• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Politik Pemiluyang Dilakukan Perempuan Marginal : Studi Kasus Pemandu Karaoke di Desa Sarirejo Kota Salatiga T1 352010011 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Politik Pemiluyang Dilakukan Perempuan Marginal : Studi Kasus Pemandu Karaoke di Desa Sarirejo Kota Salatiga T1 352010011 BAB V"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KESADARAN KRITIS PEMANDU KAROKE

Pemilihan umum (pemilu) yang ada di negara Indonesia diadakan setiap

lima tahun sekali. Tahun 2014 Indonesia baru saja mengadakan pemilu.Euforia

warga Indonesia dalam merayakan pemilu 2014 cukup berbeda. Euforia semakin

terasa antusias ketika pemilihan presiden berlangsung. Mulai dari calon presiden

yang unik serta jarang ditemui di Indonesia, bahwa salah satu calon presiden

bukanlah seorang yang memiliki jabatan dalam sebuah partai politik. Antusias

masyarakat di Indonesia saat melakukan pemilu yaitu antara pemilihan presiden

dan pemilihan legislatif cukup berbeda suasananya. Pemilihan presiden yang

dilakukan pada tingkat nasional membuat masyarakat lebih mudah mendapatkan

informasinya di media massa maupun elektronik. Sedangkan pemilihan legislatif

yang dilakukan ditingkat daerah kurang diketahui informasinya. Kurangnya

sosialisasi yang dilakukan para caleg kepada masyarakat secara langsung maupun

melalui media massa juga cukup berpengaruh pada kesadaran masyarakat untuk

mengikuti pilihan legislatif (pileg). Bahkan sampai kalangan terkecil sekalipun,

yaitu perempuan PK yang ada di Sarirejo.

Bab lima akan membahas pengaruh fenomena pemilu 2014 yang ada di

Indonesia terhadap kesadaran perempuan PK yang dianggap kamu marginal,

sehingga mereka tidak dapat bersuara lebih keras karena modal yang dimilikinya

sangat minim. Kemudian mulai dari kesadaran yang dimiliki perempuan PK

menanggapi pemilu 2014, maka tindakan seperti apa yang akan dilakukan kaum

hawa khususnya perempuan yang bekerja sebagai pemandu karaoke akan dibahas

pada bab selanjutnya.

Pemilu 2014 di Indonesia cukup memberi pengaruh yang besar bagi dunia

bahkan warga Indonesia sendiri. Indonesia termasuk ranah yang cukup besar bagi

sekelompok perempuan PK di Sarirejo. Sedangkan kota Salatiga merupakan

Indonesia mini yang ada di Jawa Tengah yang kebijakan pemerintah daerahnya

sangat berpengaruh bagi kemajuan kota kecil tersebut. Sehingga dalam memilih

sosok pemimpin, maka yang menjadi kebutuhan dan permasalahan setiap

(2)

individulah seharusnya dapat terpenuhi. Kondisi seperti ini tidak hanya dialami

oleh kalangan pengusaha atau penanam modal, yang akan merasakan realisasi

program yang disepakati oleh para pemimpin. Justru kalangan terpinggirkan yang

akan merasakan program yang dibuat oleh para pemimpin di negaranya. Hal ini

juga akan dirasakan oleh para perempuan PK. Konstruksi identitas perempuan,

dalam kewarganegaraan, seringkali dikaitkan dengan peran alamiahnya sebagai

ibu, yang tercermin dalam istilah ‘ibu pertiwi’. Konstruksi demikian dikritisi oleh

feminisme dari generasi ke generasi semenjak abad ke-18. Mereka

mempersoalkan posisi yang menyulitkan perempuan karena di satu pihak

perempuan seolah-olah menjadi bagian warga negara, namun di lain pihak

perempuan dianggap sebagai pihak asing – ekslusif (Roseneil 2013). Tanpa

disadari konstruksi semacam itu sudah mendarah daging pada kaum hawa.

Sehingga kesadaran perempuan PK dalam memaknai pemilu dan ikut mencoblos

saat pilpres berlangsung dibuktikan melalui hasil wawancara yaitu:

“Ya penting tidak penting mbak.Ya gimana ya mbak.Saya tidak paham

soal politik.Yang penting negara aman sejahtera aja cukup.Kalau bisa ya

gampang cari kerja. Disisi lain penting karena kita harus ganti presiden

yang lebih baik. Tapi disisi lain juga gak penting, soalnya gara-gara

pemilu saya dan teman-teman jadi libur tidak boleh kerja. Kalau saya tiap

hari digaji meski tidak bekerja sih saya tidak masalah, lah ini pendapatan

saya jadi berkurang to mbak.” (Ami, 25th)

Sedangkan PK yang sadar untuk tidak ikut berpartisipasi saat pileg dan pilpres

juga mempunyai pendapat sendiri mengenai pemilu 2014 ini:

“Kalau buat saya sendiri gak ada gunanya.Malah buat kami PK rugi,

karena waktu buat kita cari uang jadi di liburkan. Kalau buat warga yang

lain kurang tau saya mbak. Lagian saya gak pernah tanya-tanya ke yang

lain soal pemilu ini.”

