekunder L22 dibagi dengan nilai induktor
magnetisasi Lm seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (2.30) dan
(2.31). Ketika menggunakan pemodelan Cantaliver N bukan merupakan perbandingan belitan antara sisi sekunder dan sisi primer, N berlaku sebagai perbandingan antara belitan primer dan sekunder jika induktor kopel adalah induktor ideal yang berarti tidak ada induktor bocor Lk.
L1eak12 atau Lk merupakan induktor bocor disisi primer, nilai Lk
didapat dengan cara menghubungkan sisi positif dan negatif dari induktor disisi sekunder L22. Semakin sedikit nilai Lk maka akan membuat induktor
kopel semakin bekerja mendekati ideal. Jika Lk bernilai 0 maka koefisien
kopling k akan bernilai 1 sehingga membuat induktor kopel menjadi induktor kopel ideal. Persamaan (2.32) adalah persamaan yang menerangkan hubungan antara inuktor bocor dan koefisien kopling:
𝑘 = √1 − 𝐿𝑘
𝐿11 (2.32)
2.5 Konverter DC-DC Rasio Tinggi Integrated quadratic boost zeta
Topologi Konverter DC-DC Rasio Tinggi berbasis Integrated quadratic boost zeta seperti ditunjukkan pada gabar 2.11 merupakan topologi gabungan dari konverter quadratic boost dan konverter zeta dengan ditambah dengan induktor kopel sebagai penaik tegangan.
16
Topologi ini memeliki beberapa keuntungan diantaranya, komponen yang sedikit dan rasio peningkatan tegangan yang tinggi. Berikut adalah gambar dari rangkaian konverter topologi Integrated quadratic boost zeta
+ + + + L1 C1 Vob CZ Voz Lm Lo Dz Db Np Ns Vin D1 D2 S Vo
Gambar 2.11 Rangkaian Konverter Integrated Quadratic Boost Zeta Tegangan output dari konverter merupakan penjumlahan dari 2 konverter yang telah disebutkan dimana Voz merupakan output dari
konvereter zeta sementara Vob merupakan output dari konverter quadratic
boost .Untuk menjelaskan bagaimana prinsip kerja dari konverter diatas kita dapat menganalisa dari aliran arus pada setiap waktu.
2.5.1 Analisis Kondisi Tunak
Konvereter topologi ini memiliki 3 mode operasi yaitu t0-t1, t1-t2
dan t2-t3 [3]. Untuk mempermudah penurunan rumusnya maka kita harus
menganalaisis aliran arus pada tiap mode operasi. Dengan mennganalisis aliran arus pada setiap mode operasi bisa diturunkan persamaan rasio konversi dari konverter.
Pada saat mode satu (t0-t1) atau ketika saklar tertutup ditunjukkan
dengan gambar 2.12, dioda D1 akan mengalami reverse bias akibat VC1.
Dioda Db dan dioda DZ juga mengalami reverse bias masing-masing
akibat dari Voz dan Vob . Dioda D2 mengalami konduksi. Induktor L1 ,
masing-17
masing oleh tegangan input Vin, tegangan kapasitor 1 VC1 dan teganga
induktor kopel sekunder, oleh karena itu arus induktor IL1 , ILm dan ILo akan
mengalami kenaikan. Kapasitor satu C1 dan kapasitor zeta Cz mengalami
pelepasan energi dan kapasitor output Coz dan Cob mengalami fase
pengisian energi. + + + + L1 C1 Vob CZ Voz Lm Lo Dz Db Np Ns D1 D2 S Vo
Gambar 2.12 Konverter Integrated Quadratic Boost Zeta pada mode t1
+ + + + L1 C1 Vob CZ Voz Lm Lo Dz Db Np Ns Vin D1 D2 S Vo Gambar 2.13 Konverter Integrated Quadratic Boost Zeta pada mode 2
18
Pada mode operasi dua (t1-t2) seperti ditunjukkan pada gambar 2.13 ketika saklar S baru saja terbuka. Dioda D2 dan Dz akan mengalami
reverse bias akibat Vob dan VCz, sementara itu dioda D1 dan dioda Db akan
mengalami mode konduksi. Induktor L1 , induktor L2 dan induktor Lo
mengalami proses pelepasan energy akibatnya arus pada induktor tersebut akan turun. Kapasitor C1 dan kapasitor Cz mengalami pengisian energi
pada mode ini..
+ + + + L1 C1 Vob CZ Voz Lm Lo Dz Db Np Ns Vin D1 D2 S Vo
Gambar 2.14 Konverter Integrated Quadratic Boost Zeta pada mode t3 Pada mode operasi tiga (t2-t3) seperti ditunjukkan pada gambar
2.14 ketika saklar S telah terbuka, hanya Dioda D2 yang akan mengalami
reverse bias akibat tegangan Vob sedangkan dioda Dz akan kembali
mengalami mode konduksi karena tegangan Vob dan tegangan VLm. Dioda
D1 dan dioda Db juga akan mengalami mode konduksi masing-masing
karena tegangan kapasitor VC1 dan tegangan Vob. Induktor L1 , induktor
L2 dan induktor Lo mengalami proses pelepasan energy akibatnya arus
pada induktor tersebut akan mengalami penurunan. Sementara kapasitor C1 dan kapasitor Cz mengalami pengisian energi pada mode ini .
