• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KUNJUNGAN. Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP26) Glasgow, Skotlandia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN KUNJUNGAN. Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP26) Glasgow, Skotlandia"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KUNJUNGAN

Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP26)

Glasgow, Skotlandia 5 – 10 November 201

BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

(2)

1

LAPORAN KUNJUNGAN

BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP26)

Glasgow, 5 - 10 November 2021 I. PENDAHULUAN

A. DASAR PENGIRIMAN DELEGASI

Partisipasi Delegasi DPR RI dalam Sidang Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP 26) pada tanggal 5 – 10 November 2021 di Glasgow, Inggris, didasarkan pada Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor /PIMP/II/2021 – 2022, tanggal November 2021.

B. SUSUNAN DELEGASI

No. Nama Posisi Fraksi

1. Dr. Fadli Zon, SS, M.Si.

A - 86 Ketua Delegasi F - Gerindra

2. Dr. Sihar Sitorus

A - 139 Anggota Delegasi F – PDI Perjuangan

3. Putu Supadma Rudana, MBA A -563

Anggota Delegasi

F - PD

4. Dr. H. Mardani Ali Serah, M.Eng.

A - 422

Anggota Delegasi

F - PKS

5. Ir. H. Achmad Hafisz Tohir A - 487

Anggota Delegasi

F - PAN

6. Andi Achmad Dara A - 326

Anggota Delegasi

F - Golkar

(3)

2

7. Insan Abdirrohman, S.H., M.Si. Sekretraris Delegasi 8. Saeful Mu'minin, S.Sos Sekretraris

Delegasi 9. Dewi Amelia Tresna Wijayanti Tenaga Ahli 10. Ramadhian Fadillah Prayitno Wartawan

C. VISI DAN MISI DELEGASI

1. Sinergi antara parlemen, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya

2. Memberikan kontribusi terhadap dialog internasional dalam bidang perubahan iklim dan pemenuhan komitmen Paris Agreement.

3. Memperkuat peran parlemen dalam mendorong isu perubahan iklim dan mengawasi kinerja pemerintah untuk memenuhi komitmen negara pihak di bawah Paris Agreement.

4. Memperkuat kerjasama antar parlemen di tingkat global terutama dalam bidang pemberantasan dan pencegahan korupsi.

D. PERSIAPAN PELAKSANAAN TUGAS

Materi yang dijadikan referensi bagi Delegasi DPR RI diolah oleh Tenaga Ahli dan Sekretariat BKSAP berupa posisi Delegasi disusun berdasarkan masukan yang komprehensif dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai focal point perubahan iklim di Indonesia dan BAPPENAS. BKSAP juga menggelar Focus Group Discussion dengan Kementerian dan Lembaga terkait untuk penajaman materi.

II. ISI LAPORAN

A. AGENDA ACARA

SABTU, 6 NOVEMBER 2021

14.00 Pertemuan dengan Walikota Glasgow, Mayor Dick Doty MINGGU, 7 NOVEMBER 2021

07.30 Menuju Glasgow 08.00 Registrasi

(4)

3

09.00 Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference

• Expert Opinion I – Climate change and clean recovery

• Expert Opinion II – Climate change and food security

• Advocacy Session – Parliamentary action

• Interactive Panel Discussion – Climate finance

• Loss and Damage

Bilateral meeting dengan Delegasi Parlemen Vietnam 18.00 – 20.00 Evening Reception

SENIN, 8 NOVEMBER 2011 12.00 Working lunch dengan KBRI

Pertemuan dengan Member of Parliament for Gloucester dari British Conservative Party, Hon. Mr. Richard Graham

SELASA, 9 NOVEMBER 2021 10.00 Menuju Bandara Glasgow

13.15 Take off menuju Dubai dengan EK 28

RABU, 10 NOVEMBER 2021 00.45 Tiba di Dubai

10.55 Take of menuju Jakarta dengan EK 358 22.10 Tiba di Jakarta

B. SITUASI UMUM PERSIDANGAN

Sidang dibuka dengan serangkaian kata sambutan oleh Lindsay Hoyle MP, Speaker of the UK House of Commons; The Lord McFall of Alcluith PC, Lord Speaker of the UK House of Lords; Duarte Pacheco, IPU President; dan Harriett Baldwin MP, Chair-BGIPU. Pembukaan Sidang menampilkan juga Mary Robinson, Chair of the Elders, former President of Ireland, former United Nations High Commissioner for Human Rights and founder of The Mary Robinson Foundation sebagai pembicara utama.

Lindsay Hoyle MP, Speaker of the UK House of Commons, menekankan bahwa planet ini merupakan milik generasi masa depan. Saat ini yang dibutuhkan adalah upaya menyelamatkan dan menjaga planet. Parlemen dan anggota parlemen harus memimpin dengan memberi contoh. Menunggu bukanlah pilihan.

(5)

4

The Lord McFall of Alcluith PC, Lord Speaker of the UK House of Lords, menyampaikan bahkan ketika ekonomi global ditutup akibat pandemi, emisi global hanya turun 6 persen. Hal ini menggambarkan besarnya tantangan di depan dan kebutuhan akan solusi nyata, radikal dan alternatif untuk mengurangi suhu global.

Anggota parlemen memiliki tanggung jawab yang nyata dan memiliki kewajiban untuk mewakili semua kepentingan bahkan kelompok-kelompok yang suaranya tidak selalu terdengar, namun paling rentan dan merasakan pengaruh perubahan iklim.

Duarte Pacheco, IPU President, menggarisbawahi ilmu pengetahuan telah berbicara dengan lantang dan jelas dan waktu terus berjalan: perubahan yang tidak dapat diubah sudah berlangsung, dan tindakan perlu diambil sekarang untuk mencegah bencana iklim. Parlemen dapat bertindak sebagai agen perubahan dan mengambil tindakan iklim sekarang, mendukung penerjemahan komitmen internasional yang dibuat berdasarkan Paris Agreement ke dalam tindakan nyata di tingkat nasional.

Harriett Baldwin MP, Chair-BGIPU, menyampaikan parlemen merupakan pendorong penting dalam perjuangan untuk mengakhiri perubahan iklim karena parlemen dapat mengadvokasi, berkomunikasi, membuat undang-undang, mengawasi pelaksanaan undang-undang, serta mewakili konstituen.

