• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pemilihan Proses Pabrik Gliserol Monostearat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Pemilihan Proses Pabrik Gliserol Monostearat"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Pemilihan Proses Pabrik Gliserol

Monostearat

Delyana Ratnasari, Sahara Tulaini, Heru Setyawan, dan Ni Made Intan Putri Suari

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) e-mail: madeintan@chem-eng.its.ac.id

Abstrak—Surfaktan berfungsi menjaga kestabilan suatu emulsi agar tetap homogen, dengan cara menurunkan tegangan permukaan. Saat ini, industri yang memproduksi surfaktan di Indonesia masih menggunakan bahan baku yang berasal dari minyak bumi tak terbarukan (surfaktan sintetis). Gliserol monostearat (GMS) merupakan jenis surfaktan yang sering digunakan dan hingga saat ini belum ada pabrik gliserol monostearat yang didirikan di Indonesia. Kegunaan gliserol monostearat dalam industri misalnya sebagai pearlizing agent, emulsifier dan dispersan. Pemilihan proses untuk memproduksi gliserol monostearat perlu dianalisis agar produksi yang dihasilkan lebih optimal. Gliserol monostearat dapat diproduksi melalui dua macam proses, yaitu proses esterifikasi dan transesterifikasi. Pada proses esterifikasi, digunakan bahan baku berupa gliserol dan asam stearat menggunakan katalis asam atau basa. Sedangkan pada proses trans-esterifikasi (gliserolisis), bahan baku yang digunakan yakni trigliserida berupa tristearat dan gliserol menggunakan katalis basa. Dari studi yang telah dilakukan, proses esterifikasi lebih dipilih karena ditinjau dari aspek teknis, aspek operasi dan aspek lingkungan, proses esterifikasi lebih baik daripada proses transesterifikasi.

Kata Kunci—Gliserol Monostearat, Seleksi proses, Esterifikasi, Transesterifikasi

I. PENDAHULUAN

ERATURAN Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menyebutkan kuota bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel pada tahun 2011-2015 sebesar 3 persen dari konsumsi energi nasional atau setara dengan 1,5 juta kilo liter. Padahal kapasitas produksi biodiesel dalam negeri baru mencapai 680 ribu kilo liter. Target ketersediaan 1,5 juta kilo liter, produksi biodiesel di Indonesia masih kurang 820 ribu kilo liter [1]. Apabila diperkirakan rata-rata konversi biodiesel sebesar 90%, maka gliserol yang dihasilkan adalah 10% dari produksi. Hal tersebut menyebabkan gliserol yang akan terus bertambah pada tiap tahunnya. Tujuan dari Pembuatan turunan gliserol adalah membuat turunan gliserol memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Salah satu turunan gliserol yang dapat dikembangkan dan bernilai ekonomi tinggi adalah Gliserol Monostearat sebagai zat aditif pada makanan.

Gliserol Monostearat (GMS) merupakan salah satu jenis surfaktan yang banyak diaplikasikan dalam industri farmasi dan makanan, terutama industri bakery. Namun, banyaknya kebutuhan gliserol monostearat di Indonesia tidak didukung dengan pasokan gliserol monostearat yang mencukupi sehingga harus mengimpor seluruh kebutuhan dalam jumlah besar. Secara umum, gliserol monostearat dapat dibuat dengan bahan baku gliserol dan asam stearat dengan proses esterifikasi atau dari gliserol dan trigliserida dengan proses transesterifikasi. Gliserol dan asam stearat merupakan salah satu jenis produk dari industri oleokimia sedangkan

trigliserida didapatkan dari proses esterifikasi gliserol dengan fatty acid yang berasal dari industri oleokimia. Gliserol dapat diperoleh dari hasil olahan CPO menjadi oleokimia dan dari hasil produksi samping CPO menjadi biodiesel.

