• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Interpersonal Pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komunikasi Interpersonal Pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Diajukan oleh: ADE AYU NURLAELI

F 100130030

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

(2)

i

HALAM AN PERSETUJUAN

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

ADE AYU NURLAELI F 100130030

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Susatyo Yuwono, S.Psi.,M.Si, Psi. NIK/NIDN. 838/0624067301

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)

Oleh:

ADE AYU NURLAELI F 100130030

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Senin, 31 Juli 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

Dewan Penguji:

1. Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si, Psi. (...) (Penguji Utama)

2. Aulia Kirana, S.Psi, MA (...) (Penguji Pendamping I)

3. Permata Ashfi Raihana, S.Psi, MA (...) (Penguji Pendmping II)

Surakarta, 31 Juli 2017

Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Psikologi

Dekan,

Dr. Moordiningsih, M.Si, Psi. NIK/NIDN. 876/0615127401

(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka saya pertanggung jawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 31 Juli 2017

Yang Menyatakan,

Ade Ayu Nurlaeli F 100 130 030

(5)

1

KOMUNIKASI INTERPERSONAL

PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP) Ade Ayu Nurlaeli

Susatyo Yuwono

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta adeayunurlaeli@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendiskripsikan komunikasi interpersonal pada Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP). Populasi dalam penelitian ini adalah Satpol PP Kota Solo dan Kabupaten Boyolali. Pengambilan informan dalam penelitian menggunakan teknik snowball sampling sehingga ditetapkan sebanyak 10 orang yaitu 8 anggota Satpol PP sebagai subjek utama dan 2 Kepala Satpol PP sebagai subjek pendukung. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah (a) bekerja di kantor Satpol PP Solo dan Boyolali, (b) memiliki status pegawai tetap atau sudah dilantik, (c) menjabat dibidang Trantibum, (d) bertugas sebagai penindak para pelanggar dilapangan. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan cara pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan maka dari itu hasil analisis data menunjukkan bahwa cara komunikasi yang dilakukan antara pimpinan dengan anggota Satpol PP menggunakan koordinasi, mencakup target operasi dan tindakan operasi. Kemudian komunikasi yang dilakukan oleh Satpol PP dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) menggunakan pendekatan secara kekeluargaan. Faktor pendukung komunikasi interpersonal Satpol PP yaitu sikap,

skill, usia, dan gender. Faktor penghambat komunikasi interpersonal Satpol PP biasanya muncul dari para pelanggar yang keras kepala dan tidak mau mengikuti prosedur yang telah diberikan oleh pemerintah daerah.

(6)

2 ABSTRACT

This research has a purpose to describe interpersonal communication at Satpol PP (SATPOL PP). The population in this research is Satpol PP Kota Solo and Boyolali District. Taking informant in research using snowball sampling technique so that determined as many as 10 people that is 8 member of Satpol PP as main subject and 2 Head of Satpol PP as supporting subject. The criteria of the informants in this research are (a) working in Satpol PP Solo and Boyolali office, (b) having permanent employee status or having been inaugurated, (c) serving in the Trantibum field, (d) serving as prosecutors of violators in the field. The method in this research is qualitative phenomenology. Methods of data collection using interview and observation methods. Data analysis in this research use data collecting, data reduction, data display, and conclusion. Therefore, the result of data analysis shows that the way communication done between the leadership with Satpol PP members use coordination, covering the target of operation and operation action. Then the communication made by Satpol PP with the Street Traders (PKL) using the approach in kinship. Factors supporting interpersonal communication Satpol PP that is attitude, skill, age, and gender. The interpersonal communication blocking factor of Satpol PP usually arises from violent offenders and refuses to follow the procedures given by the local government.