Pembicara utama, Mary Robinson, Chair of the Elders, former President of Ireland, former United Nations High Commissioner for Human Rights and founder of The Mary Robinson Foundation menekankan bahwa anggota parlemen yang tercerahkan dapat membantu membangun koalisi untuk memastikan bahwa apa pun yang diputuskan di Glasgow dapat dipraktikkan.

Di Agenda Expert Opinion I – Climate change and clean recovery, Senator Rosa Galvez, President ParlAmericas Parliamentary Network on Climate Change, Member of the Senate of Canada, menyampaikan bahwa seiring dengan dampak tragis pandemi terhadap kesehatan, pandemi ini telah mengungkap kerentanan sistem sosial dan kesehatan. Kebijakan yang diterapkan, seperti misalnya lockdown, telah mengambil korban yang tidak proporsional pada individu berpenghasilan rendah, orang tua, dan kelompok yang mengalami diskriminasi struktural seperti perempuan dan Masyarakat Adat. Lebih lanjut, pandemi telah mengungkapkan sebuah sistem di mana manusia telah mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas di planet secara berlebihan dengan harapan yang tidak logis akan pertumbuhan yang tidak terbatas. Pemerintah mensubsidi perilaku yang merusak lingkungan melalui dukungan kepada industri dan perusahaan yang berpolusi.

Pertumbuhan ekonomi yang tidak terkendali adalah akar penyebab destabilisasi ekologi dan standar hidup yang rata bagi banyak orang. Saat stimulus mulai

(6)

5

mengalir, negara harus merenungkan tujuan akhir dan cara paling efisien untuk mencapainya. Pemulihan yang bersih dan adil adalah pemulihan yang menempatkan orang di atas keuntungan dan berfokus untuk memajukan dan pada akhirnya mencapai kesejahteraan manusia dan ekosistem. Tujuan seperti itu menyiratkan pengembangan prinsip dan alat yang tidak hanya akan memastikan bahwa biaya dan manfaat pemulihan akan didistribusikan secara adil, tetapi juga membantu mengubah konsep pertumbuhan kita menjadi berpusat pada kemakmuran yang berkelanjutan – bagaimanapun juga, ekonomi harus melayani masyarakat, bukan sebaliknya.

Di Agenda Expert Opinion II – Climate change and food security, Gernot Laganda, Chief of Climate and Disaster Risk Reduction, World Food Programme, menyampaikan perubahan iklim juga merupakan ancaman signifikan terhadap ketahanan pangan global, yang menjadi perhatian khusus bagi populasi dan masyarakat adat yang paling rentan di dunia. Hilangnya keanekaragaman hayati, serta perubahan pola cuaca, mengurangi hasil panen dan mengakibatkan kekurangan pangan. Pada saat yang sama, pertanian adalah salah satu pendorong utama hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim, yang berdampak buruk pada ketahanan pangan. Oleh karena itu, respons global terhadap perubahan iklim hari ini menentukan bagaimana kita memberi makan generasi mendatang di masa depan. Kerawanan pangan seperti itu membuat tidak mungkin untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan gizi dan mencapai SDGs. Badan Pangan Dunia (FAO) telah memiliki strategi adaptasi dan mitigasi di sektor pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan dan budidaya, dan kehutanan.

Pada saat yang sama dibutuhkan komitmen global pada prinsip-prinsipnya untuk membantu transformasi pertanian dan metode produksi pangan di negara-negara berkembang.

Agenda Advocacy Session – Parliamentary action berfokus pada tindakan parlemen untuk mencapai target nasional dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Sesi ini menampilkan Caroline Lucas MP, Member of the UK House of Commons; Rik Daems, President, Parliamentary Assembly of the Council of Europe;

Zaid Al-Otoom, Chairman of the Parliamentary Energy Committee of Jordan’s House of Representatives; dan Dr. Fadli Zon, Chairperson of the Committee for Inter Parliamentary Cooperation of the Indonesia’s House of Representatives. Pembicara membagikan tantangan, inisiatif dan best practices spesifik sesuai negara masing- masing. Tujuan dari sesi ini untuk mempromosikan kerja sama dan dialog terbuka di antara anggota parlemen secara global.

(7)

6

Dr. Fadli Zon. Ketua BKSAP (F-Gerindra), menyampaikan pandangan sebagai salah satu narasumber

Untuk agenda Interactive Panel Discussion – Climate finance menampilkan panelis The Rt Hon. Liam Byrne MP, Chair, Parliamentary Network on the World Bank and IMF; Graciela Camaño, Member of the National Congress, Argentina; Pa Jarju, Director, Country Programming Division, Green Climate Fund; dan Dr.

Dionysia-Theodora Avgerinopoulou, Chair of the Committee on Environmental Protection of the Hellenic Republic. Sesi diskusi interaktif ini mengambil tema utama pendanaan perubahan iklim dan dimoderatori oleh Harriett Baldwin MP, Chair, BGIPU. Panelis berbagi pengalaman dan best experiences mengenai peran parlemen dalam mendukung penganggaran aksi iklim nasional dan dukungan pembiayaan internasional untuk negara-negara rentan perubahan iklim. Terutama hal ini terkait pemulihan hijau berbasis lingkungan di situasi pasca-pandemi.

Pendanaan iklim merupakan tantangan bagi berbagai negara terutama di tengah situasi ekonomi yang terkontraksi sebagai akibat pandemi. Parlemen dalam hal ini harus memastikan komitmen negara-negara maju untuk alur pendanaan agar sesuai dengan pembangunan berkelanjutan yang mendukung penurunan emisi Gas Rumah Kaca. IMF dan World Bank memperkenalkan strategi dalam kebijakan fiskal dan moneter untuk membantu negara-negara menangani tantangan perubahan iklim. Article IV Surveillance akan berupaya untuk mencakup adaptasi di negara- negara yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Mengelola transisi ke ekonomi

(8)

7

rendah karbon juga akan menjadi topik Article IV Consultation, termasuk bagi negara-negara yang sangat bergantung pada produksi bahan bakar fosil. Beberapa Fiscal Stability Assessment Programs (FSAPs) telah mulai memeriksa risiko fisik dan transisi melalui penilaian risiko iklim. IMF telah menyelesaikan pengujian climate stress di FSAP Norwegia dan Filipina. Saat ini tengah menyelesaikan pengujian di FSAP Kolombia, Afrika Selatan, dan Inggris.

