• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siswa Indonesia begitu asing terhadap isu efek rumah kaca?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Siswa Indonesia begitu asing terhadap isu efek rumah kaca?"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Siswa Indonesia begitu asing terhadap isu efek rumah kaca?

Tim PISA Puspendik dan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan

Programme for International Students Assesment atau PISA merupakan survei yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) setiap tiga tahun sekali dalam rangka membandingkan capaian sejumlah negara berdasarkan performa siswa dari tiga aspek pengukuran utama, yakni sains, membaca, dan matematika. Selain dilakukan untuk mengukur bagaimana siswa bisa memproduksi wawasan tertentu, asesmen yang diberikan kepada siswa berusia 15 tahun ini juga dilakukan untuk menilai seberapa baik kemampuan siswa dalam memprediksi situasi tertentu berdasarkan apa yang telah mereka pelajari dan bagaimana cara mengaplikasikannya. PISA 2015 berfokus pada isu sains, sementara kemampuan membaca; matematika; serta gabungan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) di dalamnya menjadi area minor dalam asesmen.

At a time when science literacy is increasingly linked to economic growth and is necessary for finding solutions to complex social and environmental problems, all citizen, not just future scientist adn engineers, need to be willing and able to confront science-related dilemmas.

-PISA, 2015

Survei keterpopuleran siswa akan wawasan dasar terkait isu-isu lingkungan

Untuk mengukur kesadaran siswa dan pengetahuan mereka mengenai isu lingkungan tertentu yang kompleks, siswa diminta untuk memilih tingkat pengetahuan dan kemampuan mereka menjelaskan tujuh isu lingkungan yang kompleks yang terdiri dari: i) peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, ii) organisme rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO), iii) limbah nuklir, iv) akibat penggundulan hutan untuk kegunaan tanah lainnya, v) polusi udara, vi) kepunahan tanaman dan hewan, dan vii) kekurangan air.

Item terkait keterpopuleran siswa terkait isu lingkungan

(2)

2

Bagian 1 - Keterpopuleran siswa Indonesia terhadap konsep-konsep sains

berdasarkan proporsi internasional

Ada pola yang menarik dalam hal pengetahuan siswa terhadap isu dalam lingkup sains yang berhubungan dengan lingkungan hidup dari segi perbedaan proporsi siswa Indonesia dibandingkan dengan proporsi keseluruhan partisipan PISA secara internasional.

1.1 Isu terkait lingkungan hidup mana yang paling diketahui siswa terbanyak di Indonesia (atau isu mana yang memiliki proporsi siswa yang terbesar dari mereka yang

mengindikasikan bahwa mereka “tahu betul” mengenai isu tersebut?

Isu yang paling dikenal paling banyak siswa Indonesia adalah isu Polusi Udara. Sampai sebanyak 26.2% siswa Indonesia menyatakan mereka “tahu betul” mengenai isu tersebut dan dapat menjelaskannya dengan baik. Berikutnya, siswa Indonesia paling mengenal isu Kepunahan Tanaman dan Hewan (22.5% menyatakan sangat mengetahui isu), isu Kekurangan Air Bersih (21.5% sangat mengetahui), dan isu Penebangan Hutan (20.6% sangat mengetahui). Bisa dilihat bahwa dari tujuh isu yang direferensikan dalam survey PISA, memang empat isu di atas adalah masalah lingkungan hidup yang sangat lazim terjadi di Indonesia dan mungkin sudah lebih banyak diintegrasikan ke dalam kurikulum nasional.

Meskipun begitu, untuk ketujuh isu-isu lingkungan yang ditanyakan, proporsi siswa Indonesia yang menyatakan bahwa mereka tahu betul dengan isu ini lebih rendah secara signifikan berdasarkan statistik dari rata-rata proporsi siswa secara internasional. Contohnya, meskipun sekitar 26.2% siswa di Indonesia mengaku sangat familiar dengan isu Polusi Udara, berdasarkan rerata internasional sampai 40% siswa partisipan PISA menyatakan sangat familiar dengan isu ini. Serupa dengan hal ini, meskipun sekitar 20.6% siswa Indonesia sangat mengenal isu Penebangan Hutan, tapi rerata internasional menyatakan 32.9% dari seluruh siswa partisipan PISA ternyata sangat familiar dengan isu ini.