Keywords: Communication, Interpersonal Communication, Satpol PP

1. PENDAHULUAN

Era globalisasi sekarang ini, hampir semua orang ingin mendapatkan kehidupan yang layak serta memiliki perekonomian yang cukup untuk diri sendiri, pasangan hidup, dan keluarganya kelak. Hal ini yang memicu persaingan antar-manusia mulai dari pengusaha, wiraswasta, serta para pedagang untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Uang itulah yang mampu membuat sebagian orang harus melakukan berbagai cara untuk kelayakan hidupnya. Salah satu contoh yang sedang diperdebatkan sekarang ini yaitu usaha yang dilakukan oleh para pedagang kaki lima.

Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di perkotaan mampu menyediakan lapangan kerja baru. Banyak orang menjadikan pedagang kaki lima sebagai pilihan alternatif bagi yang tidak tertampung di sektor formal. Jadi keterlibatan dalam sektor informal lebih diakibatkan karena keterpaksaan saja dibanding sebagai pilihan, hal ini terjadi karena tekanan dari sistem ekonomi yang tidak

(7)

3

memberi tempat bagi mereka yang tidak mempunyai pendidikan dan ketrampilan yang mencukupi. Sektor informal (PKL) menjadi pilihan alternatif, karena mudah memasukinya, tidak perlu ketrampilan khusus, serta pasar yang kompetitif (seperti pada definisi sektor informal oleh ILO), sehingga hal ini dapat menekan angka pengangguran dan kemiskinan. Sektor informal terus berkembang dalam menyerap tenaga kerja yang tidak tertampung pada sektor formal (Ginting, 2004).

Keberadaan PKL di Kota Surakarta juga menjadi dilema bagi pemerintah kota. Jumlah pedagang kaki lima di Kota Surakarta atau dikenal juga sebagai Kota Solo cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Data dari Kantor PKL Surakarta menyebutkan jika tahun 2003 tercatat hanya 3.834 PKL, hasil pendataan pada akhir 2005 meningkat 51,7 persen menjadi 5.817 PKL. Pada tahun 2007 jumlah PKL turun menjadi 3.917 dan pada tahun 2010 menurun lagi jumlahnya menjadi 2014. Penurunan jumlah PKL ini disebabkan oleh keberhasilan Pemkot Solo dalam menata PKL salah satunya adalah relokasi PKL di Monumen Banjarsari ke Pasar Klithikan Nitihardjo Semanggi. (Yuliani, 2012).

Upaya penertiban sering kali mendapat penolakan bahkan perlawanan dari PKL. Para Satpol PP berusaha mengosongkan lahan pemerintah dari PKL dengan mendorong PKL dan mengangkat gerobak secara arogan tanpa ada komunikasi terlebih dahulu (Oki, 2016). Tetapi sebenarnya wewenang yang dilakukan oleh Satpol PP sendiri terdiri dari prosedur yang melakukan himbauan kepada PKL yang melanggar dengan 3 kali pemberian surat peringatan lalu jka memang prosedur tersebut tidak dipatuhi maka akan ada tahap dimana dagangan yang diperjual belikan akan disita atau tahap eksekusi. Tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda atau peraturan kepala daerah. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Kewajiban Satpol PP antara lain dengan menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Tentu dalam kasus ini tidak bisa hanya

(8)

4

menyalahkan anggota Satpol PP yang bertugas di lapangan, tetapi juga harus melihat bagaimana pemimpin Satpol PP itu sendiri dalam memberi perintah. Kini, masa kepemimpinan Jokowi, konsep yang disuguhkan oleh organisasi Satpol PP berbeda. Organisasi ini lebih mengusung konsep persuasif dalam menertibkan masyarakat khususnya para pedagang kaki lima (Kristanty, 2013).

Satpol PP merupakan aparat pemerintah yang bertugas mewujudkan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Tugas menentramkan dan menertibkan masyarakat yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 5, Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2011. Beberapa data menunjukkan petugas Satpol PP identik dengan perilaku yang tidak humanis dalam menjalankan fungsinya sebagai perangkat daerah yang menertibkan masyarakat.

