• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH YOGA TERHADAP TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL WENING WARDOYO UNGARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH YOGA TERHADAP TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL WENING WARDOYO UNGARAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH YOGA TERHADAP TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA

DI UNIT REHABILITASI SOSIAL WENING WARDOYO UNGARAN

Indah Rosmaniar

Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

Insomnia is a certain condition when somebody feels difficult to sleep. One of the efforts to evercome this is by using yoga. Yoga can make the mind to concentrate on controlling the senses. The purpose of this research is to investigate the influence of yoga to decrease the level of insomnia in the elderly people at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran.

The research design used Quasy Experimental Design by using Pretest-Posttest Control Goup Design, with the population of 71 people. The sampling method used purposive sampling with the samples of 30 people who were divided into intervention and control groups. Data collecting used questionnaires of the study group of Psychiatry biology in Jakarta-Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS).

The results showed the t p-value of 7,268 for the intervention group with p-value of 0.000 whereas for the control group, it got t value -0,001 with p-value of 0,334. The p-value for the intervention group is smaller than the value (0.05), whereas in the control group p-value was bigger than α value (0.05). It could be concluded that there was a significant influence of yoga to decrease the level of insomnia in elderly people at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran.

Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran the can apply yoga as in intervention to cope with insomnia in elderly people.

Keywords : Yoga, Insomnia in elderly people

PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa lansia adalah kelompok orang yang berumur 60 sampai dengan 74 tahun. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa penduduk usia lanjut atau sering juga disebut lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Tahun 2020 diperkirakan akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia akan mencapai 11,34 % dari total penduduk pada tahun 2020 dan menjadi 41,4 % pada tahun 2025 (Darmodjo, 2006).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), menyatakan data jumlah

penduduk Indonesia 237,5 juta jiwa.

Komposisi jumlah lansia usia lebih dari 59

tahun sebanyak 23.190.345 jiwa. Provinsi Jawa Tengah terdapat 32.382.657 warga dan memiliki jumlah lansia usia 59 sampai diatas 75 tahun sebanyak 560.979 jiwa. Kabupaten Semarang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Semarang tercatat 765.240 jiwa, terdiri dari 370.645 laki-laki dan 394.595 perempuan. Jumlah penduduk lanjut usia di Kabupaten Semarang mulai dari usia 55 sampai 75 tahun ke atas sebanyak 115.306 orang, dengan perincian jumlah penduduk laki-laki 73.435 orang dan jumlah penduduk perempuan 81.871 orang (BPS, 2013).

Lansia membutuhkan kualitas tidur yang baik untuk meningkatkan kesehatan dan memulihkan kondisi dari sakit. Proses menua merupakan proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik dengan terlihat adanya penurunan fungsi organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara

(2)

psikologis dan kemunduran kognitif seperti suka lupa, dan hal-hal yang mendukung lainnya seperti kecemasan yang berlebihan, kepercayaan diri menurun, insomnia, juga kondisi biologis yang semuanya saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Maryam, 2008).

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia di Indonesia. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang lansia melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup besar yaitu sekitar 67%. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah di dignosa oleh dokter (Amir, 2007).

Menurut National Sleep Foundation

dalam sebuah poling tahun 2002 di Amerika ditemukan sebanyak 47 juta orang lansia tidak mendapatkan jumlah minimal tidur yang mereka butuhkan setiap malam. Rata - rata efesiensi tidur sekitar 80-95% pada dewasa, sedangkan pada lansia hanya sekitar 70% saja. Berdasarkan survey dibuktikan bahwa lebih dari 50% mengeluh tentang kesulitan tidur, dimulai pada usia 40 tahun. Survey lain mendapatkan bahwa wanita lebih sering untuk melaporkan masalah tidurnya dari pada pria (Kozier, 2004).

Insomnia merupakan salah satu gangguan utama dalam memulai dan mempertahankan

tidur di kalangan lansia. Insomnia

didefinisikan sebagai suatu keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang disebabkan oleh satu dari sulit memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak (Joewana, 2005).

Menurut Maryam (2008), Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti adrenocorticotropic hormone (ACTH), growth hormon (GH), tyroid stimulating hormone (TSH), dan luteinizing hormone (LH). Hormon ini masing-masing disekresi oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus path way. Sistem ini secara teratur mempengaruhi dan bertugas mengatur mekanisme tidur. Pada lansia, keadaan hormonal yang menurun akan mengakibatkan pola tidur berubah.

Ketidakcukupan kualitas dan kuantitas tidur dapat merusak memori dan kemampuan kognitif. Bila hal ini berlanjut hingga bertahun-tahun, akan berdampak pada tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, hingga masalah psikologis seperti depresi dan gangguan perasaan lain. Hal tersebut akan membuat kualitas hidup lansia yang semakin rendah (Maryam, 2008).

Metode penatalaksanaan yang bertujuan mengurangi tingkat insomnia pada lansia pada umumnya terbagi atas terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis memiliki efek yang cepat. Namun demikian, penggunaan obat-obatan ini menimbulkan dampak jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan lansia. Dengan demikian diperlukan terapi non farmakologis yang efektif dan aman untuk meningkatkan kualitas tidur lansia (Stanley & Beare, 2007).

