RENCANA STRATEGIS
DIREKTORAT JENDERAL KETAHANAN, PERWILAYAHAN, DAN AKSES INDUSTRI INTERNASIONAL
REVISI RENSTRA
DITJEN
KPAII
2020 - 2024
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ………. v
DAFTAR GAMBAR ………. vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Kondisi Umum ... 1
1.1.1 Evaluasi Capaian Kinerja Tahun 2020………..… 6
1.2. Potensi dan Permasalahan... 12
BAB II VISI, MISI, DAN SASARAN STRATEGIS ... 16
2.1. Visi ... 16
2.2. Misi ... 17
2.3. Sasaran Strategis ... 18
BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ... 24
3.1. Arah Kebijakan ... 24
3.2. Strategi ... 27
3.3. Kerangka Regulasi ... 31
3.4. Kerangka Kelembagaan ... 33
BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 40
4.1. Target Kinerja ... 40
4.2. Kerangka Pendanaan ... 41
BAB IV PENUTUP ... 43
LAMPIRAN 1. POHON KINERJA RENSTRA DITJEN KPAII 2020-2024 ……… 46
iv 2. MATRIKS KINERJA DAN PENDANAAN RENSTRA DITJEN
KPAII 2020-2024 ………. 49 3. MATRIKS KETERKAITAN ANTARA AKTIVITAS /
KEGIATAN, KRO, RO, INDIKATOR KINERJA DAN SASARAN STRATEGIS RENSTRA DITJEN KPAII 2020-2024 ……… 60 4. PEDOMAN KINERJA RENSTRA DITJEN KPAII 2020-2024 …. 95 5 MATRIKS KERANGKA REGULASI ………111
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 PDB Lapangan Usaha atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2019-2020 ... 3 Tabel 1.2 Capaian Penguasaan Pasar pada Negara Mitra FTA 6 Tabel 1.3 Daftar Penerima Fasilitas Fiskal Tahun 2020 ... 8 Tabel 4.1 Sasaran Program Ditjen KPAII 2020-2024 40 Tabel 4.2 Kerangka Pendanaan Ditjen KPAII 2020-2024 41
vi DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan PDB menurut Harga Konstan
2010 ... 5 Gambar 2.1 Peta Strategi/Program Ditjen KPAII ... 23 Gambar 3.1 Struktur Organisasi Ditjen KPAII 38
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Kondisi Umum
Prospek perekonomian dunia pada tahun 2020 semula diperkirakan akan relatif meningkat seiring dengan meredanya kekhawatiran atas tensi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Akan tetapi, pandemi Corona Virus Disease yang muncul pada akhir tahun 2019 (COVID-19) dan merebak ke seluruh belahan dunia membalikkan arah perekonomian secara drastis. Lembaga keuangan dunia International Monetary Fund (IMF) pada awal tahun 2020 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global masih optimis dengan pertumbuhan 3,3 persen. Namun, pada bulan April lembaga tersebut merevisi proyeksinya menjadi kontraksi negatif 3,0 persen dan kembali direvisi pada bulan Juni dan Oktober menjadi terkontraksi masing-masing negatif 4,9 persen dan negatif 4,4 persen. Hal yang sama juga dilakukan oleh OECD dan World Bank yang mengubah proyeksi perekonomian global dari zona positif pada triwulan I tahun 2020 menjadi negatif dengan kontraksi yang cukup dalam pada triwulan II tahun 2020 maupun pada proyeksi triwulan III tahun 2020.
Perubahan proyeksi pertumbuhan dunia dan negara-negara yang cepat berubah dan cenderung terus direvisi ke bawah ini mencerminkan ketidakpastian dan risiko akibat pandemi Covid-19.
Di tengah terpuruknya perekonomian dunia akibat pandemi, hubungan Tiongkok dan AS yang kembali memanas turut memberikan tekanan yang lebih tinggi pada perdagangan global. Selain itu, menurunnya aktivitas ekonomi dunia juga berdampak pada harga komoditas, terutama minyak mentah yang mengalami kontraksi sangat tajam. Kondisi ini juga diperparah dengan adanya oil price war akibat
2 ketidakpastian antara Rusia dan Arab Saudi terkait volume produksi minyak mentah.
Pada akhir bulan Juni 2020, beberapa negara telah melakukan relaksasi lockdown serta memasuki tahap awal normalisasi aktivitas ekonomi sehingga mulai terlihat perbaikan terutama pada kinerja manufaktur global. Beberapa negara menunjukkan aktivitas manufaktur yang kembali meningkat dengan pertumbuhan positif di bulan Juni 2020. Selain itu, aktivitas perdagangan global yang terpuruk akibat perang dagang dan pandemi Covid-19 pada kuartal I dan kuartal II, mulai mengalami rebound secara signifikan pada kuartal III.
Ke depan, prospek pemulihan ekonomi global ditentukan oleh stimulus kebijakan serta perkembangan penemuan vaksin dan distribusinya. Menurut IMF, pemulihan ekonomi diprakirakan terus berlanjut pada 2021 dengan tingkat pertumbuhan mencapai 5,2%.
Kondisi perekonomian di Indonesia sendiri sejak terjadinya pandemi Covid-19 tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain yang terdampak. Secara umum, kinerja perekonomian Indonesia selama tahun 2020 merupakan yang terburuk dalam 20 tahun terakhir.
Secara total, ekonomi Indonesia selama tahun 2020 mengalami pertumbuhan negatif atau terkontraksi sebesar -2,07 persen (Laporan Perekonomian Indonesia, 2021). Pelemahan perekonomian ini berdampak pada setiap pelaku ekonomi dari rumah tangga, korporasi, UMKM, hingga sektor keuangan. Berbagai kegiatan ekonomi juga tersendat seperti terhambatnya investasi, terkontraksinya ekspor impor yang mempengaruhi rantai pasokan, dan menurunnya konsumsi masyarakat. Kondisi ini menuntut adanya perubahan baik dari sisi anggaran negara maupun dalam hal perencanaan pembangunan, yang mana Pemerintah harus melakukan refocusing dan realokasi APBN tahun 2020. Sebagian anggaran pembangunan sementara dialihkan oleh pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19. Karena wabah
3 Covid-19 ini tidak hanya berimbas pada sektor kesehatan saja, tetapi juga pada sektor lainnya membuat pemerintah harus mengeluarkan beragam regulasi dan berbagai kebijakan/program selain kebijakan di bidang kesehatan antara lain berbagai program perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak, serta berbagai insentif dan stimulus bagi dunia usaha agar tetap dapat bertahan selama pandemi.