Menurut Francisca (2015), Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda menggunakan komunikasi interpersonal sebagai salah satu strategi komunikasi yang dianggap efektif melalui tatap muka langsung “face to face” kepada

pedagang kaki lima yang kemungkinan terjadinya gangguan ataupun kurang pengertian terhadap penyampaian pesan sangat kecil jika dibandingkan dengan menggunakan surat edaran ataupun selebaran. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal

maupun nonverbal (Pontoh, 2013).

Sekarang yang dilakukan oleh Satpol PP ialah melakukan tugas dengan baik sesuai dengan tujuan tanpa menggunakan kekerasan melainkan melakukan komunikasi interpersonal kepada masyarakat khususnya para pedagang kaki lima yang memanfaatkan kebijakan yang diberikan oleh pemerintah. Menurut Rakhmat (2007) dan Pieter (2012) komunikasi interpersonal memiliki empat aspek dalam sistemnya, yaitu: sensasi, persepsi, keterbukaan, kesetaraan atau kesamaan.

Aparat Satpol PP harus dibekali dengan keterampilan dan kemampuan teknis agar mampu mengomunikasikan peraturan yang berlaku pada masyarakat. Karena dengan komunikasi inilah Satpol PP bisa diterima oleh kalangan

(9)

5

masyarakat tanpa adanya kekerasan ataupun tindakan yang mengakibatkan kerusuhan atau bentrok yang terjadi diantara kedua belah pihak yang bersangkutan (Anggiyowati, 2014). Maka dari itu menurut Bienvenu (1987) faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal Satpol PP seperti; self concept, ability, skill experience, emotion, dan self disclousure.

Kekerasan sering terjadi dan melukai kedua belah pihak dikarenakan sikap menentang para masyarakat atau pedagang yang sudah nyaman dengan kebijakan serta fasilitas negara yang dipakai secara ilegal. Menurut Maulana (2015), petugas Satpol PP tidak akan secara sengaja melakukan kekerasan tersebut, begitupun dengan PKL, pasti memiliki alasan untuk tetap jualan di area terlarang tersebut. Kejadian ini sering terjadi disekitar kita, dan yang menjadi perhatian, apakah tidak ada cara lain selain merusak lapak para PKL dan membawanya. Sebenarnya kita masih punya nurani untuk melakukan hal itu.

Peristiwa yang seharusnya tidak terjadi, bisa bahkan akan sering dialami jika pola komunikasi yang dilakukan oleh para Satpol PP kurang tepat. Untuk itu, penulis lebih menekankan pada cara Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengantisipasi adanya penolakan ataupun cara Satpol PP sendiri dalam mengkomunikasikan kepada masyarakat khususnya para PKL yang sebenarnyan butuh perhatian khusus dari pemerintah. Upaya penertiban yang dalam hal ini menjadi tugas yang diemban petugas Satpol PP, semestinya dilakukan dengan manusiawi, lebih menggunakan pendekatan komunikasi persuasif.

Berdasarkan uraian dan fenomena di atas dapat dibuat pertanyaan penelitiannya yaitu bagaimana cara komunikasi interpersonal pada Satuan Polisi Pamong Praja? Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendiskripsikan pola komunikasi interpersonal pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Melalui penelitian ini diharapkan bagi Satuan Polisi Pamong Praja, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang peranan Satpol PP dalam pola komunikasi interpersonal. Bagi pedagang, penelitian ini juga diharapkan agar mampu menengahi perselisihan antara Satpol PP dengan para PKL. Memberikan sumbangan ilmiah sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya psikologi sosial dengan menerapkan hasil penelitian

(10)

6

sebagai tambahan informasi mengenai cara komunikasi interpersonal pada Satuan Polisi Pamong Praja.

2. METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi. Fokus pada penelitian ini adalah pola komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh kalangan Satpol PP yang membantu pengaturan atau penertiban di lingkungan daerah. Dengan beberapa aspek yang mempengaruhi pola komunikasi yang telah diterapkan oleh Satpol PP yang mengakibatkan pemberian sikap timbal balik yang berbeda-beda. Respon yang di dapat serta pendalaman cara komunikasi interpersonal inilah yang harus diperjelas serta mengetahui akibat yang akan ditimbulkan.