Prinsip penatalaksanaan non

farmakologis untuk mengatasi gangguan tidur adalah peningkatan kenyamanan dan penurunan kecemasan (Potter & Perry, 2006). Salah satu terapi non farmakologi yang berpotensi mengurangi tingkat insomnia adalah melakukan yoga. Yoga merupakan

terapi non farmakologi yang efektif

dibandingkan dengan terapi non farmakologi lainnya untuk mengatasi insomnia. Gerakan yoga dapat membantu penderita insomnia untuk dapat tidur dengan nyenyak karena memberikan pengaruh positif pada pusat saraf otak yang akan melepaskan rasa kaku pada otot di tubuh dan memberikan ketenangan pikiran dan pada akhirnya membantu untuk tidur (Sindhu, 2013).

Melakukan yoga secara umum merupakan cara yang baik untuk mengatasi insomnia. Latihan yoga membantu mengalahkan stress yang merupakan penyebab utama gangguan tidur, yoga menurunkan aktivitas tubuh dan pikiran yang akhirnya akan mendorong kita untuk tidur (Pangkalan, 2008).

Lansia yang sedang mengalami

kecemasan atau stress (ketegangan emosional)

maka beberapa otot akan mengalami

ketegangan sehingga mengaktifkan system saraf simpatis. Pada kondisi stres, hipotalamus, bagian kecil otak yang terletak di bawah otak besar dan talamus, akan mengeluarkan kortisol, hormone stres. Padahal, produksi kortisol secara simultan akibat ketegangan dan beban psikologis akan merusak dinding

(3)

pembuluh darah, yang juga bakal mengganggu aliran darah ke otak (Pangkalan, 2008).

Meningkatnya produksi hormone stress ini memacu kerja neurotransmitter, saraf pembawa pesan di otak yang berkaitan dengan

emosi, akibat dopamine terstimulasi.

Dopamine berperan dalam melakukan tindakan dan kesadaran kognitif, seperti menentukan aktivitas fisik, perasaan dan motivasi diri, perhatian, serta proses tidur (Lebang, 2013).

Menurut Widyantoro (2010), berlatih

yoga seiring dengan kesadaran yang

meningkat, pikiran yang bergejolak akan diredam. Yoga adalah suatu metode untuk menenangkan pikiran yang resah untuk kemudian diarahkan pada saluran yang konstruktif.

Perasaan tenang dan nyaman dapat memunculkan rasa kantuk sehingga lansia

dapat dengan mudah mengawali tidur.

Kemudahan dalam mengawali tidur akan berdampak pada lama tidur, dengan tidur lebih awal dari biasanya dan masa memasuki tidur yang lebih pendek secara langsung akan memperlama jam tidur. Lama tidur bukan salah satu ukuran standart apakah seseorang harus tidur 8 jam atau tidak, namun bagi penderita insomnia peningkatan lama tidur cukup berarti.

Latihan yoga yang diberikan kepada lansia sesuai dengan kondisi fisik lansia, latihan yoga dengan gerakan yang pelan-pelan

yang dikombinasikan dengan latihan

pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi peregangan otot serta relaksasi

kelompok otot. Latihan yoga dapat

menstimulasi respon relaksasi baik fisik

maupun psikologis. Respon tersebut

dikarenakan terangsangnya aktivitas sistem saraf otonom parasimpatis nuclei rafe yang terletak di separuh bagian bawah pons dan di medula sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan

darah, dan frekuensi pernapasan dan

peningkatan serotonin (Lebang, 2013).

Dengan melakukan yoga

membungkukkan badan ke depan memiliki efek mendinginkan tubuh sehingga orang sulit tidur jadi lebih tenang sehingga tidur pun jadi lebih mudah dan melakukan pranayama duduk dengan membungkukkan tubuh ke depan bisa memindahkan sistem saraf sympathetic (yang membuat tubuh dalam kondisi tegang atau

terstimulasi secara impulsif) ke

parasympathetic (pengontrol kerja organ

voluntary (otomatis) tubuh dan identik dengan rasa tenang dan nyaman). Ini membuat penderita insomnia memasuki alam tidur dengan lebih mudah (Lebang, 2013).

Berlatih yoga tiga kali dalam satu minggu dapat mengurangi tingkat insomnia ( Sindhu, 2013 ). Sejalan dengan penelitian, Ahmad Saroji (2010) yaitu tentang Efektifitas Relaksasi Progesif terhadap Penurunan Tingkat Insomnia pada Lansia menghasilkan, bahwa Latihan Relaksasi Progesif sebelum tidur dapat menurunkan tingkat insomnia.