Sesi terakhir mengenai Loss and Damage menghadirkan pembicara Prof. Valérie Masson-Delmotte, Co-Chair, Working Group I, IPCC; Saber Chowdhury, Member of Parliament, Bangladesh, Honorary IPU President; Samuelu Penitala Teo, Speaker of Parliament, Tuvalu; dan Maminiaina Solondraibe Rabenirina, Member of the National Assembly, Madagascar. Di sesi yang dimoderatori Baroness Sheehan, Member of the UK House of Lords Panellists, para anggota parlemen membahas mengenai dampak ekonomi dan non-ekonomi yang berbahaya dari kejadian cuaca ekstrem dan lambat. Kategori kejadian lambat mencakup risiko dan dampak yang terkait dengan peningkatan suhu, penggurunan, hilangnya keanekaragaman hayati, degradasi lahan dan hutan, retret glasial, pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, dan salinisasi. Adapun peristiwa cuaca ekstrem, antara lain termasuk gelombang panas dan gelombang badai. Warsaw International Mechanism for Loss and Damage yang dibentuk pada Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim PBB ke-19 yang diadakan pada tahun 2013 (COP19) mengakui bahwa kerugian dan kerusakan yang diderita akibat perubahan iklim dapat bersifat permanen dan tidak selalu rentan terhadap tindakan mitigasi dan adaptasi. Warsaw Mechanism kemudian dilengkapi dengan pembentukan Santiago Network for Loss and Damage pada Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim PBB (COP25) yang diadakan pada tahun 2019. Santiago Network dimaksudkan untuk memfasilitasi penyediaan bantuan teknis kepada negara-negara berkembang yang rentan terhadap dampak buruk perubahan iklim.

Sidang ditutup dengan adopsi Outcome Document yang memuat ambisius roadmap untuk meningkatkan keterlibatan parlemen dalam mengatasi perubahan iklim. Outcome Document menggarisbawahi peran parlemen, dengan fungsi legislatif, pengawasan, penganggaran dan perwakilan dalam memastikan pelaksanaan tujuan perubahan iklim yang terkandung dalam Paris Agreement sebagai perjanjian internasional utama yang mengikat secara hukum di dunia tentang perubahan iklim.

(9)

8

C. PARTISIPASI DELEGASI DPR RI

Ketua BKSAP DPR RI, Dr. Fadli Zon menjadi narasumber untuk agenda Advocacy Session. Dalam paparannya, Ketua BKSAP menggarisbawahi mengenai peran parlemen dalam mendorong transisi menuju ekonomi hijau di Indonesia.

Untuk menuju implementasi ekonomi hijau, parlemen mendorong pemerintah untuk melakukan beberapa upaya berikut:

Pertama, dalam menetapkan jalur yang layak menuju sektor energi bersih yang tangguh. Hal ini termasuk finalisasi Perpres tentang nilai ekonomi karbon dan pengembangan mekanisme teknis pajak karbon dan pertukaran karbon mengikuti Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang baru diundangkan.

Kedua, tentang percepatan target pencapaian emisi nol bersih dan sesuai dengan aspirasi global 2050. Satu dekade di belakang komitmen internasional agak terlambat untuk negara dengan jumlah penduduk yang cukup besar seperti Indonesia. Untuk mendukung hal ini, DPR perlu melakukan pengawasan parlemen dan pengawasan legislatif yang ketat dengan tujuan menjadikan penilaian dampak iklim untuk semua undang-undang sebagai prosedur rutin.

BKSAP secara khusus akan berkontribusi melalui mendorong kolaborasi internasional, memegang semua negara untuk komitmen ambisius berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, tanggung jawab bersama tetapi berbeda dan kemampuan masing-masing. Ini akan mencakup mendorong kerjasama internasional dalam penelitian dan inovasi.

Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Dr. Sihar Sitorus, menyampaikan intervensi di sesi Climate Finance yang menekankan bahwa COP 26 sebaiknya juga memiliki target yang jelas untuk tujuan pendanaan perubahan iklim. Agar Perjanjian Paris dapat berlaku, diperlukan upaya internasional yang tak tertandingi untuk memastikan sarana implementasi sebagai kunci aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Negara-negara berkembang terutama membutuhkan dukungan pembiayaan, transfer teknologi dan peningkatan kapasitas dalam rangka melaksanakan pembangunan rendah karbon. Mengenai pendanaan, Indonesia mendesak Para Pihak negara maju untuk memenuhi komitmen mereka sebesar USD 100 miliar per tahun pada tahun 2020 dan setiap tahun pada tahun 2025 untuk mendukung Pihak negara berkembang mengimplementasikan NDC dan mencapai komitmen di bawah Paris Agreement. Article 4.5 Paris Agreement juga mengamanatkan ketersediaan dukungan keuangan, teknologi dan peningkatan kapasitas bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan ambisinya.

(10)

9

Delegasi DPR RI yang menghadiri pertemuan COP26, Glasgow, UK

D. PARTISIPASI DELEGASI DPR RI DI COP 26

Delegasi DPR RI juga berpartisipasi aktif di COP 26. Ketua BKSAP menjadi narasumber di Blue Zone yang merupakan jantung negosiasi COP26 atas undangan Chairs of the Environmental Audit Committee dan the Business, Energy and Industrial Strategy Committee of the House of Commons, Rt Hon Philip Dunne MP dan Darren Jones MP, serta Chair of the Environment and Climate Change Committee of the House of Lords, Baroness Parminter. Ketua BKSAP menyampaikan mengenai urgensi peran parlemen untuk isu-isu terkait lingkungan hidup. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri mengingat kecenderungan isu- isu lingkungan menjadi ranah satu komisi khusus. Indonesia sudah memiliki berbagai perangkat hukum dan legislasi sebagai payung penerapan analisa dampak lingkungan dalam satu pembahasan RUU maupun anggaran tetapi masih ada gap dalam implementasi. Hal ini bisa jadi karena adanya silo approach, kecenderungan untuk memandang bahwa isu lingkungan hanya ranah komisi IV atau VII.