Selama masa pandemi, beberapa sektor perekonomian mengalami penurunan salah satunya karena pemberlakuan kebijakan pembatasan mobilitas dan aktivitas dalam rangka pengendalian penyebaran virus Corona. Namun, sektor industri pengolahan khususnya industri pengolahan non migas masih tetap dapat menunjukkan kinerja yang baik. Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) Lapangan Usaha atas dasar Harga Berlaku, sektor Industri Pengolahan (khususnya Industri Pengolahan Non Migas) masih menjadi kontributor terbesar terhadap PDB Indonesia.
Tabel 1.1 PDB Lapangan Usaha atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2019-2020
PDB Lapangan Usaha (Seri 2010)
atas dasar Harga Berlaku
2020 2019
[Seri 2010] PDB Seri 2010
Proporsi terhadap
Total PDB [Seri 2010] PDB Seri 2010
Proporsi terhadap Total PDB (Milyar Rupiah) (Persen) (Milyar Rupiah) (Persen) A. Pertanian,
Kehutanan, dan
Perikanan 2.115.086,10 13,70% 2.012.742,80 12,71%
B. Pertambangan
dan Penggalian 993.541,90 6,44% 1.149.913,50 7,26%
C. Industri
Pengolahan 3.068.041,70 19,88% 3.119.593,80 19,70%
Industri Pengolahan Non
Migas 2.760.435,30 17,89% 2.782.921,20 17,58%
D. Pengadaan
Listrik dan Gas 179.741,60 1,16% 185.115,30 1,17%
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
11.302,80 0,07% 10.736,30 0,07%
F. Konstruksi 1.652.659,60 10,71% 1.701.741,20 10,75%
G. Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
1.995.470,10 12,93% 2.060.378,80 13,01%
4
PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) atas dasar
Harga Berlaku
2020 2019
[Seri 2010] PDB Seri 2010
Proporsi terhadap
Total PDB [Seri 2010] PDB Seri 2010
Proporsi terhadap Total PDB (Milyar Rupiah) (Persen) (Milyar Rupiah) (Persen) H. Transportasi
dan Pergudangan 689.700,70 4,47% 881.547,50 5,57%
I. Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 394.230,90 2,55% 440.211,20 2,78%
J. Informasi dan
Komunikasi 695.839,10 4,51% 626.532,60 3,96%
K Jasa Keuangan
dan Asuransi 696.065,50 4,51% 671.433,80 4,24%
M,N. Jasa
Perusahaan 294.255,50 1,91% 304.285,50 1,92%
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
580.175,20 3,76% 571.622,30 3,61%
P. Jasa
Pendidikan 549.396,50 3,56% 522.375,20 3,30%
Q. Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 201.149,00 1,30% 174.740,00 1,10%
R,S,T,U Jasa
lainnya 302.568,20 1,96% 309.002,10 1,95%
NILAI TAMBAH BRUTO ATAS
HARGA DASAR 14.873.005,30 15.181.427,80
PAJAK DIKURANG SUBSIDI ATAS PRODUK
561.146,50 651.107,60
PRODUK DOMESTIK
BRUTO 15.434.151,80 15.832.535,40
(Sumber: BPS, 2021)
Pada tabel 1.1 di atas, terlihat bahwa pada tahun 2019 sektor industri pengolahan nonmigas menyumbang sekitar 17,58 persen terhadap PDB nasional, dan meningkat menjadi 17,89 persen selama pandemi pada tahun 2020. Hal ini menunjukkan bahwa selama pandemi sektor industri pengolahan non migas masih menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Oleh karena itu, di tengah masa kedaruratan Covid-19 dan pembatasan mobilitas dan aktivitas, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian membuat kebijakan penerbitan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri. Langkah ini diambil guna menjamin keberlangsungan aktivitas industri, sehingga produktivitas dan daya saing industri tetap terjaga.
5 Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan PDB menurut Harga Konstan 2010
(Sumber: BPS, 2021)
Berbagai langkah strategis yang diambil pemerintah termasuk pemberlakuan IOMKI cukup membuahkan hasil. Terlihat pada Gambar 1.1 kinerja sektor industri pengolahan yang selama tahun 2020 terkontraksi, pada triwulan I 2021 menunjukkan perbaikan dan kembali tumbuh positif pada triwulan II tahun 2021. Hal ini sejalan dengan peningkatan laju pertumbuhan PDB nasional.
Secara internal kelembagaan, Kementerian Perindustrian sebagai bagian dari pemerintahan mendukung berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, seperti refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, serta peralihan jabatan struktural ke jabatan fungsional sebagai upaya penyederhanaan birokrasi dan peningkatan kinerja instansi dan Aparat Sipil Negara di lingkungan Kementerian Perindustrian. Berbagai perubahan dalam internal organisasi tentunya mencakup seluruh unit kerja di bawah Kementerian Perindustrian termasuk Ditjen KPAII.
Maka dari itu, perlu dilakukan perubahan terhadap Renstra Ditjen KPAII 2020-2024 agar relevan dengan kondisi terkini dan selaras dengan Renstra Kementerian Perindustrian 2020-2024.