Setelah dilaksanakan wawancara kepada petugas Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, jumlah lansia wanita sebanyak 71 dan 75% mengalami gangguan pola tidur. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang pada tanggal 30 April 2014. Hasil wawancara dari 10 orang lansia yang ditemui mengalami keluhan susah tidur (insomnia), 3 orang lansia mengalami insomnia berat, 5 orang lansia mengalami insomnia sedang dan 2 orang lansia mengalami insomnia ringan. Upaya yang dilakukan perawat yang bertugas di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo dalam menangani masalah ini adalah dengan memberikan obat tidur, sedangkan pemberian obat tidur dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping, kacanduan dan

bila overdosis dapat membahayakan

pemakainya. Selama ini pihak pengelola Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran belum pernah melakukan pemberian terapi yoga untuk mengatasi susah tidur (insomnia) pada lansia.

Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh yoga terhadap tingkat insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang.

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Eksperimental Design yaitu suatu desain penelitian yang tidak mempunyai pembatasan yang ketat terhadap randomisasi, pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas dan tidak memiliki ciri-ciri rancangan yang sebenarnya karena variabel-variabel yang seharusnya di kontrol (Notoatmodjo, 2012).

(4)

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah intervensi atau perlakuan yang berupa pemberian terapi yoga dapat mempengaruhi tingkat insomnia pada lansia atau tidak dengan mengguanakan pendekatan rancangan penelitian Pretest-Posttest Control Group Design. Rancangan penelitian ini dibuat

dalam dua kelompok yaitu kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini sudah dilakukan pada lansia wanita yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran selama dua minggu pada tanggal 09 – 28 Oktober 2014.

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Sedangkan populasi dalam penelitian sebanyak 71 lansia wanita yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran pada tanggal 30 April 2014.

Sampel

Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu tehnik yang digunakan dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2012).

Kriteria sampel dalam penelitian dapat meliputi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini peneliti antara lain: 1) Lansia wanita yang berusia 60 tahun ke atas mengalami insomnia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran;

2) Masih bisa berkomunikasi agar

mempermudah proses penelitian; 3) Tidak mengalami gangguan pendengaran; 4) Belum pernah mendapatkan terapi yoga; 5) Bersedia menjadi responden.

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini: 1) Mengkonsumsi obat tidur; 2) Merokok; 3) Lansia yang dalam keadaan sakit.

Berdasarkan tujuan penelitian, serta lamanya waktu penelitian sehingga pada penelitian ini sampel untuk kelompok

eksperimental sejumlah 15 orang lansia sebanding dengan kelompok kontrolnya yaitu 15 orang lansia sehingga totalnya adalah 30 responden.

Alat yang digunakan untuk yoga adalah, musik slow. Instrumen yang digunakan untuk perlakuan ini adalah yoga dengan tehnik pranayama, dimana pranayama terdiri dari 4 gerakan sederhana, masing-masing gerakan berdurasi antara 7 menit diberikan selama 3 kali dalam seminggu. Kuesioner insomnia pada lansia menggunakan alat ukur (instrument) Kelompok Study Psikiatri Biologi Jakarta Insomnia Rating Scale (KSPBJ IRS).

Analisis Data

Analisa Univariat

Variabel yang dianalisis adalah tingkat insomnia lansia setelah dilakukan yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Analisa Bivariat

Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu

variabel independent dengan variabel

dependent. Hal ini berguna untuk

membuktikan atau menguji hipotesis yang telah dibuat.

Guna mengetahui adanya pengaruh yoga terhadap tingkat insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran dilakukan uji perbedaan tingkat insomnia lansia sesudah diberikan yoga antara kelompok intervensi dan kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Jika

terdapat perbedaan diantara kelompok

intervensi dan kontrol (P-value < 0,05), maka ada pengaruh yoga terhadap insomnia lansia.

Berdasarkan uji t independen, diperoleh nilai t hitung sebesar -3,163 dengan p-value sebesar 0,004. Oleh karena p-value 0,004 <  (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia sesudah melakukan yoga antara kelompok intervensi dan kontrol pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Ini juga berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan yoga terhadap tingkat insomnia lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

(5)

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Tingkat Insomnia Lansia Sebelum Diberikan Yoga pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum Diberikan Yoga pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014

Tingkat Insomnia Intervensi Kontrol

Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) Ringan Sedang Berat Sangat Berat 2 10 3 0 13,3 66,7 20,0 0,0 3 9 3 0 20,0 60,0 20,0 0,0 Jumlah 15 100 15 100

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa sebelum diberikan yoga sebagian besar lansia pada kelompok intervensi mengalami insomnia sedang sejumlah 10 orang (66,7%),

sedangkan pada kelompok kontrol juga mengalami insomnia sedang, sejumlah 9 orang (60,0%).

Tingkat Insomnia Lansia Sesudah Diberikan Yoga pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Insomnia Lansia Sesudah Diberikan Yoga pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014

Tingkat Insomnia

Intervensi Kontrol

Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) Ringan Sedang Berat Sangat Berat 8 7 0 0 53,3 46,7 0,0 0,0 3 10 2 0 20,0 66,7 13,3 0,0 Jumlah 15 100 15 100

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa sesudah diberikan yoga, sebagian besar lansia pada kelompok intervensi sudah mengalami insomnia ringan sejumlah 8 orang

(53,3%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar masih mengalami insomnia sedang, sejumlah 10 orang (66,7%).

