No. Daftar FPIPS : 1878/UN.40.2.6.1/PL/2013
PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN BAITUL ARQOM AL-ISLAMI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh
Oleh Pupu Fakhrurrozi
0906751
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Perkembangan Kelembagaan Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami” penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren
Baitul Arqom Al-Islami berlokasi di daerah Bandung Selatan di Jl. Raya Pacet,
Lemburawi Km. 09 Ciparay – Bandung (40385). Hal ini dilatar belakangi oleh banyaknya pesantren salafiyah di daerah pedesaan, namun hanya beberapa saja yang menyelenggarakan lembaga pendidikan formal. Kebanyakan dari pondok pesantren tersebut hanya menyelenggarakan kegiatan pengajian saja. Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami memadukan dua sistem pendidikan: pendidikan pondok pesantren dan pendidikan sekolah formal dari mulai tingkat PAUD, Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Pesantren Baitul Arqom setiap periode, yakni tahun 1922-1957, tahun 1958-1977, dan tahun 1978-2013. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan contoh oleh pesantren lainnya khususnya pesantren salafiyah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif desain case study dan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi yang dilengkapi dengan metode wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan ketika sebelum di lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan dengan mereduksi data, display data dan menguji validitas data dengan cara kecukupan pengamatan, triangulasi dan member check kemudian disimpulkan.
Pada pengolahan data dari setiap periode yang diteliti memiliki perbedaan-perbedaan yang signifikan. Ini dapat dilihat dari sistem pendidikan yang diterapkan pada awal pesantren didirikan yaitu tahun 1922 hanya terfokus pada sistem tradisional kemudian sistem klasikal saja karena memang belum didirikan lembaga pendidikan formal. Tahun 1922-1957 sistem pendidikan masih bersifat non formal saja. Tahun 1958-1977 didirikan lembaga pendidikan formal MWB yang kemudian menjadi MI, PGA yang kemudian menjadi MTs dan MA, dan SPAIN yang kemudian menjadi STAI. Pada tahun 2008 didirikan TK Pembina. Dapat dikatakan sekitar tahun 1978-2013 semakin berkembang dengan memadukan dua sistem pendidikan yaitu pesantren dan sekolah formal.
Kurikulum disesuaikan dengan kurikulum pemerintah dengan tetap
mempertahankan kurikulum pesantren salafi yakni pengajian kitab kuning dengan sistem sorogan dan bandongan. Kepemimpinan pesantren selalu dipegang oleh keluarga pesantren dari mulai muassis awal yakni KH. Muhammad Faqih hingga sekarang dikelola oleh keturunan beliau. Pada setiap periode, sarana prasarana, peserta didik dan tenaga pendidik semakin banyak.
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum dapat disimpulkan bahwa perkembangan sangat terlihat dari segi kelembagaan karena faktor kekeluargaan dan dukungan baik dari dalam pesantren maupun masyarakat, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional kepesantrenan.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puja menjadi penghias rasa, puji menjadi penghias hati peneliti panjatkan ke
hadirat ilahi rabbī yang telah banyak memberikan kenikmatan kepada peneliti,
sehingga skripsi ini selesai. alawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
kepada Baginda Alam yakni Habībanā wanabiyanā Muhammad SAW.
Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan kelembagaan
pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami, disamping untuk
memenuhi salah satu syarat agar dapat mengikuti ujian sidang Sarjana Pendidikan
pada Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Peneliti mengambil Judul “Perkembangan Kelembagaan
Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami”.
Peneliti sangat sadar, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan.
Mudah-mudahan bermanfaat bagi peneliti khususnya umumnya bagi pembaca semuanya.
Wassalāmu’alaikum Waraḥmatullāhi Wabarakātuh
Bandung, September 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalāmu’alaikum Warahmatullāhi Wabarakātuh
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan jalan kemudahan,
kekuatan, kelancaran dan kesehatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi
ini. Peneliti menyadari bahwa selesainya skripsi tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan
dan bantuan berbagai pihak. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya
peneliti sampaikan kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M. Pd. Selaku Rektor Universitas
Pendidikan Indonesia
2. Bapak Prof. Dr. Karim Suryadi, M. Si. Dan Dr. Elly Malihah, M. Si.
Selaku Dekan Fakultas FPIPS
3. Bapak Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag. Selaku Ketua Prodi Ilmu Pendidikan
Agama Islam (IPAI) UPI Bandung
4. Bapak Dr. H. A. Syamsu Rizal, M.Pd. Dan Dr. H. Aam Abdussalam, M.
Pd. Selaku pembimbing I dan II yang telah memberikan pengarahan,
petunjuk, dan bimbingan kepada peneliti
5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi IPAI UPI Bandung yang telah membekali
ilmu kepada peneliti selama menjadi mahasiswa IPAI UPI
6. Bapak dan Ibu staff Tata Usaha Prodi IPAI atas segala bantuan
administrasi demi kelancaran skripsi ini
7. Sesepuh Pesantren Baitul Arqom KH. Abdul Khobir, ketua yayasan H.
Ahmad Faisal Imron, kepala sekolah TK Hj. Fitriyah Yusuf, kepala MI H.
Fuad Mustofa Hannan, Kepala MTs Asep Nuryaqin S.Pd, kepala MA
Usep Bahrudin, Ketua STAI KH. Ridwan
8. Ust. Ishaq Farid, Drs. Oop Farouk, M.M, Asep Mahmudin S.Pd.I, Agung
Muharram dan M. Febianto yang telah membantu peneliti dalam
pengumpulan data. Mudah-mudahan Allah SWT membalas dengan
9. Emi dan bapa tersayang Dra. Ade Latifah dan Setiawan, S.Ag, yang selalu
memberikan dukungan lahir dan batin kepada peneliti. Peneliti sangat
bangga telah lahir dari rahim emi dan dibesarkan oleh pendidikan bapa dan
emi yang lillāh. Semoga Allah SWT selalu mengasihi mereka, selamanya.
10.Adik-adik tercinta, Mia Muyasaroh dan Farhan Hilmi yang menghiasi
keseharian peneliti setiap hari dengan senyum dan candaan mereka.
11.Mila yang tidak hanya memberikan motivasi tetapi juga menjadi motivasi
bagi peneliti. Kang Iding yang sering mengantar peneliti sejak pertama
masuk kuliah. Seluruh keluarga besar Banī Ma būr yang berada di Pereng,
Pangauban, Kopo, Jongor, dan Balubur yang selalu memberikan motivasi
dan dukungannya kepada peneliti.
12.Keluarga besar Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami, Pondok
Pesantren Al-Barokah Sarijadi, Pondok Pesantren Sabilul Falah dan
Yayasan Pendidikan Al-Fakhriyah.
13.Teman-teman nasyid di THEOS SPATHI (kang Awan, Akbar, Manan,
Asep, Rifsa, Ghushni, Rizky, dan Gugah) yang memberikan kesan berbeda
ketika peneliti kuliah di UPI.
14.My Best Friend Yedi, Deni, Fahmi, Iqbal, Dendi, Andhis, Badru, Agus, Hilman, Hasbi, Faisal, Idzan, Yusuf, Rudini, Ryan yang selalu
memberikan motivasi dan bantuan dalam perjuangan menyusun skripsi.
15.BEM HIMA IPAI yang memberikan pengalaman terbesarnya selama
peneliti kuliah di Prodi IPAI UPI.