-0,080 -0,060 -0,040 -0,020 0,000 0,020 0,040 0,060 0,080
TW I 2020 TW II 2020 TW III 2020 TW IV 2020 TW I 2021 TW II 2021
Laju pertumbuhan PDB (persen)
Periode (Triwulanan)
Industri Pengolahan Industri Pengolahan Non Migas Nasional
6 1.1.1. Evaluasi Capaian Kinerja Tahun 2020
Di samping kondisi lingkungan baik dalam lingkup global maupun nasional, evaluasi terhadap capaian-capaian kinerja pada tahun 2020 juga menjadi pertimbangan diperlukannya perubahan terhadap Renstra Ditjen KPAII 2020-2024. Adapun capaian terhadap indikator kinerja utama pada tahun 2020 berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Ditjen KPAII Tahun 2020 adalah sebagai berikut:
1. Penambahan jenis produk industri pengolahan non migas yang diekspor, dari target sebanyak 27 persen tercapai 28,9 persen.
Untuk mengetahui tingkat capaian tersebut, dihitung berdasarkan persentase penambahan jumlah harmonized system (HS) yang diekspor pada tahun berjalan dibandingkan dengan jumlah HS yang diekspor pada tahun sebelumnya dikurangi pengurangan HS yang tidak diekspor pada tahun berjalan.
Capaian penambahan jenis produk industri pengolahan non migas yang diekspor pada tahun 2020 adalah berikut:
Tabel 1.2 Capaian Penguasaan Pasar pada Negara Mitra FTA
No. Negara Mitra FTA 2019 baseline Jan - Nov 2020
HS Ekspor HS Ekspor Pengurangan Penambahan CpM (%)
1 Jepang 3,400 3,211 718 529 19.72
2 Korea Selatan 2,402 2,182 700 480 28.20
3 Cina 3,736 3,609 891 764 26.85
4 Australia 2,463 2,395 585 517 27.53
5 Selandia Baru 1,181 1,094 324 237 27.65
6 Pakistan 820 702 285 167 31.21
7 Hongkong 2,275 2,187 634 546 33.27
8 Chili 592 510 207 125 32.47
9 ASEAN 2,275 2,187 634 546 33.27
Rata-rata
417 28.91
(Sumber: Rekapitulasi Direktorat AII, 2020)
7 2. Kemitraan industri dalam jaringan produksi global, dari target sebanyak 2 perusahaan tercapai 13 perusahaan yang bermitra, yakni perusahaan yang berhasil melakukan ekspor antara lain:
1. PT. Indonesia Polyurethane Industry;
2. PT. Tharva Barokah Abadi;
3. PT. Mitra Ayu Adipratama;
4. PT. Indoaneka Atsiri;
5. PT. Surya Indoalgas;
6. Ribka Furniture;
7. CV. Nurissah Indomakmur;
8. PT. Wirasindo Santakarya (Wisanka);
9. Sentana Art Wood;
10. Palem Craft;
11. PT. Intera Indonesia;
12. CV. Pandanus Internusa;
13. PT. Suvastama Tumbuemas.
3. Jumlah kawasan industri (KI) prioritas di luar Jawa yang beroperasi dan meningkatkan investasi, dari target 11 kawasan industri secara kumulatif tercapai 12 kawasan industri, antara lain: KI Sei Mangkei;
KI Dumai; KI Batu Licin; KI Bitung; KI Morowali; KI Palu; KI Bantaeng; KI Konawe; KI Sadai; KI Ladong; KI Wedabay; dan KI Ketapang.
4. Jumlah kawasan industri yang dikembangkan, dari target 18 kawasan industri secara kumulatif tercapai 18 kawasan industri, yakni: Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api-Api; KI Landak; KI Ketapang; KI Tanggamus; KEK Maloy; KI Bantaeng; KEK Bitung; KI Morowali; KI Konawe; KI Buli; KI Kendal; KI JIIPE; KI Dumai; KI Wilmar Serang; KEK Lhokseumawe; KI Teluk Bintuni; KI Brebes dan KI Jorong.
5. Fasilitasi kawasan industri dengan zona tematik, dari target 2 kawasan industri secara kumulatif tercapai 2 Kawasan Industri
8 Halal, yakni Modern Cikande Industrial Estate dan Kawasan Industri Safe n Lock.
6. Persentase nilai tambah yang diciptakan di luar pulau Jawa, dari target 29,9 persen hanya tercapai 29,51 persen.
7. Izin Usaha Industri yang diefektifkan, dari target sebanyak 30 persen tercapai 35 persen. Berdasarkan data SIINas dan Sistem Online Single Submission (OSS)-BKPM mengacu pada Nomor Induk Berusaha (NIB) sektor industri yang diterbitkan OSS sejak Triwulan I sampai dengan Triwulan III Tahun 2020, jumlah IUI yang efektif sebanyak 12.722 sedangkan jumlah IUI yang belum efektif sebanyak 36.348. Berdasarkan data tersebut, nilai IUI yang diefektifkan sebesar 35 persen yang didapatkan melalui perhitungan persentase proporsi IUI yang sudah efektif terhadap IUI yang belum efektif.