Analisis Bivariat

Uji Kesetaraan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum Diberikan Yoga antara Kelompok Intervensi dan Kontrol

Tabel 3

Uji Kesetaraan Kualitas Tingkat Insomnia Lansia Sebelum Diberikan Yoga antara Kelompok Intervensi dan Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014

Variabel Kelompok N Mean SD T p-value

Insomnia Intervensi Kontrol 15 15 14,60 13,60 4,532 4,983 0,575 0,570

Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa sebelum diberikan yoga, rata-rata skor insomnia lansia kelompok intervensi sebesar 14,60, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 13,60. Dari rata-rata tersebut

menunjukkan bahwa tingkat insomnia kedua kelompok tidak jauh berbeda.

Berdasarkan uji t independen, didapatkan nilai t hitung sebesar 0,575 dengan p-value 0,570. Oleh karena p-value 0,570 >  (0,05),

(6)

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia lansia sebelum diberikan yoga antara kelompok intervensi dan kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

Hal ini juga menunjukkan bahwa sebelum perlakuan kedua kelompok dapat dinyatakan setara atau homogen.

Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Yoga pada kelompok intervensi

Tabel 4.

Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Yoga pada Kelompok Intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014

Variabel Intervensi N Mean SD T p-value

Insomnia Sebelum Sesudah 15 15 14,60 9,07 4,532 3,826 7,268 0,000

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa pada kelompok intervensi, rata-rata skor insomnia lansia sebelum melakukan yoga sebesar 14,60, kemudian skor tersebut turun menjadi 9,07 sesudah melakukan yoga.

Berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t hitung sebesar 7,268 dengan p-value

sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 <  (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah melakukan yoga pada kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol

Tabel 5

Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014

Variabel Intervensi N Mean SD T p-value

Insomnia Sebelum Sesudah 15 15 13,60 14,00 4,983 4,675 -1,000 0,334

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak melakukan yoga, rata-rata skor insomnia lansia sebelum perlakuan sebesar 13,60, skor tersebut sedikit naik sebesar 14,00 setelah perlakuan.

Berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t hitung sebesar -1,000 dengan p-value

sebesar 0,334. Terlihat bahwa p-value 0,334 >  (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

Pengaruh Yoga terhadap Tingkat Insomnia pada Lansia

Tabel 6

Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia Sesudah Melakukan Yoga antara Kelompok Intervensi dan Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014

Variabel Kelompok N Mean SD T p-value

Insomnia Intervensi Kontrol 15 15 9,07 14,00 3,826 4,675 -3,163 0,004

Berdasarkan Tabel 6, rata-rata skor insomnia lansia kelompok intervensi sesudah melakukan yoga sebesar 9,07 sedangkan pada

kelompok kontrol sebesar 14,00. Ini

menunjukkan bahwa sesudah melakukan yoga, rata-rata skor pada kelompok intervensi yang

melakukan yoga lebih rendah dibandingkan lansia kelompok kontrol yang tidak melakukan yoga.

Berdasarkan uji t independen, diperoleh nilai t hitung sebesar -3,163 dengan p-value sebesar 0,004. Oleh karena p-value 0,004 < 

(7)

(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia sesudah melakukan yoga antara kelompok intervensi dan kontrol pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Ini juga berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan yoga terhadap tingkat insomnia lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

PEMBAHASAN

Tingkat Insomnia Pada Lansia Sebelum Dilakukan Yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Tingkat insomnia terbanyak pada

responden sebelum diberikan yoga adalah insomnia sedang karena lansia yang menjadi responden tidak pernah mencoba untuk mengobati insomnia yang dialami baik dengan

obat-obatan farmakologi maupun

nonfarmakologi.

Dilihat dari kategori derajat insomnia sebelum diberikan yoga didapatkan sebagian

besar lansia yang menjadi responden

mengalami insomnia sedang. Insomnia dapat diartikan suatu keadaan ketika seseorang mengalami kesulitan untuk tidur dengan nyenyak. Rata-rata setiap orang pernah mengalami insomnia sekali dalam hidupnya. Insomnia tidak hanya kondisi sulit tidur, tetapi juga seluruh gangguan tidur, seperti sering terjaga saat tidur yaitu lebih dari 4 kali, sulit memulai tidur, tidur kurang dari 7 jam hingga tidak bisa mencapai kualitas tidur yang normal. Pada penderita insomnia umumnya tidak bangun dalam keadaan segar, tetapi justru merasa lemas, kurang bersemangat, sangat mengantuk, dan perasaan tidak enak lainnya (Widya, 2010).

Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa proses menua yang dialami lansia menyebabkan menurunnya kualitas tidur lansia sehingga lansia mengalami gangguan tidur (Insomnia). Upaya penyembuhan insomnia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

farmakologis dan non farmakologis.

Farmakologis dilakukan dengan pemberian obat tidur dan non farmakologis salah satunya dilakukan dengan pemberian yoga. Pemberian obat tidur dalam jangka yang lama dapat menimbulkan efek samping, kecanduan dan dapat membahayakan pemakainya sedangkan pemberian terapi non farmakologis melalui yoga dapat memunculkan respon relaksasi

sehingga dapat mencapai keadaan tenang. Respon relaksasi ini terjadi melalui penurunan bermakna dari kebutuhan zat oksigen oleh tubuh, yang selanjutnya aliran darah akan

lancar, neutransmiter penenang akan

dilepaskan, sistem saraf akan bekerja secara baik otot-otot akan tubuh yang relaks menimbulkan perasaan tenang dan nyaman (Purwanto, 2007).