(3)

3

1.2 Isu terkait lingkungan hidup mana yang pada umumnya lebih asing tapi lebih

diketahui siswa Indonesia (atau isu mana yang memiliki proporsi siswa yang terkecil dari mereka yang mengindikasikan bahwa mereka “tidak pernah mendengar” mengenai isu tersebut?

Seperti yang telah disebutkan di atas, meskipun untuk semua tujuh isu lingkungan hidup yang ditanyakan dalam survey PISA ini proporsi siswa yang mengindikasikan bahwa mereka sangat familiar dengan isu yang disebutkan lebih rendah dari rerata proporsi internasional, ada hal menarik dari pola proporsi siswa Indonesia yang “tidak pernah mendengar” mengenai beberapa isu tertentu ketika dibandingankan dengan rerata internasional.

Pada tiga buah isu—Polusi Udara, Kekurangan Air Bersih, dan Penebangan Hutan—secara proporsi dibandingkan rerata proporsi internasional, lebih sedikit siswa Indonesia yang menunjukkan bahwa mereka "belum pernah mendengar" isu-isu ini. Hal ini dapat dijelaskan oleh kelaziman atau seringnya masalah ini dihadapi masyarakat atau pun diangkat sebagai isu lingkungan hidup yang memerlukan perhatian di berbagai daerah di Indonesia.

Untuk isu-isu Kekurangan Air Bersih dan Penebangan hutan, meskipun lebih banyak siswa Indonesia yang punya pengetahuan mengenai isu ini, perbedaannya secara proporsi tidak signifikan secara statistika. Akan tetapi, perbedaan proporsi terkait pengetahuan isu Polusi Udara signifikan secara statistik. 4,7% dari seluruh siswa partisipan PISA secara internasional belum pernah mendengar tentang isu ini, dibandingkan hanya 0,4% siswa Indonesia yang menyatakan hal yang sama. Ini adalah persentase yang jauh lebih rendah. Dari segi proporsi, dapat dikatakan jauh lebih banyak siswa Indonesia punya lebih banyak pengetahuan mengenai Polusi Udara ini, meskipun hal ini tidak menjamin kemampuan mereka untuk menjelaskan masalah ini secara konseptual.

(4)

4

1.3 Isu lingkungan hidup yang mana yang paling tidak dikenal oleh siswa di Indonesia (isu dengan proporsi siswa Indonesia terbesar yang mengindikasikan bahwa mereka “tidak pernah mendengar” isu tersebut)?

Tiga isu yang paling banyak belum pernah didengar siswa adalah isu sampah nuklir,

penggunaan organisme hasil rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO), dan isu yang seharusnya lazim di antara siswa, isu efek rumah kaca. Isu sampah nuklir merupakan isu lingkungan hidup yang belum pernah didengar oleh sebanyak 33% siswa Indonesia,

sementara sebanyak 25% siswa Indonesia tidak punya pengetahuan atau “belum pernah mendengar” tentang isu GMO, dan sampai 21% siswa Indonesia tidak pernah mendengar mengenai isu efek rumah kaca.

Tiga isu yang paling asing bagi siswa Indonesia berdasarkan proporsi internasional

Dengan kata lain, 1 dari setiap 3 siswa Indonesia dalam sampel PISA belum punya pengetahuan mengenai sampah nuklir, 1 dari setiap 4 siswa tidak memiliki pengetahuan tentang GMO, dan 1 di setiap 5 siswa mengaku tidak pernah mendengar tentang efek rumah kaca.

Sangat lazim apabila siswa dan guru Indonesia kurang akrab mengenai isu-isu lingkungan hidup dan konsep sains di belakang isu GMO dan limbah nuklir. Ini mungkin bisa dijelaskan dengan situasi konteks nasional di mana Indonesia adalah salah satu dari banyak negara yang sedikit aktifitas nuklir serta prevelansi teknologi yang memungkinkan penggunaan dan pengembangan kegiatan rekayasa genetika organisme yang lebih sistematis.

Kemudian, jika dibandingkan dengan negara-negara partisipan PISA lain dengan capaian yang lebih rendah dari Indonesia, berikut gambaran proporsi isu yang asing bagi siswa-siswa dengan capaian rendah.