16.Teman-teman satu angkatan dan adik-adik tingkat di prodi IPAI yang tak
bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Akhirnya, peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti
khususnya dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya. Wassalāmu’alaikum Waraḥmatullāhi Wabarakātuh
Bandung, September 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN………...………..…...viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... ix
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 5
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 6
BAB II ... 7
KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISL M DI PONDOK PESANTREN ... 7
A. Konsep Pendidikan Isl m... 7
B. Lembaga Pendidikan Isl m ... 18
C. Pendidikan Isl m di Indonesia ... 32 D. Pondok Pesantren ... 49
BAB III ... 67
METODE PENELITIAN ... 67
A. Lokasi Penelitian ... 67
B. Desain Penelitian ... 69
C. Metode Penelitian ... 72
D. Definisi Operasional...75
E. Instrumen Penelitian...76
G. Prosedur Penelitian...81
H. Analisis Data...85
BAB IV ... 92
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 92
A. Pemaparan Data Hasil Penelitian ... 92
1. Keadaan Pondok Pesantren pada awal berdiri hingga tahun 1957 ... 92
2. Keadaan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1958-1977...99
3. Perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1977-2013...104
4. Faktor-faktor penunjang dan penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami...152
B. Pembahasan Data ... 154
1. Analisis keadaan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada awal berdiri hingga tahun 1957 ... 154
2. Analisis keadaan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1958-1977 ... 158
3. Analisis perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1977-2013 ... 161
4. Analisis faktor penunjang dan penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami ... 166
5. Analisis perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami...170
BAB V ... .178
KESIMPULAN DAN SARAN ... .178
A. Kesimpulan ... .178
B. Saran ... .183
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Peta lokasi Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Lembaga-lembaga pendidikan Isl m tradisional dan jumlah murid
di beberapa kabupaten di Jawa tahun 1831...
Tabel 4.1 Jadwal kegiatan santri ………...
Tabel 4.2 Kitab-kitab yang digunakan di Pesantren Baitul Arqom………….
Tabel 4.3 Jadwal pemakaian seragam MI... ………
Tabel 4.4 Jumlah ruang menurut jenis, status kepemilikan, dan kondisi MI...
Tabel 4.5 Buku pegangan guru dan siswa tiap mata pelajaran MI...…….
Tabel 4.6 Jumlah buku bacaan dan buku sumber yang ada di Perpustakaan...
Tabel 4.7 Jumlah alat peraga/praktik MI...………..
Tabel 4.8 Jumlah perlengkapan sekolah/madrasah menurut kondisi...……
Tabel 4.9 Keadaan peserta didik MTs...………..
Tabel 4.10 Data tamatan peserta didik MTs...………..
Tabel 4.11Keadaan siswa berdasarkan jenis kelamin dan tingkat ekonomi
orang tua...
Tabel 4.12 Keadaan tenaga pendidik MTs...………..
Tabel 4.13 Keadaan peserta didik MA...……….
Tabel 4.14 Keadaan tenaga pendidik ………...
Tabel 4.15 Daftar pendidik yang sudah tersertifikasi...
Tabel 4.16 Keadaan sarana prasarana MA...………..
Tabel 4.17 Perkembangan jumlah mahasiswa Prodi PAI STAI...
Tabel 4. 18 Struktur kurikulum Prodi PAI STAI Baitul Arqom………..
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Perkembangan Kelembagaan Pendidikan di Pondok Pesantren
Baitul Arqom Al-Islami... 176
Bagan 4.2 Faktor Penunjang dan Penghambat Perkembangan Kelembagaan
Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami... 177
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Izin Penelitian………...
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian………..……...
Hasil Wawancara dan Member Chek………...
Hasil Observasi...
Keluarga Bani Embah Jibja Manggala (Karuhun Maruyung)...
Brosur Pesantren...
Dokumen TK...
Dokumen MI...
Dokumen MTs...
Dokumen MA...
Dokumen STAI...
Daftar Riwayat Hidup………...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu faktor
pendorong kemajuan pembangunan. Karena di antara makhluk lainnya
manusia mempunyai perbedaan dan keutamaan tersendiri, yaitu diberikan akal
untuk berfikir. Seperti yang dikatakan Suryana (2008: 20) akal hanya
diberikan kepada manusia, karena itu manusia sering kali disebut sebagai
animal rasional (makhluk yang mampu berpikir). Untuk mencapai sumber daya manusia yang berkualitas harus ditempuh melalui pendidikan. Karena
bagi manusia, pendidikan adalah pusaka yang sangat berharga. Dengan
pendidikan, manusia dapat melestarikan keturunannya. Dengan pendidikan
juga, manusia dapat membekali diri dan masyarakatnya dengan berbagai nilai
dan norma (Sholehuddin, 2010: 1).
Potensi yang diberikan Allāh kepada manusia tidak akan berkembang
dengan sendirinya secara sempurna tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak
lain sekalipun potensi yang dimilikinya bersifat aktif dan dinamis. Potensi
kemanusiaan itu akan bergerak terus-menerus sesuai dengan pengaruh yang
didatangkan kepadanya. Hanya intensitas pengaruh itu akan sangat bervariasi
sesuai dengan kemauan dan kesempatan yang diperolehnya yang dapat
menentukan pengalaman dan kedewasaan masing-masing. Maka dari itu,
manusia sering disebut sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik atau
makhluk pendidikan (Syahidin, 2009: 23).
Dalam Islām, pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengangkat
derajat dan martabat manusia, Allāh telah menyebutkan dalam firmannya surat
Artinya: “Allāh akan mengangkat derajat dan martabat orang-orang yang beriman
dan orang-orang yang berpendidikan di antara kalian”1
Di antara upaya pendidikan menurut Islām adalah lembaga pondok
pesantren, karena pendidikan di pondok pesantren tidak bisa terlepas dari
tujuan umum pendidikan nasional, sebagaimana terdapat dalam pasal 4 UU
pendidikan Nasional, yakni:
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Senada dengan pernyataan di atas, Suharto (2011: 5) mengatakan bahwa
tugas pokok pesantren adalah mewujudkan manusia dan masyarakat Muslim
yang beriman dan bertakwa kepada Allāh. Namun dewasa ini, reputasi pondok
pesantren mulai menurun, dikarenakan masyarakat pada umumnya lebih
memilih pendidikan formal yang lebih dapat menjamin masa depan. Sehingga
terkadang lulusan pesantren kalah bersaing atau tidak siap berkompetisi
dengan lulusan umum dalam urusan profesionalisme di dunia kerja. Dunia pesantren dihadapkan kepada masalah-masalah globalisasi, yang memang
memberikan tanggung jawab tersendiri terhadap lembaga pendidikan seperti
pondok pesantren. Terutama dalam menjawab tantangan zaman edukasi
seperti sekarang ini yang justru lebih didominasi oleh orang-orang non muslim atau dapat dikatakan westernisasi lebih “berkuasa” bahkan di negara mayoritas muslim terbesar di dunia seperti Indonesia sekalipun. Secara objektif
kenyataan menunjukkan Indonesia merupakan Negara dengan penduduk
1 Seluruh teks ayat Al-Qur`ān dan terjemahnya dalam skripsi ini dikutip dari software Al-Qur`ān in word yang disesuaikan dengan Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah: Yayasan
muslim paling banyak dibandingkan dengan Negara manapun di dunia.
Sebagaimana yang dijelaskan Rustandi (2010: 10) bahwa Islām adalah agama
mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia, yang
menjadikan negara Indonesia negara dengan penduduk muslim terbanyak di
dunia. Bahkan menurut Taufik (2007: 193) dari segi sarana dan fasilitas
kehidupan beragama termasuk lembaga pendidikannya, juga mungkin
Indonesia terbanyak. Baik itu Mesjid, muṣallā, pesantren, madrasah, sekolah
sampai tingkat perguruan tinggi.
