• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERAN PEMBIMBINGKEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI PERAN PEMBIMBINGKEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

IMPLEMENTASI PERAN PEMBIMBINGKEMASYARAKATAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

(Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo)

OLEH :

INTAN KARANGAN

B111 11 019

BAGIAN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

(2)

HALAMAN JUDUL

IMPLEMENTASI PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK ( Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo)

Disusun oleh dan diajukan oleh :

INTAN KARANGAN B11111019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalm rangka Penyelesaian studi sarjana pada Bagian Hukum Pidana

Program Studi Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2015

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

INTAN KARANGAN (B11111019), Implementasi Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. (Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo) di bawah bimbingan Syamsuddin Muchtar sebagai Pembimbing I dan Hj. Haeranah sebagai pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmanakah implementasi peran petugas pembimbing kemasyarakatan menurut undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan faktor-faktor yang menghambat petugas pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan peranya sebagai pembimbing kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo.

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo, dengan melakukan wawancara dengan petugas pembimbing kemasyarakatan khususnya yang menangani klien anak terkait perannya sebagai pembimbing kemasyarakatan menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, serta data dokumen-dokumen dari instansi terkait dan peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi peran pembimbing kemasyarakatan menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Bapas Kelas II Palopo belum berjalan secara optimal karena undang-undang ini masih termasuk baru serta adanya faktor-faktor yang menjadi penghambat seperti jumlah pembimbing kemasyarakatan yang tidak seimbang dengan jumlah pekerjaan dan luas wilayah kerja Bapas, juga belum tersedianya sarana dan prasarana seperti LPKS dan LPKA yang dapat mendukung pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan.

(7)

ABSTRACT

INTAN KARANGAN ( B11111019) Implementation of the role of supervising officer community based on the Law Number 11 of 2012 ( Study case in the Central Penitentiary Class II Palopo) in guidance of Syamsuddin Muchtar as guide I and Haeranah as guide II,

This Research aims to determine Implementation of the role of supervising officer community based on the Law Number 11 of 2012 on the Children Cryminal Justice system and factors that inhibit the supervising officer community in Palopo City

The research was conducted in the Central Penitentiary Class II Palopo by conducting interviews with community mentor officer which handles childrens client -related his roles as mentor based on Law Number 11 of 2012 on Criminal Justice System as well as documents from relevant agenciens dan legislation.

The results of this research indicate that the role of supervising officer based on Law Number 11 of 2012 is not working optimally yet because of this law is classified as new thing and as well as the factors that constrain suchs as the number of community mentors who spacious work areas Correctional Agency, also unavaialability infrastructure such as LPKS and LPKA that can facilitatie the task of social.

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Salam Sejahtera

Puji Tuhan dengan penuh syukur penulis panjatkan sebesar-besarnya kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, kasih dan pertolonganNya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik sebagai persyaratan wajib bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin guna memperoleh gelar sarjana hukum.

Mengawali penulisan skripsi ini dengan judul “Implementasi Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo”. Dimana dalam tahap penyelesaian mulai dari awal hingga akhir tidaklah dijalani dengan mudah, melainkan membutuhkan usaha, kerja keras, dan butuh kesabaran dalam proses penyelesaiannya. Dalam setiap perjalanan penulis senantiasa berpegang teguh pada sebuah keyakinan dan prinsip bahwa “bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa!” (Roma 12:12). Karna dalam meraih sebuah kesuksesan haruslah di awali dengan doa, ketekunan, pengharapan serta usaha kerja keras agar kita dapat mencapai puncak kesuksesan.

Penulis sadari bahwa sebagai manusia biasa tidak akan sanggup memenuhi segala kebutuhan secara sempurna tanpa bantuan dan

(9)

dukungan dari semua pihak . Dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir ini selalu ada orang-orang yang luar biasa yang selalu membantu dan berpartisipasi mengantarkan penulis masuk dalam daftar alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan segala ketulusan hati ingin menyampaikan penghormatan dan terimakasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada Ibunda tercinta Yohana Randa dan Ayahanda tercinta Daniel Frans Karangan yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik sehingga membentuk kepribadian dan kedewasaan penulis serta memberikan dorongan dan mengiringi setiap usaha-usaha ananda dengan ketulusan doa dalam meraih cita-cita. Ananda tidak akan mampu membayar semua yang telah diberikan, hanya doa dan harapan senantiasa terucap semoga Tuhan selalu membalas ketulusan doa kedua orang tua penulis dan senantiasa memberikan kesehatan dan umur yang panjang hinggah doa tulus mereka dikabulkan untuk dapat melihat dan merasakan kebanggaan kepada ananda sebagai anaknya. Amin.

Kepada keluargaku, adik-adikku yang selalu memberikan dukungan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Hasanuddin, terimakasih kalian adalah motivasiku untuk meraih kesuksesan.

Pada kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

(10)

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf dan jajaranya.

2. Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin beserta seluruh jajaranya.

3. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar selaku Pembimbing I yang sangat membantu memberikan kritikan dan saran terhadap penulis, sesibuk apapun bapak tetap mengutamakan kewajiban utama sebagai seorang dosen memberikan didikan dan layanan yang baik terhadap mahasiswa, penulis menaruh rasa hormat dan kagum kepada bapak. 5. Ibu Hj. Haeranah, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang tentunya

sangat banyak memberikan masukan, waktu dan bimbingan selama masa revisi baik melalui skripsi maupun diskusi yang sangat berarti bagi penulis dalam peningkatankan kualitas pribadi penulis untuk menjadi seorang Sarjana Hukum. Penulis mengucapakan banyak terimakasih atas bimbingan Ibu selama ini.

6. Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana yang sangat baik dan mengerti terhadap penulis yang selalu memberikan motivasi untuk tetap berusaha dan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan selalu menjadi sosok yang selalu mendengar, melihat, dan memberikan solusi setiap keluhan mahasiswanya.

(11)

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin terkhusus Dosen Bagian Hukum Pidana , terimakasih atas setiap ilmu yang yang diberikan kepada Penulis.

8. Seluruh pegawai akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah melayani penulis dengan baik selama pengurusan berkas. 9. Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo beserta jajaranya yang

telah membantu Penulis selama proses penelitian.

10. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palopo beserta jajaranya yang telah membantu Penulis selama proses penelitian.