Tingkat Insomnia Pada Lansia Sesudah Di Lakukan Yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Hasil pengukuran tingkat insomnia pada

lansia menggunakan kuesioner setelah

dilakukan yoga yaitu terdapat ada perbedaan atau penurunan tingkat insomnia pada lansia. Data tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan setelah diberikan yoga pada kelompok intervensi, dimana setelah diberikan yoga ada 8 (53,3%) orang lansia yang mengalami insomnia ringan yang sebelumnya ada 2 (13,3%) orang lansia yang mengalami insomnia ringan, 7 (46,7%) orang lansia yang mengalami insomnia sedang yang sebelumnya ada 10 (66,7%) orang lansia yang mengalami insomia sedang, dan tidak ada lansia yang mengalami insomnia berat yang sebelumnya ada 3 (20,0%) orang lansia yang mengalami insomnia berat. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan yang signifikan dimana setelah perlakuan didapat 3 (20,0%) orang lansia yang mengalami insomnia ringan yang sebelumnya 3 (20,0%) orang lansia juga yang mengalami insomnia ringan, 10 (66,7%) orang lansia yang mengalami insomnia sedang yang sebelumnya ada 9 (60,0%) orang lansia yang mengalami insomnia sedang, dan 2

(13,3%) orang lansia yang mengalami

insomnia berat yang sebelumnya ada 3

(20,0%) orang lansia yang mengalami

insomnia berat.

Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada lansia yang mengalami insomnia ringan dan sedang pada kelompok intervensi peningkatan ini didapat dari lansia yang mengalami insomnia sedang turun menjadi insomnia ringan dan insomnia berat turun menjadi insomnia sedang. Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat peningkatan jumlah lansia yang mengalami insomnia sedang dan penurunan pada lansia yang mengalami insomnia berat menjadi insomnnia sedang. Hal ini terjadi karena pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan.

(8)

Tingkat insomnia lansia pada kelompok intervensi mengalami penurunan setelah diberikan yoga karena Pranayama atau tehnik pernafasan, meningkatkan asupan oksigen serta prana kedalam tubuh, meningkatkan fungsi kerja sel tubuh, serta meningkatkan konsentrasi dan ketenangan fikiran. Menguasai pernafasan berarti menguasai emosi dan fikiran. Saat nafas tidak terkendali emosi jadi bergejolak, otot tubuh akan menegang mengakibatkan kesulitan dalam memulai tidur. Sebaliknya, dengan bernafas lembut dengan teratur, fikiran akan menjadi lebih tenang, emosi akan diliputi ketentraman, dan tubuh menjadi lebih rileks (Sindhu, 2013).

Latihan fisik atau yang dikenal dengan olahraga adalah tindakan fisik untuk menguatkan kesehatan atau memperbaiki deformitas fisik, melakukan latihan fisik

minimal 30 menit dapat menstimulasi

pelepasan hormon endorfin dan menurunkan kadar hormon kortisol di dalam tubuh akan menyebabkan keseimbangan mental. Salah satu jenis olahraga yang sering diaplikasikan adalah yoga yang merupakan sistem kesehatan menyeluruh (holistik), melalui yoga seseorang akan lebih baik mengenal tubuhnya, mengenal fikirannya dan mengenal jiwanya (Shindu, 2013).

Sejalan dengan penelitian, Ahmad Saroji (2010) yaitu tentang Efektifitas Relaksasi Progesif terhadap Penurunan Tingkat Insomnia pada Lansia menghasilkan, bahwa Latihan Relaksasi Progesif sebelum tidur dapat menurunkan tingkat insomnia. Penelitian lain yang dilakukan oleh Linda (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh yoga terhadap stress pada wanita karir menemukan hasil terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, hal ini menunjukkan ada pengaruh yoga terhadap stress pada wanita karir.

Perbedaan tingkat insomnia pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan yoga pada kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t hitung sebesar 7,268 dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < α (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah melakukan yoga pada kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

Gerakan yoga yang dilakukan pada kelompok intervensi dengan serangkaian gerak yang teratur dan terarah serta terencana dengan maksud meningkatkan fungsional raga, dalam hal ini ditujukan agar lansia terjadi penurunan insomnia pada lansia. Gerakan yoga yang dilakukan secara dinamis dengan posisi tertentu. Gerakan yoga juga terdapat unsur koordinasi, dimana tercipta kerja sama antara susunan syaraf pusat dengan otot dalam bentuk gerakan tertentu. Melakukan yoga secara umum merupakan cara yang baik untuk mengatasi insomnia. Latihan yoga membantu mengalahkan stress yang merupakan penyebab utama gangguan tidur, yoga menurunkan aktivitas tubuh dan pikiran yang akhirnya akan mendorong kita untuk tidur (Pangkalan 2008).