Menurut Dhofier (2011: 72) walaupun pesantren-pesantren sudah banyak
yang mengadakan perubahan-perubahan mendasar sebagai jawaban positif
atas perkembangan zaman, namun perubahan tersebut masih sangat terbatas.
Ada dua alasan utama yang menyebabkan hal tersebut, yaitu:
1. Para kyai masih harus mempertahankan dasar-dasar tujuan pendidikan
pesantren, yaitu bahwa pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk
mempertahankan, menyebarkan dan memperkuat ajaran serta peradaban Islām.
2. Mereka belum memiliki ahli-ahli yang cakap, terampil dan sesuai
dengan kebutuhan pembaruan untuk mengajarkan cabang-cabang
pengetahuan umum.
Lembaga pendidikan Islām tradisional seperti madrasah dan pesantren
tidak luput dari interaksinya terhadap modernitas. Jika dahulu pesantren sering kali diidentikkan dengan kaum “sarungan”, sebuah istilah yang cenderung pejoratif karena pesantren sebagai pranata sosial dicurigai sebagai
sarang kejumudan dan konservatisme. Ia menjadi penghalang bagi
usaha-usaha pembaruan dan pembangunan (Tuanaya et al. 2007: 1).
Pesantren yang mempertahankan budaya tradisional ini dikenal dengan
istilah pondok pesantren salāfiyaħ. Di daerah pedesaan sendiri, banyak
terdapat pondok pesantren salāfiyaħ (tradisional), namun hanya beberapa
yang menyelenggarakan lembaga pendidikan formal. Kebanyakan dari
pondok pesantren tersebut menyelenggarakan kegiatan pengajian saja, baik
dan mempelajari ilmu agama lainnya. Di antara pondok pesantren di daerah
tersebut, ada sebuah pondok pesantren yang sudah mengkolaborasikan antara
pendidikan non formal dan pendidikan formal, bahkan pendidikan formalnya
sendiri sudah pada jejang perguruan tinggi yakni Sekolah Tinggi Agama Islām (STAI). Pondok pesantren yang dimaksud yaitu Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Pondok Pesantren Baitul Arqom Islami (jika ditranslit menjadi Bait
Al-Arqam Al-Islāmi) adalah lembaga pendidikan yang bertujuan membina dan
mencetak siswa atau kader Ahlu al-sunnaħ Wa al-jamā‟aħ yang berilmu
amaliah dan beramal ilmiah dengan memadukan dua sistem pendidikan:
pondok pesantren dan pendidikan sekolah formal. Berlokasi di sebuah
kampung Lemburawi di Bandung selatan. Pesantren ini didirikan oleh Alm.
KH. Muhammad Faqih pada tahun 1922. Tahun 1964 kepemimpinan
dilanjutkan oleh Alm. KH. Ubaidillah. Kemudian pada tahun 1987
kepemimpinan dilanjutkan oleh Alm. KH. Ali Imron dan tahun 2005
pesantren ini dipimpin oleh Alm. KH. Yusuf Salim Faqih. Tahun 2009 hingga
sekarang kepemimpinan dan kepengurusan pesantren diteruskan oleh
cucu-cucu pendiri.
Pondok Pesantren Baitul Arqom menggunakan sistem khāṣ
kepesantrenan/salafi yang mengacu pada pemahaman kitab-kitab kuning
dengan berbagai disiplin ilmu, terutama „Ilmu nahwu, ṣaraf, balāgaħ, fiqh, tafsīr, ḥadīṡ, dan lain-lain, yang diajarkan langsung oleh para kyai/ustāż. Ditunjang dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai serta
tenaga-tenaga pengajar yang terdiri dari para lulusan sarjana UIN, Al-Azhar
Mesir, UNPAD, UPI, UNINUS, UNPAS, UNLA, STAI dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Perkembangan Kelembagaan Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami”.
Adapun rumusan pokok masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: Bagaimana perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok
pesantren Baitul Arqom Al-Islami?
Berdasarkan masalah umum tersebut dapat dirinci kepada beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keadaan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada
awal berdiri hingga tahun 1957?
2. Bagaimanakah keadaan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren
Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1958-1977?
3. Bagaimanakah perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok
Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1978-2013?
4. Bagaimanakah faktor-faktor penunjang dan penghambat perkembangan
kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pokok dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tujuan Umum: Untuk mengetahui perkembangan kelembagaan pendidikan di
Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui keadaan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami
pada awal berdiri hingga tahun 1957.
2. Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Baitul Arqom
Al-Islami pada tahun 1958-1977.
3. Untuk mengetahui perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok
Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1978-2013.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor penunjang dan penghambat
perkembangan kelembagaan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, peneliti berharap memperoleh manfaat baik bersifat
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi terhadap khazānaħ keilmuan khususnya yang
berkaitan dengan perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok
pesantren.
b. Dapat memperluas serta memperdalam wawasan mengenai
kelembagaan pendidikan di lingkungan pondok pesantren.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai dokumentasi terhadap pondok pesantren yang diteliti.
b. Sebagai bahan evaluasi di masa lalu dan untuk prediksi perbaikan
di masa depan.
c. Untuk pondok pesantren lain dapat dijadikan sebagai rujukan
dalam rangka mengembangkan kelembagaan pondok pesantren ke
arah yang lebih baik.
d. Bagi UPI khususnya IPAI mempunyai dokumentasi tentang
perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok pesantren.
E. Struktur Organisasi
Dalam penulisan skripsi ini sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan struktur organisasi
skripsi.
BAB II merupakan kajian pustaka dari judul yang diambil peneliti yaitu
meliputi teori tentang kelembagaan pendidikan Islām di pondok pesantren.
BAB III Metode Penelitian yang meliputi Pendekatan penelitian,
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan.
BAB III
METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau lokasi yang menjadi tempat
melakukan pengamatan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini
dilaksanakan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Pondok
pesantren ini peneliti ambil karena pertimbangan bahwa Pondok Pesantren
Baitul Arqom Al-Islami ini merupakan pondok pesantren yang
memadukan dua sistem pendidikan, yaitu pendidikan pondok pesantren
dan pendidikan sekolah formal. Di pondok pesantren ini terdapat beberapa
lembaga pendidikan formal dengan tetap mempertahankan tradisi
pesantren. Sasaran penelitian ini adalah lembaga-lembaga pendidikan yang
terdapat di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Adapun yang
diteliti adalah kelembagaan pendidikan dilihat dari sisi perkembangannya.
Jika dibandingkan dengan pesantren-pesantren di sekitarnya khususnya di
kecamatan Pacet, Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami ini lebih maju
dan dituakan oleh pesantren-pesantren yang lain di sekitar kecamatan
Pacet yang merupakan pondok pesantren satu-satunya yang mempunyai
lembaga pendidikan formal dari mulai tingkat Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Ibtidaiyah (MA), dan Sekolah Tinggi Agama Islām (STAI).