Seharusnya di setiap tahapan perumusan mulai dari naskah akademis maupun pembahasan-pembahasan selanjutnya telah mempertimbangkan dampak lingkungan. Demikian juga dengan inisiatif-inisiatif dan program pemerintah yang cenderung masih kurang dalam hal pengawasan atas implementasinya di daerah.

(11)

10

Pada tanggal 12 November 2021, Ketua BKSAP DPR RI menjadi salah satu pembicara di Green Zone COP26 atas undangan Westminster Foundation for Democracy (WFD), World Resources Institute (WRI), International IDEA, Climate Action Network (CAN), E3G and the Business, Energy and Industrial Strategy Committee (BEIS) of the UK House of Commons. Sebagai wakil rakyat, anggota parlemen dapat membantu mengarusutamakan isu perubahan iklim melalui bentuk pelibatan publik yang inklusif dan deliberatif. Hal ini untuk meningkatkan legitimasi demokrasi isu perubahan iklim di tingkat nasional, sekaligus memperkuat kapasitas perwakilan dan deliberatif parlemen. Dalam hal energi bersih, dukungan masyarakat tentu diperlukan untuk memanfaatkan sepenuhnya kemajuan energi terbarukan.

Dukungan dan partisipasi warga juga penting untuk memastikan adopsi dan pembiayaan alternatif hijau dan berkelanjutan seperti Green Sukuk, obligasi hijau berdaulat pertama di dunia yang mendanai proyek rendah karbon dan tahan iklim.

Melibatkan konstituen juga akan meningkatkan output demokrasi. Konstituen dapat menyuarakan keprihatinan atau memastikan transparansi dan akuntabilitas. Mereka dapat mengevaluasi apakah parlemen melakukan pekerjaan yang serius dalam meminta pertanggungjawaban pemerintah atas komitmen internasional mereka berdasarkan Paris Agreement, atau apakah RUU Energi Baru dan Terbarukan Indonesia memang mencerminkan keadilan dan keberpihakan pada ekologi daripada bisnis.

Delegasi DPR melakukan kunjungan kerja dan bertemu dengan Duta Besar Indonesia untuk Britania Raya, Desra Percaya

(12)

11

III. HASIL PERSIDANGAN

Sidang mengadopsi Outcome Document yang berisi poin-poin antara lain sebagai berikut:

▪ Parlemen, dengan fungsi legislatif, pengawasan, penganggaran, dan perwakilan inti mereka, adalah kunci untuk memastikan pelaksanaan tujuan perubahan iklim yang terkandung dalam Paris Agreement di bawah naungan UNFCCC, serta komponen terkait perubahan iklim di Sustainable Development Goals dan Sendai Framework for Disaster Reduction.

Parlemen di beberapa negara telah mendeklarasikan adanya climate emergency untuk mendorong pemerintah agar lebih ambisius dalam mencapai tujuan lingkungan mereka. Inisiatif seperti ini dan mekanisme penjangkauan publik inklusif lainnya membantu meningkatkan peran parlemen dalam perubahan iklim. Anggota parlemen juga harus mendorong pendekatan seluruh masyarakat untuk mengelola risiko iklim dan bencana secara komprehensif. Dialog dan diplomasi parlemen melalui IPU dan organisasi parlemen terkait lainnya adalah kunci untuk meningkatkan kesadaran akan kompleksitas tantangan risiko iklim dan bencana yang saling terkait.

▪ Parlemen harus memastikan negara dapat memanfaatkan sepenuhnya peluang pemulihan hijau pasca COVID-19. Pandemi telah meningkatkan kerentanan dan ketidaksetaraan, terutama bagi perempuan dan anak perempuan, kelompok terpinggirkan dan masyarakat adat, tetapi pandemi juga membantu menegaskan kembali pentingnya masyarakat yang inklusif, setara, dan berkelanjutan. Strategi pemulihan dan pembangunan kembali pasca pandemi memberikan peluang penting untuk memajukan solusi hijau baik untuk tantangan nasional maupun tujuan internasional. Oleh karena itu negara-negara harus didorong untuk memperbaharui Nationally Determined Contributions, National Adaptation Plans dan National Disaster Risk Reduction Strategies.

▪ Dengan memberlakukan undang-undang dan mengawasi kebijakan dan strategi pemulihan pasca pandemi, anggota parlemen memiliki peran mendasar dalam mewujudkan build back better, serta memastikan upaya pemulihan ekonomi saat ini selaras dengan komitmen Paris Agreement, Sustainable Development Goals dan Sendai Framework for Disaster Reduction. Paket stimulus ekonomi nasional COVID-19 merupakan peluang bagi anggota parlemen untuk mempromosikan ekonomi hijau, meningkatkan ketahanan terhadap bencana, dan menyelaraskan kebijakan ekonomi dan lingkungan.

▪ Hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim meningkatkan risiko penularan zoonosis, yang konsekuensinya dapat menyebabkan wabah penyakit serius dan pandemi. Oleh karena itu, perubahan iklim dan hilangnya

(13)

12

keanekaragaman hayati global menimbulkan risiko yang signifikan bagi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan manusia. Dengan mengadopsi model ekonomi sirkular dan menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan dan bertanggung jawab dapat melindungi dari pandemi di masa depan dan melindungi populasi dengan lebih baik.

▪ COVID-19 telah memberikan tekanan yang bagi layanan kesehatan, terutama di negara berkembang. Hal ini dapat dikurangi dengan langkah-langkah kebijakan hijau, melengkapi upaya untuk meningkatkan akses dan kesetaraan melalui gerakan menuju Universal Health Care (UHC).

▪ Pandemi global telah menciptakan insentif bagi negara-negara untuk mengadopsi model konsumsi dan produksi yang lebih inklusif dan berkelanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi, meningkatkan kohesi sosial, dan mengatasi tantangan perubahan iklim. Hal ini dapat dicapai melalui perencanaan kota dan pedesaan yang lebih efektif, memanfaatkan potensi yang ditawarkan oleh digitalisasi untuk menyediakan dan menerima layanan secara online, mengurangi kebutuhan untuk bepergian dan, sebagai hasilnya, mengurangi emisi. Langkah- langkah pembangunan perkotaan yang berkelanjutan juga penting untuk mengatasi dampak iklim pada masyarakat yang tinggal di daerah kumuh karena kerentanan khusus mereka. Parlemen mengakui peran penting yang dimainkan oleh pemerintah daerah dalam kebijakan mitigasi dan adaptasi. Parlemen harus mempromosikan kemitraan yang kuat dan dibiayai secara memadai dengan mitra dan pemangku kepentingan kelembagaan di tingkat sub-nasional.