Kapasitas produksi industri oleokimia di Indonesia pada tahun 2013, terutama untuk produksi fatty acid, fatty alcohol, dan produk akhir lainnya mencapai 1,599 juta ton/tahun. Terdapat beberapa produsen oleokimia antara lain MT/tahun dengan lokasi di Riau dan Gresik sedangkan produksi crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku dasar industri oleokimia dari tahun ke tahun terus meningkat dengan rata-rata kenaikan 9,52 persen/tahun, tercatat pada tahun 2016 produksi CPO di Indonesia mencapai 32 juta ton dan sebanyak 27 juta ton di ekspor dan sisanya diolah lebih lanjut dalam negeri.

Selain dari oleokimia, gliserol dapat diperoleh dari hasil produk samping biodiesel sebesar ± 10% dari total kapasitas produksi. Pada tahun 2013, kapasitas produksi biodiesel di Indonesia mencapai 4,997 juta ton/tahun dan Jawa Timur menghasilkan biodiesel sebanyak 1,57 juta ton/tahun dengan salah satu produsen terbesar yakni PT Wilmar Nabati Indonesia di Gresik dengan kapasitas mencapai 1,3 juta ton/tahun. Sehingga kebutuhan bahan baku pembuatan gliserol monostearat dapat dipenuhi dari dalam negeri mengingat banyaknya jumlah olahan CPO menjadi oleokimia serta gliserol dari hasil samping produksi industri biodiesel yang sedang berkembang pesat.

Pada tahun 2006, data kebutuhan surfaktan di Indonesia mencapai sekitar 95000 ton per tahun, sedangkan kapasitas produksi dalam negeri hanya 55000 ton per tahun sehingga sebanyak 44500 ton lainnya dipenuhi melalui kegiatan impor [2].

Gambar 1. Penggunaan emulsifiers pada industri makanan.

Pada tahun 2015 ditinjau dari aplikasi pengemulsi makanan, sebanyak 59,4% pengemulsi makanan digunakan dalam produksi bakery and confectionary. Sisanya digunakan dalam produksi susu dan produk lainnya [3]. Salah satu industri bakery terbesar di Indonesia yakni PT Nippon Indosari Corpindo dapat memproduksi 182.092,8 kg roti/hari dengan asumsi penggunaan GMS 0,015/kg roti. PT Nippon Indosari Corpindo memiliki 4 pabrik utama untuk

P

(2)

memproduksi roti yakni di Cikarang, Pasuruan, Semarang, dan Medan

Sedangkan, pada tahun 2016 ditinjau dari area pemasaran pengemulsi makanan, pada tahun 2016, sebanyak 24% konsumsi pengemulsi makanan berada di Asia Pasifik yang menempati posisi kedua setelah Eropa [3].

Gambar 2. Area pemasaran emulsifier makanan.

Diperkirakan hingga tahun 2025 monogliserida menempati urutan pertama bahan pengemulsi dengan permintaan tertinggi karena kebutuhan pengemulsi berbasis bahan baku alami sangat dipertimbangkan untuk keuntungan jangka panjang. Hal ini berarti permintaan akan gliserol monostearat sebagai salah satu jenis monogliserida akan terus naik di masa mendatang. Sehingga dapat diprediksi, GMS memiliki potensi sebagai salah satu jenis emulsifier yang menjanjikan dan dominan di masa mendatang [3].

Gambar 3. Analisa pasar emulsifies untuk makanan berdasarkan jenis.

Dari tinjauan tersebut, produk GMS untuk industri bakery sangat berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, pendirian pabrik gliserol monostearat sendiri sangat berpotensi untuk dikembangkan juga dikarenakan di Indonesia sampai saat ini belum ada pabrik gliserol monostearat yang didirikan di Indonesia

Dalam industri bakery, gliserol monostearat digunakan sebagai pengemulsi yang bertujuan untuk menjaga kestabilan suatu emulsi (campuran zat yang berbeda polaritasnya atau tidak saling larut) dengan cara menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat mencegah terpisahnya antara 2 cairan yang berbeda, serta dapat memperbaiki tekstur produk pangan sehingga meningkatkan nilai jual dari produk pangan tersebut [1]. Kegunaan gliserol monostearat dalam industri yang lain yakni sebagai pearlizing agent, emulsifier dan lotion dalam shampoo. Pemilihan proses untuk memproduksi gliserol monostearat perlu dianalisis lebih lanjut agar produksi yang dihasilkan dari suatu industri ini lebih optimal.