8. Nilai investasi perusahaan yang mendapatkan fasilitas fiskal, dari target sejumlah 140 triliun Rupiah terealisasi 235,708 triliun Rupiah. Terdapat 57 perusahaan yang mendapatkan pemberian fasilitas fiskal pada tahun 2020 dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 1.3 Daftar Penerima Fasilitas Fiskal Tahun 2020
No Nama Wajib Pajak KBLI Bidang Usaha Status
Penanaman Modal
Nilai Investasi Aktiva Tetap (Rp) Berdasarkan PP 18/2015 Jo. PP 9/2016
1. PT. Padang Raya
Cakrawala 10432 Industri minyak goreng kelapa sawit PMA 921.406.594.920 2. PT. Kutai Refinery
Nusantara 10432
20115
Industri minyak goreng kelapa sawit Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian
PMA 3.598.393.040.479
Berdasarkan PP 78/2019
3. Pharma Health Care 21012 Industri produk farmasi untuk manusia PMDN 190.330.000.000 4. Mayora Indah 10710 Industri produk roti dan kue PMDN 1.085.261.057.880 5. Torabika Eka Semesta 10761 Industri pengolahan kopi PMDN 585.616.982.247 6. Torabika Eka Semesta 10795 Industri krimer nabati PMDN 613.433.791.254 7. Asia Pacific Yarn 13112 Industri pemintalan benang PMA 308.212.002.000 8. Kalimantan Kelapa Jaya 10773 Industri produk masak dari kelapa PMA 319.043.877.143 9. Feng Tay Indonesia
Enterprises
15202 Industri sepatu olahraga PMA 230.857.496.271 10. Prima Alam Gemilang 10721 Industri gula pasir PMDN 2.405.000.000.000 11. Medisafe Technologies 22199 Industri Barang Dari Karet Lainnya YTDL PMA 188.004.100.000 12. Tirta Alam Segar 10510 Industri Pengolahan Susu Segar Dan Krim PMDN 209.032.090.593
9
No Nama Wajib Pajak KBLI Bidang Usaha Status
Penanaman Modal
Nilai Investasi Aktiva Tetap (Rp) 13. Yupi Indo Jelly Gum 10732 Industri Makanan Dari Cokelat Dan
Kembang Gula PMA 225.000.000.000
14. Indonesia Royal Paper 17021 Industri Kertas Dan Papan Kertas
Bergelombang PMA 259.731.498.299
15. Eco Prima Energi 20115 Industri Kimia Dasar Organik Yang
Bersumber Dari Hasil Pertanian PMDN 521.000.000.000 16. Wika Industri
Manufaktur 30911 Industri Sepeda Motor Roda Dua Dan Tiga PMDN 52.003.230.156 17. Wanho Industries
Indonesia 32402 Industri Mainan Anak-Anak PMA 60.000.000.000
18. Huadi Yatai Nickel
Industry 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 1.110.020.714.286
19. Huadi Wuzhou Nickel
Industry 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 1.282.845.625.000
20. Asia Pacific Rayon 17012 Industri Kertas Budaya PMA 114.702.498.320 21. Gema Grahasarana 31001 Industri Furnitur Dari Kayu PMDN 250.000.000 22. Sinarmas Bio Energy 20115 Industri Kimia Dasar Organik Yang
Bersumber Dari Hasil Pertanian
PMDN 217.443.948.659 23. Muria Sumba Manis 10721 Industri Gula Pasir PMDN 2.191.455.167.334 24. Indo-Rama Synthetics 20302 Industri Serat Stapel Buatan PMDN 587.886.600.000 25. Sakae Riken Indonesia 29300 Industri Suku Cadang Dan Aksesori
Kendaraan Bermotor Roda Empat Atau Lebih
PMA 248.002.616.425
26. Sejin Fashion Indonesia 14111 Industri Pakaian Jadi (Konveksi) Dari
Tekstil PMA 195.000.000.000
27. Sasa Inti 10773 Industri Produk Masak Dari Kelapa PMA 226.372.800.000 28. Pratama Abadi Industri 15202 Industri Sepatu Olahraga PMA 439.273.205.354 29. Mahugi Jaya Sejahtera 13132 Industri Penyempurnaan Kain PMDN 185.994.477.052 30. Lautindo Synergy
Sejahtera 10213 Industri Pembekuan Ikan PMA 94.508.608.245
31. Summit Seoyon
Automotive Indonesia 29300 Industri Suku Cadang Dan Aksesori Kendaraan Bermotor Roda Empat Atau Lebih
PMA 636.794.324.500
32. LSAG Cable Indonesia 27320 Industri Kabel Listrik Dan Elektronik
Lainnya PMA 1.115.882.700.000
Berdasarkan PMK 150/2018 dan PerBKPM 1/2018 33. PT. Kereta Cepat
Indonesia China 68110 49110
Real Estate yang dimiliki sendiri atau disewa
Angkutan jalan rel jarak jauh untuk penumpang
PMA 89.252.516.116.058
34. PT. DCI Indonesia 63112 Aktivitas hosting dan YBDI PMA 880.573.857.417 35. PT. Palapa Satelit Nusa
Sejahtera 61300 Aktivitas hosting dan YBDI PMA 2.670.668.000.000
36. PT. Kariangau Gapura Terminal Energi
52101 Infrastuktur Ekonomi PMA 938.600.108.000
37. PT. Langit Metal
Industry 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 5.309.066.594.953
38. PT. Halmahera Jaya
Feronikel 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 8.175.600.000.000
39. PT. Smelter Nikel
Indonesia 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMDN 574.002.587.024
40. PT. Megah Energi
Khatulistiwa 20117
19100
Industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam dan batu bara
Industri Produk Dari Batubara yang Menghasilkan Semi Kokas
PMA 1.166.770.000.000
41. PT. QMB New Energy
Materials 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 13.336.350.928.000
42. PT. Andalan Metal
Industry 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 1.629.592.500.000
43. PT. Infrastruktur
Terbarukan Lestari 35101 Pembangkitan tenaga listrik PMA 311.556.184.380
10
No Nama Wajib Pajak KBLI Bidang Usaha Status
Penanaman Modal
Nilai Investasi Aktiva Tetap (Rp) 44. PT. Ecooils Jaya
Indonesia 20115 Industri Kimia Dasar Organik Yang Bersumber Dari Pertanian, Perkebunan atau Kehutanan
PMA 291.875.250.000
45. PT. PCDC Propco One 63112 Aktivitas hosting dan YBDI PMA 1.794.468.857.645 46. PT. Kolaka Nickel
Indonesia 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 35.271.250.000.000
47. PT. Fajar Metal Industry 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 17.423.920.340.000
48. PT. Teluk Metal Industry 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 17.423.920.340.000
49. Lipe Metal Industry 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 5.188.920.570.000
50. Walsin Nickel Industrial
Indonesia 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMA 4.778.900.000.000
51. Essence Indonesia 20118 Industri Kimia Dasar Organik yang
Menghasilkan Bahan Kimia Khusus PMA 601.512.823.000 52. Dempo Sumber Energi 35101 Pembangkitan tenaga listrik PMA 338.812.913.570 53. Lotte Chemical
Engineering Plastics 20131 Industri damar buatan (resin sintetis) dan
bahan baku plastik PMA 658.328.935.000
54. Gorontalo Listrik
Perdana 35101 Pembangkitan tenaga listrik PMA 2.669.473.500.000
55. Minahasa Cahaya
Lestari 35101 Pembangkitan tenaga listrik PMA 2.197.735.817.843
56. Cahaya Modern Metal
Industri 24202 Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan
Besi PMDN 530.467.217.329
57. Jakarta Solusi Lestari 35101 Pembangkitan tenaga listrik PMA 1.875.000.000.000 TOTAL 235.708.642.486.636 (Sumber: Rekapitulasi Direktorat KIUI, 2020)
9. Realisasi proyek investasi perusahaan multinasional, dari target sebanyak 2 proyek hanya tercapai 1 proyek yang berasal dari Lotte Advance Materials (PT. Lotte Chemical Engineering Plastics Indonesia/LCEPI).