▪ Aksi iklim terpadu dapat menjadi kunci untuk mengamankan stabilitas, menghindari atau mengurangi konflik, mencegah migrasi yang disebabkan oleh iklim, dan menyelesaikan konflik dan krisis nasional dan regional. Mencegah perubahan iklim lebih lanjut juga dapat menjadi faktor penting dalam mewujudkan partisipasi multilateral yang baru dan lebih inklusif, sambil mendorong dukungan untuk kemajuan sosial-ekonomi negara-negara berkembang. Perhatian khusus harus diberikan kepada Small Island Developing States (SIDS), Land Locked Developing Countries (LLDCs), dan Negara-negara lain yang rentan terhadap risiko serius perubahan iklim.

▪ Menyerukan pengenalan mekanisme untuk menghitung emisi transnasional yang secara adil dan transparan serta mendukung terciptanya mekanisme transnasional untuk memantau dan mencatat pelaksanaan Paris Agreement dengan tujuan menilai kemajuan kolektif dunia. Menyambut baik kontribusi yang akan dibuat oleh Global Stocktake UNFCCC pertama dan menerbitkan temuannya pada tahun 2023. Mendesak negara-negara untuk memaksimalkan proses pemantauan dan pelaporan yang ada, seperti Sendai Framework Monitor, untuk dimasukkan ke

(14)

13

dalam Global Stocktake. Penerapan mekanisme pasar yang adil melalui finalisasi Article 6 Paris Agreement. Mekanisme ini harus menghindari risiko penghitungan ganda dan mencerminkan perlunya efisiensi biaya termasuk melalui fleksibilitas di pasar karbon.

▪ Mendesak negara-negara untuk memikirkan kembali arsitektur keuangan internasional melalui mekanisme inovatif. Arsitektur pembiayaan iklim multilateral harus adil, transparan, merata, dan berdasarkan prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda.

▪ Mendorong Para Pihak untuk membuat langkah-langkah signifikan dalam memanfaatkan Santiago Network untuk penyediaan bantuan teknis guna membantu mencegah, meminimalkan, dan mengatasi kerugian dan kerusakan sebagai bagian dari upaya hasil COP26 yang inklusif, komprehensif dan ambisius.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Secara umum pelaksanaan Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP 26) berjalan dengan baik. Delegasi DPR RI berpartisipasi aktif dan menjadi narasumber untuk berbagai agenda baik di IPU Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP 26) maupun di COP26.

B. SARAN

1. BKSAP agar mengkomunikasikan hasil-hasil IPU Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP 26) dan COP26 ke Komisi-Komisi terkait di DPR RI. Isu adaptasi dan mitigasi maupun agenda energi baru terbarukan dapat didiskusikan lebih lanjut dengan Komisi IV dan Komisi VII. Untuk isu pendanaan dan pajak karbon dapat didiskusikan dengan Komisi XI. Terkait carbon trading untuk voluntary market dapat didiskusikan dengan Komisi VI mengingat saat ini beberapa BUMN menjadi pilot project untuk isu ini.

2. Melalui program SDGs Day, BKSAP dapat mengkomunikasikan hasil-hasil IPU Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP 26) dan COP26 kepada pihak-pihak pemangku kepentingan.

Selain untuk diseminasi informasi, hal ini dimaksudkan juga untuk mengkaji implikasi kesepakatan-kesepakatan yang dicapai di level internasional di daerah.

Elemen-elemen Paris Agreement seperti isu kehutanan, energi bersih, pertanian dan tanaman pangan, loss and damage, maupun blue carbon yang saat ini

(15)

14

sedang gencar disuarakan Pemerintah RI tentunya membawa dampak tersendiri bagi negara kepulauan dan kawasan hutan hujan tropis seperti Indonesia.

V. PENUTUP

A. ANGGARAN

Biaya yang digunakan untuk melakukan perjalanan 6 (enam) Anggota DPR RI, 1 (Satu) orang Pejabat dan 1 (Satu) orang staf Sekretariat Jenderal DPR RI (Sekretaris Delegasi), 1 (Satu) orang Tenaga Ahli BKSAP, dan 1 orang wartawan adalah sebesar Rp. 1.280.063.450 (Satu Milyar Dua Ratus Delapan Puluh Juta Enam Puluh Tiga Ribu Empat Ratus Lima Puluh Rupiah).

B. KETERANGAN LAMPIRAN

Laporan ini dilengkapi oleh lampiran hasil-hasil persidangan sebagai berikut:

List of Delegates

Outcome Document

Kliping berita media cetak

C. KATA PENUTUP

Demikian pokok-pokok Laporan Delegasi DPR RI ke Parliamentary Meeting on the Occasion of the United Nations Climate Change Conference (COP 26) pada tanggal 5 - 10 November 2021 di Glasgow. Dokumen terkait akan dijadikan lampiran. Atas nama delegasi, kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada delegasi untuk melaksanakan tugas berat yang mulia demi bangsa dan negara Indonesia. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, November 2021 Ketua Delegasi,

Dr. Fadli Zon A-86

(16)

LAMPIRAN

(17)

1 PARLIAMENTARY MEETING ON THE OCCASION OF THE UNITED

NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE

Kelvingrove Art Gallery and Museum Glasgow (United Kingdom), 7 November 2021 Organized jointly by the Inter-Parliamentary Union and British Group Inter-

Parliamentary Union ADVOCACY SESSION

Dr. Fadli Zon

Chairperson of the Committee for Inter Parliamentary Cooperation His/Her Excellency Speakers of Parliaments,

Honorable parliamentarians, Assalamualaikum Wr. Wb.,

Peace be upon us and good afternoon.

Thank you for giving me the opportunity to share a brief update on parliamentary efforts to mainstreaming green economy in Indonesia.