Pondok Pesantran Baitul Arqom Al-Islami berada di kampung
LemburAwi Jl. Raya Pacet KM. 09 Ciparay, kecamatan Pacet, Kabupaten
Bandung (40385), provinsi Jawa Barat. Pada saat ini Pondok Pesantren
Baitul Arqom Al-Islami mempunyai 987 santri yang mondok di asrama,
terdiri dari 620 santri Madrasah Tsanawiyah (MTs), 367 santri Madrasah
Aliyah (MA). Selain itu, ada juga siswa dari luar (yang tidak mondok di
pesantren) namun bersekolah di lembaga pendidikan formal Pondok
Pesantren Baitul Arqom Al-Islami, di antaranya adalah 76 siswa TK, MI
pendidikan formal, Pondok Pesantran Baitul Arqom sudah memiliki
Lembaga Pendidikan Komputer, Lembaga Bimbingan Ibadah Haji,
Lembaga Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat dan Lembaga Ikatan
Alumni serta memiliki 2 Mesjid (Putra & Putri), 2 Asrama Putra ( Rijalul
Ghod & Hilyatul Auliya), 4 Asrama Putri ( Al–Qubbathul Khodlro, Bola Dunia, Al-Barkah dan Bintang Sembilan), 2 Kantor, 30 Ruang Kelas, 1
Aula dan 1 Poskestren. Santri putra tinggal di komplek asrama putra yakni
Rijalul Ghod & Hilyatul Auliya, masing-masing asrama ada yang berjumlah 9 kamar, adapun asrama lainnya berjumlah 36 kamar.
Sedangkan santri putri berada di komplek asrama santri putri yang
berjumlah 4 asrama yakni Al-Qubbathul Khoḍro, Bola Dunia, Al-Barkah
dan Bintang Sembilan, masing-masing asrama ada yang mempunyai 11
kamar, 12 kamar, 12 kamar dan 5 kamar.
Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dipimpin oleh KH. Abdul
Khobir selaku Mudir Ma’had, H. Ahmad Faisal Imron sebagai ketua
yayasan, dibantu oleh Ust. Hilmi Humaeni selaku wakil ketua yayasan,
Ust. Ishaq Farid selaku Sekretaris, H. Fuad Ruhiat Imron & Ahmad
Mansyur Yusuf selaku bendahara, H. Ibnu Athoillah Yusuf selaku ketua
bidang pendidikan pesantren, Drs. Rd. Dadan Fathurrohman selaku ketua
bidang pendidikan kesekolahan, Eki Muhammad Salim selaku ketua
departemen ekonomi, Dedi selaku ketua departemen kesehatan, Dikky
Ahmad Siddiq selaku ketua departemen kesejahteraan, Hj. Fitriyyah Yusuf
S.Pd., selaku kepala sekolah TK, H. Fuad Musthofa Hanan selaku kepala
sekolah MI, Asep Nuryaqin S.Pd., selaku kepala sekolah MTs, Drs. U.
Bahrudin, M.M.Pd., selaku kepala sekolah MA, dan Drs. KH. Ridwan
Sumber : Google Maps Gambar 3.1
Peta Lokasi Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami Keterangan :
= Lokasi Penelitian
B. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Satori dan Komariah (2012: 22) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari
sifat suatu barang/jasa. Hal terpenting dari suatu barang atau jasa berupa
kejadian/fenomena/gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut
yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan suatu
konsep teori. Adapun karakteristik penelitian kualitatif sendiri menurut
Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2008: 104) adalah sebagai berikut:
1. Latar alamiah, karena pengamatan akan mempengaruhi apa yang
diamati, dan untuk mendapatkan pemahaman yang maksimal
keseluruhan obyek harus diamati.
2. Manusia sebagai instrumen, karena hanya manusialah yang mampu
beradaptasi secara fleksibel dengan realitas yang bermacam-macam
3. Pemanfaatan pengetahuan non-proposional, peneliti naturalistis
melegitimasi penggunaan intuisi, perasaan, firasat, dan
pengetahuan lain yang tak terbahasakan selain pengetahuan
proposisional karena pengetahuan jenis pertama itu banyak
dipergunakan dalam proses interaksi antara peneliti dan responden.
4. Metode-metode kualitatif digunakan sebagai metode yang lebih
mudah untuk diadaptasikan dengan ralitas yang beragam.
5. Sampel purposif, pemilihan sampel secara teoritis, bukan sampel
acak.
6. Analisis data secara induktif, untuk memudahkan peneliti
mengidentifikasi realitas di lapangan dan segala aspek yang
memengaruhi.
7. Teori dilandaskan pada data di lapangan, karena peneliti kualitatif
percaya kebenaran akan terlihat dan teralami sendiri di lapangan.
8. Desain penelitian mencuat secara alamiah, tidak dibuat-buat dan
akan muncul dengan sendirinya.
9. Hasil penelitian berdasarkan negosiasi, dilakukan guna untuk
memahami makna yang didapat.
10.Cara pelaporan khusus, gaya pelaporan ini lebih cocok ketimbang
cara pelaporan saintifik yang lazim pada penelitian kuantitatif,
sebab pelaporan kasus lebih mudah diadaptasikan terhadap
deskripsi realitas di lapangan yang dihadapi para peneliti.
11.Interpretasi idiografik, data yang terkumpul termasuk
kesimpulannya akan diberi tafsir secara idiografik, yaitu secara
kasus, khusus, dan kontekstual – tidak secara nomotetis, yakni
berdasarkan hukum-hukum generalisasi.
12.Aplikasi tentatif, setiap temuan adalah hasil interaksi peneliti
dengan responden dengan memperhatikan nilai-nilai dan
kekhususan lokal, yang mungkin sulit direpleksi dan diduplikasi;
13.Batas penelitian ditentukan fokus, batas penelitian ini akan sulit
ditegakkan tanpa pengetahuan kontekstual dari fokus penelitian.
14.Keterpercayaan dengan kriteria khusus,
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu membuat
desain penelitian yang disesuaikan dengan pendekatan kualitatif sendiri.
Menurut Nasution (2003: 25-30) desain penelitin yang banyak
didapati adalah desain survey, case study, and experimen.
1. Desain survey
Desain survey adalah suatu penelitian survey atau survey yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang orang yang
jumlahnya besar, dengan cara mewawancarai sejumlah kecil dari
populasi itu. Survey dapat digunakan dalam penelitian yang bersifat
eksploratif, deskriptif, maupun eksperimental. Mutu survey antara lain
bergantung pada:
a. Jumlah orang yang dijadikan sampel
b. Taraf hingga mana sampel itu representatif, artinya mewakili
kelompok yang diselidiki
c. Tingkat kepercayaan informasi yang diperoleh dari sampel itu.
Untuk memperoleh keterangan dapat digunakan questionnaire
atau angket, wawancara, observasi langsung atau kombinasi
teknik-teknik pengumpulan data itu.
2. Desain case study
Desain case study adalah bentuk penelitian yang mendalam
tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya.
Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, sekelompok
individu (misalnya suatu keluarga), segolongan manusia (guru, suku
minangkabau). Case study dapat mengenai perkembangan sesuatu.
Bahan untuk case study dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti
orang yang diselidiki, laporan atau keterangan dari orang yang banyak
tau tentang hal itu.
3. Desain eksperimen
Dalam desain eksperimen terdapat kelompok yang disebut
kelompok eksperimen, yaitu kelompok yang sengaja dipengaruhi oleh
variabel-variabel tertentu, misalnya diberikan latihan.