Pada setiap konverter bentuk gelombang arus merupakan poin yang paling penting. Pada gambar 2.15 digambarkan bentuk gelombang arus dari setiap komponen pada kondisi duty cycle 50%. Seperti yang
19
sudah dijelaskan pada analisa kondisi tunak konverter ini bekerja pada 3 mode operasi. Hal tersebut terlihat dari bentuk gelombang dari arus diode di sisi zeta iLm t1 0 ∆ iLm iLmmax iLmmin iLo t1 0 ∆ iLo iLomax iLomin iL1 t1 0 ∆ iL1 iL1max IL1min
iL1max > iLmmax > iLomax
iS t1 0 iL1max + iLmmax Ts Ts Ts iDz t1 0 Ts iLomax + iLmmax /N t2 imed imed imed iDb t1 0 t2 Ts iD1 t1 0 iL1max Ts iD2 t1 0 Ts iDb t1 0 Ts iL1max io med
Gambar 2.15 Bentuk Gelombang Arus Utama menurut Teori 2.5.2 Penurunan Persamaan rasio konversi
Persamaan rasio konversi bisa didapatkan dengan menurunkan persamaan dari analisa aliran arus pada kondisi tunak yang telah dilakukan. Dalam menentukan persamaan rasio konversi tegangan konverter, hanya mode operasi 1 dan 3 yang digunakan. Hal ini karena mode operasi 2 berlangsung sangat singkat. Pada mode operasi 1, saklar S konduksi, sumber DC Vin melepas energinya ke induktor L1 dan
kapasitor C1 melepas energinya ke induktor magnetisasi Lm.Sehingga,
sesuai dengan gambar dapat ditulis persamaan sebagai berikut : 𝑉𝐿1(𝑜𝑛) = 𝑉𝑖𝑛 (2.33)
𝑉𝐶1= 𝑉𝐿𝑚(𝑜𝑛) = 𝑉𝐿𝑝(𝑜𝑛) (2.34)
𝑉𝐿𝑠(𝑜𝑛) = 𝑁𝑉𝐿𝑚(𝑜𝑛) (2.35)
20
𝑉𝐿𝑠(𝑜𝑛) = 𝑁𝑉𝐶1 (2.36)
VLp merupakan tegangan primer pada trafo sedangkan VLs merupakan
tegangan sekunder pada induktor kopel. Karena induktor kopel dianggap ideal sehingga tidak ada induktor bocor Lk maka nilai k dianggap 1 dan
nilai N merupakan perbandingan antara belitan sekunder dan belitan primer sekaligus perbandingan antara tegangan sekunder dan tegangan primer sesuai yang telah dijelaskan pada bab 2.4. Namun ketika ada induktor bocor Lk maka N yang dimaksud adalah perbandingan nilai
tegangan antara sisi sekunder dibagi sisi primer induktor kopel bukan perbandingan belitan.
Dari gambar 2.12 juga dapat diketahui bahwa nilai tegangan kapasitor VC2 tambah NVLm sama dengan nilai dari VLo + VOZ .Penurunan
rumus ini sesuai dengan kondisi yang terjadi pada rangkaian zeta konverter ketika dalam kondisi on hanya saja sisi input pada konverter zeta merupakan sisi sekunder dari kopel induktor pada topologi ini.
𝑉𝐿𝑠(on) = − 𝑉𝐶2𝑉𝐿𝑂(𝑜𝑛) + 𝑉𝑂𝑍 (2.37)
Subtitusi persamaan 2.36 Ke persamaan 2.37 sehingga diperoleh: 𝑁 𝑉𝐶1 = − 𝑉𝐶2+ 𝑉𝐿𝑂(𝑜𝑛) + 𝑉𝑂𝑍
𝑉𝐿𝑂(𝑜𝑛) = N𝑉𝐶1+ 𝑉𝐶2− 𝑉𝑂𝑍 (2.38)
Pada mode operasi 3 atau ketika saklar dalam keadaan off pada sisi konverter quadratic boost didapatkan persamaan berikut :
𝑉𝑖𝑛= 𝑉𝐿1(𝑜𝑓𝑓) + 𝑉𝐶1
𝑉𝐿1(𝑜𝑓𝑓) = 𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝐶1 (2.39)
𝑉𝐶1= 𝑉𝐿𝑚(𝑜𝑓𝑓) + 𝑉𝑜𝑏
𝑉𝐿𝑚(𝑜𝑓𝑓) = 𝑉𝐶1− 𝑉𝑜𝑏 (2.40)
Sementara itu, pada sisi zeta didapatkan bahwa nilai dari tegangan sekunder induktor berkebalikan dengan nilai dari tegangan kapasitor VC2.
𝑉𝐿𝑠(𝑜𝑓𝑓) = −𝑉𝐶2 (2.41)
Subtitusi persamaan (2.34) ke persamaan (2.40) 𝑁𝑉𝐿𝑚(𝑜𝑓𝑓) = − 𝑉𝐶2
𝑉𝐿𝑚(𝑜𝑓𝑓) = −𝑉𝑁𝐶2 (2.42)
Dari analisis aliran arus pada mode saklar S off juga didapat bahwa nilai tegangan induktor L2 berkebalikan dengan nilai tegangan
output kapassitor pada sisi zeta, sesuai persamaan (2.43).
21
Dengan menggunakan prinsip Induktor Voltage Second Balance pada saat kondisi saklar on dan off pada setiap infuktor didapatkan persamaan berikut :
∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐿1 (on)dt+ ∫ 𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐿1 (off)dt= 0 (2.44)
Subtitusi persamaan (2.33) dan (2.39) ke persamaan (2.44) sehingga diperoleh: ∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝑖𝑛 dt+ ∫ (𝑉𝐷𝑇𝑇 𝑖𝑛− 𝑉𝐶1)dt= 0 (2.45) 𝐷𝑇 𝑉𝑖𝑛+ (1 − 𝐷) 𝑇 (𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝐶1) = 0 𝐷𝑉𝑖𝑛+ 𝑉𝑖𝑛− 𝐷𝑉𝑖𝑛− 𝑉𝐶1+ 𝐷𝑉𝐶1= 0 𝑉𝑖𝑛= 𝑉𝐶1− 𝐷𝑉𝐶1 𝑉𝐶1 𝑉𝑖𝑛= 1 1−𝐷 (2.46)
Nilai penguatan tegangan pada kapasitor C1 sama dengan nilai
pengauatan tegangan pada konverter boost biasa. Dengan cara yang sama kita bisa menganilasis pada induktor Lm.
∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐿𝑚 (on)dt+ ∫ 𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐿𝑚 (off)dt= 0 (2.47)
Subtitusi persamaan (2. 34) dan (2.40) ke persamaan (2.47) sehingga diperoleh : ∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐶1 dt+ ∫ 𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐶1− 𝑉𝑜𝑏dt= 0 𝐷𝑇 (𝑉𝐶1) + (1 − 𝐷) 𝑇 (𝑉𝐶1− 𝑉𝑜𝑏) = 0 𝑉𝐶1− (1 − 𝐷)𝑉𝑜𝑏 = 0 𝑉𝐶1= (1 − 𝐷)𝑉𝑜𝑏 𝑉𝑜𝑏 𝑉𝐶1= 1 1−𝐷 (2.48)
Dengan mensubtitusi persamaan (2. 46) ke persamaan (2.48) maka bisa ditunjukkan bahwa nilai tegangan pada kapasitor Cob pada sisi
Quadratic boost adalah sebagai berikut. Persamaan ini sesuai dengan persamaan yang telah diturunkan pada konverter quadratic boost yang berdiri sendiri.
𝑉𝑜𝑏
𝑉𝑖𝑛= 1
(1−𝐷)2 (2.49)
Dengan menerapkan prinsip induktor Volt Second Balance pada induktor magnetisasi Lm kita bisa mendapatkan persamaan dari tegangan
kapasitor VC2 seperti yang ditunjukkan oleh persamaan berikut :
22
Subtitusi persamaan 2.34 dan 2.42 ke persamaan 2.50 sehingga diperoleh:
∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐶1 dt+ ∫ −𝐷𝑇𝑇 𝑉N𝐶2dt= 0 (2.51)
𝐷𝑇 𝑉𝐶1− (1 − 𝐷) 𝑇 𝑉N𝐶2= 0
𝑉𝐶2=(1−𝐷)𝑁𝐷 𝑉𝐶1 (2.52)
Untuk mendapatkan persamaan rasio konversi dari integrasi seluruh rangkain maka kita harus menurunkan persamaan dengan cara yang sama pada induktor yang tersisa yaitu induktor L0
∫ 𝑉0𝐷𝑇 𝐿𝑂 (on)dt+ ∫ 𝑉𝐷𝑇𝑇 𝐿𝑂 (off)dt= 0 (2.53)
Subtitusi persamaan (2.38) dan (2.43) ke persamaan (2.53) sehingga dapat diperoleh:
∫ (N𝑉0𝐷𝑇 𝐶1+ 𝑉𝐶2− 𝑉𝑂𝑍 )dt+ ∫ −𝑉𝐷𝑇𝑇 𝑂𝑍 dt= 0 (2.54 𝐷𝑇(N𝑉𝐶1+ 𝑉𝐶2− 𝑉𝑂𝑍) − (1 − D) T 𝑉𝑂𝑍= 0 ND𝑉𝐶1+ 𝐷𝑉𝐶2− D𝑉𝑂𝑍+ D𝑉𝑂𝑍− 𝑉𝑂𝑍= 0 D(N𝑉𝐶1+ 𝑉𝐶2) = 𝑉𝑂𝑍 𝑉𝑂𝑍 𝐷 = N𝑉𝐶1+ 𝑁𝐷 (1−𝐷) 𝑉𝐶1 𝑉𝑂𝑍 𝑉𝐶1𝐷= (1−𝐷)𝑁+𝑁𝐷 1−𝐷 (2.55)
Dengan mensubtitusi persamaan (2.52) ke persamaan (2.55) maka akan didapatkan persamaan dari tegangan output sisi zeta dengan input tegangan merupakan tegangan dari sisi sekunder kopel induktor.
𝑉𝑂𝑍
𝑉𝐶1= 𝑁𝐷
1−𝐷 (2.56)
Dengan mesubtitusi persamaan (2.46) ke persamaan (2.56) maka akan diperoleh penguatan akhir dari sisi konverter zeta.
𝑉𝑂𝑍 𝑉𝑖𝑛 =
𝑁𝐷
(1−𝐷)2 (2.57)
Daripersamaan (2.49) dan (2.57) telah mengetahui penurunan persamaan dari masing-masing konverter maka untuk mendapatkan tegangan keluaran dari integrasi konverter kita hanya perlu menjumlahkan pkedua persamaan tersebut.
𝑉𝑜= 𝑉𝑜𝑏+ 𝑉𝑂𝑍 (2.58)
Subtitusi persamaan (2.49) dan (2.57) ke persamaan (2.58) sehingga diperoleh:
23
𝑉𝑜 𝑉𝑖𝑛= 1 (1−𝐷)2+ 𝑁𝐷 (1−𝐷)2 𝑉𝑜 𝑉𝑖𝑛= 1+𝑁𝐷 (1−𝐷)2 (2.59)2.5.3 Penurunan Persamaan Parameter nilai komponen
Setelah menurunkan persamaan rasio konversi langkah selanjutanya adalah menentukan persamaan parameter konverter yaitu parameter beban R, Induktor L, dan kapasitor C. Semua perhitungan dilakukan dalam kondisi ideal sehingga dianggap tidak ada pengurangan tegangan pada komponen dan membuat daya input sama dengan nilai daya output konverter.