Transitioning to green economy requires capital intensive investments in renewable energy and in the public good that promote communal use1. By default, it entails a shift from fossil fuels to renewable energy sources. This will require parliament to exercise strong oversight and make full use of our law-making authority.

The Government of Indonesia has taken the effort to mainstream low carbon and green economy in the national development planning through the Low Carbon Development Initiative.

Economically speaking, such transition will also be expected to have a positive impact on fiscal policies on fossil fuel energy, such as the coal subsidy. As Indonesia will use more renewable energy, coal subsidy will be less and it can be redistributed for other sectors.

1 IPU and UNEP, “Shades of Green: An Introduction of the Green Economy for Parliamentarians,” Issues Brief, February 2019.

(18)

2 Green economy is also said to create more employment opportunities. With the right policies in place, it could create 24 million new jobs globally by 2030. It can enable millions more people to overcome poverty and deliver improved livelihoods2.

Ladies and gentlemen,

Currently, the House of Representatives is in the process of enacting the New and Renewable Energy Bill. Aside from sending the policy signal on clean energy transition and as part of efforts to minimize regulatory risk, the NRE Bill reflects the commitment of Indonesia to address climate change under the Paris Agreement.

However, considering the importance of coal to our economy, there is a significant need for a political will to support this Bill. I shall mention that balancing the environmental target with the cost of shifting from indutry that contributes billions to our economy certainly is challenging.

Another challenge is in grounding the notion of green economy into the mind of the pople and securing their long-term support on the agenda. In order to gather this support, we need to maintain citizen engagement through forms of deliberative democracy and enable them to participate effectively in the discussion on various elements of green economy.

In order to engage public on this issue, and on this issue in relation to the bigger framework of Sustainable Development Goals, our Committee has consistently conducting dialogue with multiple stakeholders across Indonesia, including academia, university student, and local provincial government, through a program called SDGs Day.

One of the recent initiatives from the Committee for Inter Parliamentary Cooperation of the Indonesian House in partnership with the Westminster Foundation for Democracy is a series of projects on green economy. A White Paper on the Agenda for Green Economy in Indonesia: Policy Initiative, Citizen Assembly, and International Cooperation has also been drafted and will be launched in the first week of December.

The White Paper is highlighting some challenges as well recommendations such as the emphasis on recalibrating the institutional structure to give it a power and embedding green economy into long term policy objectives in order for it to support political dynamic or results of elections, as well as developing citizen assembly to create the subjects representing the diversity of population of Indonesia to inform and work closely with the policy makers.

2 ILO, “World Employment and Social Outlook 2018: Greening with the Job”, https://www.ilo.org/global/publications/books/WCMS_628654/lang--en/index.htm

(19)

3 As a closing statement, Indonesia has a track record of creating opportunities out of crises. We have been through challenges in the past and we answer it with reforms that raise competitiveness, develop human capital, and achieve economic success. COVID-19 has present us with the single largest challenge to humanity. However, it also bring the opportunity to build a clean, green, healthy and climate-friendly future. Green economy is one of the long awaiting answers to the need of balancing the need for low ecological footprint and high growth.

I believe that supported by the right measures and concerted effort, there is a real opportunity to emerge stronger, in a more inclusive and sustainable ways, in the post pandemic.

Thank you.

(20)

1 PARLIAMENTARY MEETING ON THE OCCASION OF THE UNITED NATIONS

CLIMATE CHANGE CONFERENCE Bilateral Meeting with Richard Graham, MP

(Member of UK Parliament for Gloucester - UK Prime Minister's Trade Envoy to the ASEAN Economic Community, Malaysia, the Philippines and Indonesia)

Indonesia–UK Bilateral Relations

▪ At the outset, kindly allow me to extend my appreciation and thank you for making time for this meeting. I hope this meeting will contribute to the continuation of the strong and fruitful bilateral relationship between our countries, which is founded on friendship and equal partnership, a shared commitment to democratic values, the promotion of human rights, and a mutual commitment to advance greater economic cooperation and sustainable growth.

▪ We see the importance for Indonesia and the UK to work closely in the health sector as the world begin to recover from the COVID-19 pandemic. UK and Indonesia could work together on research and development in the health pharmaceutical industries, as well as, on vaccine production.

▪ We are looking forward to see a fruitful outcomes of the 3rd Joint Defence Cooperation Dialogue (JDCD) between Indonesia and the UK. We look forward to deepening UK- Indonesia defence cooperation, including by renewing the current MoU between the Ministry of Defence of the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland and the Ministry of Defence of the Republic of Indonesia that is due to expire in 2022.

▪ We appreciate UK efforts to increase cooperation with countries in the Indo-Pacific region.

In the future, I believe UK and Indonesia could work together to boost our security, defence, and political capabilities against the dynamic and increasing tensions and threats in the region.

Trade and Investment

▪ UK continue to be a good partner for Indonesia in term of trade and investment. I hope the Memorandum of Understanding (MoU) on the Joint Economic and Trade Committee (JETCO) between Indonesia’s Minister of Trade and the UK Secretary of State for International Trade will deepen our bilateral trade, boost cooperation, and discuss market barriers in areas such as renewable and green energy, and food and drink and agricultural commodities.

▪ Year 2020 saw a 35% growth of UK investment into Indonesia. I hope Indonesia and the UK could go further in realizing investment potential. The enactment of the Omnibus Law 2020 has certainly improve the ease of doing business in Indonesia, and making Indonesia more attractive to foreign investment.

(21)

2

▪ We appreciate the mutual commitment between Indonesia and the UK to strengthening the multilateral trading system, which is essential for promoting investment, increasing productivity and integrating economies into global supply chains. In the post-pandemic, I believe there is a significant need for multilateral cooperation to promote the recovery of the global economy to build more sustainable, more resilient economies.

BKSAP and WFD Cooperation

▪ We are excited with the partnership between the Committee for Inter Parliamentary Cooperation of the Indonesian House and Westminster Foundation for Democracy. We have completed a series of event on green economy and will launched a white paper on the agenda for green economy in Indonesia in early December as its outcome.

▪ The white paper consider policy initiative, citizen assembly and international cooperation as integral aspects that will support a seamless transition into green economy in Indonesia.

I believe that my Committee and WFD could expand our cooperation into other issues of common concern.