Sementara itu, Umar (2008: 7) mengemukakan bahwa desain
penelitian dapat dibagi atas tiga macam, yaitu desain Eksploratif,
Desksriptif, dan Kausal. Disini peneliti menggunakan desain deskriptif
yang mana menurut Umar (2008: 9) tujuan penelitian desain deskriptif
bersifat tujuan paparan pada variabel-variabel yang diteliti, misalnya
tentang siapa, yang mana, kapan, dan di mana, maupun ketergantungan
variabel pada sub-sub variabelnya. Studi dengan desain ini dapat
dilakukan secara sederhana atau rumit dan dapat melibatkan data
kuantitatif yang dilengkapi dengan data kualitatif. Dengan demikian, hasil
penelitian dengan desain ini akan menghasilkan informasi yang
komprehensif mengenai variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain case study yang
bersifat deskriptif, karena bertujuan memaparkan perkembangan
kelembagaan pendidikan yang terjadi di Pondok Pesantren Baitul Arqom
Al-Islami, dari mulai sejarah didirikan pondok pesantren, siapa yang
mendirikan, siapa saja tokoh-tokoh yang berpengaruh terhadap
perkembangan pondok pesantren, latar belakang didirikannya
lembaga-lembaga pendidikan yang ada di dalam pondok pesantren, perkembangan
lembaga-lembaga pendidikannya hingga faktor penunjang dan
penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan keguanaan tertentu (Sugiyono,
penelitian guna mendapatkan data-data mengenai kelembagaan pendidikan
di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dengan tujuan agar dapat
mendeskripsikan perkembangan kelembagaan pendidikan di sana, agar
dapat dijadikan sebagai pelajaran dalam menyikapi faktor penghambat
perkembangan kelembagaan pendidikan bagi pondok pesantren ataupun
lembaga pendidikan lainnya yang mempunyai situasi sosial yang sama.
Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mendeskripsikan bagaimana
perkembangan kelembagaan pendidikian di pondok pesantren, maka dari
itu, pendekatan yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, karena kebenaran yang dicari dalam penelitian
kualitatif ini menuntut bagaimana mencari kebenaran melalui paradigma
alamiah (naturalistic) bukan ilmiah (scientific) (Alwasilah, 2008: 95).
Menurut Soejono dan Abdurrahman (2005: 23) metode deskriptif
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang,
lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Menurut Masyhuri dan
Zainuddin (2008: 34) ciri-ciri metode deskriptif ialah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena
2. Menerangkan hubungan (korelasi)
3. Menguji hipotesis yang diajukan
4. Membuat prediksi (forcase) kejadian
5. Memberikan arti atau makna atau implikasi pada suatu masalah
yang diteliti. Jadi penelitian deskriptif mempunyai cakupan yang
lebih luas.
Beberapa desain deskriptif yang umum digunakan menurut Umar
(2008: 8) adalah sebagai berikut:
a. Metode studi kasus
Penelitian dengan metode ini menghendaki suatu kajian yang
rinci, mendalam, menyeluruh atas objek tertentu yang biasanya
Keunggulan metode studi kasus antara lain adalah bahwa hasilnya
dapat mendukung pada studi-studi lebih besar di kemudian hari,
dapat memberikan hipotesis-hipotesis untuk penelitian lanjutan.
Adapun kelemahan dari metode studi kasus ini misalnya bahwa
kajiannya menjadi relatif kurang luas, sulit digeneralisasikan
dengan keadaan yang berlaku umum, dan cenderung subjektif,
karena objek penelitian dapat memengaruhi prosedur penelitian
yang harus dilakukan.
b. Metode pengembangan
Penelitian ini berguna untuk memperoleh informasi tentang
perkembangan suatu objek tertentu dalam kurun waktu tertentu.
Ada dua cara yang saling melengkapi dalam melakukan penelitian
pengembangan ini, yaitu:
- Longitudinal, yaitu dengan cara mempelajari objek penelitian secara berkesinambungan pada jangka waktu yang panjang.
- Cross-sectional, yaitu dengan cara mempelajari objek
penelitian dalam suatu waktu tertentu saja (tidak
berkesinambungan dalam jangka waktu panjang).
c. Metode tindak lanjut
Secara umum metode ini dapat dilakukan bila peneliti hendak
mengetahui perkembangan lanjutan dari subjek setelah diberikan
perlakuan tertentu atau setelah kondisi tertentu.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain deskriptif dengan
metode studi kasus terhadap perkembangan kelembagaan pendidikan di
Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Sehingga dengan metode studi
kasus ini peneliti dapat bersama-sama dengan pengambil keputusan
manajemen (keluarga pesantren) berusaha menemukan hubungan atas
faktor-faktor yang dominan atas permasalahan penelitian. Selain itu,
peneliti dapat saja menemukan hubungan-hubungan yang tadinya tidak
sesuai dengan keadaan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami
sendiri.
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran dalam penelitian
ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah sehingga ada kesamaan
landasan berfikir antara peneliti dan apa yang dituangkan dalam penelitian
ini dengan pembaca.
a. Perkembangan
Dalam kamus bahasa Indonesia (Marhijanto, 1993: 144)
perkembangan diambil dari kata dasar kembang yang berarti terbuka,
mekar bunga. Berkembang berarti terbuka, menjadi besar, menjadi
lebar. Maksud perkembangan dalam penelitian ini adalah adalah
perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman yang terdiri atas perubahan yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif daripada kelembagaan pendidikan di Pondok
Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dari masa ke masa.
b. Kelembagaan pendidikan
Nata (2010: 189) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
kosakata lembaga memiliki empat arti, yaitu: 1) asal mula (yang akan
jadi sesuatu); benih (bakal binatang, manusia, dan tumbuhan);
misalnya Adam, segumpal tanah yang dijadikan manusia pertama; 2)
bentuk (rupa, wujud) yang asli, acuan; 3) ikatan (tentang mata cincin
dan sebagainya); 4) badan (organisasi) yang bermaksud melakukan
suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha; misalnya
Bahasa Indonesia. Dalam tulisan ini, pengertian lembaga yang
digunakan yaitu pengertian lembaga yang ketiga, yaitu badan atau
organisasi yang melakukan sesuatu kegiatan. Dengan demikian, maka
yang dimaksud dengan lembaga pendidikan adalah badan atau
organisasi yang melakukan kegiatan pendidikan. Dalam penelitian ini
formal yang tumbuh berkembang di Pondok Pesantren Baitul Arqom
dari mulai lembaga pendidikan paling dasar sampai dengan lembaga
pendidikan tertinggi, yaitu dari tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini), TK (Taman Kanak-kanak), MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs
(Madrasah Tsanawiyah), MA (Madrasah Aliyah) sampai dengan STAI (Sekolah Tinggi Agama Islām).
c. Pondok pesantren
Damapolii (2011: 57) mengemukakan bahwa secara terminologis,
pesantren didefiniskan sebagai lembaga pendidikan tradisional Islām
untuk mempelajari, memahami, mendalami, manghayati, dan
mengamalkan ajaran Islām dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Dalam penelitian ini, maksud dari pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islām non
formal yang mengajarkan ilmu keIslāman dengan menggunakan
kitab-kitab klasik.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri,
namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka
kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang
diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang
telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono, 2011:307).
Sementara itu Satori dan Komariah (2012: 61) menyebutnya dengan
konsep human instrument yang mana konsep dari human instrument itu
sendiri dipahami sebagai alat yang dapat mengungkap fakta-fakta
lapangan dan tidak ada alat yang paling elastis dan tepat untuk
mengungkap data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri. Seorang peneliti
harus melatih dirinya sendiri untuk melakukan pengamatan (Nasution,
2003: 107). Menurut Nasution (Satori, 2012) peneliti sebagai instrumen
penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna
atau tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen
berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi,
kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat
difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita
perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan
pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan
segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest
hipotesis yang timbul seketika
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan
menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan,
perubahan, dan perbaikan.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi
terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemehaman
metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang
diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian (Sugiyono,
2011: 305).