11. Para Pembimbing Kemasyarakatan Klien Anak Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo yang senantiasa membimbing, mendampingi dan membantu penulis selama proses penelitian.

12. Keluarga Besar Persekutuan Mahasiswa Kristen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin terimakasih sudah menjadi rumah dan keluarga selama Penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Unhas. 13. Adik terkasih Serda Fransiska Karangan, Pasau Karangan, Yunita

Karangan dan Junaedi Tibrim Karangan terimakasih sudah selalu menjadi adik-adik yang senantiasa menjadi pemberi motivasi dan penyemangat buat Penulis.

14. Sahabat-Sahabat Astrid, Vivi, Gita terimakasih sudah menjadi saudara sekaligus menjadi sahabat terbaik yang selalu setia mendampingi dan memotivasi memberikan semangat yang luarbiasa kepada penulis.

(12)

15. Teman-teman PMK FH-UH Mediasi 2011, Gita, Astrid, Vivi, Dion, Jhon, Rhony, Micky, Eva, Anis, Ita, Meita, Shela, Eden, Rere, Adit, Geby, Hendri, Eko, Prandy, Ato, Fanny, Gina, Nelwan, Dosma, terimakasih buat kebersamaan, dan semangat yang luarbiasa dari kalian semua kepada penulis, sukses selalu buat kita semua.

16. Terimakasih buat kakak Marjun Lantang dan Zeth Peta Patandean yang selalu memberikan nasihat dan setia mengingatkan penulis untuk cepat-cepat sarjana.

17. Terimakasih buat warga Mabes para senior andalang Kak Ino, Kak Verly, Kak Erick dan Ayah Dion Banga.

18. Terimakasih buat kak adwijayanti noer dan Astrid yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan sukacita luarbiasa buat pertumbuhan rohani yang boleh kita rasakan bersama selama ini . 19. Teman-teman KKN Gel.87 Desa Pattuku Kec. Bontocani Kabupaten

Bone terimakasih buat kebersamaan dan motivasi kepada penulis. 20. Terimakasih buat kakak terbaik Elky Panggalo yang selalu memberi

motivasi dan semangat kepada penulis selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Kurre buda kaka.

21. Semua pihak yang tak dapat penulis tuliskan namanya satu persatu terimakasih sebanyak-banyaknya atas segala bantuannya.

Pada akhirnya penulis mengharapkan semoga karya ini dapat menjadi awal untuk menginspirasi penulis lebih jauh untuk tetap berkarya kedepan. Untuk itu penulis sadari dengan segala keterbatasan yang penulis miliki

(13)

sebagai manusia biasa tentunya karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan yang masih membutuhkan kritikan maupun saran. Maka dengan segala kerendahan hati secara terbuka penulis menerima bentuk kritik dan saran dari para pembaca dalam penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat baik untuk diri penulis, masyarakat, bangsa dan negara kedepan.

Makassar, Februari 2015

(14)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN MENEMPUAH UJIAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULAUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 11

BAB II TINJUAN PUSTAKA ... 12

A. Sistem Peradilan Anak ... 12

a. Pengertian Anak ... 13

b. Hak Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak ... 17

c. Asas danTujuan Sistem Peradilan Anak ... 18

d. Restorative Justice ... 24

e. Diversi ... 25

f. Institusi-institusi Pelaksana Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 27

B. Pembimbing Kemasyarakatan ... 30

a. Dasar Hukum Pembimbing Kemasyarakatan ... 30

b. Syarat Pembimbing Kemasyarakatan ... 33

(15)

C. Balai Pemasyarakatan ... 35

a. Pengertian Balai Pemasyarakatan ... 36

b. Tugas, Fungsi dan Kedudukan Balai Pemasyarakatan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Lokasi Penelitian ... 42

B. Jenis dan Sumber Data ... 42

C. Teknik Pengumpulan Data ... 43

D. Analisis Data ... 44

BAB IV PEMBAHASAN ... 45

A. Deskripsi Umum Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo ... 45

B. Implementasi Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo ... 48

a. Peran Pembimbing Kemasyarakatan pada TahapanPra-Ajudikasi ... 49

b. Peran Pembimbing Kemasyarakatan pada Tahapan Ajudikasi ... 50

c. Peran Pembimbing Kemasyarakatan pada TahapanPos-Ajudikasi ... 51

d. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan ... 52

e. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Pelaksanaan Diversi... 57

f. Pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Sidang Anak. ... 64

g. Pendampingan, Pembimbingan, dan Pengawasan yang Dilakukan Pembimbing Kemasyarakatan Terhadap Anak pada Lapas Kelas II A Palopo ... 70

(16)

C. Faktor-faktor yang Menghambat Petugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam Melaksanakan TugasnyaDi Balai

Pemasyarakatan Kelas II Palopo ... 74

BAB V PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keppres No. 36 tahun 1990. Peratifikasian ini sebagai upaya negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Dari berbagai isu yang ada dalam konvensi hak anak salah satunya yang sangat membutuhkan perhatian khusus adalah anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam hukum nasional perlindungan khusus bagi anak juga diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Perlindungan anak merupakan pekerjaan penting yang harus terus dilakukan oleh seluruh unsur negara. Bentuk-bentuk perlindungan anak dilakukan dari segala aspek, mulai pada pembinaan pada keluarga, kontrol sosial terhadap pergaulan anak, dan penanganan yang tepat melalui peraturan-peraturan yang baik yang dibuat oleh sebuah negara.

Namun perjalanan panjangnya hinggah saat ini apa yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut terkendala dengan sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemerintah, misalnya penjara khusus anak yang hanya ada dikota-kota besar. Hal ini tentu saja menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak sebagaimana

(18)

diamanatkan oleh undang-undang dan konvensi anak tersebut. Selain itu kurangnya sosialisasi yang terpadu dan menyeluruh yang dilakukan kepada aparat penegak hukum termasuk kepolisian hingga ke jajajaran paling bawah menyebabkan tidak efektifnya pemberian perlindungan hukum terhadap anak.1

Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai succesor suatu bangsa.Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa.Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan periode penaburan benih, pendirian tiang panca, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan.2

Sesuai data yang dirilis UNICEF pada tahun 1995 yang mengeluarkan laporan tahunan di bawah judul “Situasi Anak–anak di Dunia. Menurut laporan itu, dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir

1 Ruben Achmad, 2005, Upaya Penyelesaian Masalah Anak Yang Berkonflik dengan Hukum,

dalam Jurnal Simbur Cahaya, Nomor 27, Tahun X, Januari, hal.24. 2

Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, hal 1.