(5)

5 Berdasarkan laporan PISA 2015, skor sains terendah dibawah Indonesia (403) adalah Brazil (401), Peru (397), Lebanon (386), Tunisia (386), Marcedonia (384), Kosovo (378), Algeria (378), dan Dominika (332). Grafik menunjukkan isu yang paling asing didengar oleh siswa dengan capaian rendah sama dengan rerata internasional, yaitu peningkatan gas rumah kaca, GMO, dan sampah nuklir (terkecuali isu penggundulan hutan merupakan isu paling asing oleh siswa Marcedonia). Tidak semua negara dengan capaian lebih rendah dari Indonesia lebih asing daripada Indonesia dalam mendengar isu tertentu, seperti Brazil dan Peru. Hal ini mungkin terjadi jika isu-isu tertentu mempengaruhi capaian skor secara signifikan daripada isu lainnya. Hal ini akan dipaparkan lebih lanjut dalam sub bab berikutnya.

Bagian 2 - Apakah basis kemampuan siswa cukup sampai bisa menjelaskan isu

kepada orang lain?

Selain melihat apa saja yang paling diketahui atau sama sekali tidak diketahui siswa, hasil survei PISA ini juga menghasilkan pola yang menarik seputar dasar pengetahuan siswa, khususnya tingkat pengetahuan mereka mengenai suatu isu.

Penemuan pertama adalah bahwa untuk ketujuh isu yang terdapat dalam survei, proporsi siswaIndonesia yang mengindikasikan bahwa mereka bisa menjelaskan isu ini kepada orang lain—yang menggambarkan basis pengetahuan yang cukup dan tinggi—memang lebih rendah dari rerata proporsi siswa secara internasional. Perbedaan ini pun signifikan secara statistik.

(6)

6

*Catatan: signifikansi secara statistik didapatkan bedasarkan hasil analisis z-test

Salah satu kesenjangan pengetahuan terbesar antara siswa Indonesia dan rerata internasional ada pada isu GMO. Ketika hampir 42% seluruh siswa peserta PISA menyatakan mampu menjelaskan mengenai apa itu GMO, hanya 19.7% siswa Indonesia yang menyatakan mampu menjelaskannya.

Perbedaan proporsional terbesar antara siswa Indonesia dan rerata internasional kembali ada pada isu Efek Rumah Kaca. Dilihat dari rata-rata internasional, lebih 61.1% dari seluruh siswa peserta PISA menyatakan mereka mampu menjelaskan Efek Rumah Kaca, sementara hanya 28.7% dari siswa Indonesia yang menunjukkan bahwa mereka mampu menjelaskannya. Ini berarti bahwa jauh lebih banyak siswa Indonesia yang belum menguasai konsep sains di belakang Efek Rumah Kaca mau pun memiliki pengetahuan bahwa isu ini sedang dihadapi umat manusia secara global.

(7)

7

Bagian 3 - Keterpopuleran siswa Indonesia terhadap konsep-konsep sains

berdasarkan proporsi regional

Faktor kontekstual apa yang dapat menjelaskan atau menjadi sebuah insentif untuk meningkatkan komitmen Indonesia dalam meningkatkan kesadaran akan isu-isu lingkungan hidup dan melakukan perubahan baik pada tingkat kebijakan, sistem hukum dan sosial, kelembagaan, maupun tingkat praktek?

Menyadari pentingnya kerjasama lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan (sustainable development), Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah menekankan komitmen bersama yang berfokus pada bidang kebijakan lingkungan regional dengan prioritas tertentu, dalam program Kerjasama ASEAN dalam Lingkungan Hidup, atau ASEAN Cooperation on Environment. Dalam kerangka Sosial Budaya Komunitas ASEAN untuk tahun 2009-2015, negara-negara ASEAN berkomitmen berikut:

ASEAN akan bekerja untuk mencapai pembangunan berkelanjutan serta mempromosikan lingkungan yang bersih dan hijau dengan melindungi sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi dan sosial, termasuk juga pengelolaan yang berkelanjutan (sustainable management) dan konservasi tanah, air, mineral, energi, keanekaragaman hayati, hutan, pesisir dan sumber daya kelautan, serta peningkatan kualitas air dan udara untuk wilayah ASEAN.

Sebagai anggota dan tetangga dari negara rekan-rekan ASEAN lainnya, ada sebuah dorongan atau tekanan politis baru bagi Indonesia untuk bekerja menuju pengelolaan, manajemen, dan penggunaan sumber daya alam yang lebih bijak menuju sustainable development.