Kriteria informan untuk penelitian ini adalah: (a) bekerja di kantor Satpol PP Surakarta dan Boyolali, (b) memiliki status pegawai tetap atau sudah dilantik, (c) memiliki jabatan sebagai anggota dibidang trantibum, (d) bertugas sebagai penindak para pelanggar di lapangan. Jumlah informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 orang yaitu 8 subjek utama dan 2 subjek pendukung. Penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah snowball sampling.

Tabel 1. Informan Penelitian Wilayah Kota Boyolali

No Informan Usia Jenis Kelamin

1 Mas RA

(Anggota) ± 26 tahun Laki – Laki

2 Mas AP

(Anggota) ± 28 tahun Laki – Laki

3 Mbak DL

(Anggota) ± 25 tahun Perempuan

4 Mas VN

(Anggota) ± 28 tahun Laki - Laki

5 Bp TJ

(11)

7 Wilayah Kota Surakarta

No Informan Usia Jenis Kelamin

1 Bp H

(Anggota) ± 33 tahun Laki - Laki

2 Bp AH

(Anggota) ± 57 tahun Laki – Laki

3 Bp AHW

(Anggota) ± 40 tahun Laki - Laki

4 Bp W

(Anggota) ± 56 tahun Laki - Laki

5 Bp AS

(Kepala) ± 47 tahun Laki - Laki

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Anggota Satpol PP yang menjadi informan dalam penelitian ini sebelum melakukan pendekatan komunikasi interpersonal sudah mendapatkan pelatihan,

workshop, maupun diklat terkait komunikasi interpersonal yang merupakan bagian dari SOP Satpol PP. Pelatihan tersebut diberikan oleh Dinas Kota Surakarta ataupun Dinas Kepolisian dengan pembekalan pemahaman baik secara teori maupun praktik terkait komunikasi interpersonal.

Dilihat dari hasil wawancara, didapatkan hasil dari bentuk perilaku yang dilakukan oleh anggota Satpol PP untuk meningkatkan komunikasi interpersonal adalah dengan melakukan penegakan PERDA, pengamanan dan pengawasan wilayah, serta perlindungan masyarakat, hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Johnston & Alyce (2013) yang menjelaskan bahwa Satuan Polisi merupakan organisasi yang sangat erat dengan masyarakat yang fungsi utamanya adalah menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan dengan lancar. hasil observasi, prosedur penertiban Satpol PP yang diterapkan dalam komunikasi interpersonal salah satunya adalah menjelaskan kepada pelanggar tentang pelanggaran berdagang yang dilakukan oleh PKL sebelum proses penindakan, hal ini sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Satpol PP (2010) yang menyatakan bahwa melakukan tindakan penertiban non yustisial

(12)

8

terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan atau peraturan kepala daerah.

Persepsi dalam komunikasi interpersonal juga terlihat dari hasil wawancara didapatkan bahwa bentuk koordinasi dengan membuat rapat kecil atau diskusi yang dilakukan agar tindakan yang dilakukan lebih terorganisir, memberi solusi dengan menerapkan budaya jawa “adoh ratu cedhak ratu” serta membuat

orang berfikir bahwa Satpol PP tidak buruk. Sesuai dengan pendapat dari Rakhmat (2007), bahwa komunikasi interpersonal juga menuntut adanya tindakan saling memberi dan menerima di antara pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dengan kata lain para pelaku komunikasi saling bertukar informasi, pikiran, gagasan, dan sebagainya.