(19)

ini, hampir 2 (dua) juta anak-anak tewas dan 4 (empat) sampai 5 (lima) juta anak-anak cacat hidup akibat perang. Di beberapa negara seperti Uganda, Myanmar, Ethiopia, dan Guatemala, anak-anak dikenakan wajib militer.

Di Indonesia, kasus mengenai anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Pada tahun 2005-2006, permasalahan seorang anak SD dari Langkat Sumatera Utara yang harus berkali-kali mengikuti persidangan karena memukuli teman sekolahnya.Kasus ini menjadi pusat perhatian publik yang mempertanyakan, layakkah seorang anak 8 tahun dihadapkan di muka pengadilan.Laporan Steven Allen3 menyatakan lebih dari 4000 anak di Indonesia diajukan ke pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan ringan seperti pencurian. Pada umumnya mereka tidak mendapatkan dukungan dari pengacara maupun dinas sosial.

Untuk menjawab berbagai tantangan dalam memberikan perlindungan pada anak, khususnya anak yang berhadapan dengan hukum, maka telah diundangkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dibandingkan dengan Undang-undang sebelumnya (Undang-undang Pengadilan Anak), Undang-undang Sistem

3

Steven Allen, 2003, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvinile Justice System) di Indonesia, UNICEF, Indonesia, hlm. 1.

(20)

Peradilan Peradilan Anak (UUSPPA) merumuskan beberapa kemajuan, diantaranya adalah: 4

a) Batas minimum usia anak untuk dapat dipidana (atau ditahan), yaitu 14 tahun;

b) Dipakainya pendekatan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara anak;

c) Adanya kualifikasi penegak hukum dalam penanganan perkara anak;

d) Jenis pidana dan tindakan;

e) Larangan untuk mempublikasikan identitas anak yang berhadapan dengan hukum.

Keberadaan anak yang demikian dilingkungan kita memang perlu mendapatkan perlindungan khususnya anak yang berhadapan dengan hukum karena pada hakekatnya anak tidak dapat melindungi dirinya dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai kehidupan.Anak harus mendapatkan perlindungan oleh individu, kelompok, organisasi sosial dan pemerintah. Khususnya yang paling utama oleh pembimbing kemasyarakatan yang mempunyai peranan penting terhadap kesejahteraan anak dan masa depannya dari

4

http://www.uajy.ac.id/berita/fakultas-hukum-uajy-gelar-seminar-nasional-menyongsong berlakunya-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak/

(21)

berbagai kesalahan penerapan hukum terhadap anak yang menghadapi masalah dengan hukum terlebih lagi dalam proses penyelesaian perkara pidana anak.5Pembimbing kemasyarakatan adalah “petugas kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan yang melakukan bimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan.6Tugas dari pembimbing kemasyarakatan diatur lebih terperinci dengan keputusan Menteri Kehakiman.

Tugas pembimbing kemasyarakatan sebagaimana di tentukan dalam pasal 65 huruf a,b,c,d,e, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penanganan anak yang bermasalah dengan hukum saat ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak ini masih dalam proses berjalan selama kurang lebih 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pada tanggal 30 juli 2014. Yang dimana Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak telah diundangkan pada tanggal 30 Juli 2012 dan telah dicatat pada Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668.

Bertolak dari kompleks berkaitan dengan perlindungan, pembimbingan, pendampingan dan pengawasan kepada seorang anak berkonflik dengan hukum atau anak yang menjadi klien (klien anak)7,

5 Humaidi Usai, 2012, Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Proses Penyelesaian Perakara Anak Fakultas Hukum Mataram, hlm.1.

6

Lilik Mulyadi,2005,Pengadilan Anak Di Indonesia Teori Praktek Dan Permasalahanya, Bandung: Mandar Maju,hlm. 24.

(22)

tentunya harus ada upaya dari berbagai pihak untuk menyelamatkan anak bangsa.

Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS. Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa ”Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.” Pengertian Klien Pemasyarakatan sendiri menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS. Pembimbingan yang dilakukan oleh BAPAS merupakan bagian dari suatu Sistem Pemasyarakatan yang diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 1995). Balai Pemasyarakatan didirikan di setiap ibukota Kabupaten atau Kotamadya.

Anak sebagai kelompok masyarakat yang paling rentan, anak-anak sesungguhnya adalah korban pertama akibat krisis acuh tak acuh dari negara8. Oleh karena itu dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum, para aparat penegak hukum senantiasa harus memperhatikan

(23)

kondisi anak yang berbeda dari orang dewasa. Sifat dasar anak sebagai pribadi yang masih labil masa depan anak sebagai aset bangsa, dan kedudukan anak di masyarakat yang masih membutuhkan perlindungan dapat dijadikan dasar untuk mencari suatu solusi alternatif bagaimana menghindarkan anak dari suatu sistem peradilan pidana formal, penempatan anak dalam penjara, dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak sebagai narapidana.

Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam penanganan perkara tindak pidana anak adalah dengan menggunakan pendekatan restorative justice, yang dilaksanakan dengan cara pengalihan (diversi). Restorative justice merupakan proses penyelesaian yang dilakukan dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban, dan pelaku , masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu tindak pidana pidana yang terjadi untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian.

Pembimbing Kemasyarakatan mempunyai tugas dan peran yang penting dalam pendamping, membimbing, serta melakukanpengawasan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum atau klien anak dalam setiap tahapan proses peradilan pidana anak. Pembimbing Kemasyarakatan sebagai petugas kemasyarakatan mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(24)

Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tugas pokok Pembimbing Kemasyarakatan adalah :

a. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan diversi, melakukan pendampingan,pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan;

b. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, baik didalam maupun di luar sidang, termasuk didalam LPAS dan LPKA;

c. Menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainya. d. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan

e. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.

(25)

Bimbingan kemasyarakatan adalah daya upaya yang dilakukan terhadap pidana bersyarat anak dan anak didik dalam menghindari terjadinya pengulangan kembali pelanggaran hukum yang dilakukannya.9 Membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal yang berdasarkan putusan hakim dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari lembaga pemasyarakatan.