10. Jumlah kebijakan pembangunan industri yang ditetapkan, dari target sebanyak 1 peraturan tercapai 4 peraturan.
11. Nilai SAKIP Ditjen KPAII, dari target senilai 80 hanya tercapai sebesar 73,44.
Pada Revisi Renstra Ditjen KPAII 2020-2024 ini terdapat perubahan beberapa indikator-indikator berikut:
1. Kemitraan industri dalam jaringan produksi global. Indikator ini mengalami perubahan satuan dan volume target. Semula target indikator ini sebanyak 2 perusahaan pada tahun 2020 dan 10 perusahaan pada tahun 2024. Satuan perusahaan untuk indikator ini tidak lagi digunakan karena dinilai belum mencerminkan
11 outcome. Adapun target baru dari indikator ini adalah 13 persen pada tahun 2020 dan secara kumulatif meningkat menjadi 30 persen pada tahun 2024.
2. Nilai investasi perusahaan yang mendapatkan fasilitas fiskal. Yang diubah pada indikator ini adalah volume targetnya. Pada tahun 2020 telah tercapai sejumlah 235,708 triliun Rupiah, yang mana telah melampaui target kumulatif hingga tahun 2024 sebesar 170 triliun Rupiah. Oleh karena itu, nilai capaian tahun 2020 tersebut dijadikan baseline untuk penyesuaian target baru tahun 2021 hingga 2024.
3. Realisasi investasi asing sektor industri pengolahan. Semula target indikator ini sebanyak 2 proyek pada tahun 2020 dan 10 perusahaan proyek pada tahun 2024. Satuan proyek untuk indikator ini tidak lagi digunakan karena dinilai belum mencerminkan outcome. Adapun target baru dari indikator ini adalah 13 miliar USD pada tahun 2020 dan secara kumulatif meningkat menjadi 13,4 miliar USD pada tahun 2024.
4. Izin Usaha Industri (IUI) yang diefektifkan. Indikator ini dihapuskan karena istilah Izin Usaha Industri yang diefektifkan tidak digunakan lagi dalam Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga indikator tersebut dianggap tidak relevan lagi dengan kondisi terkini.
5. Terdapat penambahan indikator baru yakni Persentase nilai capaian penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa di Direktorat Jenderal KPAII; Efektivitas regulasi yang ditetapkan di lingkungan Ditjen KPAII; Rekomendasi hasil pengawasan internal telah ditindaklanjuti oleh satker; Index penerapan manajemen risiko (MRI) Ditjen KPAII; serta Rata-rata indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN) Ditjen KPAII.
12 1.2. Potensi dan Permasalahan
a. Potensi
Era globalisasi menjadi tantangan sekaligus peluang dalam pembangunan ekonomi di tengah perekonomian dunia yang bergerak secara dinamis. Perkembangan ekonomi global dapat berdampak pada industri nasional, baik secara positif maupun negatif. Untuk itu pemerintah perlu secara aktif mengantisipasi perkembangan tersebut agar mampu menangkap peluang bagi pengembangan industri nasional.
Potensi pengembangan perlu diwadahi oleh payung hukum dalam bentuk perjanjian, baik bilateral, regional maupun internasional.
Perkembangan yang berdampak negatif juga perlu diantisipasi untuk melindungi industri nasional serta menciptakan iklim usaha dalam rangka mengembangkan ketahanan industri di dalam negeri.
Kecenderungan globalisasi mendorong tumbuhnya kolaborasi antara perusahaan industri sehingga membentuk jaringan rantai pasok global (global value chain) yang memungkinkan terciptanya nilai tambah yang tinggi namun dengan biaya yang rendah sebagai konsep baru Industry 4.0. Disamping dampak positif tersebut, perjanjian kerjasama ekonomi dan industri antar negara atau regional juga diperlukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan prioritas pada setiap negara. Pemerintah dapat memfasilitasi akses kolaborasi pada jaringan rantai pasok global bagi industri nasional yang telah memiliki kemampuan, serta melakukan pembinaan lebih luas untuk meningkatkan kolaborasi internasional tersebut.
Aspek standarisasi yang berlaku global menjadi landasan penting dalam kolaborasi internasional.
Sejalan dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah dan sedang berlangsung sangat cepat dan telah terbukti berdampak luas pada berbagai bidang kehidupan. Dalam kaitannya dengan perekonomian,
13 ilmu pengetahuan dan teknologi adalah salah satu faktor penentu bagi pembentukan daya saing dan modernisasi industri, khususnya dalam peningkatan kemampuan inovasi di bidang perancangan produk dan proses produksi, khususnya di era Revolusi Industri ke-4.
Globalisasi ekonomi secara umum juga mendorong peningkatan arus investasi antar negara agar kian lancar. Selain itu, integrasi ekonomi ini turut membawa perubahan teknologi yang semakin masif.