Hasil observasi, proses koordinasi Satpol PP yang diterapkan dalam komunikasi interpersonal salah satunya adalah penjelasan oleh Kepala Satpol PP terkait bagaimana cara mengatasi para pelanggar di lapangan dan anggota Satpol PP yang akan bertugas memberikan feedback dengan cara menanyakan pertanyaaan solusi yang akan diberikan kepada pelanggar (PKL), hal ini sesuai dengan pernyataan yang disimpulkan oleh Dance dalam Rakhmat (2007), mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviourisme sebagai usaha ”menimbulkan respon melalui lambang verbal”, ketika lambang-lambang verbal bertindak sebagai stimuli.

Didapatkan bahwa cara menyikapi pelanggaran dengan peneguran di lakukan dengan bahasa yang halus, tidak menyinggung perasaan, dan berusaha manusiawi menjalankan tugas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Pieter (2012), bahwa komunikasi interpersonal komunikasi interpersonal pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang dengan orang lain, di mana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan adalah bahasa.

Data observasi cara menyikapi oleh Satpol PP terhadap pelanggaran yang dilakukan salah satunya adalah penjelasan oleh anggota Satpol PP pada saat ingin mengambil barang dagangan yang akan dibawa ke Kantor Satpol PP dengan memberikan informasi dengan jelas, hal ini sesuai dengan pernyataan yang disimpulkan oleh Yuksel & Fatih (2013), polisi harus terlibat dalam masyarakat

(13)

9

dan harus mampu berkomunikasi secara efektif dalam rangka untuk mengidentifikasi penyebab dari masalah-masalah yang terjadi. Polisi juga mampu membantu masyarakat dalam mengatasi masalah sendiri.

Terkait dengan kewajiban sebagai Satpol PP yang dilakukan anggota Satpol PP, cara komunikasi dengan baik terhadap orang lain, yaitu menggunakan bahasa yang sopan dan baik. sesuai dengan pendapat dari Pieter (2012), bahwa sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi antarpribadi. Pertama harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi, yang penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah yang umum, agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.

Hasil observasi, cara komunikasi yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap pelanggaran yang dilakukan salah satunya adalah menggunakan bahasa yang baik, menjelaskan bahwa sebelum proses penyitaan barang para anggota Satpol PP hendaknya menjelaskan maksut dan tujuan penindakan yang dilakukan dengan jelas hingga para pelanggar mengerti akan pelanggaran yang dilakukan, hal ini sesuai dengan pernyataan yang disimpulkan oleh Pontoh (2013), komunikasi interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelimat alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita.

Keterbukaan juga dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal. Terkait dengan kewajiban sebagai Satpol PP yang dilakukan anggota Satpol PP, cara komunikasi dengan baik terhadap orang lain, yaitu menggunakan bahasa yang sopan dan baik. Hasil wawancara didapatkan bahwa cara komunikasi yang sebaiknya dilakukan adalah menggunakan pendekatan secara kekeluargaan, sopan santun, unggah ungguh. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Pieter (2012), bahwa sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi antarpribadi. Pertama harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi, yang penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah

(14)

10

yang umum, agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.

Hasil observasi, cara komunikasi yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap pelanggaran yang dilakukan salah satunya adalah menggunakan bahasa yang baik, menjelaskan bahwa sebelum proses penyitaan barang para anggota Satpol PP hendaknya menjelaskan maksut dan tujuan penindakan yang dilakukan dengan jelas hingga para pelanggar mengerti akan pelanggaran yang dilakukan, hal ini sesuai dengan pernyataan yang disimpulkan oleh Pontoh (2013), komunikasi interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelimat alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita.

Didapatkan bahwa cara menanggapi yang sebaiknya dilakukan adalah berkomunikasi dengan cara halus, sopan santun, dan wajib melayani secara humanis serta menyampaikan dengan santun, sopan, dan persuasif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Pieter (2012), bahwa komunikasi antar pribadi akan lebih bisa efektif jika orang-orang yang berkomunikasi itu dalam suasana kesamaan. Seperti nilai, sikap, watak, perilaku, kebiasaan, pengalaman dan sebagainya. Hasil observasi, cara komunikasi dan menyikapi pelanggaran yang dilakukan yaitu pada saat proses penindakan para anggota dan pelanggar bekerjasama dalam membereskan barang dagangan tanpa adanya kekerasan atau kericuhan, hal ini sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) (2010), yang menjelaskan tugas Satpol PP dalam melakukan penertiban adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.