II.PEMILIHAN PROSES

Pemilihan proses suatu pabrik merupakan salah satu masalah pokok yang menunjang keberhasilan suatu pabrik dan akan mempengaruhi kelangsungan dan kemajuan pabrik tersebut. Gliserol Monostearat (GMS) dapat diproduksi melalui dua macam proses, yaitu proses esterifikasi dan

transesterifikasi. Dalam pemilihan proses perlu dipertimbangkan beberapa aspek seperti aspek teknis, aspek operasi, aspek lingkunan dll. Pemilihan proses sangat penting dilakukan untuk memperoleh produk bernilai jual tinggi dengan bahan baku yang murah dan biaya produksi yang rendah.

A. Proses Esterifikasi

Pada proses esterifikasi, digunakan bahan baku berupa gliserol dan asam stearat menggunakan katalis asam atau basa. Reaksi dikatalisis oleh suatu asam dan bersifat reversible [4]. Umumnya katalis asam yang sering digunakan adalah hydrogen klorida dan asam sulfat.dengan mekanisme reaksi seperti ditunjukkan dalam gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam.

Asam karboksilat akan membentuk suatu ester karboksilat dengan R dan R’ merupakan alkil atau aril. Laju reaksi ini bergantung dari halangan sterik asam karboksilat dan alkohol, sehingga laju esterifikasi dipengaruhi oleh jenis asam dan alkohol yang digunakan dalam reaksi.

Sedangkan, reaksi esterifikasi menggunakan katalis basa umumnya basa yang digunakan seperti natrium, kalium atau kalsium hidroksida. Katalis asam dan basa yang digunakan adalah katalis homogen. Penggunaan katalis homogen ini memiliki beberapa kelemahan yaitu bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata, paru-paru, sulit dipisahkan dari produk, dapat mencemari lingkungan dan tidak dapat digunakan kembali [5]. Untuk menghindari pencemaran lingkungan katalis asam dan basa nantinya akan dinetralisasi menggunakan asam/basa sehingga dihasilkan garam yang lebih ramah lingkungan

Esterifikasi merupakan reaksi yang tejadi antara asam lemak dengan gugus alkohol yang menghasilkan gugus ester dan air. Berdasarkan stoikiometri reaksi, untuk membentuk 1 mol gliserol monostearat dibutuhkan 1 mol gliserol. Reaksi esterfikasi pembentukan GMS sebagai berikut :

Gambar 5. Reaksi esterifikasi pembentukan gliserol monostearat.

Pada reaksi esterifikasi yang terjadi untuk membentuk GMS, tidak diperlukan pemisahan di awal karena digunakan

(3)

asam stearat dengan kemurnian tinggi. Namun, dibutuhkan penetralan katalis menggunakan asam (asam fosfat) di akhir proses.

Gambar 6. Blok diagram proses esterifikasi gliserol monostearat.

Proses esterifikasi dilakukan pada temperatur 240 - 250oC

dan tekanan 3,4 atm [1]. Konversi yang dapat dicapai dalam reaksi pembentukan gliserol monostearat sebesar 90 – 95%. Produk yang keluar dari tahapan proses esterifikasi diumpankan ke proses evaporasi untuk menguapkan gliserol yang nantinya akan diumpankan kembali bersama fresh gliserol sebagai recycle gliserol. Produk bawah dari tahapan evaporasi berupa campuran produk dan katalis akan di netralkan kemudian. Kemudian dilakukan kristalisasi untuk membentuk produk gliserol monostearat berbentuk padatan atau powder.

B. Proses Trans-Esterifikasi

Transesterifikasi adalah reaksi pembentukan ester dari suatu senyawa ester lain melalui pertukaran gugus alkil dari ester yang bereaksi dengan suatu alcohol. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam maupun basa [6]. produk hasil transesterifikasi berupa alkil ester dan gliserol, dengan mekanisme reaksi seperti disajikan dalam gambar 7.