(3)

Konstruksi semacam ini juga merupakan sistem simbolik seperti tradisi marxis

klasik menekankan fungsi politis sistem simbolik ini dan menjelaskan keterkaitan

antara sistem simbolik yang terdapat dalam berbagai kepentingan kelas dominan

dengan problem kesadaran palsu yang terdapat dalam kelas-kelas yang

terdominasi1. Konstruksi bahwa perempuan PK hanya mampu bekerja

menggunakan modal yang dimilikinya saat ini, tanpa menggunakan kebijakan

pemerintah yang ada atau yang akan dirancang ulang. Sedangkan fakta lapang

menemukan bahwa perempuan PK sadar bahwa pemilu 2014 belum bisa

dikatakan berguna bagi individunya, tetapi setiap individu mengharapkan keadaan

yang jauh lebih baik lagi. Berikut penuturannya:

“Ya mungkin berguna mbak.Soalnya saya belum bisa merasakan berguna

atau tidaknya sekarang.Tapi ya semoga dengan pemilu kita dapat

pemimpin yang lebih baik lagi.”

Bagi kaum marginal seperti pemandu karaoke mampu memberikan persepsi

bahwa berguna atau tidaknya diadakan pemilu akan dirasakan jika

program-program yang disampaikan oleh pemimpin terpilih sudah dirasakan semua

kalangan masyarakat. Maka kesadaran akan membangun negara Indonesia agar

menjadi lebih baik dapat menjadi habit yang menurun ke generasi selanjutnya.

Salah satu lembaga besar dalam masyarakat yang sangat mempengaruhi

proses eksternalisasi individu-individu adalah negara. Negara dengan birokrasinya

sangat mewarnai kehidupan publik dari individu-individu, bahkan dari

pengalaman bernegara di beberapa tempat juga memasuki kehidupan privat

individu-individu.Khususnya negara Indonesia dipimpin oleh presiden, yang

mana presiden dapat terpilih karena menggunakan kendaraan politik berupa

partai.begitu pula untuk para legislator, para caleg diperhadapkan berbagai macam

parpol yang ada di Indonesia. Sedangkan kesadaran untuk berpolitik bagi

perempuan sebenarnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Justru ada hal yang penting

mengenai keputusan partai politik (parpol) dalam menentukan kader-kader

1 Mahar Cheleen, 2009, “(HabitusxModal)+Ranah=Praktik”, Yogyakarta: Jalasutra, hlm.6

(4)

perempuannya yang akan menjadi caleg. Kenyataannya kaum laki-laki yang lebih

dominan mengambil suatu keputusan. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI

merilis hasil analisisnya tentang keterpilihan perempuan calon legislator (caleg)

pada pemilu 2014 di Jakarta pada tanggal 12 Mei.Hasilnya, jumlah perempuan

caleg terpilih diperkirakan menurun signifikan. Pada pemilu 2014 perempuan

yang terpilih hanya 79 orang atau 14 persen, menurun dibanding hasil Pemilu

2009 yaitu 103 orang atau 18 persen2.

Menurut Bourdieu, pendekatan menggunakan sistem simbolik yang

terdapat dalam berbagai kepentingan kelas dominan dengan kesadaran palsu ini,

maka akan menjadikan habit baru bagi masyarakat Indonesia, cenderung

mereduksi relasi-relasi kekuasaan menjadi relasi-relasi komunikasi. Fungsi politik

real, yang menurut Bourdieu dapat dipenuhi oleh sistem simbolik, merupakan

upaya sistematis untuk melegitimasi dominasi dengan memaksakan definisi dunia

sosial ‘yang benar’ dan ‘legitimit’. Sistem simbolik ini dapat dilihat dalam dunia

politik yaitu politik oligarki. Salah seorang caleg yang ada di kota Salatiga

menuturkan bahwa dia terjun dalam dunia politik adalah karena campur tangan

suaminya sebagai seorang tokoh di daerahnya. Berikut hasil wawancara dengan

ibu Sri Suratni yang berumur 48 tahun.

“Bapak kan dulu juga sempat jadi ketua RW.Jadi saya juga ikut aktif

banget.Kalau bapak dulu jadi ketua RW tiga tahun.Suami saya juga dekat

dengan aorang-orang di pemerintahan.” (Sri, 48th)

Perempuan penjual soto ini juga menceritakan proses dia akhirnya menjadi

seorang caleg di salah satu partai politik:

“Pertama saya agak nyangka bakala masuk partai Demokrat.Karena

sebelum Demokrat saya ditawarkan masuk di partai PDIP dulu.Kemudian

2

http://www.puskapol.ui.ac.id/press-release/analisis-perolehan-suara-dalam-pemilu-2014.html

(5)

dari pihak PKS juga minta saya jadi caleg.Kemudian ketua fraksi

Demokrat ngomong ke bapak (suami) kalau saya diminta masuk ke

Demokrat mau gak.Tapi bapak bilang ‘ya coba bilang ibu (istri) saya’.