Keunikan dari hasil wawancara yang telah dilakukan yaitu terdapat pada hasil wawancara dengan mengatakan istilah “adoh ratu cedak watu”. Hal tersebut dijelaskan oleh Tartono (2009) bahwa dapat diartikan sebagai wujud untuk menaati nasehat agar orang tidak mengunggulkan diri, tidak menyombongkan diri. Pernyataan yang unik juga disampaikan oleh informan pendukung TJ yang menyampaikan istilah “astabrata.”. Hal tersebut dijelaskan oleh As’ad (2011)

(15)

11

bahwa “astabrata” menjelaskan tentang setiap raja harus bertindak berlandaskan

pada kedelapan sifat dewa yaitu; elemen angin, elemen bulan, elemen matahari, elemen api, elemen langit, elemen bumi, elemen samudra, dan elemen bintang.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa anggota Satpol PP menggunakan komunikasi interpersonal dalam melaksanakan kewajiban atau tugasnya sesuai dengan aturan dari masing-masing daerah. Satpol PP menggunakan tindakan penertiban non yustisial yang mempunyai tugas menegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum. Komunikasi yang dilakukan antara pimpinan Satpol PP dengan anggota Satpol PP menggunakan koordinasi sebelum melakukan proses penindakan atas pelanggaran yang terjadi. Koordinasi yang diterapkan oleh Kepala Satpol PP mencakup tentang target operasi dan tindakan yang akan dilakukan. Hal tersebut dikatakan efektif karena dipakai sebagai acuan atas keberhasilan Kepala Satpol PP dalam mengarahkan anggotanya serta melihat bagaimana anggota menyelesaikan kewajiban dari tugas yang diberikan oleh pimpinan.

Faktor pendukung peran Satpol PP dalam melakukan komunikasi interpersonal untuk penertiban yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL) mengerti tentang peraturan di kawasan yang dilarang untuk berjualan yang disampaikan oleh Satpol PP sehingga terwujudnya penciptaan kota yang tertib, indah dan nyaman. Sedangkan, faktor penghambatnya yang menyebabkan terganggunya ketentraman dan ketertiban umum kurangnya kesadaran, kepatuhan, dan ketaatan Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap Peraturan Daerah yang diberlakukan terhadap PKL.

Keunikan pada hasil analisis dan pembahasan adalah adanya pernyataan dari anggota Satpol PP yang menggunakan filosofi jawa “adoh ratu cedak watu

yang berarti ungkapan hati seseorang untuk merendah dan tidak menganggap diri paling hebat di hadapan orang lain dan pernyataan yang di ungkapkan oleh Kepala Satpol PP yang sama-sama menggunakan filosifi jawa “astabrata” diartikan

delapan cara kepemimpinan menggunakan elemen-elemen alam; elemen matahari yang berarti kehati-hatian, elemen angin yang berarti sifat ketelitian, elemen bulan yang berarti pemberi motivasi, elemen api berarti tegas dalam memimpin, elemen

(16)

12

bumi yang berarti murah hati dan adil, elemen langit berarti ilmu yang luas, elemen samudra yaitu terbuka dalam menampung aspirasi, dan elemen bintang yaitu percaya diri serta memegang teguh prinsipnya.

Anggota Satpol PP, untuk tetap menerapkan komunikasi dalam menertibkan peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah kota, diharapkan seluruh anggota Satpol PP meningkatkan cara-cara atau tindakan yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat sebelum sampai ke proses eksekusi dan peneliti menyarankan khususnya anggota Satpol PP laki-laki lebih menggunakan bahasa yang halus dengan cara pada saat patroli diminta agar menyempatkan waktu untuk berkomunikasi atau silaturahmi dengan masyarakat terutama para PKL sekaligus mengasah cara komunikasi yang sesuai untuk diterapkan kepada masyarakat.