Salah satu ranah prioritas dalam kerjasama lingkungan untuk mempromosikan “pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan dan partisipasi masyarakat.” Survei siswa tentang pengetahuan siswa akan isu-isu lingkungan dalam PISA dapat berfungsi sebagai “barometer” yang unik untuk memeriksa apakah kurikulum nasional Indonesia—Kurikulum 2013—sebagai salah satu faktor dominan yang membentuk pengalaman belajar dan bersekolah siswa mampu mengatasi kebutuhan akan peningkatan pengetahuan siswa dan kepedulian terhadap lingkungan. Meskipun pendidikan lingkungan hidup bukan mata pelajaran tersendiri dalam Kurikulum 2013, sebenarnya ada banyak kesempatan untuk menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan ilmiah dan konsep berhubungan dengan isu lingkungan yang relevan.

Pada bagian berikut, laporan ini akan menyampaikan secara singkat perbandingan antara siswa ASEAN. Analisa akan berfokus pada apakah ada perbedaan proporsi siswa Indonesia dengan rerata ASEAN dan bagaimana posisi Indonesia dalam hal basis pengetahuan akan isu lingkungan hidup dibandingkan dengan negara ASEAN yang berpartisipasi dalam PISA 2015 lainya, yaitu Singapura, Thailand, dan Vietnam.

(8)

8

2.1 Isu apa yang paling dikenal siswa ASEAN dan bagaimana posisi siswa Indonesia secara komparatif?

Isu yang paling dikenal terbanyak siswa ASEAN adalah isu polusi udara dengan rerata proporsi siswa yang menyatakan mereka tahu betul akan isu ini sebesar 40.3%. Dengan kerap kali terjadinya kebakaran hutan, isu polusi udara adalah sebuah isu lingkungan hidup lintas batas yang dihadapi bersama oleh para anggota ASEAN, maka sangat diharapkan siswa-siswi ASEAN mempunyai pengetahuan mengenai isu ini. Untuk isu ini, proporsi siswa Indonesia yang "tahu betul" akan isu ini adalah proporsi terkecil dibanding Vietnam, Thailand, dan Singapura. Hanya 25% siswa Indonesia ada dalam kategori ini, sementara 32.4% siswa Thailand dan sampai 48.4% siswa Vietnam menyatakan tahu betul akan isu polusi udara.

Berdasarkan proporsi siswa yang menyatakan tahu betul akan sebuah isu, Indonesia berada di posisi terbawah dalam pengetahuan siswa untuk hampir semua isu, kecuali untuk isu GMO dan penggundulan hutan. Ini dapat disimpulkan dari observasi bahwa Indonesia mempunyai

(9)

9 proporsi terendah akan siswa yang menyatakan "tahu betul akan isu" untuk kelima isu selain penggundulan hutan dan GMO dibanding siswa Vietnam, Thailand, dan Singapura.

Sebagai contoh, isu yang paling jarang diketahui bagi siswa ASEAN adalah isu sampah nuklir, dengan rerata proporsi siswa yang menyatakan mereka “tahu betul” akan isu ini yang paling kecil dibanding dengan isu-isu lainnya. Meskipun hanya 6.33% persen siswa dari Thailand dan 5.72% siswa dari Vietnam yang menyatakan mereka tahu betul mengenai isu sampah nuklir, hanya 3.33% siswa Indonesia masuk dalam kategori itu.

2.2 Isu apa yang paling asing bagi siswa ASEAN dan bagaimana posisi siswa Indonesia secara komparatif?

Seperti yang sudah disebut di atas, isu yang paling asing untuk siswa ASEAN adalah isu sampah nuklir, dengan rerata siswa ASEAN yang belum pernah mendengar isu ini sebesar 21.3%.

Berdasarkan proporsi siswa yang menyatakan belum pernah mendengar isu yang ditanyakan, Indonesia masih juga terbawah untuk semua isu kecuali isu penggundulan hutan. Dalam hal ini, Indonesia mempunyai proporsi siswa terbesar yang menyatakan mereka belum pernah mendengar mengenai semua isu kecuali penggundulan hutan dibanding ke 3 negara ASEAN lainnya.