Perkembangan teknologi di suatu negara dapat terjadi karena inovasi yang berlangsung di dalam negara tersebut, atau karena adanya alih teknologi dari negara lain. Perubahan teknologi yang terjadi karena adanya alih teknologi biasanya terjadi dari negara maju ke negara berkembang. Umumnya, hal ini dipengaruhi oleh adanya investasi yang dilakukan dari negara maju ke negara berkembang. Karena modal untuk penciptaan teknologi sendiri sangat tinggi, maka bagi negara berkembang, investasi asing dianggap memerankan peranan penting dalam rangka transfer teknologi. Transfer teknologi yang berlangsung diharapkan mampu memacu terjadinya industrialisasi yang berdampak positif bagi perkembangan ekonomi.
Kebutuhan akan investasi di sektor industri tersebut perlu diperhatikan secara khusus untuk mendapatkan prioritas dalam penentuan kebijakan di sektor ekonomi. Diperlukan adanya daya tarik melalui berbagai fasilitas dan kemudahan agar investasi baik dari luar maupun dalam negeri berminat dan merealisasikan investasinya di Indonesia. Di samping itu, adanya aliran penanaman modal di sektor industri tersebut tentu membutuhkan wadah (sektor prioritas dan lokasi) untuk menampungnya. Untuk itulah diperlukan kawasan- kawasan industri yang siap dengan sarana dan prasarana di dalamnya, serta lokasi/wilayah dimana investasi tersebut efektif dan diperlukan.
Penempatan investasi pada kawasan-kawasan industri fungsional yang berbasis sumber daya alam dan manusia, jalur distribusi dan konektivitas, maupun berbasis klater industri,
14 memberikan peluang terjadinya penyebaran industri ke wilayah luar Jawa yang pada akhirnya berdampak pada pemerataan kesejahteraan masyarakat melalui industrialisasi. Saat ini pendekatan perwilayahan menjadi suatu pertimbangan penting dalam pembangunan industri.
Penyebaran industri yang diharapkan adalah penyebaran industri di suatu daerah tertentu yang mampu menghasilkan penciptaan nilai tambah yang tinggi sehingga mampu menjadi penggerak utama (prime mover) kegiatan ekonomi di daerah tersebut serta di daerah sekitarnya.
b. Permasalahan
Tantangan dalam jangka pendek yang dihadapi yaitu adanya perang dagang dengan tetap berupaya menumbuhkan investasi untuk memulihkan perekonomian. Dari sisi kemudahan melakukan bisnis, Indonesia telah berhasil naik peringkat dari posisi 106 pada tahun 2015 menjadi posisi 73 pada tahun 2019. Kondisi tersebut terjadi karena didukung adanya paket deregulasi diantaranya kemudahan layanan investasi tiga jam, perluasan tax allowance dan tax holiday, insentif untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), relaksasi daftar negatif investasi, dan penerapan online single submission (OSS).
Dalam Revisi Renstra Kementerian Perindustrian 2020 - 2024, disebutkan sembilan permasalahan utama yang masih dihadapi dalam pembangunan industri nasional, yaitu:
a. kekurangan bahan baku (kondensat, gas, nafta, biji besi) dan bahan penolong (katalis, scrap, kertas bekas, dan nitrogen);
b. kekurangan infrastruktur (pelabuhan, jalan, dan kawasan industri);
c. kekurangan utility (listrik, air, gas, dan pengolah limbah);
d. kurangnya tenaga ahli, supervisor, dan superintendent;
e. tekanan produk impor;
f. limbah industri (slag) sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), spesifikasi yang terlalu ketat untuk kertas bekas dan baja bekas (scrap) menyulitkan industri;
15 g. permasalahan Industri Kecil Menengah (IKM) yaitu pembiayaan, bahan baku dan penolong, mesin/peralatan IKM, dan pemasaran;
h. logistik sektor industri (biaya tinggi, pengiriman tidak tepat waktu, serta data dan informasi tidak akurat); dan
i. Kondisi pandemi Covid-19 yang melanda dunia, sehingga menyebabkan perlambatan dan bahkan penurunan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas.
Direktorat Jenderal KPAII dapat mengambil peran strategis khususnya dalam hal koordinasi dan fasilitasi pada perumusan kebijakan iklim usaha industri guna pemulihan sektor industri manufaktur. Selain dengan berbagai kebijakan dan pemberian fasilitas/insentif, pemulihan industri juga dilakukan dengan membuka akses terhadap ekspor produk industri dan membuka akses terhadap relokasi investasi asing pada sektor-sektor yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi pohon industri.
16
BAB II
VISI, MISI, DAN SASARAN STRATEGIS
2.1. Visi
Salah satu prioritas nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang terkait dengan pembangunan sektor industri nasional adalah memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Ditjen Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (Ditjen KPAII) di bawah Kementerian Perindustrian yang membantu Presiden di bidang perindustrian, maka visi Ditjen KPAII ditetapkan sama dengan visi Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2020-2024.
Visi Presiden dan Wakil Presiden adalah “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.
Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong apabila dipandang dalam sudut pandang sektor industri yaitu mewujudkan industri tangguh dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri dalam mengelola sumber daya yang ada dengan peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja melalui penambahan lapangan kerja baru serta meningkatnya investasi dan ekspor sektor industri sehingga dapat bersaing dengan negara maju lainnya. Pemanfaatan teknologi dimaksudkan dapat mengelola sumber daya yang ada dengan kekuatan SDM yang kompeten dan IPTEK yang inovatif melalui implementasi Making Indonesia 4.0 untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata.
17 2.2. Misi
Adapun sebagaimana dimandatkan dalam Peraturan Presiden nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, misi Presiden dan Wakil Presiden yang juga turun menjadi misi Kementerian Perindustrian dan Ditjen KPAII, yaitu:
i. Peningkatan kualitas manusia indonesia;
ii. Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
iii. Pembangunan yang merata dan berkeadilan;
iv. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
v. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;
vi. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;
vii. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga;
viii. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya;
dan
ix. Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan.