Diharapkan bagi peneliti yang akan datang melakukan penelitian dengan tema yang serupa, diharapkan dapat lebih mengembangkan dan menambah variabel yang mungkin dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal serta memperluas wilayah penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Al’Ain, M.O., Mulyana, O.P. (2013). Pelatihan asertif untuk meningkatkan komunikasi interpersonal anggota HIMA (Himpunan Mahasiswa) prodi psikologi FIP UNESA. eJournal Character, 2(1), 89-92. Diunduh dari: http://ejournal.unesa.ac.id/article/6487/13/article.pdf

Anggiyowati, P. (2014). Implementasi penertiban PKL oleh satuan polisi pamong praja SATPOL PP berdasarkan peraturan daerah nomor 9 tahun 2011.

Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

As’ad, M., Jati, W., dan Virdanianty, M. (2011). Studi eksplorasi konstrak kepemimpinan model jawa: asta brata. Jurnal Psikologi, 38(2), 229-233. DOI: http://dx.doi.org/10.21070/psikologia.v2i1.138

Bazarova, N.N., Taft, J.G., Choi, Y.H., dan Cosley, D. (2014). Managing impressions and relationship on facebook: self-presentational and relational concerns revealed through the analysis of language style. Journal Of

language and sosial psychology, 32(2), 121-141. DOI:

10.1146/annurev.psych.54.101601.145056

Bienvenu, M.J. (1987). Interpersonal communication inventory. University Associates. Inc.

(17)

13

Bungin, M.B. (2007). Penelitian kualitatif (komunikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan ilmu sosial lainnya). Jakarta: Prenada Media Group.

Cappellazo, T.M. (2016). Police interactions with mentally ill individuals.

Sociological Imagination: Western’s Undergraduate sociology Student Journal, 5(1), 1-5. DOI: 10.5539/jel.v5n3p288

Creswell, J.W. (2010). Research design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Los Angeles: Sage.

Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (2009). Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Devito, J.A. (1997). Komunikasi Antar manusia. Jakarta: Professional Books Englander, M. (2012). The Interview: Data Collection in Description

Phenomenological Human Scientific Research. Journal of

Phenomenological Psychological, 43, 14. Diunduh dari:

http://www.macrothink.org/journal/index.php/ije/article/download/446/3 61

Francisca, L.M. (2015). Peran Satpol PP Dalam Melakukan Komunikasi Interpersonal Untuk Penertiban Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus PKL Di Jalan Gajah Mada Kota Samarinda). eJournal Ilmu Komunikasi, 3(1),

458-472. Diunduh dari:

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:SghKEoVe4xUJ:ej ournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content-uploads/2015/03-JURNAL-%25201%250-(03-04-15-07-14-01).pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id Hajmirsadeghi, R.S., Shamsuddin, S., Lamit, H.B., dan Foroughi, A. (2013).

Design’s Factors Influencing Social Interaction in Public Squares. European Online Journal of Natural and Social Sciences, 2(4), 1805-3602. Diunduh dari:http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:IULFTQGacP 4J:europeanscience.com/eojnss/article/download/264/pdf+&cd=1&hl=id&ct =clnk&client=firefox-b

Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.