Lansia yang sedang mengalami

kecemasan atau stress (ketegangan emosional)

maka beberapa otot akan mengalami

ketegangan sehingga mengaktifkan system saraf simpatis. Pada kondisi stres, hipotalamus, bagian kecil otak yang terletak di bawah otak besar dan talamus, akan mengeluarkan kortisol, hormone stres. Padahal, produksi kortisol secara simultan akibat ketegangan dan beban psikologis akan merusak dinding pembuluh darah, yang juga bakal mengganggu aliran darah ke otak. Meningkatnya produksi

hormone stress ini memacu kerja

neurotransmitter, saraf pembawa pesan di otak yang berkaitan dengan emosi, akibat dopamine terstimulasi. Dopamine berperan dalam melakukan tindakan dan kesadaran kognitif, seperti menentukan aktivitas fisik, perasaan dan motivasi diri, perhatian, serta proses tidur. Dengan berlatih yoga, seiring dengan kesadaran yang meningkat, pikiran yang bergejolak akan diredam. Yoga adalah suatu metode untuk menenangkan pikiran yang resah untuk kemudian diarahkan pada saluran yang konstruktif (Widyantoro, 2010).

Perasaan tenang dan nyaman dapat memunculkan rasa kantuk sehingga lansia

dapat dengan mudah mengawali tidur.

Kemudahan dalam mengawali tidur akan berdampak pada lama tidur, dengan tidur lebih awal dari biasanya dan masa memasuki tidur yang lebih pendek secara langsung akan memperlama jam tidur. Lama tidur bukan salah satu ukuran standart apakah seseorang harus tidur 8 jam atau tidak, namun bagi penderita insomnia peningkatan lama tidur cukup berarti.

(9)

Pada saat diberikan yoga lansia mengalami ketenangan dan memperlihatkan

respon relaks yang ditandai dengan

menurunnya pernapasan, nadi dan denyut jantung. Menurut Sani (2012), menyatakan bahwa yoga digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk mengurangi tingkat stres,

memperlambat denyut jantung, dan

menurunkan tekanan darah, sementara praktik asana (gerakan yoga) dapat digunakan secara khusus untuk memperbaiki masalah tertentu atau untuk mencegah penyakit.

Dalam yoga, tubuh manusia terhubung erat dengan pola gerak, napas, serta pikiran yang memungkinkan terjadinya keseimbangan, relaksasi, serta harmoni dalam hidup. Praktisi yoga menggunakan wujud kasar tubuh untuk

membantu menjernihkan pikiran. Lewat

serangkaian latihan fisik yang cermat dan penuh konsentrasi, seorang pelaku yoga diajarkan untuk membangun seluruh bagian tubuh maupun jiwanya. Secara ilmiah, olah fisik yoga terbukti mampu memperbaiki, memperkuat, dan memaksimalkan fleksibilitas otot. Berbagai gerakan yoga berefek positif

bagi peredaran darah, memudahkan

penyerapan gizi, serta membersihkan racun dari berbagai bagian tubuh. Sementara dari sisi psikologis yoga meningkatkan konsentrasi, fokus, dan meningkatkan keseimbangan jiwa, ketenangan, juga kepuasan (Lebang, 2010).

Menurut Pangkalan (2008), melakukan yoga secara umum merupakan cara yang baik untuk mengatasi insomnia. Latihan yoga mengalahkan stres yang merupakan penyebab utama gangguan tidur. Melalui latihan fisik yang menenangkan, teknik pernapasan dan relaksasi, seseorang dapat memperbaiki pola tidur tanpa menggunakan obat tidur yang akan mempengaruhi siklus tidur alami.

Dalam penelitian ini, latihan yoga yang diberikan kepada lansia sesuai dengan kondisi fisik lansia, latihan yoga dengan gerakan yang pelan-pelan yang dikombinasikan dengan latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi peregangan otot serta relaksasi kelompok otot. Latihan yoga dapat menstimulasi respon relaksasi baik fisik

maupun psikologis. Respon tersebut

dikarenakan terangsangnya aktivitas sistem saraf otonom parasimpatis nuclei rafe yang terletak di separuh bagian bawah pons dan di medula sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan

darah, dan frekuensi pernapasan dan

peningkatan serotonin. Perangsangan pada beberapa area dalam nukleus traktus solitarius, yang merupakan region sensoris medulla dan pons yang dilewati oleh sinyal sensorik visceral yang memasuki otak melalui saraf-saraf vagus dan glosovaringeus, juga menimbulkan keadaan tidur (Purwanto, 2007).

Latihan yoga dapat memunculkan

keadaan tenang dan rileks dimana gelombang otak mulai melambat semakin melambat akhirnya membuat seseorang dapat beristirahat dan tertidur. Kondisi inilah yang akan mempengaruhi terjadinya penurunan tingkat insomnia pada lansia. Pada saat dilakukan pre test dan post test terlihat terjadi penurunan tingkat insomnia. Hasil observasi terhadap lansia sebelum diberi yoga menunjukkan bahwa responden sering terbangun pada waktu tidur malam. Pada waktu tidur, sering responden mengalami mimpi. Apabila sudah terbangun dari tidur, responden sulit untuk tidur kembali, sehingga pada di waktu pagi hari, responden merasa tidak bugar. Kondisi yang demikian menjadikan responden manjadi kurang tidur apabila diukur dengan waktu lama responden tidur. Lama tidur responden banyak yang tidur antara 4 jam - 5 jam.