Tugas-tugas tersebut merupakan suatu kegiatan pemberian bimbingan terhadap orang-orang dan anak-anak yang dikenai suatu sanksi.Bimbingan kemasyarakatan merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan yang menjiwai tata peradilan pidana dan mengandung aspek pelaksanaan bimbingan kepada para pelanggar hukum.

Oleh karena itu Balai Pemasyarakatan, khususnya pembimbing kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo, dituntut untuk melakukan tugas dan fungsinya secara maksimal dalam upaya memberikan pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan terhadap klien anak dalam setiap tahap proses peradilan pidana anak terutama dalam melakukan penelitian dan membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, baik didalam maupun di luar sidang, termasuk didalam LPAS dan LPKA.

9 Maidin Gultom, 2013, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung: PT Refika Aditama, hal.181

(26)

Berdasarkan data dan permasalahan tersebut diatas, maka penulis ingin mengkaji permasalahan tersebut dalam sebuah karya ilmiah/skripsi dengan judul “Implementasi Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Undang- Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak’’ ( Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo).

(27)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis mengkaji dengan rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimana implementasi peran Pembimbing Kemasyarakatan menurut Undang-undang Nomor11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo ? 2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat petugas pembimbing

pemasyarakatan dalam melaksanakan perannya sebagai petugas Pembimbing Kemasyarakatandi Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat penulisan :

1. Untuk mengetahui implementasi peran Pembimbing Kemasyarakatan menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat petugas

Pembimbing Pemasyarakatan dalam melaksanakan perannya sebagai petugas Pembimbing Pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Peradilan Pidana Anak

Istilah sistem pradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The Juvinile System, yaitu suatu istilah yang digunakan sedefinisi dengan sejumlah institusi yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa, penuntut umum dan penasehat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak, dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak.

Tujuan dan dasar pemikiran dari peradilan pidana anak tidak dapat di lepaskan dari tujuan utama untuk mewujudkan kesejahteraan anak yang pada dasarnya merupakan bagian integral dari kesejahteraan sosial10.

Sistem peradilan pidana anak merupakan sistem peradilan pidana maka dapat memberikan pengertian sistem peradilan pidana anak , terlebih dahulu dijelaskan mengenai sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana (criminal justice system) menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar “pendekatan sistem”.

10

Muladi dan Barda Nawawi Arief,2007,Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: P.T. Alumni, hlm.191

(29)

Menurut Muliadi, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksana pidana.11 Yang membedakan antara pengertian “criminal justice process” dan “criminal justice system”.12

Pengertian criminal justice process adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seorang tersangka kedalam proses yang membawanya kepada ketentuan pidana baginya, sedangkan pengertian criminal justice system adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana.

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan definisi berupa keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana13.

a. Pengertian Anak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak didefinisikan sebagai keturunan pertama (sesudah ibu bapak) dan anak-anak adalahmanusia yang masih kecil belum dewasa.Dalam hukum Indonesia, terdapat pluralisme terhadap kriteria anak, hal ini dapat terlihat karena tiap-tiap peraturan perundang-undangan mengatur

11

Muladi, 2002, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, hlm.4.

12

Romli Atmasamita,1996, Sistem Peradilan Pidana, Prespektif Eksistensialisme dan Abosilisionisme, Bandung: Bina Cipta, hlm. 14.

(30)

secara tersendiri kriteria tentang anak. Antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Anak menurut KUHP

Dalam Pasal 45 KUHP, definisi anak yang belum dewasa ialah apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, ketika ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya anak tersebut dikembalikan kepada orangtuanya; walinya atau pemeliharanya, atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman. Ketentuan Pasal 45, 46 dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

b) Anak menurut Hukum Perdata

Pasal 330 KUH Perdata mengatakan, “Orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu kawin.”

c) Anak menurut Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal (1) angka 2,3,4,dan 5 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak merumuskan beberapa pengertian anak :

a. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak

(31)

pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

b. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

c. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. d. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

d) Anak menurut Undang-undang Perkawinan

Pasal 7 (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan mengatakan, seorang pria hanya diijinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 tahun (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri.

(32)

e) Anak menurut Undang-undang Perlindungan Anak

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Dari uraian mengenai pengertian anak dapat disebutkan beberapa unsur sebagai persyaratan yang harus ada bagi seorang anak yang perbuatannya dapat digolongkan sebagai kenakalan anak, yaitu:

a) Subjek yang melakukan adalah pria dan/atau wanita di bawah usia tertentu;

b) Melakukan pelanggaran hukum yang berlaku di negaranya; c) Tidak dapat diperbaiki sifatnya;

d) Secara sadar bekerja sama untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan dengan orang lain terutama bersifat amoral;

e) Tanpa sebab yang patut diketahui dan tanpa ijin orang tua atau walinya pergi dari rumahnya dan menetap;

f) Tanpa pengetahuan orang tuanya atau walinya sering mengunjungi tempat-tempat yang reputasinya buruk;

g) Berulang-ulang pergi ke tempat yang tertentu atau yang diragukan haknya;

(33)

i) Dipersalahkan melakukan tindakan yang melanggar norma-norma yang berlaku.14

b. Hak anak dalam sistem peradilan pidana anak

Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak:15

a) Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;

b) Dipisahkan dari orang dewasa;

c) Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d) Melakukan kegiatan rekreasional;

e) Bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau pengkuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

f) Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g) Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h) Memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

i) Tidak dipublikasikan identitasnya;

j) Memperoleh pendampingan anak orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak;

14Romli Atmasasmita, 1983, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Bandung: Amico, hal.19 15 Lihat Pasal 3 UU Sistem Peradilan Pidana Anak

(34)

k) Memperoleh advokasi sosial; l) Memperoleh kehidupan pribadi;

m) Memperoleh aksesibilitas , terutama bagi anak cacat; n) Memperoleh pendidikan;

o) Memperoleh pelayanan kesehatan; dan

p) Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak anak yang sedang masa pidana: 16

a) Mendapat pengurangan masa pidana; b) Memperoleh asimilasi ;

c) Memperoleh cuti mengunjungi keluarga; d) Memperoleh pembebasan bersyarat; e) Memperoleh cuti menjelang bebas f) Memperoleh cuti bersyarat; dan

g) Memperoleh ; hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Asas dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak a. Asas