Perbedaan proporsional yang sangat mencolok ada pada isu efek rumah kaca. Untuk isu ini, proporsi siswa Indonesia yang "belum pernah" mendengar mengenai isu ini sampai 21.6%--lebih tinggi sampai 14.1% dari siswa Thailand. Hanya 7.5% siswa Thailand yang sama sekali tidak tahu mengenai isu efek rumah kaca. Dalam hal ini, Vietnam unggul dengan hanya 3.5% siswa yang mereka yang sama sekali belum pernah mendengar mengenai isu ini, bahkan lebih kecil dari proporsi siswa Singapura (4.1%).

(10)

10

Bagian 4 - Hubungan Tingkat Pengetahuan Isu Lingkungan dengan Rerata

Skor Sains dalam tes PISA

Dalam analisa pendahuluan ini, pertanyaan yang ingin ditelusuri adalah apakah perbedaan atau variabilitas tingkat pengetahuan siswa akan isu-isu lingkungan terkait dengan perbedaan atau variabilitas kinerja siswa dalam pencapaian nilai sains pada PISA. Dengan kata lain, apakah tingkat pemahaman atau pengenalan siswa mengenai isu lingkungan hidup bisa memberikan informasi yang berarti mengenai pencapaian siswa dalam skor sains. Akan sangat menarik untuk bisa mengetahui bahwa pengetahuan siswa terhadap isu lingkungan yang berbasis persepsi mereka ternyata sama sekali tidak berhubungan atau malah berhubungan sangat erat dengan pencapaian mereka dalam sains dalam tes PISA.

Untuk ini, analisa yang dilakukan menggunakan data rerata skor sains untuk setiap kelompok siswa berdasarkan tingkat pengetahuan mereka terhadap ketujuh isu tersebut dari setiap negara untuk tahun 2015. Berikut ini adalah persamaan regresi sederhana yang dibentuk yang memprediksi rerata kelompok skor sains (ditunjukkan oleh N) sebagai fungsi dari tingkat pemahaman kelompok akan setiap isu:

Untuk setiap isu i,

Ni = βi0 +βi1 X1 +βi2 X2+βi3 X3 +ε

di mana X1, X2, dan X3 menunjukkan variabel dummy dari kategori tingkat pemahaman siswa (0

atau 1) dengan referensi atau null hypothesis menunjukkan rerata nilai skor kelompok siswa yang menyatakan bahwa mereka tahu betul mengenai isu i. Dalam persamaan ini:

βi0 adalah koefisien yang memprediksi rerata kelompok skor sains siswa yang sangat

mengetahui mengenai isu i;

βi1 adalah koefisien efek pada rerata kelompok skor sains siswa yang menyatakan mereka

“pernah dengar dan bisa menjelaskan” isu i (X1 bernilai 1);

βi2 adalah koefisien efek pada rerata kelompok skor sains siswa yang menyatakan mereka

“pernah dengar tapi tidak bisa menjelaskan” isu i (X2 bernilai 1)

βi3 adalah koefisien efek pada rerata kelompok skor sains kelompok siswa yang menyatakan

mereka “tidak pernah dengar dan tidak bisa menjelaskan” isu i (X3 bernilai 1).

Hasil analisa sederhana ini menyatakan bahwa pada umumnya untuk seluruh partisipan PISA, persepsi siswa mengenai pemahaman mereka terhadap isu lingkungan hidup berpengaruh pada skor sains yang dicapai. Besar efek berbeda-beda untuk setiap isu nya.

Hasil 1: Peningkatan gas-gas rumah kaca di atmosfer. Untuk peningkatan gas-gas rumah kaca, menurut hasil PISA rerata kelompok skor sains siswa yang tahu betul mengenai isu ini adalah 515.19 poin, sementara untuk kelompok siswa yang menyatakan mereka tidak pernah mendengar isu ini, skor mereka lebih rendah sampai 120.8 poin dibanding rerata kelompok siswa yang tahu betul mengenai isu ini. Hubungan ini pun signifikan secara statistik. Perbedaan

(11)

11 rerata skor antar kelompok siswa berdasarkan tingkat pengetahuan terhadap isu ini (120.8 poin) adalah perbedaan skor yang terbesar dibandingkan perbedaan skor antar dua kelompok siswa tersebut untuk keenam isu lainnya.

Dapat ditarik kesimpulan untuk ditelaah lebih lanjut bahwa isu efek rumah kaca ini kemungkinan adalah suatu isu yang sebenarnya seharusnya cukup lazim dikenal siswa, sehingga ketidaktahuan siswa akan isu tersebut menjadi indikator yang cukup kuat akan pengetahuan siswa secara umum mengenai konsep-konsep atau fakta sains lainnya, yang tercermin dalam pencapaian sains mereka dalam tes PISA yang relatif rendah.