Nilai R beban dari konverter bergantung pada daya input tegangan input dan tegangan keluaran dari konverter. Telah diketahui bahwa daya input sama dengan daya output sehiingga dapat kita turunkan rumus berikut : Pin = Po (2.60) 𝑉𝑖𝑛 𝐼𝑖𝑛 =(𝑉𝑜) 2 𝑅 (2.61) 𝑅 =(𝑉𝑜)2 𝑃𝑖𝑛 (2.62)
Dari gambar 2.12, diketahui bahwa 𝐼𝑖𝑛= 𝐼𝐿1 maka persamaan
(2.61) dapat diturunkan menjadi
𝐼𝐿1=(𝑉𝑜)
2
𝑉𝑖𝑛 𝑅 (2.63)
Subtiusi persamaan (2.59) ke persamaan (2.63) sehingga diperoleh: 𝐼𝐿1=(1+𝑁𝐷) 2 𝑅(1−𝐷)4𝑉𝑖𝑛 (2.64) 𝐼𝐿1max = 𝐼𝐿1+∆𝐼2𝐿1 (2.65) 𝐼𝐿1min = 𝐼𝐿1−∆𝐼2𝐿1 (2.66)
Karena tegangan induktor 𝑉𝐿1= 𝑉𝑖𝑛, maka
𝐿1 ∆𝐼𝐿1 ∆𝑡𝑜𝑛= 𝑉𝑖𝑛 𝐿1=𝑓 ∆𝐼 𝑉𝑖𝑛 𝐷 𝐿1 (2.67) ∆𝐼𝐿1= 𝑉𝑓 𝐿𝑖𝑛 𝐷 1 (2.68)
24
Karena konverter bekerja pada mode continuous conduction mode CCM maka syarat konverter akan bekerja sesuai desan IL1 min >0
𝐼𝐿1−
∆𝐼𝐿1
2 > 0
𝐼𝐿1>∆𝐼2𝐿1 (2.69)
Subtitusi persamaan (2.64) ke persamaan (2.69) sehingga diperoleh: (1+𝑁𝐷)2 𝑅(1−𝐷)4𝑉𝑖𝑛> 𝑉𝑖𝑛 𝐷 2𝑓 𝐿1𝑚𝑖𝑛 𝐿1𝑚𝑖𝑛 > 𝑅𝐷(1−𝐷) 4 2 (1+𝑁𝐷)2𝑓 (2.70) Dengan menggunakan prinsip yang sama, nilai iduktor Lm dapat
ditentukan sebagai berikut :
PC1 = Po (2.71) 𝑉𝐶1 𝐼𝐶1=𝑉𝑜 2 𝑅 (2.72) Karena 𝐼𝐶1= 𝐼𝐿𝑚, maka 𝐼𝐿𝑚= 𝑉𝑜 2 𝑅 𝑉𝐶1 (2.73)
Subtitusi persamaan (2.43) dan (2.59) ke persamaan (2.73) sehingga diperoleh: 𝐼𝐿𝑚=(1+𝑁𝐷) 2 𝑅(1−𝐷)3𝑉𝐶1 (2.74) 𝐼𝐿𝑚max = 𝐼𝐿𝑚+∆𝐼2𝐿𝑚 (2.75) 𝐼𝐿𝑚min = 𝐼𝐿𝑚−∆𝐼2𝐿𝑚 (2.76) Karena 𝑉𝐶1= 𝑉𝐿𝑚(𝑜𝑛), maka 𝐿𝑚∆𝐼∆𝑡𝑜𝑛𝐿𝑚= 𝑉𝐶1 (2.77)
Subtitusi persamaan (2.43) ke persamaan (2.77) sehingga diperoleh:
𝐿𝑚= (1−𝐷) 𝑓 ∆𝐼𝑉𝑖𝑛 𝐷
𝐿𝑚 (2.78)
∆𝐼𝐿𝑚= (1−𝐷) 𝑓𝐿𝑉𝑖𝑛 𝐷
𝑚 (2.79)
Konverter bekerja pada mode CCM, sehingga ILm min>0
𝐼𝐿𝑚−∆𝐼2𝐿𝑚> 0
25
Subtitusi persamaan (2.74) ke persamaan (2.80) sehingga diperoleh (1+𝑁𝐷)2 𝑅(1−𝐷)3𝑉𝑖𝑛> 𝐷 2(1−𝐷) 𝑓 𝐿𝑚𝑉𝑖𝑛 𝐿𝑚 𝑚𝑖𝑛 > 𝑅𝐷(1−𝐷) 3 2 (1+𝑁𝐷)2(1−𝐷)𝑓 (2.81) Untuk mengetahui penurunan rumus dari Lo, dapat diturunkan dari
rumus daya output. IO dan ILo mempunyai nilai rata-rata yang sama maka
bisa dianggap IO=ILo,
𝐼𝑜=𝑉𝑅𝑜 (2.82)
Subtitusi persamaan 2.59 ke persamaan 2.82 sehingga diperoleh: 𝐼𝑜=(1−𝐷)(1+𝑁𝐷)2𝑅𝑉𝑖𝑛 (2.83) Karena VC2=Voz, maka
𝑉𝐿𝑂(𝑜𝑛) = 𝑁𝑉𝐶1 (2.84) 𝐿𝑜 ∆𝐼𝑜 ∆𝑡𝑜𝑛= 𝑁𝑉𝐶1 𝐿𝑜=𝑁𝑉𝑓∆𝐼𝐶1𝐷 𝑂 (2.85) ∆𝐼𝑂=𝑁𝑉𝑓𝐿𝐶1𝐷 𝑂 (2.86)
Subtitusi persamaan 2.43 ke persamaan 2.86 sehingga didapat : ∆𝐼𝑂=2(1−𝐷)𝐿𝑜𝑓𝑁𝐷 𝑉𝑖𝑛 (2.87)
Subtitusi persamaan 2.43 ke persamaan 2.85 sehingga diperoleh: 𝐿𝑜=𝑓(1−𝐷)∆𝐼𝑁𝐷
𝑂𝑉𝑖𝑛 (2.88)
Karema konverter bekerja pada mode CCM, sehingga ILo min>0
𝐼𝑜−
∆𝐼𝑜
2 > 0
𝐼𝑜>∆𝐼2𝑜 (2.89)
Subtitusi persamaan (2.83) dan (2.87) ke persamaan (2.89) sehingga diperoleh: (1+𝑁𝐷) (1−𝐷)2𝑅𝑉𝑖𝑛 > 𝑁𝐷 2(1−𝐷)𝐿𝑜𝑓𝑉𝑖𝑛 𝐿𝑜𝑚𝑖𝑛 > 𝑅𝑁𝐷(1−𝐷) 2 2 (1+𝑁𝐷)(1−𝐷)𝑓 (2.90)
Untuk menghitung nilai kapasitor C1 digunakan prinsip persamaan
26
diturunkan pada setiap mode. Pada persamaan berikut mode yang digunakan adalah mode t1 yaitu ketika saklar S konduksi :
∆𝑄 = 𝐶∆𝑉 (2.91)
𝐼𝐿𝑚(𝑜𝑛) ∆𝑡𝑜𝑛 = 𝐶1 ∆𝑉𝐶1 (2.92)
𝐶1=𝐼𝐿𝑚𝑓∆𝑉𝐶1(𝑜𝑛)𝐷 (2.93)
Subtitusi persamaan (2.74) ke persamaan (2.83) sehingga diperoleh: 𝐶1=(1+𝑁𝐷) 2 𝑅(1−𝐷)2 𝐷 𝑉𝐶1 𝑓∆𝑉𝐶1 (2.94)
Cara yang sama bisa dilakukan untuk mencari Cz, berikut adalah
persamaan untuk mendapatkan nilai dari Cz.diturunkan ketika saklar S
konduksi. ∆𝑄 = 𝐶∆𝑉 𝐼𝑜 ∆𝑡𝑜𝑛= 𝐶2 ∆𝑉𝐶2 𝐶2= 𝑓∆𝑉𝐼𝑜𝐷 𝐶2 (2.95) Karena 𝑉𝐶2= 𝑉𝑜𝑧 𝐶2= 𝑅𝑓∆𝑉𝑉𝑜𝐷 𝑜𝑧 (2.96)
Untuk mendapatkan nilai dari Coz tidak dapat diturunkan dengan