Ismaji, T. (2015). Tugas Satpol PP Tidak Ringan. http://m.harianjogja.com/. Diunduh dari: http://www.harianjogja.com/baca/2009/04/30/tugas-satpol-pp-tidak-ringan-132261

Johnston, J., Alyce, M. (2013). Comunicating Justice: A Comparison Of Courts and Police Use Of Contemporary Media. International Journal of

Communication,7, 1668-1669. Diunduh dari:

(18)

14

ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/2029+&cd=1&hl=id&ct=clnk&client=fi refox-b

Maulana, I. (2015). Ketika Hati Nurani Berbicara Penertiban PKL. http://m.kompasiana.com/. Diunduh dari: http://www.kompasiana.com/ilyasm/ketika-hati-nurani-berbicara-penertiba-pkl_5642fa85d17a6178048b456a

Oki, (2016). Niat Blusukan, Djarot Terjebak BentrokSatpol PPdengan PKL. http://m.rimanews.com/. Diunduh dari: http://archive.rimanews.com/nasional/politik/read/20161025/306532/Niat-Blusukan-Djarot-Terjebak-Bentrok-Satpol-PP-dengan-PKL/

Pieter, H.Z. (2012). Pengantar Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan. Suatu Kajian Psikologi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Pontoh, W.P. (2013). Peranan Komunikasi Interpersonal Guru dalam Meningkatkan Pengetahuan Anak. Journal “Acta Diurna”, 1(1), 01-11. Diunduh dari: http://webcache.googleusercontent.com/search?qcache-d6tZ4J4oyysJ:ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/viewFile/9 74/788.%2520Diakses+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id

Puspitasari, R.P., Laksmiwati. (2012). Hubungan Konsep Diri Dan Kepercayaan Diri Dengan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Pada Remaja Putus Sekolah. Jurnal Psikologi Teori & Terapan, 3(1), 134-138. Diunduh dari: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/1580/1680

Rakhmat, J. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. RemajaRosdakarya. Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Shaughnessy, J.J., Zechmeister, E.B., & Zechmeister, J.S. (2012). Metode Penelitian Dalam Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.

Siburian, A.T. (2013). The Effect Of Interpersonal Communication, Organizational Culture, Job Satisfaction, and Achievement Motivation to Organizational Commitment Of State High School Teacher in the District Humbang Hasundutan, North Sumatra, Indonesia. International Journal of

(19)

15

Humanities and Social Science, 03(12), 251-252. DOI:

10.1163/156916212X632943

SOPSatpolPP. 2016. Standar Operasional Prosedur Satpol PP. Diunduh dari: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:tWMxGWN7uY EJ:satpolpp.jatengprov.go.id/+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id

Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Tartono, St.S. (2009). Pitutur Adi Luhur. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta.

Yuksel, Y., Fatih, T. (2013). Citizen Satisfaction With Police And Community Policing. European Scientific Journal, 9(14), 29-30. Diunduh dari: www.aafp.org/afp/2003/1015/p1555.pdf

Gambar

Tabel 1. Informan Penelitian  Wilayah Kota Boyolali

Referensi

Dokumen terkait

4 The Welding Institut (TWI) 42 Welding Engineering International Welding Engineer (IWE) 8 Inlastek Welding Institute 43 Welding Engineering International Building

Konselor datang ke rumah konseli. Sampai di rumah EE, Konselor disambut dengan baik oleh Ibu EE dan kakak sepupu EE. Konselor kemudian membina hubungan baik dengan Ibu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh retail mix yang meliputi customer service , location , pricing , store design and display , merchandise assortments ,

Berdasarkan gagasan dan hasil penelitian penulis di atas dapat disimpulkan bahwa persentase rata-rata miskonsepsi siswa setelah diterapkan model pembelajaran conceptual

LPM (2007) dalam Mesyuarat Pemantapan Dokumen Pentaksiran Kerja Kursus KHB 2007 menyatakan bahawa PBS adalah proses untuk mendapatkan maklumat diikuti dengan

Pada kuliah ini mahasiswa dibekali pengetahuan tentang pentingnya berolahraga dengan diberikan teori tentang kesehatan, Kebugaran jasmani, dan Olah raga, Gizi

Dari beberapa uraian diatas penulis ingin meneliti beberapa pertemuan antara pasangan Spanyol Carolina Marin dan Cina Li Xuerui dengan cara menganalisis

Berdasarkan data Tabel 1, menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada kegiatan usahatani kentang dan kubis yang dilakukan oleh petani binaan lebih