Dengan kata lain, ketika dalam sebuah negara proporsi siswa yang tahu betul mengenai isu efek rumah kaca itu relatif rendah, dan proporsi siswa yang menyatakan belum pernah mendengar isu ini relatif tinggi, akan dapat diprediksikan bahwa rerata skor sains negara tersebut akan relatif lebih rendah dibanding dengan negara-negara yang proporsi siswa yang sangat mengetahui isunya tinggi, dan proporsi siswa yang belum pernah mendengar isunya rendah.

Dalam hal ini, isu efek rumah kaca bisa dikatakan adalah salah satu isu indikator. Yang dapat diketahui dari analisa sederhana yang dipaparkan di sini hanyalah bahwa tingkat pengetahuan siswa akan isu indikator ini berdampak secara besar dan signifikan pada pencapaian skor siswa dalam sains. Tetapi, pada saat seorang atau sekelompok siswa mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi atau rendah akan isu indikator ini, perlu dianalisa lebih lanjut apakah ini mencerminkan atau bisa menjadi barometer kekuatan dan kualitas kurikulum, kualitas pembelajaran dalam kelas, atau kualitas pengajaran guru, atau pun faktor lainnya?

Analisis Regresi keterpopuleran siswa pada tujuh isu sains terhadap capain siswa

Sampah nuklir GMO Efek rumah kaca Penggundulan hutan Kekurangan air bersih Kepunahan tanaman & hewan

Polusi Udara

(Konstan) 488,087 499,732 515,19 502,175 485,637 489,823 493,037

Pernah dengar bisa menjelaskan

-6,477* -10,937* -28.459 -27,237 -7,641* -15,734* -23,764

Pernah dengar tidak bisa menjelaskan

-24,988 -37,655 -82.999 -74,761 -40,570 -53,811 -78,509

Belum pernah dengar

-69,251 -66,557 -120.811 -106,628 -81,550 -98,284 -112,640

1) Variable dependen adalah rerata skor sains siswa menurut basis pengetahuan akan isu lingkungan hidup

(12)

12 Hasil 2: Rekayasa Genetika Organisme. Jika sebuah isu indikator adalah isu lingkungan yang seharusnya sangat lazim dan diketahui siswa, dan sebagai konsekuensinya tingkat pengetahuan siswa bukan hanya berpengaruh secara signifikan tetapi juga mempunyai efek yang besar terhadap pencapaian skor sains mereka, berarti isu lingkungan di mana tingkat pengetahuan siswa akan isu tersebut berefek relatif kecil terhadap skor sains siswa mungkin menjadi pertanda bahwa isu-isu lingkungan tersebut memang tidak lazim atau tidak banyak diketahui siswa. Dengan kata lain, isu-isu yang memang asing atau tidak banyak diketahui oleh mayoritas siswa peserta PISA tidak akan menjadi indikator literasi sains siswa atau tidak akan mempunyai efek yang terlalu besar dalam skor sains mereka.

Hipotesa atau garis pemikiran ini memang ternyata didukung oleh data hasil tes PISA. Isu yang paling asing atau tidak dikenal peserta PISA pada umumnya adalah isu GMO. Ini berdasarkan observasi proporsi dua kelompok siswa peserta PISA: yang tahu betul akan isu dan sebaliknya yang belum pernah mendengar isu. Secara internasional, hanya 12.6% siswa (proporsi terkecil di antara ketujuh isu) yang menyatakan tahu betul akan isu GMO, sementara sampai sebesar 20.7% siswa (proporsi terbesar di antara ketujuh isu) menyatakan belum pernah mendengar isu ini.

Dalam analisa regresi pun dapat terlihat, secara internasional untuk isu rekayasa genetika organisme, rerata skor sains kelompok siswa yang tahu betul mengenai isu ini adalah 499.73 poin. Untuk kelompok siswa yang menyatakan mereka tidak pernah mendengar isu ini, perbedaan skor mereka lebih rendah hanya 66.6 poin dibanding mereka yang tahu betul mengenai isu ini (bandingkan dengan perbedaan skor lebih rendah sampai 120.8 poin untuk isu efek rumah kaca), meskipun efek ini juga signifikan secara statistik. Perbedaan rerata skor antar kelompok siswa berdasarkan tingkat pengetahuan terhadap isu GMO adalah perbedaan yang terkecil dibandingkan perbedaan skor antar dua kelompok siswa untuk isu-isu lainnya. Kesimpulannya adalah bahwa meskipun menurut OECD isu rekayasa genetika organisme adalah salah satu pengetahuan penting untuk pembekalan siswa dalam menghadapi kehidupan dan tantangan di abad ke-21, isu GMO ini adalah isu non-indikator bagi skor sains siswa.