Kompetensi absolut Pengadilan Anak pada Badan Peradilan Umum, artinya bahwa pada pengadilan anak itu adalah bagian dari Peradilan Umum yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggiuntuk

(35)

memeriksa perkara anak dan bermuara pada Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi, sedangkan kompetensi relatif Pengadilan Anak adalah sesuai dengan tempat kejadian suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Pada ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyebutkan asas-asas Sistem Peradilan Pidana Anak antara lain :

a) Asas perlindungan,meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan/mental atau psikis.

b) Asas keadilan, adalah bahwa setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.

c) Asas nondiskriminasi, adalah tidak adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik dan/atau mental. d) Asas kepentingan terbaik bagi anak, adalah segala

pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak.

e) Asas penghargaan terhadap pendapat anak, adalah penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam mengambil keputusan,

(36)

terutama jika menyangkut hal yang mempengaruhi kehidupan anak.

f) Asas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

g) Asas pembinaan dan pembimbingan anak, “ pembinaan’ adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani anak baik dalam maupun luar proses peradilan pidana. Sedangkan “pembimbingan” adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani dan klien pemasyarakatan.

h) Asas proporsional, dalah segala perlakuan terhadap anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi anak.

i) Asas perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, adalah pada dasarnya anak tidak dapat

(37)

dirampas kemerdekaanya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara.

j) Asas penghindaran pembalasan, adalah prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.

b. Tujuan

Gordon Bazemore menyatakan bahwa tujuan system peradilan pidana anak (SPPA) berbda-beda., tergantung pada para paradigm system peradilan pidana anak yang terkenal, yakni paradigma pembinaan individual (individual treatment paradigm), paradigm retributive (retributive paradigm), dan paradigm restorative (restorative paradigm).

a) Tujuan SPPA dengan paradigma pembinaan individual. Yang dipentingkan adalah penekanan pada permasalahan yang dihadapi pelaku, bukan pada perbuatan kerugian yang diakibatkan. Tanggungjawab ini terletak pada tanggungjawab sistem dalam memenuhi kebutuhan pelaku.Penjatuhan sanksi dalam sistem peradilan pidana anak dengan paradigma pembinaan individual adalah tidak relevan, insidential dan secara umum tidak layak. Pencapaian tujuan saksi ditonjolkan pada indicator-indikator hal-hal berhubungan dengan apakah pelaku perlu diidentifikasi, apakah pelaku telah dimintakan untuk dibina dalam program

(38)

pembinaan khusus dan sejauhmana program dapat diselesaikan. Putusan ditekankan pada perintah pemberian program untuk terapi dan pelayanan. Fokus utama untuk pengidentifikasi pelaku dan pengembangan pendekatan positifis untuk mengkoreksi masalah. Kondisi delinkuensi ditetapkan dalam rangka pembinaan pelaku. Pelaku dianggap tak berkompeten dan tak mampu berbuat rasional tanpa campur tangan terapitik. Pada umumnya pelaku perlu dibina, karena pelaku akan memperoleh keuntungan dari campur tangan terapitik.

Pencapaian tujuan diketahui dengan melihat apakah pelaku bisa menghindari pengaruh jelek dari orang/ lingkungan tertentu, apakah pelaku mematuhi aturan dari pembina, apakah pelaku hadir dan berperan serta dalam pembinaan, apakah pelaku menunjukkan kemajuan dalam sikap dan self control, apakah ada kemajuan dalam interaksi dengan keluarga. Yang diutamakan dalam praktik adalah konseling kelompok dan keluarga; paket kerja probatione telah disusun, aktivitas rekreasi, yang telah berlangsung. Menurut sistem peradilan pidana dengan paradigma pembinaan individual , maka segi perlindungan masyarakat secara langsung, bukan bagian fungsi peradilan anak.

(39)

Ditentukan pada saat pelaku telah dijatuhi pidana. Tujuan penjatuhan sanksi tercapai dilihat dengan kenyataan apakah pelaku telah dijatuhi pidana dan dengan pemidanaan yang tepat.,pasti,setimpal serta adil. Bentuk pemidanaan berupa penyekapan, pengawasan elektronik, sanksi punitif, denda, dan fee.Untuk menciptakan perlindungan masyarakat dilakukan dengan pengawasan sebagai strategi terbaik, seperti penahanan, penyekapan, dan pengawasan elekronik.Keberhasilan perlindungan masyarakat dengan dilihat pada keadaan apakah pelaku telah ditahan, apakah residivis berkurang dengan pencegahan atau penahanan.

c) Tujuan SPPA dengan Paradigma Restoratif

Dalam sistem peradilan pidana anak dengan paradigma restoratif, bahwa didalam pencapaian tujuan penjatuhan sanksi, maka diikutsertakan korban untuk berhak aktif terlibat dalam proses peradilan indicator pencapaian tujuan penjatuhan sanksi tercapai dengan dilihat pada apakah korbn telah direstorasi, kepuasan korban telah direstorasi, kepuasan korban, besar ganti rugi, kesadaran pelaku atas perbuatanya.

c. Restorative Justice.

Restorative Justicetelah berkembang secara global di seluruh dunia. Di banyak negara, restorative menjadi salah satu dari sejumlah

(40)

pendekatan penting dalam kejahatan dan keadilan yang secara terus menerus dipertimbangkan di sistem peradilan dan undang-undang17.

Restorative Justice atau keadilan restoratif adalah suatu proses penyelesaian yang melibatkan pelaku, korban, keluarga,dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana, secara bersama-sama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan implikasinya dengan menekankan pemulihan dan bukan pembahasan.18

Bazemore dan Lode Walgrave mendefinisikan restorative justice sebagai “setiap aksi yang pada dasarnya bermaksud melakukan/membuat keadilan dengan melakukan perbaikan atas kerugian yang terjadi oleh kriminal.’’

Peradilan pidana anak dengan keadilan restoratif bertujuan untuk:19

a) Mengupayakan perdamaian antar korban dan anak; b) Mengutamakan penyelesaian diluar proses peradilan; c) Menjauhkan anak dari pengaruh negatif proses

peradilan;

d) Menanamkan rasa tanggungjawab anak; e) Mewujudkan kesejahteraan anak;

f) Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan; g) Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;

17

Marlina, 2012, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi. Bandung: PT Refika Aditama, hlm.196

18

Pasal 1 angka 6 UU Sistem Peradilan Pidana Anak, lihat juga dalam Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak.