meninjau kondisi saklar koetika konduksi sehingga harus diturunkan pada saat kondisi saklar off[8]. Persamaannya adalah sebagai berikut :
𝐼𝐶𝑜𝑧= 𝐼𝐿𝑜(𝑜𝑓𝑓) − 𝐼𝑜 (2.97) ∆𝑄 = 12𝑥𝑇2𝑥 ∆𝐼𝐿𝑜(𝑜𝑓𝑓) 2 (2.98) ∆𝑄 = 𝑇∆𝐼𝐿𝑜(𝑜𝑓𝑓) 8 𝐿𝑜∆𝐼𝐿𝑜(𝑜𝑓𝑓) ∆𝑡𝑜𝑓𝑓 = 𝑉𝑜𝑧 ∆𝐼𝐿𝑜(𝑜𝑓𝑓) = 𝑉𝑜𝑧 𝐿𝑜 (1 − 𝐷)𝑇 ∆𝑄 =𝑇2𝑉𝑜𝑧 (1−𝐷) 8𝐿𝑜 (2.99) ∆𝑄 = 𝐶∆𝑉 𝐶𝑜𝑧=8𝑓(1−𝐷)𝑉2𝐿𝑜∆𝑉𝑜𝑧𝑜𝑧 (2.100)
27
Untuk mendapatkan nilai dari Cob tidak dapat diturunkan dengan
meninjau kondisi saklar koetika konduksi sehingga harus diturunkan pada saat kondisi saklar off. Persamaannya adalah sebagai berikut :
𝐼𝐶𝑜𝑏 = 𝐼𝐷𝑏(𝑜𝑓𝑓) − 𝐼𝑜 (2.101) ∆𝑄 =𝑉𝑜 𝑅 𝐷𝑇 (2.102) ∆𝑄 = 𝐶𝑜𝑏∆𝑉𝑜𝑏 (2.103) 𝑉𝑜 𝑅𝐷𝑇 = 𝐶𝑜𝑏∆𝑉𝑜𝑏 (2.104) 𝐶𝑜𝑏=𝑓 𝑅 𝑉𝑉𝑜 𝐷 𝑜𝑏 (2.105)
28
29
BAB 3
DESAIN DAN IMPLEMENTASI
Pada bab ini akan dibahas mengenai proses desain, simulasi dan implementasi konverter DC-DC rasio tinggi dengan induktor-kopel dan dioda-kapasitor untuk aplikasi fotovoltaik. Proses desain dilakukan dengan menghitung dan menentukan komponen-komponen yang akan digunakan pada implementasi alat. Simulasi dilakukan untuk memastikan bahwa konverter dapat bekerja sesuai yang diharapkan. Hasil dari desain dan simulasi ini kemudian digunakan sebagai dasar implementasi prototype konverter.
3.1 Desain Konverter
Sebelum merancang nilai kapasitas komponen seperti induktor dan kapasitor, maka terlebih dahulu ditentukan parameter-parameter elektris lain yang digunakan pada konverter ini terlebih dahulu. Tabel 3.1 menunjukkan parameter-parameter yang digunakan sebagai acuan dalam merancang konverter DC-DC Integrated Quadratic Boost-Zeta. Penentuan parameter berdasarkan pada spesifikasi dan peralatan yang ada pada labotaorium.
Tabel 3.1 Spesifikasi Desain Konverter
Parameter Nilai
Po 50 Watt
Vo 330 Volt
Vin (min) 14 Volt
Vin (max) 18 Volt
N 2
Frekuensi Pensaklaran 50 kHz
Ripel Tegangan(∆V) 1%
Ripel Arus (∆I) 30%
Tegangan input minimal konverter ditentukan sebesar 14 Volt dengan pertimbangan agar konverter tidak bekerja pada duty cycle yang
30
terlalu tinggi untuk mencapai tegangan output yang diinginkan. Tegangan output maksimal konverter sebesar 18 Volt berdasarkan tegangan nominal dari PV modul 50 Watt yang besarnya 17,24. Sesuai dengan persamaan 2.1 tegangan input minimal yang masuk pada inverter atau output DC-DC koverter yang akan dihubungkan ke jala-jala adalah sebesar 311 Volt. Tegangan output konverter didesain pada 330 Volt untuk menjaga jika terjadi drop tegangan pada output konverter nilai tegangan output tidak berada dibawah 311 Volt. Parameter N menunjukkan nilai perbandingan belitan sekunder dan primer dari induktor kopel. Nilai N ditentukan 2 artinya jumlah belitan dari induktor kopel sekunder sama dengan 2 kali dari jumlah belitan induktor kopel primer.
3.1.1 Penentuan Rasio Konverter
Penentuan rasio konverter dilakukan berdasarkan analisis yang dilakuan pada bab 2. Dengan memasukkan tegangan input dan tegangan output pada konverter dan memasukkan ke persamaan (2.59) maka nilai penguatan tegangan pada saat tegangan input Vin 14 volt dan 18 Volt
dapat diketahui: 𝑀1= 330 14 = 23.6 𝑀2= 330 18 = 18,3
Dengan memasukkan nilai penguatan tegangan M pada persamaan (2.59), kita bisa mengetahui nila nilai duty cycle pada saat tegangan input 14 dan 18 volt.