Gambar 7. Mekanisme reaksi transesterifikasi trigliserida.

Dari Gambar 7 pada proses trans-esterifikasi (gliserolisis), bahan baku yang digunakan yakni trigliserida berupa tristearat dan gliserol. Proses ini umumnya menggunakan katalis basa seperti natrium, kalium dan kalsium hidroksida karena apabila menggunakan katalis asam ditakutkan terjadinya saponifikasi. Transesterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dan gliserol dari trigliserin (lemak atau minyak) dengan gugus alkohol. Berdasarkan stoikiometri reaksi, untuk membetuk 3 mol gliserol monostearat hanya dibutuhkan 2 mol gliserol dan 1 mol trigliserida. Akan tetapi pada reaksi transesterifikasi dapat terbentuk gliserol distearat sehingga mengurangi konversi produk GMS.

Gambar 8. Reaksi trans esterifikasi pembentukan gliserol monostearat.

Sebelum diumpankan ke dalam reaktor, kandungan asam lemak bebas (FFA) dalam trigliserida perlu dipisahkan terlebih dahulu dan diakhir proses harus dipisahkan antara gliserol monostearat dan gliserol distearat. Semakin tinggi rasio gliserol terhadap trigliserida maka semakin tinggi pula temperatur yang dibutuhkan untuk mencapai reaksi sempurna. Gliserol dapat terkonversi menjadi acrolein pada temperatur 255°C dalam suasana asam, namun formasi acrolein tidak akan terjadi apabila digunakan katalis basa pada temperatur 260°C [7] .

Gambar 9. Blok Diagram Proses Trans Esterifikasi Gliserol Monostearat.

Proses trans-esterifikasi dilakukan pada temperatur 260oC

dan tekanan 13,61 atm yang diinjeksikan nitrogen ke dalam reaktor untuk mencegah oksidasi. Konversi yang dapat dicapai dalam reaksi pembentukan gliserol monostearat sebesar 90-92%. Kemudian produk dinetralisasi dan memasuki tahap pemisahan menggunakan distilasi molekuler/fraksionasi untuk memisahkan produk monogliserida dan digliserida. Setelah melalui pemisahan ini selanjutnya gliserol monostearat dikristalisasi dan pisahkan dari garam dan air yang masih tersisa

Jika ditinjau dari bahan baku utama yang digunakan, proses transesterifikasi lebih ekonomis daripada proses esterifikasi karena menggunakan trigliserida berupa tristearin sebagai bahan baku utama, akan tetapi konversi produk yang dihasilkan dari proses transesterifikasi tidak dapat sebesar proses esterifikasi. Hal ini dikarenakan proses transesterifikasi menghasilkan produk lain yaitu digliserida yang masih harus dipisahkan kembali.

C. Seleksi Proses

Berdasarkan uraian dan data-data yang telah dijelaskan di atas maka didapatkan perbandingan sebagai berikut.

(4)

Tabel. 1

Perbandingan Macam Proses Produksi Gliserol Monostearat

No. Parameter Macam Proses

Esterifikasi Transesterifikasi Aspek Teknis 1. Konversi (%) 90 – 95 90 – 92 2 Yield (%) 92 65,4 Aspek Operasi 3. Temperatur (oC) 240-250 260 4. Tekanan (atm) 3,4 13,61 Aspek Lingkungan

5. Hasil Samping H2O FFA, H2O ; Gliserol Distearat Pada pendirian pabrik gliserol monostearat, dipilih proses esterifikasi dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Didapatkan konversi dan yield yang tinggi tanpa menggunakan proses lebih lanjut.

2. Rangkaian proses lebih sederhana karena tidak memerlukan separator di awal dan akhir proses.

3. Tekanan yang dipakai lebih rendah meskipun suhu yang digunakan tidak terlalu jauh perbedaannya.

4. Hasil samping lebih sedikit sehingga lebih aman dibanding proses yang lain.

D. Uraian Proses Terpilih

Gambar 10. Proses pembuatan gliserol monostearat secara esterifikasi.