(41)

h) Meningkatkan keterampilan anak.

Ide mengenai restorative justice termasuk dalam Pasal 5, bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan keadilan restoratif (ayat (1)), yang meliputi (ayat(2)):

a) Penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini;

b) Persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan

c) Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.

Dan ditegaskan bahwa pada huruf a dan huruf b wajib diupayakan diversi (ayat(3)).

d. Diversi

Diversi adalah suatu penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian damai antar tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan/atau masyarakat, Pembimbing Kemasyarakatan Anak, Polisi, Jaksa atau Hakim.20 Diversi

(42)

adalah pengalihan pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan21.

Diversi bertujuan:22

a) Mencapai perdamaian anatar korban dan Anak. b) Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan. c) Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d) Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi ; dan e) Menanamkan rasa tanggungjawab kepada Anak.

Proses diversi wajib memperhatikan :23

a) Kepentingan korban;

b) Kesejahteraan dan tanggungjawab anak; c) Penghindaran stigma negatif;

d) Penghindaran pembalasan; e) Keharmonisan masyarakat; dan

f) Kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum.

Hasil kesepakatan diversi dapat berbentuk, antara lain:24

a) Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian; b) Penyerahan kembali kepada orang tua /wali;

21 Lihat Pasal 1 angka 6 UU Sistem Peradilan Pidana Anak. 22

Lihat Pasal 6 UU Sistem Peradilan Pidana Anak 23

Lihat Pasal 8 angka 3 UU Sistem Peradilan Pidana Anak. 24 Lihat Pasal 11 UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

(43)

c) Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d) Pelayanan masyarakat.

e. Institusi-institusi Pelaksana Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak

a) Lembaga Pembinaan khusus anak (LPKA)

Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) adalah lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya.25 LPKA berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan lain dari anak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal ini mengingat anak yang dijatuhi pidana berhak memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan, dan pelatihan serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.26

LPKA juga berkewajiban untuk memindahkan anak yang belum selesai menjalani pidana di LPKA dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun ke lembaga pemasyarakatan pemuda.27Sementara itu bagi anak yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana, anak dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan dewasa dengan

25

Lihat Pasal 1 angka 20 UU Sistem Peradilan Pidana Anak 26

Lihat Pasal 85 ayat (2)Sistem Peradilan Pidana Anak 27Lihat pasal 86 ayat (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak

(44)

memperhatikan kesinambungan pembinaan anak.28 Dan apabilan tidak terdapat lembaga pemasyarakatan pemuda , Kepala LPKA dapat memindahkan anak yang berusia 18 (delapan belas) tahun ke lembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan.

b) Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS)

Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) adalah tempat sementara bagi anak selama proses peradilan berlangsung.29 LPAS menjadi tempat untuk memberikan pelayanan, perawatan, pendidikan, pembinaan dan pembimbingan klien anak selama anak ditahan untuk mengikuti proses persidangan. Melalui keberadaan LPAS ini diharapkan anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa adanya tekanan secara fisik dan mental, karena LPAS harus dibuat senyaman mungkin untuk kepentingan terbaik anak. Oleh karena itu anak berhak untuk memperoleh pelayanan, perawatan, pendidikan, pembimbingan, dan pendampingan serta hak lain sesuai peraturan perundang-undagan .30 LPAS diwajibkan untuk menyelengarakan program-progam pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemenuhan hak lain bagi anak.31Dan program-program tersebut disusun oleh Pembimbing Kemasyarakatan.

28Lihat Pasal 86 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak 29

Lihat Pasal 1 angka 21 UU Sistem Peradilan Pidana Anak 30

Lihat pasal 84 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak. 31Lihat Pasal 84 ayat (3) UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

(45)

c) Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) Lembaga Penyelengaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelengaraan kesejahteraan sosial bagi anak.32 LPKS ini merujuk pada UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.LPKS berada di bawah koordinasi Kementerian Sosial yang menyelengarakan kesejahteraan sosial.

d) Balai Pemasyarakatan (Bapas)

Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanaan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan.33 Dalam pasal 84 ayat (5), pasal 85 ayat (5) mewajibkan Bapas untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan dan dilaksanakan oleh LPAS, dan LPKA. Bapas juga bertangggungjawab terhadap anak yang berstatus klien anak34 untuk diberikan hak anak berupa pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bapas berkewajiban untuk

32Lihat Pasal 1 angka 22 UU Sistem Peradilan Pidana Anak. 33Lihat Pasal 1 angka 24 UU SisteM Peradilan Pidana Anak. 34

Klien Anak adalah anak yang berada didalam pelayanan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 1 angka 23 UU Sistem Peradilan Pidana Anak).

(46)

melakukan evaluasi pelaksanaan pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan serta pemenuhan hak lain kepada anak.

B. Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak didalam dan diluar proses peradilan.35

a. Dasar Hukum Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing kemasyarakatan telah disebut sejak semula sebagai tenaga teknis Bapas. Juga sebagai tenaga fungsional dalam menegakkan hukum. Tugasnya tidak hanya membimbing klien dan menyajikan litmas untuk berbagai kepentingan, tetapi khususnya sebagai anggota sidang di pengadilan Negeri karena itulah perlu dijelaskan sejak kapan eksistensi pembimbing kemasyarakatan sebenarnya telah ada Undang-undang yang melandasinya. Dalam Wetboek van strafrecht dengan perubahannya sejak 1917 KUHP baru itu diberlakukan mulai 1 Januari 1918, kronologisnya adalah sebagai berikut : 36

a) Dalam pasal 14. d. (2). KUHP

“Hakim boleh mewajibkan kepada seseorang Ambtenaar istimewa, supaya memberi pertolongan dan bantuan kepada siterhukum tentang perjanjian istimewa itu”

35

Lihat Pasal 1 angka 13 UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

(47)

b) Ordonansi pidana bersyarat dan bebas bersyarat Stbl. Nomor 251. tanggal 4 mei 1926. Nomor 18 diberlakukan G.General 9 Juli 1926 Pada title 1 tentang pegawai istimewa