𝐷1 = 68.32 %
𝐷2= 64,64 %
3.1.2 Penentuan Besar Beban
Dalam menentukan besar beban hal yang harus diperhatikan adalah berapa daya input yang kita masukkan. Sesuai dengan output PV maksimum daya input konverter adalah 50 W. Berdasarkan persamaan (2.62) maka beban R dapat dihitung , nilai beban R adalah :
31
𝑅 =(330)
2
50 = 2178 𝛺
3.1.3 Penentuan Nilai Induktor
Konverter didesain untuk beroperasi pada mode CCM (Continuous Conduction Mode) sehingga membuat arus induktor tidak boleh menyentuh titik 0. Pada bab 2 telah dianallisis berapa nilai dari L minimum sehingga nilai Induktor tidak boleh dibawah Induktor minimum.Pada penghitungan nilai arus duty cycle yang digunakan adalah duty cycle ketika Vinput maksimum untuk menjaga agar nilai induktor tidak mendekati nilai minimum ketika dioperasikan dalam tegangan maksimum. Besar induktor minimum dari konverter dapat ditentukan dari persamaan (2.70), (2.81) dan (2.90) sebagai berikut.
𝐿1𝑚𝑖𝑛 >2178𝑥0.6464𝑥(1−0.6464) 4 2𝑥(1+2 𝑥 0.6464)2𝑥50000= 41,87 µH 𝐿𝑚 𝑚𝑖𝑛 > 2178 𝑥 0.6464𝑥(1−0.6464) 3 2 𝑥(1+2𝑥0.6464)2𝑥(1−0.6464)𝑥50000= 0,335 mH 𝐿𝑜𝑚𝑖𝑛 > 2178𝑥0.6464𝑥(1−0.6464) 2 2 𝑥(1+2 𝑥 0.6464)𝑥(1−0.6464)𝑥50000= 2,17 mH
Untuk, menghitung nilai induktor sebelunya harus dihitung terlebih dahulu nilai arus yang mnegalir pada induktor. Arus yang mengalir pada induktor dapat dihitung dengan persamaan (2.64), (2.74) dan (2.82). Setelah dilakukan penghitungan masing induktor dialiri oleh arus sebesar IL1 = 2,778 A, ILm = 0.983 A dan ILo = 0.1515 A. Dengan
mengetahui nilai arus rata-rata yang mengalir pada induktor maka nilai induktor untuk implementasi dapat dihitung menggunakan persamaan (2.67), (2.78) dan (2.88) sebagai berikut :
𝐿1=5000 𝑥 0.3 𝑥 2.778 18 𝑥 0.6464 = 279,072 µH
𝐿𝑚= (1−6464) 𝑥 50000 𝑥 0.3 𝑥 0.98318 𝑥 0.6464 =2,237 mH
𝐿𝑜=50000 𝑥 (1−0.6464) 𝑥 0.3 𝑥 0.15152 𝑥 0.6464 = 28,946 mH
nilai ripple arus induktor didesain 30% dari nilai I rata-rata yang mengalir pada induktor. Nilai diatas menunjukkan bahwa nilai induktor L melebihi dari nilai induktor minimum sehingga sesuai teori bisa dipastikan konverter akan bekerja pada mode CCM jika menggunakan induktor
32
dengan nilai tersebut. Induktor magnetisasi Lm adalah nilai induktor pada
kopel induktor.
3.1.4 Penentuan Nilai Kapasitor
Sebelum menghitung nilai kapasitor terlebih dahulu haru diketahui nilai tegangan dari setiap kapasitor yang ada. Nilai tegangan pada setiap kapasitor berturut-turut dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2.46), (2.49), (2.52), dan (2.57). Hasil perhitungan dari tegangan dari masing-masing kapasitor adalah VC1= 50,847 Volt , VC1= 185,579 Volt,
VCob=143,637 Volt dan VCoz =185,579 Volt. Dengan diketahuinya nilai
tegangan dari masing-masing kapasitor maka penentuan nilai kapasitor selanjutnya bisa dilakukan dengan berdasarkan pada persamaan (2.94), (2.96), (2.100) dan (2.105). 𝐶1= (1+2 𝑥 0.6464) 2 𝑥 0.6464 2178 𝑥 (1−0.6464)2 𝑥 5000 𝑥 0.01 = 24,96µF 𝐶2= 2178 𝑥 50000 𝑥 0.01 𝑥 186.114330 𝑥 0.6464 = 1,055 µF 𝐶𝑜𝑧=8𝑥(50000)(1−0.6464)2𝑥0.002895𝑥0.01 = 61,23 nF 𝐶𝑜𝑏 =50000𝑥2178𝑥 143.637330𝑥0,6464 = 1,36 µF
nilai ripple tegangan ∆V didesain 1% dari tegangan rata-rata yang mengalir pada kapasitor. Semakin tinggi nilai kapasitor maka semakin kecil nilai ripple tagangan. Penentuan nilai kapasitor dilakukan ketika tegangan 18 Volt untuk menjaga agar nilai kapasitor selalu diatas nilai perhitungan dan nilai dari ripple tegangan tidak berada dibawah deain yang ditentukan.
3.2 Simulasi
Simulasi dilakukan dengan menggunakan software dengan memasukkan nilai dari parameter-parameter yang telah dihitung sebelumnya. Semua parameter yang ada pada rangkaian merupakan komponen ideal. Pada gambar 3,1 ditunjukkan gambaran dari simulasi dengan tegangan input yang digunakan yaitu sumber DC konstan sebesar 18 V dengan beban resistor 2178Ω. Sinyal input pada gate MOSFET
33
dimodelkan dengan gelombang PWM (Pulse Width Modulation) dengan frekuensi 50 kHz dan duty cycle 64,64% sesuai perhitungan.