(22)

1 PARLIAMENTARY MEETING ON THE OCCASION OF THE UNITED

NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE

Kelvingrove Art Gallery and Museum Glasgow (United Kingdom), 7 November 2021 Organized jointly by the Inter-Parliamentary Union and British Group Inter-

Parliamentary Union

Bilateral Meeting with Parliament of Viet Nam

Composition of National Assembly of Viet Nam Delegation:

1. Mr. Le Quang Huy, MP (Head of Delegation/Chairman of the Science, Technology and Environment)

2. Mr. Pham Phu Binh, MP (Standing Member of the Foreign Affairs Committee) 3. Mrs. Pham Thi Hong Yen, MP (Standing Member of the Economic Committee) 4. Mrs. To Ai Vang (Member of Soc Trang Province’s Delegation)

5. Mr. Ha Thanh (Secretary) 6. __________ (Secretary)

Suggested talking point:

Indonesia-Vietnam Diplomatic Relations in General

▪ First of all, we would like to express our gratitude and appreciation to the delegation of the National Assembly of Viet Nam for Meeting us on the sideline of this year COP 26 in Glasgow.

▪ This moment in very special because the pandemic limits our opportunity to meet in person. I wish that both Viet Nam and Indonesia can manage pandemic well and accelerate post pandemic recovery, which is very important in order to support the global development agenda.

▪ I would like to take this opportunity to convey that for more than six decades, Indonesia-Vietnam relations have continued to develop. In 2013, the bilateral relations between our nations entered a new phase with the formation of a strategic partnership. Viet Nam and Indonesia have also signed a Plan of Action for the Implementation of the 2019–2023 Strategic Partnership as a guideline in strengthening bilateral cooperation.

(23)

2 Cooperation between the Parliament of the Republic of Indonesia and the National Assembly of Vietnam

▪ I can also convey that the House of Representatives views the importance of parliamentary diplomacy both on regional and global issues. We appreciate that both parliaments have formed friendship group and I hope that the existence of a friendship group that is reciprocal can strengthen bilateral relations between our parliaments. We are committed to being a contributing partner to promote a wider cooperative relationship between Indonesia and Vietnam.

▪ In addition, the Indonesian House of Representatives and the National Assembly of Viet Nam Parliament have been participated actively in various inter-parliamentary organizations. We often meet during the ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA), Asian Parliamentary Assembly (APA) and Inter Parliamentary Union (IPU) as well as other related forums. I hope we continue our active participation in various inter parliamentary institutions and that the relationship between the two parliaments can be continuously improved.

▪ We appreciate the Chairmanship of Viet Nam in AIPA in 2020, which has succeeded in hosting the 41st AIPA General Assembly. It was the first time in AIPA history that a General Assembly held virtually on September 8-10 2021. Under the chairmanship of Viet Nam, various positive results have been achieved.

The COVID-19 Pandemic and the Importance of Cooperation in Addressing Regional Issues

▪ Currently, we are facing common challenges due to the COVID-19 pandemic. The pandemic destroys almost every aspect of human life, especially the economic sector.

I view that ASEAN countries with the support of their parliaments must work hand in hand to address the pandemic and minimize the socio-economic impact for these countries. ASEAN must work together collectively and constructively to achieve common goals and realize the Vision of the ASEAN Community.

▪ We also appreciate the trade cooperation between Indonesia and Vietnam that has been developed positively. In January–June 2021, the trade value between the two countries reached US$ 5.52 billion, or up 49.41% from the same period in the previous year. The trade value between Indonesia and Vietnam is aspired to reach the target set in 2020, which is US$ 10 billion. However, after the COVID-19 pandemic, only US$

8.07 billion has been realized.

▪ I hope that in the future, we could reach our target in terms of trade, which of course will also contribute to increasing intra-regional trade cooperation. Regarding regional trade cooperation, Indonesia sincerely hopes that ASEAN Member States can support each other in facilitating Non-Tariff Barriers.

▪ Meanwhile, regarding regional stability and security issues such as the South China Sea issue, I hope that the parties comply with international law, including the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). ASEAN needs to increase cooperation and coordination with regional and global powers (Australia,

(24)

3 China, Japan, India, South Korea, and the United States) to support the realization of its goals and visions and overcome common challenges.

▪ On this occasion, I would also like to convey that Indonesia supports the peaceful resolution of the political crisis in Myanmar through an inclusive dialogue process.

For this reason, the Five-Point Consensus produced by the ASEAN Leaders Meeting needs to be followed up immediately. The ASEAN Special Envoy needs to have access to meet various stakeholders in Myanmar.

On the issue of Environment and Climate Change

▪ As part of ASEAN, we support the Chairman’s Statement of the 38th and 39th ASEAN Summits on 26 October 2021, which reaffirmed our collective commitment to contributing to the goals of the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) and the Paris Agreement.

▪ We support the ASEAN Joint Statement on Climate Change to the 26th Session of the Conference of the Parties to the UNFCCC. We particularly keen on the recommendation to align economic recovery plans and stimulus packages with the goals of the Paris Agreement and Sustainable Development Goals. Further, we urge developed country Parties to intensify their efforts in providing financial, technological, and capacity support to AMS and other developing countries, in fighting both the COVID-19 and climate change crisis in a coordinated, strategic, and long- term sustainable manner.

Invitation to 144th IPU in Bali in 2022

In 2022, the DPR RI will host the 144th Assembly and related meeting of the Inter Parliamentary Union. Hosting the IPU Assembly is a manifestation of the House of Representatives commitment to encourage cooperation based on the principle of multilateralism. We hope that the National Assembly of Viet Nam can participate in the IPU Assembly and discuss issues on common concern with other IPU Member States.

(25)

EN ID

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Parlemen Indonesia Komitmen Tangani Perubahan Iklim

08-11-2021 / B.K.S.A.P.

Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon berfoto bersama usai pertemuan yang diselenggarakan Inter-Parliamentary Union (IPU) dan British Group of the IPU (BGIPU). Foto: Ist/nvl

 

Penanganan perubahan iklim membutuhkan pelibatan multipihak baik di level global maupun nasional. Parlemen, melalui fungsi legislasi, pengawasan, anggaran dan representasi, memegang peran penting dalam memastikan pelaksanaan tujuan perubahan iklim yang terkandung dalam Paris Agreement sebagai perjanjian internasional utama tentang perubahan iklim yang mengikat secara hukum.