Pasal 11 (1) : Untuk tiap-tiap daerah yang mempunyai pengadilan negeri dapat seorang atau “Pegawai Istimewa”. Istilah ini yang dimaksud adalah pembimbing kemasyarakatan. (2) Mereka mendapat bantuan “Pegawai Reklasering” atau wakil pegawai Reklasering. Dalam Ordonansi bahasa belanda “Ambtenaar der Reclasering” yang dimaksud adalah pegawai istimewa atau Pembimbing Kemasyarakatan. (4) Tempat dan kedudukannya ditetapkan oleh mentri kehakiman.

c) Pasal 12 (1) : “Pegawai Reklasering diwajibkan jaksa oleh Mentri Kehakiman untuk kepentingan pengawasannya” Pasal 14 (1) : “Menteri Kehakiman dapat mencukupi, menunjuk Pegawai Istimewa yang sanggup menjalankan pekerjaan itu”

d) Surat Edaran Hakim Agung Sri widoyati, W.S, SH, tanggal 4 juli 1971 nomor M.A./PEM/040/1971. tentang “sidang perkara anak” menyebut :

(a) Harus hadir pekerja sosial

(48)

e) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06 – UM – 01 – 06 tahun 1983. tentang : “Tata tertib Persidangan dan tata ruang sidang “, tanggal 16 Desember 1983

f) Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 17 Februari 1982, Nomor : B/22/0/E/2/1982. tentang : “Pengiriman Putusan Pidana Bersyarat Pada balai Bispa (BAPAS).”

g) Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 9 Januari 1986 Nomor : R-001/A-6/1/86. SIFAT “RAHASIA” Hak Litmas untuk penuntutan, Tindak Pidana Narkotika, denga Pelaku Usia Muda.

h) Sutar Edaran Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 17 November 1987 Nomor 6 tahun 1987. Perihal : Tata Tertib Sidang Anak, Menunjuk Peraturan Menteri Kehakiman RI tahun 1983 nomor 06 – UM.01.06. Perihal Tata Tertib Sidang Anak.

i) DOR. Stbl nomor 741. Tahun 1917 tanggal 17 juli 1926. disahkan oleh SECRETARIAT GENERAL EROBRETE. Banyak memuat pasal tentang pegawai reklasering dan litmas.

j) Juga banyak terdapat penyebutan : Probation officer dan social inquiry Report. yang di bahas pada :

(a) SMR. For Juvannile justice dan

(49)

k) Dalam Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pembimbing Kemasyarakatan dimuat dalam pasal 1 (13), pasal 64, dan pasal 65.

l) Dalam Undang-undang RI No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Tidak ada satu pasal pun yang menyebutPembimbing kemasyarakatan atau Litmas yang disebut sebagai berikut Klien “Dibimbing”oleh Bapas.

b. Syarat Pembimbing Kemasyarakatan

Beberapa syarat untuk diangkat menjadi Pembimbing Kemasyarakatan: 37

a) Berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang ilmu sosial atau setara atau telah berpengalaman bekerja sebagi pembantu Pembimbing Kemasyarakatan bagi lulusan:

1. Sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun; atau

2. Sekolah menengah umum dan berpengalaman di bidang pekerjaan sosial paling singkat 3 (tiga) tahun.

b) Sehat jasmani dan rohani.

c) Pangkat/golongan ruang paling rendah Pengatur Muda Tingkat I/II/b;

(50)

d) Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dibidang pelayanan dan pembimbingan pemasyarakatan serta perlindungan anak; dan

e) Telah mengikuti pelatihan teknis Pembimbing Kemasyarakatan dan memiliki sertifikat.

c. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan

Tugas dari Pembimbing Kemasyarakatan adalah:38

a) Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan Diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kespakatan, termasuk melaporkanya kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan;

b) Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, baik didalam maupun diluar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA.

c) Menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di LPKA bersama dengan petugas kemasyarakatan lainya;

(51)

d) Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan

e) Melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelas bebas, dan cuti bersyarat.

C. Balai Pemasyarakatan (Bapas)

Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menangani pembinaan klien pemasyarakatan yang terdiri dari terpidana bersyarat (dewasa dan anak), narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat, cuti menjelas bebas, serta anak negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau diserahkan kepada keluarga asuh, anak negara yang mendapat cuti menjelas bebas, dan anak negara yang oleh hakim diputus dikembalikan kepada orangtuanya.39

Klien anak adalah anak yang berada di dalam pelayanan , pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan.40

Sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Undang-undang sistem peradilan pidana anak, klien anak menjadi tanggungjawab Balai Pemasyarakatan.

39 Widodo,2011, Prisonisasi Anak Nakal Fenomena dan Penanggulanganya, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, hal.95.

(52)

Pasal 87 UU No. 11 tahun 2012

a) Anak yang berstatus klien anak menjadi tanggungjawab Bapas. b) Klien anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak

mendapatkan pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c) Bapas wajib menyelengarakan menyelengarakan pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d) Bapas wajib melakukan evaluasi pelaksanaan pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

a. Pengertian Balai Pemasyarakatan

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa ”Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.

Pengertian Klien Pemasyarakatan sendiri menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas. Pembimbingan yang dilakukan oleh Bapas merupakan bagian dari suatu Sistem

(53)

Pemasyarakatan yang diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 1995). Balai Pemasyarakatan didirikan di setiap Kota Kabupaten atau Kotamadya.

b. Tugas, Fungsi, dan Kedudukan Balai Pemasyarakatan

Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah balai yang secara struktural ada dalam Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Bapas juga sebagai pelaksana Bimbingan Kemasyarakatan terhadap kilen anak dalam hal ini Anak Negara, yang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berdasar pada ketentuan hukum berikut:41

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b) Undang-Undang RI No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

c) Undang- Undang RI No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

d) Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

41

(54)

e) Peraturan Pemerintah RI No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

f) Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. g) Peraturan pemerintah RI No. 57 tahun 1999 tentang Kerja sama

Penyelengaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

h) Peraturan Pemerintah RI No. 58 tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Tanggungjawab Perawatan Tahanan.

i) Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan .

j) Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01. PR.07.03 tahun 1997 tentang nomenklatur Balai Bimbingan Pemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) menjadi Balai Pemasyrakatan (BAPAS).

k) Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 01. PK.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban dan Syarat- Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan.

l) Keputusan Menteri Kehakiman RI. No. 01.PK.10 Tahun 1999 tentang Assimilasi, Pembebasan Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas.