+ + + + L1 C1 Cob CZ Coz Lm Lo Dz Db Np=1 Ns=2 Vin D1 D2 S 279.24 µH 24.95 µF 28.95 µH 22.32 mH 1.05 µF 1.36 µF 61.05 nF Vo R 2178 Ω 50 kHz DC=64.64% 18 V
Gambar 3.1 Rangkaian Simulasi Konverter
Induktor kopel dimodelkan dengan rangkaian cantilever model sesuai dengan gambar 2.10 namun nilai dari induktor bocor Lk dianggap
tidak ada atau sama dengan 0 sehingga sisi anoda dioda D1 langsung
terhubung dengan induktor magnetisasi Lm.. Hal tersebut bisa terjadi
karena pada simulasi, induktor kopel merupakan induktor kopel ideal. Untuk menguji apakah konverter yang kita simulasikn sudah bekerja sesuai teori maka hal yang pertama kali dilihat adalah bentuk gelombang pensaklaran dari tiap-tiap dioda. Gambar 3.2 dibawah menunjukkan proses pensaklaran yang terjadi pada dioda dan MOSFET. Dimana VGS adalah tegangan gate-source pada MOSFET atau sinyal
output dari PWM dan VDS adalah tegangan drain-source pada MOSFET.
Pada saat VGS on maka saklar S akan berada dalam keadaan konduksi
sehingga membuat sisi drain dan source dari MOSFET akan tersambung. Hal tersebut membuat tegangan drain-source VDS pada MOSFET bernilai
0. Ketika VGS dalam keadaan on maka semua dioda kecuali dioda D2
dalam keadaan reverse bias sehingga terukur tegangan lebih dari 0 pada dioda. Hal ini sudah sesuai dengan analisa kondisi tunak pada tiap
34
rangkaian yang telah dijelaskan pada bab 2. Dan sebaliknya jika VGS
dalam kondisi off maka VDS akan mempunyai nilai diatas 0 dan semua
dioda kecuali dioda D2 akan mengalami fase konduksi sehingga tegangan
akan terukur 0.
7,1 µs
12,9 µs
Waktu (s)
Gambar 3.2 Bentuk gelombang VDS, VGS,VD1, VD2, VDb dan VDz
Selain bentuk gelombang pensaklaran pada dioda hal penting lain yang harus diketahui adalah bentuk gelombang arus setiap induktor dan tegangan setiap kapasitor untuk mengetahui kapan kesesuaian fase charging dan discharging pada setiap induktor maupun kapasitor dengan teori dan anilisis kondisi tunak yang telah dilakukan pada bab 2.
VDS VGS VD1 VD2 VDb VD1 VDz VD1
35
7,1 µs12,9 µs
Gambar 3.3 Bentuk gelombang VGS, IL1, ILm, ILo, dan ID1
Gelombang arus pada setiap induktor merupakan gelombang kunci dari konverter. Jika bentuk gelombang arus tidak sesuai degan teori maka bisa dipastikan konverter juga tidak akan bisa bekerja sesuai desain yang diinginkan. Pada gambar 3.3 juga ditampilkan bentuk gelombang dari dioda D1 karena ketika terdapat induktor bocor pada rangkaian bentuk
gelombang dari induktor bocor akan sama dengan arus pada dioda. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa induktor input L1 , induktor
magnetisasi Lm , dan induktor output Lo akan mengalami fase charging
ketika VGS dalam kondisi on. Hal ini sudah sesuai dengan analisis kondisi
tunak yang telah dijelaskan pada bab 2. VGS
IL1
ILm
ILo
36
12,9 µs 7,1 µs
Gambar 3.4 Bentuk gelombang VGS , VC1 , VCz , Voz , Vob dan Vo
Pada gambar 3.4 menuunjukkan bahwa pada saat VGS off kapasitor
C1 , Cz , Cob berada dalam fase charging hal ini sudah sesuai dengan analisis
yang telah dijelaskan pada bab 2. Nilai arus pada setiap induktor dan tegangan pada setiap kapasitor hasil dari simulasi dan perbandingannya dengan hasil perhitungan ditunjukkan pada tabel 3.2. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai arus induktor dan tegangan kapasitor pada perhitungan dan simulasi memiliki nilai yang identik hanya terjadi sedikit perbedaan pada beberapa angka dibelakang koma hal ini terjadi karena VGS VC1 VCz Voz Vob Vo
37
adanya pembulatan pada saat memasukkan nilai induktor maupun kapasitor pada simulasi.
Tabel 3.2 Perbandingan nilai parameter perhitungan dan simulasi
No Parameter Perhitungan Simulasi
1 IL1/Iin 2.778 A 2.778 A 2 ∆ IL1 30% 0,297 3 ILo / Io 0.151 A 0.151 A 4 ∆ ILo 30% 0,292 5 ILm 0.983 A 0.983 A 6 ∆ ILm 030% 0,292 7 VC1 50.905 V 50.887 V 8 ∆ VC1 1% 0,99% 9 VC2 185.884V 186.077 V 10 ∆ VC2 1% 0,95% 11 VCob 143.962V 143.967 V 12 ∆ VCob 1% 0,96% 13 VCoz 186.114V 186.077 V 14 ∆ VCoz 1% 0,96% 15 Vo 330.077 V 330.044 V 3.3 Implementasi
Setelah hasil simulasi sudah sesuai dengan teori maka langkah selanjutnya adalah implementasi rangkaian. Implementasi dilakukan untuk mengetahui kinerja konverter DC-DC rasio tinggi berbasi integrated quadratic boost zet ketika alat difungsikan dengan menggunakan komponen yang tersedia di pasaran.
Tahap pertama yaitu pembuatan sinyal input MOSFET berupa PWM beserta drivernya. Untuk menghasilkan sinyal PWM digunakan PWM microcontroller Arduino Uno dengan supply tegangan 12 V yang bisa menghasilkan sinyal PWM dengan output 5 V peak to peak dan frekuensi 50kHz. Sinyal PWM dimasukkan ke LCD 16X2 untuk menampilkan duty cycle dari PWM, dimana duty cycle dari sinyal PWM
38
bisa diatur dengan resistor variable multi turn untuk memperoleh hasil yang lebih teliti. Rangkaian optocopler driver MOSFET diperlukan untuk memperbesar tegangan agar bisa mengatur kerja MOSFET. Tabel 3.4 menunjukkan kapasitas komponen yang digunakan. Besar nilai kapasitas komponen hasil perhitungan disesuaikan dengan komponen yang tersedia di Laboratorum dan dipasaran dengan mengambil nilai lebih besar dari perhitungan untuk menjaga agar nilai ripple tegangan dan ripple arus tidak melebihi desain.