Dalam penelitian ini, peneliti merasa sudah menguasai proses
penelitian kualitatif dari mulai persiapan, cara memperoleh data, mengolah
kualitatif hingga menghasilkan suatu data yang valid dengan
menggunakan metode case study berbentuk deskriptif. Kemudian, peneliti
sebagai key instrument juga merasa sudah menguasai wawasan yang
diteliti dimana yang diteliti di sini adalah wawasan mengenai pondok
pesantren, lingkungan pesantren tradisional dan juga lembaga-lembaga
pendidikan yang ada di dalamnya, di antaranya: (1) Peneliti pernah
mondok di Pesantren Baitul Arqom pada saat MTs (Madrasah
Tsanawiyah). (2) Keluarga peneliti sendiri, baik ibu, ayah, paman, bahkan
saudara yang lain kebanyakan pernah mondok di Pondok Pesantren Baitul
Arqom. (3) Sampai sekarang keluarga peneliti ikut membantu sebagai staff
pengajar di Pondok Pesantren Baitul Arqom. (4) Peneliti mempunyai latar
belakang dan lingkungan keluarga yang mayoritas NU (Nahdlatul Ulama)
yang merupakan basic dari Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Dari seluruh alasan di atas, peneliti memulai penelitian perkembangan
kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom dengan
memilah dan memilih data yang relevan, pengumpulan informasi yang
dibutuhkan, menganalisis data yang didapat dan membuat kesimpulan dari
penelitian yang relevan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2011:309) dalam penelitian kualitatif,
pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah),
sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
observasi berperanserta (participant observation), wawancara mendalam
(in depth interview) dan dokumentasi. Senada dengan hal tersebut,
Wahyuni (2011: 2) menyebutkan bahwa data kualitatif yaitu data yang
disajikan bukan dalam bentuk angka tapi dalam bentuk kata, kalimat atau
gambar.
Berikut adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti
1. Observasi
Menurut Fathoni (2006: 104) observasi adalah teknik pengumpulan
data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai
pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.
Orang yang melakukan observasi disebut pengobservasi (observer) dan
pihak yang diobservasi disebut terobservasi (observees).
Dalam malakukan observasi perlu diperhatikan hal-hal yang berikut:
a. Harus diketahui di mana observasi dapat dilakukan,
b. Harus ditentukan siapa-siapakah yang akan diobservasi,
c. Harus diketahui secara jelas data apa yang harus dikumpulkan,
d. Harus diketahui bagaimana cara mengumpulkan data (Nasution,
2003: 110-111).
Di dalam penelitian jenis teknik observasi yang lazim digunakan
untuk alat pengumpulan data menurut Narbuko dan Achmadi (2004: 72)
ialah: Observasi partisipan, observasi sistematik, dan observasi
eksperimental. Sementara itu, menurut Nasution (2003: 107) dalam garis
besarnya observasi dapat dilakukan (1) dengan partisipasi pengamat jadi
sebagai partisipan atau (2) tanpa partisipasi pengamat jadi sebagai
non-partisipan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi
non-partisipan, karena subyek/obyek yang diteliti berupa perkembangan
kelembagaan pendidikan yang kemungkinan besar jika menggunakan
observasi partisipan tidak akan begitu efektif. Observasi yang dilakukan
peneliti di antaranya dengan melihat dan mengamati keadaan dan
lingkungan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dari mulai keadaan
santri hingga keadaan bangunan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
2. Wawancara
Menurut Fathoni (2006: 104) wawancara adalah teknik pengumpulan
data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya
oleh yang diwawancarai. Kedudukan kedua pihak secara berbeda ini terus
dipertanyakan selama proses tanya jawab berlangsung, berbeda dengan
dialog yang kedudukan pihak-pihak terlibat bisa berubah dan bertukar
fungsi setiap saat, waktu proses dialog sedang berlangsung. Menurut Berg
(Satori dan Komariah, 2012: 133-136) macam-macam wawancara adalah
sebagai berikut: Wawancara terstandar (standardized interview),
wawancara tidak terstandar (unstandardized interview), dan wawancara
semi standar (semistandardized interview).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara
bertahap semi standar. Peneliti terlebih dahulu membuat garis besar
pokok-pokok pembicaraan, namun dalam pelaksanaannya peneliti
mengajukan pertanyaan secara bebas, pokok-pokok pertanyaan yang
dirumuskan tidak dipertanyakan secara berurutan dan pemilihan
kata-katanya juga tidak baku tetapi dimodifikasi pada saat wawancara
berdasarkan situasinya. Karena peneliti tidak menggunakan observasi
partisipan, maka dengan wawancara bertahap peneliti bisa datang dan
melakukan wawancara berulang-ulang dengan tetap berpacu pada tujuan
penelitian. Dikatakan semi standar karena peneliti dalam hal ini
menggunakan komunikasi kultur pesantren di daerah bandung dengan
menggunakan bahasa Sunda yang sopan dan halus menyesuaikan dengan
interviewee yang merupakan guru peneliti sendiri yakni pengasuh dan keluarga pesantren. Adapun narasumber yang peneliti wawancara di
antaranya pengasuh pesantren, mudir ma’had, keluarga pesantren
(keturunan dari pendiri pesantren), kepala sekolah lembaga pendidikan
formal dan guru-guru beserta staff kepesantrenan lainnya.
3. Studi Dokumentasi
Metode dokumenter atau dokumentasi dari asal katanya dokumen
yang berasal dari bahasa Latin yaitu docere, yang berarti mengajar. Dalam
bukti. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan studi dokumentasi dengan
mengumpulkan data-data yang menurut Sugiyono (2011: 329) bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang. Yang
mana di sini peneliti mengumpulkan data dari sejarah perkembangan
kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom, sertifikat
akreditasi lembaga pendidikan formal, piagam akreditasi, tata tertib
siswa/santri, silabus, kurikulum, data sarana prasarana pesantren, dokumen
pribadi tentang silsilah keturunan pendiri pesantren, dan juga
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan sejarah pesantren.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan peneliti dari mulai persiapan sampai dengan
penulisan laporan penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Persiapan Penelitian
Tahap ini adalah tahap awal dalam penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, yaitu:
a. Penentuan dan pengajuan tema penelitian
Pada tahap ini penulis mengajukan sebuah judul penelitian
skripsi kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islām (IPAI) Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI). Tahapan ini merupakan prosedur
baku yang harus dilakukan peneliti terlebih dahulu sebelum
melakukan penelitian. Adapun judul pertama yang peneliti ajukan adalah “Pengaruh metode Mujadalah terhadap peningkatan pemahaman pada kitab Jurumiyah” yang dirancang dalam bentuk proposal, namun seiring berjalannya pelaksanaan bimbingan
b. Penyusunan rancangan penelitian
Proposal penelitan merupakan rancangan penelitian yang
dibuat penulis sebagai acuan dan kerangka dasar dalam penulisan
skripsi sebelum melakukan dan melporkan penelitan. Di dalam
proposal penelitian skripsi terdapat beberapa point, di antaranya
latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka,
organisasi penulisan dan daftar pustaka. Kemudian setelah
diajukan dan disetujui oleh tim TPPS, peneliti mendapatkan Surat
Keputusan (SK) penunjukan dosen pembimbing yang dikeluarkan
pada 01 Oktober 2012. Adapun dosen yang menjadi pembimbing
skripsi peneliti adalah Dr. H. A Syamsu Rizal, M. Pd., sebagai
pembimbing I dan Dr. H. Aam Abdussalam, M. Pd., sebagai
pembimbing II.
c. Konsultasi (bimbingan) skripsi
Untuk ketepatan dan kesesuaian dalam penulisan skripsi,
peneliti dibimbing oleh dosen pembimbing. Proses bimbingan
dilaksanakan melalui kesepakatan bersama antara dosen
pembimbing dan penulis. Kesepakatan ini dilaksanakan dengan
menghubungi dosen pembimbing terlebih dahulu untuk
melakukan proses bimbingan. Bimbingan dimulai sejak penulis
melakukan PPL (Program Latihan Profesi) namun berjalan
kurang begitu efektif karena terkadang bentrok dengan kegiatan
di sekolah tempat pelaksanaan PPL. Kemudian setelah PPL
berakhir, bimbingan kembali dilakukan walaupun waktu
bimbingan belum tentu karena banyaknya mahasiswa yang
melakukan bimbingan secara tidak menentu, namun setelah
beberapa kali bimbingan, akhirnya pembimbing menetapkan
waktu masing-masing bagi setiap mahasiswa yang ingin
bimbingan dengan dosen pembimbing. Adapun tempat bimbingan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial) yang terkadang di lakukan
di kantor MKDU maupun di ruangan dosen pembimbing sendiri.