Kementerian Perindustrian dan Ditjen KPAII senantiasa memberikan perhatian penuh terhadap seluruh stakeholders industri, yakni pemerintah baik pusat/daerah, investor, pengusaha, asosiasi, pegawai/karyawan, dan masyarakat industri lainnya. Kesembilan misi- misi di atas dilakukan secara bertanggungjawab berlandaskan gotong royong bagi semua kementerian/lembaga. Secara khusus Ditjen KPAII akan lebih berfokus pada pembangunan dan pengembangan sektor industri pengolahan dengan meningkatkan ketahanan dan iklim usaha industri, mengembangkan perwilayahan industri, serta meningkatkan akses industri pada lingkungan global/internasional.
18 2.3. Sasaran Strategis
Sasaran pembangunan sektor industri yang ingin dicapai oleh Ditjen KPAII sebagai suatu outcome tercakup dalam Program Dukungan Manajemen Kementerian Perindustrian serta Program Nilai Tambah dan Daya Saing Industri. Dari sasaran strategis Kementerian Perindustrian, yang diturunkan langsung ke Ditjen KPAII yaitu: (1) meningkatnya daya saing dan kemandirian industri pengolahan nonmigas; (2) meningkatnya penguasaan pasar industri;
dan (3) meningkatnya persebaran industri. Adapun sasaran strategis yang tidak secara langsung diturunkan ke Ditjen KPAII yaitu: (1) meningkatnya kemampuan industri barang dan jasa serta industri halal dalam negeri; (2) tersedianya regulasi pembangunan industri yang efektif; (3) tercapainya pengawasan internal yang efektif dan efisien; (4) terwujudnya ASN Kementerian Perindustrian yang profesional dan berkepribadian; (5) tersusunnya perencanaan program, pengelolaan keuangan serta pengendalian yang berkualitas dan akuntabel.
Kedelapan sasaran strategis Kementerian Perindustrian tersebut selanjutnya diturunkan menjadi sasaran Program Dukungan Manajemen Kementerian Perindustrian serta Program Nilai Tambah dan Daya Saing Industri, yang merupakan sasaran strategis bagi Ditjen KPAII selama lima tahun periode Renstra ke depan. Sesuai prinsip memiliki Balanced Scorecard (BSC) Kaplan dan Norton, sembilan sasaran program pada Ditjen KPAII terbagi dalam tiga perspektif yaitu:
A. Perspektif Pemangku Kepentingan
Terdapat tiga sasaran program yang termasuk di dalamnya yaitu:
1) Sasaran Program 1: Meningkatnya penguasaan pasar industri.
Untuk meningkatkan pangsa produk industri dalam negeri di pasar internasional dapat dilakukan dengan melakukan perundingan-perundingan internasional seperti FTA/PTA, serta meningkatkan pemanfaatan (utilitas) hasil perundingan tersebut.
19 Sasaran program ini diukur dengan dua Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu:
i. Penambahan jenis produk industri pengolahan nonmigas yang diekspor, dimana ditargetkan tercapai 27 persen pada 2020 dan 32 persen tercapai pada akhir 2024;
ii. Kemitraan industri dalam jaringan produksi global, ditargetkan tercapai 13 persen pada 2020 dan secara kumulatif 30 persen pada akhir 2024.
2) Sasaran Program 2: Meningkatnya persebaran industri.
Persebaran industri di Indonesia dilaksanakan melalui tiga pendekatan yaitu: melalui pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), pengembangan Kawasan Peruntukan Industri (KPI), dan pengembangan Kawasan Industri.
Sasaran program ini diukur capaiannya dengan empat Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu:
i. Kawasan Industri (KI) prioritas di luar Jawa yang beroperasi dan meningkatkan investasi, ditargetkan tercapai 11 kawasan industri pada 2020 dan kumulatif tercapai 17 kawasan industri pada akhir 2024;
ii. Kawasan Industri yang dikembangkan, ditargetkan 18 kawasan industri pada 2020 dan kumulatif tercapai 33 kawasan industri pada akhir 2024;
iii. Kawasan industri dengan zona tematik yang beroperasi, ditargetkan 2 kawasan industri pada 2020 dan tercapai kumulatif 4 kawasan industri pada 2024; dan
iv. Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar pulau Jawa, ditargetkan 29,9 persen pada 2020 dan tercapai 33,1 persen pada 2024.
20 3) Sasaran Program 3: Meningkatnya daya saing dan kemandirian
industri pengolahan nonmigas.
Pembangunan sektor industri tidak dapat dilepaskan dari daya saing dan kemandirian suatu bangsa. Daya saing industri dapat diwujudkan melalui peningkatan inferastruktur baik yang bersifa fisik maupun non-fisik. Infrastruktur yang bersifat fisik misalnya jalan, pelabuhan, bandar udara, dan lainnya. Sedangkan yang bersifat non-fisik misalnya fasilitasi berupa kredit ekspor, pembiayaan dengan bunga rendah, dan lainnya.
Peningkatan kemandirian industri dapat dilakukan dengan keterlibatan dalam rantai suplai global, hilirisasi industri, serta promosi investasi. Dengan adanya investasi yang masuk, diharapkan dapat membawa spillover effect berupa transfer teknologi.
Capaian sasaran program ini diukur dengan dua Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu:
i. Nilai investasi perusahaan yang mendapatkan fasilitas fiskal, ditargetkan tercapai Rp 140 triliun pada 2020 dan kumulatif Rp 288 triliun pada akhir 2024; dan
ii. Realisasi investasi asing sektor industri pengolahan, ditargetkan 13 miliar USD pada 2020 dan tercapai 13,4 miliar USD pada akhir 2024.
B. Perspektif Bisnis Internal
Perspektif ini merupakan sudut pandang organisasi yang berproses pada proses bisnis utama Ditjen KPAII. Sasaran program yang termasuk dalam perspektif bisnis internal yaitu:
4) Sasaran Program 4: Meningkatnya pemanfaatan industri barang dan jasa dalam negeri.
Keberhasilan dari sasaran program ini diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu: Persentase nilai capaian penggunaan
21 produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa di Direktorat Jenderal KPAII, ditargetkan 0 persen pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 90 persen pada tahun 2024. Indikator ini merupakan indikator baru dalam Renstra Kementerian Perindustrian dan Renstra Ditjen KPAII, sehingga target yang ditetapkan baru berlaku sejak tahun 2021.