Cuman saya masih belum yakin apa saya pantas buat jadi salah satu

pemimpin nantinya, karena saya sadar saya gak punya kemampuan

apa-apa. Hanya saja bapak bilang kalau saya harus coba saja. Apalagi saya kan

aktif di lingkungan saya, apa itu penilaian partai sampai saya bisa dipilih

untuk jadi calegnya. Ya itu untuk menambah pengalaman juga.Akhirnya

saya menyetujui untuk jadi caleg di partai Demokrat. Tapi saya juga

pasrah sma Tuhan. Saya juga kalau soal dana juga gak bisa keluar

banyak-banyak.” (Sri, 48th).

Seorang peneliti dari Univeritas Indonesia (UI) Anna Margaret,

menjelaskan bahwa jaringan kekerabatan dengan elite politik mendominasi basis

keterpilihan perempuan caleg.Ia berpendapat hal ini yang menegaskan

ketergantungan perempuan pada basis kekuasaan laki-laki, kekuatan kekayaan

materiil, dan pelestarian relasi kuasa. Kondisi ini yang kemudian disebutnya

sebagai politik gender oligarki di DPR RI. Ternyata tidak hanya di taraf nasional,

ditaraf lokal pun keadaan ini masih sama. Kenyataannya kader perempuan yang

menjadi caleg saat mendapatkan nomor caleg selalu angka besar yang diperoleh.

Aturan penempatan calon perempuan dalam UU No. 10/2008 (pasal 55 ayat 2)

memiliki pengaruh dalam membuka peluang keterpilihan. Melalui pasa ini, partai

politik di dorong menempatkan calonperempuan pada salah satu nomor dari tiga

urutan teratas. Berikut perbandingan caleg perempuan terpilih di DPR RI3.

3

NASKAH-REKOMENDASI-KEBIJAKAN.pdf

(6)
[image:6.595.99.507.189.614.2]

Tabel 5.1 menyajikan data perbandingan caleg perempuan terpilih di DPR RI

Tabel 5.1

Perbandingan Nomor Urut Anggota Laki-laki dan Perempuan di DPR RI

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

No. Urut 1 No. Urut 2 No. Urut 3 No. Urut 4

Laki-laki

Perempuan

Sumber: PUSKAPOL DIP FISIP UI, 2010

Beberapa nama caleg perempuan dari partai PDIP ditingkat nasional yang

berpengaruh di daerah adalah Puan Maharani yang merupakan putri Ketua Umum

PDIP Megawati Soekarno Putri. Kemudian ada Puti Guntur Soekarno sepupu

Puan Maharani.Selanjutnya ada Karolin Margret Natasa, dia merupakan anak dari

Gubernur Kalimantan Barat Cornelis yang juga tokoh PDIP di Kalimantan

Barat.Kemudian yang terakhir Vanda Sarundajang, putri Gubernur Sulawesi Utara

Sinyo Harry Sarundajang.Sekalipun caleg perempuan mendapatkan nomor urut

kecil itu karena sistem kekerabatan dari sosok yang berpengaruh di daerah

tertentu. Hal perlu diketahui adalah tidak lagi mengenai kesadaran sosok

perempuan dalam bidang politik, akan tetapi akar permasalahannya mengenai

basis rekrutmen calegnya. Basis rekrutmen yang paling dominan adalah jaringan

kekerabatan istri atau anak dari bupati atau pengurus partai.

Gambar

Tabel 5.1

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana penerapan model pembelajaran

Di Masjid Taqwa Kota Metro Masjid Taqwa metro sudah berdiri sejak 21 Juli 1967 dibangun secara swadaya oleh masyarakat islam (kabupaten) Lampung Tengah, dan diresmikan

perekonomian yang sangat besar serta realisasi harga yang lebih tinggi untuk petani banyak langkah yang diperlukan untuk mencapainya terkait dengan reformasi dari komite

Bentrok merupakan suatu tindakan yang bersifat negatif dalam hal kekerasan dilakukan secara serentak ,dapat merugikan orang lain yang terkait dalam suatu

Analisis data kecerdasan emosi pada siswa SMP Islam Sunan Gunung Jati Ngunut. Tulungagung dilaporkan pada

menyerah segala yg berkaitan dgn bola jaring kpd sk bukit balai.sk bukit balai bercadang utk menghantar dua pasukan iaitu johan tahun lepas sk lenggong dan yg kedua akan

Dalam majlis pelancaran antologi cerpen Mahua V, Impian di Pelabuhan pada tahun 2005, Dato' Ong Tee Keat telah menyarankan kepada pihak Kementerian Pelajaran Malaysia dan Dewan

Analisis dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di Kelurahan