Proses produksi gliserol monostearat dari asam stearat dan gliserol dengan proses esterifikasi terbagi menjadi tiga tahap proses utama, yaitu:

1) Tahap Pre-treatment

Pada tahap ini bahan baku dikondisikan untuk mencapai kondisi operasi sebelum masuk dalam reaktor esterifikasi. Bahan baku asam stearat, gliserol dan NaOH dicampur dalam perbandingan mol 1:1,06:0,07 dalam mol.

Pada glycerol storage tank, gliserol dipanaskan terlebih dahulu dari ± 25 ºC hingga 135 ºC untuk menurunkan viskositas gliserol agar mudah dialirkan menuju mixing point. Tangki tersebut dilengkapi dengan coil pemanas dengan sumber panas dari high pressure steam dimana suhu glycerol dalam tangki diatur oleh thermostatic control valve. Kemudian gliserol dari tangki glycerol dipompa menuju mixing point menggunakan pompa.

Pada stearic acid storage tank yang berisi asam stearat di kondisikan pada suhu 76 ºC yang dimana tangki dilengkapi coil pemanas seperti tangki glycerol dengan tujuan penggunaan yang sama. Kemudian asam stearat di alirkan dalam mixing tank menggunakan pompa, sedangkan NaOH langsung di pompa menuju mixing tank menggunakan pompa tanpa dipanaskan terlebih dahulu.

Semua bahan baku tercampur dalam mixing tank dan masuk ke dalam preheater untuk dinaikkan temperaturnya hingga 250oC yang bertujuan untuk mengurangi beban energi

dalam reakor. Campuran bahan baku dengan temperatur 250

oC diumpankan ke dalam reaktor esterifikasi menggunakan

pompa.

2) Tahap Esterifikasi

Pada tahap ini, campuran asam stearat, gliserol, dan NaOH dalam reaktor esterifikasi akan terjadi reaksi esterifikasi antara asam stearat dan gliserol membentuk gliserol monostearat dengan bantuan katalis NaOH. Selain asam stearat terdapat asam palmitat yang ikut bereaksi dengan gliserol membentuk gliserol monopalmitat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

a. Pembentukan Gliserol Monopalmitat

C16H32O2 + C3H8O3 C19H38O4 + H2O

b. Pembentukan Gliserol Monostearat

C18H36O2 + C3H8O3 C21H42O4 + H2O

Reaktor dilengkapi dengan heating jacket untuk menjaga suhu reaktor pada suhu 250. Reaksi berlangsung selama 4,5 jam. Produk yang keluar dari reaktor esterifikasi merupakan campuran dari gliserol monostearat, gliserol monopalmitat, air, NaOH dan asam stearat serta asam palmitat yang tidak bereaksi dengan temperatur 170 oC dan tekanan 3,4 atm.

Produk keluaran reaktor esterifikasi dialirkan menuju tahap selanjutnya melewati back pressure valve hingga tekananya turun mencapai 1 atm.

3) Tahap Pemurnian

Produk keluaran reaktor esterifikasi diumpankan ke dalam flash distillation yang dioperasikan pada suhu 170 oC dan

tekanan vakum 0,07 atm menggunakan steam ejector untuk untuk memisahkan air dari hasil reaksi dan sebagian gliserol yang tidak bereaksi. Uap yang keluar dari flash distillation dinaikan tekanannya hingga 1 atm menggunakan kompresor, uap akan masuk ke kondenser untuk mengubah sebagian fasa uap menjadi cair. Aliran uap-cair ini akan masuk flash drum untuk dipisahkan antara uap air dan gliserol sehingga gliserol dapat di alirkan kembali ke glycerol storage tank, gliserol dialirkan menggunakan pompa sedangkan uap air di buang ke atmosfer. Campuran yang tidak teruapkan dalam flash distillation masuk ke dalam flash distillation cooler menggunakan pompa untuk diturunkan suhunya hingga 100

oC sebelum masuk ke neutralizer.