(13)

13

Diskusi & Implikasi Kebijakan

Melalui survei siswa PISA, negara yang berpartisipasi dapat melihat isu kompleks berkaitan dengan lingkungan yang mana yang sudah dipahami siswa, dan isu-isu lain yan mana yang harus perbaiki baik dari segi pencakupannya dalam kurikulum mau pun efektifitas pengajarannya. Bagi siswa Indonesia sendiri, seperti yang telah dipaparkan bahwa isu peningkatan gas-gas rumah kaca di atmosfer menjadi salah satu isu yang paling tidak populer terutama dibanding negara-negara ASEAN lainnya. Bersamaan dengan hal ini, prediksi perbedaan rerata skor pada siswa yang tidak pernah mendengar isu ini juga cukup tinggi, yakni hingga 120.811 poin. Artinya, memperkenalkan isu peningkatan gas-gas rumah pada siswa (berusia 15 tahun) diharapkan dapat memberikan implikasi yang cukup signifikan dalam meningkatkan rerata skor sains siswa Indonesia.

Jika melihat proporsi jumlah siswa Indonesia yang mengikuti tes PISA 2015, proporsi siswa kelas 9 (54,51%) lebih banyak daripada siswa kelas 10 (45,49%) (ACDP Indonesia). Untuk itu, memperhatikan kurikulum pembelajaran saat ini menjadi hal dapat membantu evaluasi. Berdasarkan Permendikbud tahun 2014, isu efek rumah kaca menjadi salah satu kegiatan pembelajaran siswa tingkat menengah atas dalam silabus Mata Pelajaran Peminatan-Biologi untuk Kelas X.

Mendiskusikan tentang pemanasan global, penipisan lapisan ozon dan efek rumah kaca apa penyebannya dan bagaimana mencegah dan menanggulanginya.

-Permendikbud No. 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah

Sementara itu, pada silabus maupun buku-buku panduan IPA untuk siswa tingkat menengah pertama tidak ditemukan isu efek rumah kaca-dan atau peningkatan gas-gas rumah kaca di atmoster- sebagai salah satu sub bab yang perlu dipahami siswa. Dengan kata lain, membantu siswa mendapatkan pemahaman yang mumpuni terkait isu yang lazim bagi siswa-siswa di negara lain (terutama ASEAN) ini menjadi hal yang perlu dipertimbangkan

Reference

http://environment.asean.org/about-us-2/ http://www.acdp-indonesia.org

Permendikbud 2014

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan doktrin-doktrin hukum tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya diskresi merupakan kebebasan bertindak atau kebebasan mengambil keputusan

Sebagai salah satu amal usahanya melalui lembaga pendidikan tinggi, Muhammadiyah seperti di tegaskan Haedar Naser (2018:1), harus mampu mengusung paham Islam

Sampel yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok variabel, yaitu kelompok I resin komposit tanpa serat, kelompok II resin komposit nanofil dengan penambahan

Jenis penelitiannya menggunakan deskriptif kualitatif, di mana peneliti mendeskripsikan dan mengkontruksi wawancara – wawancara mendalam terhadap dari fokus penelitian yang

Faktor berikutnya adalah penjaminan pemerintah dan pembagian alokasi risiko yang tepat, dimana sudah diimplementasikan dengan pembentukan PT Penjaminan Infrastruktur

Aktivitas siswa yang meningkat dari tiap pertemuan pembelajaran yang dilakukan itu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (1) siswa sudah mulai terbiasa dengan penera- pan

Purpose: The study aimed to analyze the correlation between individual hygiene of the students and characteristics of the student’s parents, and the worm infestation

Hasil pengamatan terhadap laju infeksi penyakit busuk rimpang pada tanaman jahe ini sesuai dengan hasil pengamatan intensitas penyakit, yaitu perlakuan agensia hayati baik