(55)

m) Keputusan Menteri Kehakiman RI. No. M.01.PK.03.02 Tahun 2001 tentang Cuti Mengunjungi Keluarga bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

n) Petunjuk Pelaksanaan Manteri Kehakiman RI. No. E-39. PR.05.03 Tahun 1987 tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan.

o) Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI. No. E.40.PR.05.03 Tahun 1987 tentang bimbingan Klien Pemasyarakatan.

Balai Pemasyarakatan (Bapas) mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tugas pokok Balai Pemasyarakatan adalah :

a. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan;

b. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan

(56)

dalam perkara anak, baik didalam maupun di luar sidang, termasuk didalam LPAS dan LPKA;

c. Menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainya.

d. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan

e. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.

Membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal yang berdasarputusan hakim dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari lembaga pemasyarakatan.42

Tugas-tugas tersebut merupakan suatu kegiatan pemberian bimbingan terhadap orang-orang dan anak-anak yang dikenai suatu sanksi.Bimbingan kemasyarakatan merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan yang menjiwai tata peradilan pidana dan mengandung aspek pelaksanaan bimbingan kepada para pelanggar hukum.

(57)

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Balai Pemasyarakatan mempunyai fungsi sebagai berikut:

a) Melaksanakan penelitian kemasyarakatan untuk sidang peradilan;

b) Melakukan registrasi klien pemasyarakatan;

c) Melakukan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak;

d) Mengikuti sidang peradilan di pengadilan negeri dan sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) di lembaga pemasyarakatan;

e) Memberikan bimbingan kejutan kepada bekas narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan; f) Melakukan urusan tata usaha Balai Pemasyarakatan.

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian untuk memperoleh data atau menghimpun berbagai data, fakta, dan informasi yang diperlukan. Data yang didapatkan harus mempunyai hubungan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji sehingga memiliki kualifikasi sebagai suatu sistem tulisan ilmiah yang proporsional.

A. Lokasi Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Palopo, penelitian ini dilakukan di instansi tersebut dengan pertimbangan bahwa Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan ini.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang akan digunakan adalah:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dilokasi penelitian melalui wawancara langsung kepada narasumber dari pihak Bapas (aparatur) Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo dan mengenai hal yang berkaitan dengan masalah pokok penelitian ini. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung

melalui penelitian kepustakaan (library research) baik dengan teknik pengumpulan dari dokumentasi buku-buku, karya-karya

(59)

ilmiah, dan artikel dari internet serta dokumen-dokumen yang ada hubunganya dengan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara yakni melalui metode penelitian kepustakaan (library research) dan metode penelitian lapangan (field research).

1. Metode Penelitian Kepustakaan (Library research), yaitu penelitian yang dilakukan guna mengumpulkan sejumlah data dari berbagai literatur yang ada hubunganya dengan masalah yang dibahas.

2. Metode Penelitian Lapangan (field research), yakni penelitian yang dilakukan dilapangan terhadap objek yang akan diteliti melalui wawancara langsung dan terbuka dengan narasumber dari pihak Pembimbing Pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo, yang berkaitan dengan permasalahan dalam tulisan ini sehinggah diperoleh data-data yang diperlukan.

(60)

D. Analisis Data

Data- data yang telah diperoleh baik primer maupun sekunder kemudian akan dianalisis dan diolah dengan metode kualitatif untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Kemudian disajikan dengan deskripstif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitanya dengan penelitian ini guna memberikan pemahaman yang jelas dan terarah dari hasil penelitian nantinya.

(61)

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo

BAPAS Kelas II Palopo adalah Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo dengan jumlah 132 Klien Dewasa dan 65 jumlah Klien Anak pada saat penulis melakukan penelitian pada bulan Desember tahun 2014. Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo dibangun dengan luas 150m2. Bapas Kelas II Palopo berlokasi di Jalan poros Dr. Ratulangi Km.8, Kelurahan Buntu Datu, Kecamatan Bara, Kota Palopo, dengan batasan-batas bangunanyaadalah sebagai berikut :

 Sebelah utara berbatasan dengan rumah dinas pegawai Bapas.

 Sebelah timur berbatasan dengan berbatasan dengan rumah penduduk.

 Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Poros Lrg. Lapas.

 Sebelah barat berbatasan dengan Lapas Kelas II A Palopo

Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo menjalankan fungsinya sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap klien Bapas yang berada dibawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

(62)

Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo mempunyai visi dan misi yakni : Visi :

Menjadi Institusi Pelayanan yang bersih dan Akuntabel. Misi:

1. Melaksanakan Pelayanan Penelitian Kemasyarakatan; 2. Melaksanakan Pembimbingan Klien Pemasyarakatan;

3. Melaksanakan pendampingan terhadap Klien Pemasyarakatan, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan Keluarga.

4. Melaksanakan Pengawasan terhadap Klien Pemasyarakatan, ABH, Keluarga dan Instansi terkait dalam rangka pelayanan dan penegakan hukum serta perlindungan /pemenuhan Hak Asasi Manusia.

(63)

Referensi

Dokumen terkait

Setelah membandingkan antara pengertian beban menurut standar akuntansi keuangan dengan PT. Petrosida Gresik, maka dapat disimpulkan bahwa PT. Petrosida Gresik telah

Hal ini dapat dilihat dari uji hipotesis pada tabel 4.8 dan tabel 4.9 yang menunjukkan bahwa nilai signifikan untuk total aset berada dibawah 0,05 dengan demikian

Pada negara negara maju yoga semakin di akui, bidang kesehatan senam yoga gunakan pada praktik praktik di bidang keilmuan (Husin,2013), sedangkan pangkalan (2008)

Suatu kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai dari Kantor Akuntan Publik, suatu tekad auditor untuk berusaha sungguh-sungguh demi kepentingan Kantor

1) Aspek Kinerja perekonomia n daerah Kabupaten Kepulauan Meranti secara umum belum mampu menyaingi kinerja daerah induknya yaitu kebupaten Bengkalis, dengan kata

Butir 38 berbunyi In conversation with others in the new language, I ask questions in order to be as involved as possible and to show I'm interested.. Butir 12 berbunyi /

Sub Dinas Produksi mempunyai tugas membantu pelaksanaan tugas pokok Dinas Kehutanan dalam bidang eksploitasi dan industri hasil hutan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan

E hibrid képalkotó berendezések egyik nagy előnye, hogy ugyanazon kísérleti állat többször vizsgálható, hi- szen nincs szükség az állat terminálására ahhoz, hogy