Pada neutralizer (R-320) kandungan NaOH dalam campuran akan dinetralkan menggunakan asam fosfat sehingga membentuk garam Na3PO4, penambahan asam

fosfat terhadap NaOH yakni dengan perbandigan 1:3 dalam mol. Produk hasil netralisasi diumpankan ke dalam crystallizer, yang bertujuan membentuk padatan berupa kristal gliserol monostearat dan gliserol monopalmitat. Kristalisasi dilakukan dengan cara menurunkan temperatur hingga 40oC. Produk yang keluar dari crystallizer berupa

campuran kristal, garam Na3PO4 dan liquor (air) diumpankan

ke dalam centrifuge untuk dipisahkan antara filtrat dan presipitat. Kristal gliserol monostearat hasil pemisahan dalam centrifuge disalurkan menggunakan konveyor dan diseragamkan ukurannya menggunakan ball mill kemudian diseleksi ukutannya hingga mencapai 60 mesh menggunakan screener. Produk yang telah sesuai ukurannya masuk ke GMS bin untuk ditampung sebelum

IV. KESIMPULAN

Dari studi yang telah dilakukan penulis, maka dapat disimpulkan bahwa pada pendirian pabrik gliserol monostearat, dipilih proses esterifikasi dengan mempertimbangkan aspek teknis, operasi, dan lingkungan.

(5)

DAFTAR PUSTAKA

[1] H. . Hui, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. New York: John Wiley & Sons Inc, 1996.

[2] Wuryaningsih, “Kebutuhan akan Penggunaan Surfaktan di Indonesia,” Jakarta, 2008.

[3] Administrator Grand View Research, “Food Emulsifiers Market

Analysys,” 2017. [Online]. Available:

http://www.grandviewresearch.com.

[4] Fessenden, Kimia Organik. Jakarta: Erlangga, 1986.

[5] P. Asthasari, “Kajian Awal Pembuatan Biodiesel dari Minyak Dedak Padi dengan Proses Esterifikasi,” Reaktor, vol. 12, no. 1, pp. 19–21, 2008.

[6] L. Widyastuti, “Reaksi Metanolisis Biji Jarak Menjadi Metil Ester sebagai Bahan BakarPengganti Minyak Diesel dengan Menggunakan Katalis KOH,” Semarang, 2007.

[7] N. Sonntag, “Glycerolysis of fats and methyl esters — Status, review and critique,” J. Am. Oil Chem. Soc., vol. 59, no. 10, pp. 795A–802A, 1982.

Gambar

Gambar 1. Penggunaan emulsifiers pada industri makanan.
Gambar 3. Analisa pasar emulsifies untuk makanan berdasarkan jenis.
Gambar 7. Mekanisme reaksi transesterifikasi trigliserida.
Gambar 10. Proses pembuatan gliserol monostearat secara esterifikasi.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar “Pengaruh Faktor Sosial dan Faktor Pribadi Terhadap Keputusan Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Menggunakan Dua Kartu Provider

 Inflasi terjadi karena adanya peningkatan harga yang ditunjukkan oleh naikknya indeks di enam kelompok pengeluaran yakni kelompok bahan makanan sebesar 1,94 persen; kelompok makanan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perumahan

TOUCH TRAINING AND DEVELOPING BABY MASSAGE AND SPA Program Pelatihan “Touch Training and Developing Baby Massage dan Spa merupakan Program pelatihan meliputi

Saya merasa senang saat pacar menggandeng tangan saya.. Saya menghindar saat dipeluk

Kajian yang telah dilakukan ini adalah berdasarkan tinjauan amalan teknik mengingat di kalangan pelajar-pelajar Tingkatan 5, Sekolah Menengah Teknik Batu Pahat, Johor

dsetorkan oleh pemegang saham n d2atat dalam akun yang terpsah bag masng# masng "ens:kelas saham! apabla hanya terdapat satu "ens saham atau

Laju korosi dari tabung gas elpiji 3 Kg pada daerah yang dilas adalah 11,089 MPY dan perlu diturunkan agar tahan terhadap benturan yang sering terjadi.Laju korosi semakin