Dari hasil pre test peneliti menunjukkan bahwa sebelum mengikuti yoga responden banyak mengalami insomnia sedang yaitu sebanyak 10 responden. Adanya terapi yoga

terhadap responden dapat memberikan

pengaruh terhadap insomnia responden. Perbedaan tingkat insomnia pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan yoga pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak melakukan yoga, rata-rata skor insomnia lansia sebelum perlakuan sebesar 13,60, skor tersebut sedikit naik sebesar 14,00 setelah perlakuan.

Berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t hitung sebesar -1,000 dengan p-value sebesar 0,334. Terlihat bahwa p-value 0,334 > α (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

(10)

Pengaruh Yoga Terhadap Tingkat Insomnia Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Berdasarkan uji t independen, diperoleh nilai t hitung sebesar -3,163 dengan p-value sebesar 0,004. Oleh karena p-value 0,004 < (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia sesudah melakukan yoga antara kelompok intervensi dan kontrol pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Ini juga berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan yoga terhadap tingkat insomnia lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

Beberapa penyebab insomnia yang lebih banyak terdapat pada orang tua dari pada orang-orang muda, karena rasa bosan dan tidak aktif, kurang harga diri, atau tujuan hidup, perasaan tidak berguna, sakit dan rasa tidak enak, kehilangan keluarga dan teman, rasa takut yang sangat umum, yaitu meninggal pada saat tidur, disertai kecemasan. Perempuan lebih sering mengalami Insomnia dari pada laki-laki, pada umum nya perempuan lebih relative mudah cemas dari pada laki-laki karena perempuan cenderung lebih perasa dan lebih bisa menempatkan dirinya dalam berbagai situasi (Joewana, 2005).

Pada sebagain besar kasus insomnia permasalahanya emosional, setres, kecemasan, kegelisahan yang dalam, biasanya karena

memikirkan permasalahan yang sedang

dihadapi.

Insomnia lebih sering terjadi pada usia di atas 60 tahun. Lansia beresiko mengalami

insomnia karena proses menua yang

menyebabkan perubahan pola tidur dan bangun terganggu. Semakin bertambahnya umur lansia semakin kesulitan untuk tidur. Pola tidur dan bangun sering berubah sewaktu anda menjadi lebih tua karena rasa bosan dan tidak efektif, terutama jika dulunya orang yang aktif. Rasa bosan dan tidak aktif biasanya disebabkan oleh masa pensiun, atau jika pasangan hidup anda meninggal dan tidak mempunyai teman untuk melakukan sesuatu bersama-sama, oleh karena itu, tidak heran bahwa insomnia sangat umum diantara orang-orang tua, dan sayang sekali banyak orang yang mengatasi insomnia dengan obat tidur.

Berdasarkan fakta diatas peneliti

menyimpulkan bahwa lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran dan tidak diberikan yoga tidak

mengalami penurunan tingkat insomnia. Hal ini disebabkan oleh faktor psikis berupa kecemasan, setres psikologis, ketakutan dan ketegangan emosional. Apalagi lansia yang tinggal dipanti memiliki stresor tambahan yaitu mereka harus mampu beradaptasi dengan teman sekamar, penghuni lain, staf atau pengelola panti, kegiatan dipanti, aturan yang berlaku dipanti, dan lingkungan fisik panti (Maryam, 2008).

Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan rancangan Quasi eksperimen sehingga peneliti tidak bisa mengendalikan adanya variabel lain yang

dapat mempengaruhi tingkat insomnia,

misalnya seperti, stress emosional, motivasi dan masalah yang berbeda-beda dari setiap responden sehingga peneliti melakukan wawancara pada lansia sebelum diberikan perlakuan untuk mengontrol adanya variabel lain.

KESIMPULAN

Ada perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah diberikan yoga pada kelompok intervensi dengan p-value sebesar 0,000.

Tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dengan p-value sebesar 0,334.

Ada pengaruh yoga terhadap insomnia lansia dengan value 0,004. Oleh karena p-value 0,004 <  (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia lansia sesudah diberikan yoga antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

SARAN

Bagi petugas di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, diharapkan dapat menerapkan yoga sebagai salah satu intervensi dalam mengatasi gangguan tidur (insomnia) pada lansia.

Bagi lansia, diharapkan dapat melakukan

yoga secara mandiri dalam mengatasi

gangguan tidur (insomnia).

Bagi peneliti lain, mengingat masih adanya keterbatasan dari penelitian yang telah

(11)

dilakukan, maka diharapkan penelitian lebih lanjut dapat melakukan pengendalian yang lebih intensif terhadap variabel lain yang dapat mempengaruhi tingkat insomnia, misalnya seperti, stress emosional, motivasi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] American Insomnia Association. 2002. American Insomnia Association treatmen.