Peneliti mencatat saran dan masukan bahkan merekam setiap
bimbingan yang dilaksanakan.
2. Pelaksanaan penelitian
Sebelum membuat laporan penelitian, peneliti melakukan
berbagai persiapan. Sebagaimana yang dikatakan Sukardi (2008: 158)
mengenai langkah dalam melaksanakan penelitian deskriptif adalah
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk
dipecahkan melalui metode deskriptif.
Dalam tahap ini, peneliti tertarik untuk meneliti pondok pesantren,
karena baik dari segi sistem, lingkungan, input sampai dengan
outputnya sendiri, pesantren mempunyai ciri khas tersendiri. Maka
dari itu, peneliti berangkat dari pesantren-pesantren yang
sekiranya dapat dilaksanakan penelitian dan mengidentifikasi
masalah yang ada di lingkungan pesantren. Pada awalnya, peneliti
hendak meneliti mengenai pengaruh metode mujadalah terhadap
peningkatan hafalan dan pemahaman pada kitab jurumiyah, namun
setelah ditelaah kembali pada saat hasil seminar proposal skripsi,
peneliti pun mencoba berdiskusi dengan dosen pembimbing,
kemudian mendapatkan beberapa tema yang menarik dijadikan
bahan penelitian, di antaranya adalah studi analisis terhadap
faktor-faktor kemunduran pada pondok pesantren. Namun, setelah
peneliti mendatangi lapangan (yakni salah satu pesantren yang
hendak diteliti), masalah tersebut tidak nampak. Akhirnya peneliti
pun mencoba pindah kepada pondok pesantren yang lain. Dan
akhirnya peneliti teratrik dengan sebuah pesantren berbasis Ahlu
al-sunnaħ Wa al-jamā’aħ di daerah Bandung kabupaten tepatnya
di Jl. Raya Pacet, Lemburawi KM. 09 Ciparay – Bandung (40385).
mana di sana terdapat lembaga pendidikan setingkat perguruan
tinggi (STAI) yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti
perkembangan yang terjadi di Pondok Pesantren tersebut dari
mulai didirikan hingga sekarang.
2. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
Peneliti melakukan pembatasan dan perumusan masalah yang
hendak diteliti. Adapun pembatasan yang dimaksud adalah peneliti
memfokuskan hanya meneliti perkembangan kelembagaan
pendidikannya saja dari mulai awal berdiri hingga sekarang,
dinamika yang terjadi selama beberapa periode, sampai dengan
menganalisis faktor penunjang dan penghambat perkembangan
kelembagaan pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Baitul
Arqom Al-Islami.
3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perkembangan kelembagaan pendidikan yang ada di Pondok
Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Sedangkan manfaat umum
yang peneliti harapkan adalah agar Pondok Pesantren-Pondok
Pesantren lain terutama Pondok Pesantren tradisional bisa
bercermin dan mengambil manfaat atas hasil penelitian di Pondok
Pesantren Baitul Arqom sendiri.
4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
Studi pustaka dilakukan peneliti dengan mengumpulkan dahulu
buku-buku pribadi peneliti, mencari di perpustakan UPI,
perpustakaan Prodi IPAI, dan berusaha mencari
dokumen-dokumen mengenai Pondok Pesantren Baitul Arqom dari alumni
yang pernah menggali ilmu di Pondok Pesantren tersebut.
5. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau
hipotesis penelitian.
Mengenai kerangka berpikir sendiri, peneliti lebih cenderung
karena dari para dosenlah peneliti lebih banyak mendapatkan saran
dan masukan, terutama mengenai pendekatan yang peneliti
gunakan yaitu pendekatan kualitatif yang mana peneliti sendiri
banyak sekali merubah konsep yang sudah dibuat karena tidak
sesuai dengan kenyataan di lapangan, sedangkan pendekatan
kualitatif sendiri menekankan penelitian yang naturalistik.
6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk
dalam hal ini menetukan populasi, sampel, teknik sampling,
menentukan instrumen pengumpul data, dan menganalisis data.
Dalam proses ini, peneliti cenderung lebih memperbanyak
wawasan terlebih dahulu baik dari membaca beberapa buku
mengenai metodologi penelitian, maupun dengan bimbingan
kepada dosen pembimbing juga melakukan diskusi dengan
mahasiswa lain yang dirasakan peneliti lebih berwawasan
mengenai metodologi penelitian ini.
7. Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan
menggunakan teknik statistika yang relevan.
Pada tahap ini, peneliti sudah mulai terjun di tempat penelitian dan
mulai merancang penulisan laporan penelitian
8. Membuat laporan penelitian.
Pada tahap ini, peneliti menyusun hasil penelitian secara sistematis
sesuai dengan penulisan karya ilmiah yang mengacu pada buku
Pedoman Karya Ilmiah UPI tahun 2012 agar dalam penulisan
laporan penelitian tidak ada kerancuan karena sesuai prosedur.
H. Analisis Data
Analisis adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus
kajian menjadi bagian-bagian (decomposition) sehingga susunan/tatanan
bentuk sesuatu yang diurai itu tampak dengan jelas dan karenanya bisa
secara lebih terang ditangkap maknanya atau lebih jernih dimengerti
menggunakan metode studi kasus, yang mana ada beberapa tipe studi
kasus yang menurut Bogdan dan Biklen (Bungin, 2007: 230) adalah
sebagai berikut: (a) studi kasus kesejarahan sebuah organisasi, (b) Studi
kasus observasi, (c) Studi kasus life history, (d) studi kasus komunitas
sosial atau kemasyarakatan, (e) Studi kasus analisis situasional, dan (f)
Studi kasus mikroetnografi. Di sini, peneliti menggunakan studi kasus
yang pertama yakni studi kasus kesejarahan sebuah organisasi, yakni
kelembagaan pendidikan yang ada di Pondok pesantren Baitul Arqom,
maka domain penting dalam analisisnya sendiri adalah pemusatan
perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah lembaga
pendidikan dari mulai didirikan hingga sekarang. Sehubungan dengan itu,
yang dibutuhkan adalah sumber-sumber infomasi dimana peneliti di sini
karena tidak bisa mendapatkan sumber utama dalam artian pendiri Pondok
Pesantren karena sudah meninggal, maka peneliti mencoba menganalisis
data yang diperoleh dari keturunan pendiri Pondok Pesantren yang
mengetahui secara detail perkembangan kelembagaan yang terjadi di
Pondok Pesantren Baitul Arqom sendiri.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan analisis
yang dilakukan dalam penelitian kualitatif yang mana menurut Sugiyono
(2011: 336) dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di
lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
1. Analisis sebelum di lapangan
Diambil dari data hasil studi pendahuluan atau data sekunder
yang akan digunakan. Namun sifatnya sementara, karena data akan
terus berkembang. Dalam hal ini, peneliti melakukan beberapa kali
wawancara tidak terstruktur terhadap alumni-alumni Pondok
Pesantren Baitul Arqom, sebagian mahasiswa yang masih kuliah di
sana, juga melakukan observasi lapangan. Kegiatan ini, peneliti
lakukan setelah mendapatkan SK pembimbing dan proposal skripsi
juga atas bimbingan dari dosen pembimbing sendiri. Dari data
ditetapkanlah tema yang diambil yaitu perkembangan kelembagaan
pendidikan di pondok pesantren tersebut.