Tabel 3. 3 Spesifikasi Komponen Rangkaian Konverter
No Komponen Desain Awal /Simulasi implementasi Nilai
1 Induktor L1 279,07 µH 294,5 µH
2 Induktor Kopel
L11 2,24 mH 2,844 mH
Lm 2,24 mH 2,836 mH
L22 Tidak bisa dihitung 9,298 mH
Lk / L12 - 8,18 µH 3 Lo 28,9 mH 32 mH 4 N (Penguatan tegangan) 2 1,82 5 Kapasitor C1 24,96 µF / 51 V 33 µF / 160 V 6 Kapasitor C2 1.055 µF / 186 V 2,2 µF / 250 V 7 Kapasitor Cob 1.36 µF / 143,6 V 2,2 µF / 250 V 8 Kapasitor Coz 61,2 nF / 186 V 1 µF / 250 V
9 Dioda Ideal MUR 1560
10 MOSFET Ideal IRFP460
11 Driver MOSFET - TLP250
Besar nilai kapasitor implementasi tidak bisa sama dengan perhitungan karena disesuaikan dengan komponen yang tersedia di Laboratorum maupun di pasaran dengan mengambil nilai lebih besar dari perhitungan untuk menjaga agar nilai ripple tegangan tidak melebihi
39
desain. Nilai induktor dibuat sendiri dengan menggunakan inti FERIT ETD dan inti toroida. Berikut adalah rincian pembuatan masing-masing induktor:
1. L1 (Induktor input) :
- Inti yang digunakan berupa FERIT ETD dengan ukuran kawat tembaga AWG 0,5 mm yang dirangkai 10 split mampu menahan arus sebesar 5,7 A [5].
- Perancangan kapasitas arus pada kawat berdasar pada nilai arus induktor maksimal dikalikan 1,5 kali. Nilai kapsitas asrus dibuat lebih untuk menjaga jika terjadi spike gelombang.
2. Induktor Kopel :
- Induktor kopel dirancang memiliki nilai penguatan sebesar 2 dengan belitan primer sebesar 24, belitan sekunder sebanyak 48 namun karena terdapat induktor bocor pada induktor kopel Lk =
8,18µH, sehingga nilai penguatan tegangan tidak sama dengan nilai perbandingan belitan. Dari hasil perhitungan dengan persamaan (2.30) nilai penguatan tegangan sebesar 1,81 hal ini sesuai dengan pengukuran penguatan tegangan dengan input function generator dan dilihat dengan oscilloscope dimana perbandingan tegangan rms sekunder dan primer bernilai 1,82.(Primer=51,4 V, Sekunder=94 V).
- Induktor kopel dirangkai dengan meggunakan inti FERIT ETD 49. Belitan primer menggunakan kawat AWG 0,45mm dirangkai 5 split sehingga kapasitas arus sebesar 2,5 A, sementara belitan sekunder dirangkai degan kawat AWG 0,45mm dirangkai 3 split sehingga mampu menahan arus hingga 1,5 A.
3. Induktor Output :
- Induktor output dirangkai dengan menggunakan inti FERIT ETD 49 dengan 1 kawat AWG 0,5 mm sehingga mampu menahan arus sampai 0,57 A
Dioda yang digunakan adalah dioda MUR1560 yang memiliki kemampuan blocking voltage hingga 600 V. MOSFET yang digunakan adalah IRFP460 dengan kemampuan menghantarkan arus mencapai 20 A dan tegangan drain-source maksimum sebesar 500 V. Driver MOSFET
40
menggunakan TLP 250 yang membutuhkan input ±30 Volt sehingga untuk menyuplai tegangan pada driver dibtutuhkan power supply. Input driver MOSFET dipilih sebesar 18 Volt. Gambar 3.5 menunjukkan rangkaian implementasi konverter DC-DC rasio tinggi berbasis integrated quadratic boost zeta. Dari gambar tersebut terdapat 5 bagian utama yaitu power supply untuk menyuplai driver MOSFET dan KIPAS, PWM dan LCD, rangkaian utama, Beban, dan induktor.
Beban Induktor & Kopel Induktor Rangkaian Utama PWM & LCD Power Supply
Gambar 3.5 Implementasi konverter DC-DC rasio tinggi berbasis integrated quadratic boost zeta
41
BAB 4
PENGUJIAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian dan analisis data hasil desain dan implementasi konverter DC-DC rasio tinggi dengan berbasis integrated quadratic boost zeta. Pengujian yang dilakukan diantaranya adalah pengujian sinyal PWM dan pensakelaran, pengujian arus induktor dan tegangan kapasitor, pengujian rasio konversi, efisiensi, tegangan output konstan dan pengujian menggunakan modul photovoltaic sebagai sumber tegangan input konverter.
Sumber DC (Photovoltaic atau Power Supply DC) Beban Resistor Driver MOSFET TLP 250 PWM, Mikrokontroler Arduino Uno Konverter DC-DC Integrated Quadtratic Boost Zeta
Resistor Variabel
Vin Vout
Pin Pout
42
Gambar 4.1 diatas menunjukkan blok diagram pengujian dari keseluruhan sistem yang meliputi, sumber tegangan DC, PWM, driver MOSFET dan beban.PWM Arduino memiliki resistor variabel untuk mengatur nilai dari duty cycle keluaran dari PWM. Pada pengujian bentuk gelombang akan dibandingkan bentuk gelombang dari kaki MOSFET dengan bentuk gelombang dioda , induktor dan kapasitor dengan mengatur nilai duty cycle sebagai pembanding. Pada pengujian rasio konversi dibandingkan antara tegangan output dan tegangan input konverter dengan mengatur duty cycle sementara itu pada pengujian efsiensi dibandingkan daya output dengan daya input dengan mengatur beban sebagai pembanding.
4.1 Pengujian Sinyal PWM dan Pensaklaran
Untuk menguji apaka