Available online at http//www.

Americaninsomniaassociation.org (diakses 02 Maret 2014)

[2] Amir, Nurmiati. 2007. Gangguan Tidur

pada Lanjut Usia Diagnosis dan

Penatalaksanaan. Cermin Dunia

Kedokteran No. 157 hal 197

[3] Azizah, Lilik. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graham Ilmu

[4] BPS. 2013. Jumlah lansia meningkat. From : http://www.bps.go.id.(diakses 02 Maret 2014)

[5] Darmodjo, et al. 2006. Buku Ajar: Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

[6] Dempsey, Patricia Ann & Arthur D. Dempsey. 2002. Riset Keperawatan Buku Ajar & Latihan. Edisi 4. Jakarata : EGC [7] Diah, Susanti Raini. 2009. Perbedaan

tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan relaksasi otot progresif (Progresive muscle relaxation) di bpstw

ciparay bandung. Jurnal Fakultas

Kesehatan Universitas Padjadjaran

Bandung. Retieved Maret, 2014, From: http://pustaka. Unpad.ac.id

[8] Gunawan. 2005. Insomnia: ganguan sulit tidur. Jogjakarta: Kanisius

[9] Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika

[10] Ide, Pangkalan. 2008. Seri Bodytalk-Yoga Insomnia. Jakarta : Media Komputindo [11] Indriana, Yeniar. 2012. Gerontology &

Progeria. Yogyakarta: Putaka Pelajar. [12] Joewana, Satya. 2005. Gangguan Mental

& Perilaku. Jakarta : EGC

[13] Kozier dan Synder. 2004. Fundamental of

nursing: Concpt, process and

practice.Canada: Upper Saddle River. [14] Lebang, Erikar. 2013. Olahraga Dan

Yoga.Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara

[15] Maryam, Siti, dkk. 2008. Mengenal Lanjut Usia dan Perawatannya. Jakarta Salemba Medika.

[16] Mubarak, Wahid Iqbal. dkk. 2006. Ilmu

Keperawatan Komunitas 2. Jakarta:

Sagung Seto

[17] Notoadmodjo, Soekidjo. 2012.

Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

[18] Nugroho, Wahjudi. 2007. Keperawatan gerontik. Jakarta: EGC

[19] Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan : Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

[20] Potter. Patricia dan Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental of nursing: concept, process,and practice. 4/E (Terj. Yasmin Asih, et al). Jakarta : EGC

[21] Prasadja. 2009. Ayo bangun dengan bugar karena tidur yang benar. Jakarta : Hikmah [22] Purwanto. 2007. Terapi insomnia.

http//klinis.wordpress.com. (diakses 20 Maret 2014)

[23] Rafknowledge. 2004. Insomnia dan gangguan tidur lainya. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo.

[24] Sani, Rachmat. 2012. Yoga Untuk Kesehatan. Semarang: Dahara Prize [25] Shindu, Pujiastuti. 2013. Yoga Untuk

Hidup Sehat. Bandung:PT Mizan Pustaka [26] Stanley, Mickey dan Beare, P.G. 2007.

Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisis 2. Jakarta : EGC.

[27] Suardiman, Siti Partini. 2011. Psikologi usia lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

[28] Sudoyo, Aru. 2007. Ilmu Penyakit dalam Jilid III. Jakarta : FKUI

[29] Sugiyono. 2012. Statistika untuk penelitian Bandung: Alfabeta.

[30] Susilo, Yekti. 2011. Cara Mengatasi Insomnia. Yogyakarta : Andi Offset [31] Widya. 2010. Mengatasi insomnia: cara

mudah mendapatkan kembali tidur

nyenyak anda. Yogyakarta: Kata Hati. [32] Widyantoro. 2010. Yoga yuk, biar fit.

Jakarta: Raketindo Primedia Mandiri [33] Wirawanda, Yudha. 2014. Kedahsyatan

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok perlakuan lansia yang mengalami insomnia berat menurun menjadi 0%, lansia yang mengalami insomnia sedang sebesar

Bagi para petugas Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo untuk dapat semakin membantu meningkatkan kebermaknaan hidup lansia misal dengan cara memberikan penghargaan kepada

Kesimpulan penelitian ini adalah latihan keseimbangan postural dengan menggunakan ankle strategy exercise berpengaruh terhadap peningkatan keseimbangan postural pada

Sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan pengaruh pada pemberian senam Yoga dengan senam ThaChi terhadap penurunan resiko jatuh pada lansia sebelum dan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat insomnia yang secara statistik signifikan antara lansia yang mengalami

Berdasarkan distribusi frekuensi fungsi kognitif lansia dengan dimensia sebelum senam otak dapat disimpulkan bahwa dari 32 lansia di Unit Pelayanan Sosial Lanjut

Kualitas hidup pada kelompok intervensi sebagian besar adalah baik sebanyak 18 responden (90,0%), sedangkan pada kelompok kontrol responden yang memiliki kualitas hidup cukup

Skala nyeri sendi pada lansia di Unit Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wening Wardoyo Ungaran sebagian responden sesudah diberikan intervensi stretching adalah