2. Analisis selama di lapangan
Analisis data dilakukan saat pengumpulan data berlangsung
secara kontinu. Analisis data selama di lapangan dibagi tiga yaitu
reduksi data, kategorisasi dan klasifikasi data sesuai dengan fokus
pertanyaan penelitian. Pengumpulan data di lapangan ini, penliti
lakukan mulai pada minggu ketiga bulan Pebruari 2013.
Pengumpulan data ini peneliti lakukan bersamaan dengan
dilakukannya bimbingan dengan dosen pembimbing, agar data
yang diperoleh dapat dikonsultasikan secara langsung sehingga
pada tahap terakhir data yang tidak penting akan dibuang, dan
hanya menganalisis data yang sesuai dengan penelitian yakni
tentang perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok
Pesantren saja.
3. Analisis setelah di lapangan
Setelah data terkumpul seluruhnya, analisis dilakukan terhadap
seluruh data yang diperoleh melalui berbagai teknik pengumpulan
data. Display atas keseluruhan data dilakukan dalam bentuk teks
naratif yang mendeskripsikan analisis perkembangan kelembagaan
pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Dari pemaparan di atas, peneliti melakukan beberapa tahapan analisis
yaitu:
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu segera dilakukan
analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu (Sugiyono,
2011: 338). Dalam penelitian ini, peneliti mereduksi data dari
kelembagaannya saja. Dari delapan aspek pendidikan yakni mengenai
tujuan, lembaga, muatan pendidikan, pendidik, peserta didik, metode,
alat/media dan evaluasi pendidikan, peneliti disini lebih memfokuskan
pada kelembagaannya saja dan mencoba menganalisis lebih dalam
dari mulai segi historis didirikan pondok pesantren, keadaan pesantren
pada saat didirikan hingga awal mula adanya lembaga pendidikan,
perkembangan lembaga pendidikan dari mulai didirikan hingga
sekarang, juga faktor penunjang dan penghambat perkembangan
kelembagaan pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Baitul Arqom
Al-Islami.
Seluruh data yang telah peneliti peroleh melalui metode observasi,
wawancara, studi dokumentasi setelah ditriangulasi kemudian
diklasifikasikan berdasarkan kategori-kategori yang relevan dengan
permasalahan penelitian, kategorisasi ini menggunakan teknik koding
(pengkodean data). Koding adalah memberi tanda terhadap data-data
untuk kepentingan klasifikasi. Berguna untuk memudahkan peneliti
dalam membandingkan temuan dalam satu kategori atau silang
kategori. Sewaktu menganalisis transkripsi interviu atau catatan
lapangan perlu diberi kode secara konsisten untuk fenomena yang
sama (Alwasilah, 2008: 159). Koding digunakan terhadap data yang
telah diperoleh seperti koding: untuk sumber data seperti (Observasi =
O, Wawancara = W, Dokumen = D). Koding untuk jenis responden
(Sesepuh Pesantren = SP, Ketua Yayasan = KY, Kepala TK = KK,
Kepala MI = KI, Kepala MTs = KS, Kepala MA = KA, Ketua STAI =
KT, Guru TK = GK, Guru MI = GI, Guru MTs = GS, Guru MA = GA,
Dosen STAI = DT). Untuk lokasi observasi (Sekolah = S, Kantor = K,
Rumah = R, Mesjid = M, Asrama = A, Bangunan = B). Adapun
kategorisasi dalam penelitian ini berdasarkan istilah-istilah teknis
seperti: Perkembangan Kelembagaan (PKL), Perkembangan
Kepemimpinan (PPP), Perkembangan Peserta Didik (PPD),
Pendidikan (PSP), Perkembangan Kurikulum Pendidikan (PKP),
Perkembangan Sarana Prasarana (PSS), Faktor Penghambat
Perkembangan (FJP), Faktor Penunjang Perkembangan (FKP).
2. Display Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
menampilkan atau mendisplaykan data. Menurut Alwasilah
(2008:164), melalui display, gagasan dan interpretgasi peneliti
menjadi lebih jelas dan permanen sehingga memudahkan berpikir.
Peneliti dituntut untuk menampilkan deskripsi kental atau thick
description. Yaitu deskripsi yang kaya, padat, dan menyeluruh pada setiap aspek yang diteliti yang berguna untuk mempermudah
membaca data yang diperoleh. Dengan mendisplaykan data, maka
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan
merencanakan kerja penelitian berdasarkan data yang telah diperoleh.
3. Uji Validitas
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan
valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti
dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti
(Sugiyono, 2011: 365). Maka dari itu, uji validitas dalam penelitian ini
dilakukan beberapa hal:
a. Kecukupan pengamatan, maksudnya adalah peneliti sudah
mendapatkan data jenuh atau sudah berulang-ulang mendapatkan
data yang sama sehingga dirasakan cukup. Peneliti melakukan
pengamatan hampir pada setiap moment kegiatan pendidikan
yang terjadi di lingkungan pondok pesantren. Pengamatan di
lakukan di setiap lembaga pendidikan formal yakni TK, MI, MTs,
MA dan STAI, di ruang kelas setiap lembaga, kantor setiap
lembaga, kantor yayasan, di asrama putera, di asrama puteri, di
lapangan terbuka dan tempat ibadah. Pengamatan ini dilakukan
pada pagi hari, siang hari dan sore hari, baik peristiwa pendidikan
peneliti lakukan untuk menghasilkan kedalaman makna dan
keakuratan data dengan menangkap makna situasional dari setiap
moment yang terjadi.
b. Triangulasi, diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data
dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2011: 330). Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi metode dan
triangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu menguji validitas
data kepada beberapa sumber, peneliti melakukan triangulasi
kepada guru dengan siswa, siswa dengan siswa, kepala sekolah
dengan guru. Triangulasi metode yaitu menguji validitas data
dengan menggunakan beberapa metode, yaitu menguji validitas
data dengan menggunakan wawancara dengan observasi,
observasi dengan studi dokumentasi dan wawancara dengan studi
dokumentasi, peneliti melakukan triangulasi kepada kepala
sekolah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi,
melakukan observasi kegiatan pendidikan dengan wawancara
kepada guru, dan melakukan observasi di lingkungan pondok
pesantren dengan studi dokumentasi.
c. Member-check, dilakukan untuk mengkonfirmasi data yang diperoleh dan dianalisis untuk divalidasi oleh responden. Usaha
ini dilakukan untuk menghindari kekeliruan dalam penafsiran
terhadap jawaban responden saat dilakukannya wawancara
(interviu). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan proses
member-check dengan cara peneliti menyusun hasil wawancara secara tertulis kemudian menyampaikannya kepada responden
atau pihak yang berwenang memberikan koreksi yang diperlukan.
Kemudian setelah diperiksa oleh responden atau pihak yang
berkompeten hasil wawancara tersebut ditandatangani oleh pihak