Dark

(26)

© 2016 Sekretariat Jenderal DPR RI. All rights reserved.

 

Pimpinan dan Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI yang menjadi bagian dari anggota parlemen seluruh dunia, berkomitmen untuk mengambil tindakan mendesak terhadap perubahan iklim di UNFCCC COP26. Hal tersebut, diutarakan para anggota parlemen yang berkumpul di Glasgow dalam pertemuan yang diselenggarakan Inter-Parliamentary Union (IPU) dan British Group of the IPU (BGIPU). 

 

Pada kesempatan tersebut, Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon menjadi narasumber di sesi Advocacy. Dalam paparannya, Fadli menggarisbawahi mengenai ekonomi hijau, serta peran parlemen dalam mendorong pemerintah mewujudkan visi penggunaaan energi bersih dan mencapai Net Zero Emission

 

Wakil Ketua BKSAP DPR RI Sihar Sitorus pada kesempatan itu menyampaikan intervensi di sesi Climate Finance dengan menekankan stimulus fiskal saat ini lebih diarahkan pada upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi selayaknya tidak membuat masyarakat internasional melupakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. 

 

Selain itu, Sihar Sitorus juga mendorong pemenuhan komitmen negara maju, baik dari sisi pendanaan maupun transfer teknologi. Turur hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua BKSAP Mardani Ali Sera, Hafisz Thohir, Putu Supadma Rudana, serta Anggota BKSAP Andi Achmad Dara. (bia/sf)

Dark

(27)

EN ID

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Serukan Komitmen Inisiatif Perubahan Iklim, BKSAP Tekankan Pengawasan Legislasi

08-11-2021 / B.K.S.A.P.

Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon saat menjadi pemimpin dalam perhelatan besar COP26 di Glassglow, Inggris pada Jumat (5/11/2021). Foto: Ist/nvl 

 

Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menekankan urgensi peran parlemen dalam menyelesaikan isu-isu lingkungan hidup saat menjadi pemimpin dalam perhelatan besar COP26 di Glassglow, Inggris pada Jumat (5/11/2021) lalu. Dirinya mengungkapkan memang tidak mudah menyelesaikan isu lingkungan hidup tanpa adanya kesinambungan antara hukum sekaligus implementasi.

Dark

(28)

© 2016 Sekretariat Jenderal DPR RI. All rights reserved.

 

Namun, ia tidak ingin menyerah untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan tersebut. “Saya melihat Indonesia sudah memiliki berbagai perangkat hukum dan legislasi sebagai payung penerapan analisa dampak lingkungan dalam satu pembahasan RUU maupun anggaran tetapi masih ada gap dalam implementasi,” tutur Fadli dalam keterangan persnya kepada Parlementaria, Senin (8/11/2021).

Lebih lanjut Fadli memaparkan, timbulnya kesenjangan antara hukum dan implementasi kebijakan penyelesaian isu lingkungan hidup diakibatkan oleh silo approach. Tidak hanya silo approach, ia pun mengakui saat ini Undang- Undang Cipta Kerja masih belum sempurna karena belum berpijak pada prinsip perlindungan kelestarian alam dan lingkungan hidup.

“Seharusnya di setiap tahapan mulai dari naskah akademis maupun pembahasan-pembahasan selanjutnya.

Demikian juga dengan inisiatif-inisiatif dan program pemerintah yang cenderung masih kurang dalam hal pengawasan atas implementasinya di daerah. Ini tentunya menjadi concern kita bersama,” kata Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI itu.

Ke depannya, Fadli berharap DPR RI bisa lebih erat menjalankan tiga fungsi parlemen secara lintas komisi untuk kebaikan hayati Indonesia yang lebih lestari. “Aspek-aspek seperti kajian dampak lingkungan dan penganggaran berbasis lingkungan harus menjadi satu rutinitas yang tidak dapat dikesampingkan. Terutama jika Indonesia ingin benar-benar menepati komitmen yang telah disepakati di bawah Paris Agreement.” pungkasnya.

Sebagai informasi, Fadli didaulat sebagai pembicara dalam dua agenda bergengsi dunia. Satu di antaranya adalah The Role of Parliament in Climate and Nature Policy. Selain itu, dirinya medapatkan kehormatan untuk menjadi narasumber atas undangan Chairs of the Environmental Audit Committee  dan the Business, Energy and Industrial Strategy Committee of the House of Commons  Rt Hon Philip Dunne MP  dan   Darren Jones MP, serta Chair of the Environment and Climate Change Committee of the House of Lords, Baroness Parminter.

Dalam agenda tersebut turut dihadiri oleh sejumlah pembicara lainnya, mulai dari Chair of Parliamentary Committee on Climate Change  Biyika Lawrence Songa,  Parliament of Uganda, Chair of the Committee on Climate Change, dan National Assembly of Pakistan Munaza Hassan MNA. (ts/sf)

Dark

Referensi

Dokumen terkait

Strategi Elaborasi adalah proses penambahan perincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu pengkodean lebih mudah dan lebih

Pada Tabel 4 pada hubungan pengalaman dengan komitmen afektif terdapat nilai CR sebesar 1,337 dan berada dibawah nilai kritis yaitu ±1,96, dengan tingkat signifikansi

Selain itu, organisasi juga mampu menjalankan orientasi layanan organisasional sebagai suatu serangkaian kebijakan, praktek dan prosedur organisasi yang ditujukan

Metode yang dapat dig unakan adalah dengan pendekatan transcultural nursing theory yang berkaitan dengan budaya keluarga merawat anak (Leininger, 2002), pendekatan

Luaran yang diharapkan dari program kreativitas mahasiswa ini adalah teknik bioflokuasi dapat dijadikan sebagai teknologi yang dapat diterapkan untuk proses pemanenan

Tahap ini disebut tahap pengumpulan data atau sumber, baik sumber primer ataupun sekunder tertulis atau tidak tertulis yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian yaitu

Purwanto (1987), supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi penstabil memberi pengaruh terhadap viskositas, kadar air, kadar protein dan kadar lemak, tetapi tidak berpengaruh