5) Sasaran Program 5: Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif.
Sesuai Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 35 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Ditjen KPAII mengemban tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ketahanan industri, iklim usaha, fasilitas industri, percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan industri, serta akses industri internasional.
Keberhasilan dari sasaran program ini diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu: Efektivitas regulasi yang ditetapkan di lingkungan Ditjen KPAII yang ditargetkan 72 persen pada tahun 2020 dan tercapai 80 persen pada tahun 2024.
6) Sasaran Program 6: Terwujudnya Efektivitas dan Efisiensi Pelaksanaan Program Ditjen KPAII.
Keberhasilan dari sasaran program ini diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu: Rekomendasi hasil pengawasan internal telah ditindaklanjuti oleh satker, ditargetkan 91 persen pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 93 persen pada tahun 2024.
7) Sasaran Program 7: Terwujudnya Tata Kelola Pemerintahan yang Baik.
Keberhasilan dari sasaran program ini diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu: Index Penerapan Manajemen Risiko (MRI) Ditjen KPAII, ditargetkan mencapai level 3 pada tahun 2020 dan meningkat menjadi level 4 pada tahun 2024.
22 C. Perspektif Pembelajaran Organisasi
Perspektif ini merupakan upaya penciptaan dan meningkatkan nilai (value) Ditjen KPAII. Sasaran program dalam perspektif pembelajaran organisasi yaitu:
8) Sasaran Program 8: Terwujudnya Tata Kelola Ditjen KPAII yang Efektif dan Efisien
Guna mewujudkan tata Kelola Ditjen KPAII yang efektif dan efisien, maka perlu disusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan, dan disusun secara rasional dan terukur. Selain itu, perlu disusun pula regulasi-regulasi yang tepat dalam pengalokasian sumber daya yang ada supaya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya, maka dibangun sebuah Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Keberhasilan dari sasaran program ini diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu: Nilai SAKIP Ditjen KPAII, yang ditargetkan tercapai nilai 80 pada 2020 dan nilai 85 pada 2024.
9) Sasaran Program 9: Meningkatnya Kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Efektivitas Organisasi
Keberhasilan dari sasaran program ini diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu: Rata-rata Indeks Profesionalitas ASN Ditjen KPAII, ditargetkan mencapai nilai indeks 70 pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 80 pada tahun 2024.
23 Peta strategi Ditjen KPAII dapat dilihat pada gambar 2.1 yang menjelaskan keterkaitan beberapa sasaran program yang ingin dicapai selama 5 tahun ke depan.
Gambar 2.1 Peta Strategi/Program Ditjen KPAII
24
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
3.1. Arah Kebijakan
Kebijakan pada Ditjen KPAII sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian maupun Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035 adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Infrastruktur Industri
Infrastruktur industri yang diperlukan oleh industri antara lain meliputi lahan, energi (listrik, gas), air baku, jaringan logistik, jaringan transportasi dan jaringan telekomunikasi. Selain ketersediaan lahan yang clean and clear, kecukupan pasokan energi dan air baku yang dilengkapi dengan jaringan/instalasinya, serta akses transportasi, logistik dan telekomunikasi, perlu diperhatikan juga penetapan harga yang kompetitif.
Pengembangan infrastruktur industri tahun 2020-2024 diarahkan untuk:
a. Adanya jaminan penyediaan lahan industri untuk perusahaan industri dan KI dalam WPPI;
b. Terpenuhinya pasokan air baku bagi industri;
c. Terpenuhinya kebutuhan jaringan dan moda transportasi yang efektif dan efisien bagi industri;
d. Tersedianya pasokan listrik dan gas untuk industri dengan harga yang kompetitif;
e. Terbangunnya pembangkit listrik mandiri di KI;
f. Tersedianya pelayanan jaringan telekomunikasi yang handal dalam mendukung industri 4.0.
25 2. Pengembangan Kerjasama Internasional Bidang Industri
Kerjasama Internasional Bidang Industri ditujukan agar industri nasional dapat berperan lebih besar di kancah internasional, meliputi:
a. Meningkatnya diversifikasi ekspor produk industri
Implementasi berbagai perjanjian ekonomi yang dilandasi kepentingan industri sudah semestinya mampu meningkatkan jenis produk yang diekspor ke negara mitra.
b. Keterlibatan industri dalam Jaringan Produksi Global
Kemampuan industri dalam negeri dalam menembus jaringan produksi global akan berdampak besar pada keberlangsungan ekspor produk bernilai tambah tinggi.
c. Investasi perusahaan multinasional
Realisasi perusahaan multinasional untuk menanamkan modalnya di Indonesia akan menunjukkan kepercayaan dunia internasional terhadap iklim usaha di Indonesia, selain itu juga berkontribusi pada peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, terjadinya transfer dan implementasi teknologi industri 4.0, serta keterlibatan pemasok lokal dalam jaringan rantai pasoknya.
d. Terpenuhinya kebutuhan sumber daya industri dari luar negeri Sebagai negara yang sedang dalam proses industrialisasi, banyak sumber-sumber daya industri yang masih dibutuhkan dari luar negeri. Melalui kerjasama internasional, diharapkan sumber-sumber daya baik bahan baku, teknologi, peralatan/mesin, dan tenaga ahli yang diperlukan bagi proses manufaktur dapat diperoleh dengan dengan lebih mudah.
26 3. Pengembangan Perwilayahan Industri
Pengembangan perwilayahan industri bertujuan untuk membangun pusat-pusat industri baru dalam rangka penyebaran dan pemerataan pembangunan industri melalui pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawaan Peruntukan Industri (KPI), dan kawasan industri.
Pengembangan WPPI diarahkan pada:
a. Penyusunan pedoman pengembangan WPPI;
b. Diseminasi kebijakan dan program WPPI ke K/L terkait dan Pemerintah Daerah;
c. Reviu 22 WPPI;
d. Redesain zona industri berbasis WPPI;
e. Pembangunan infrastruktur untuk mendukung WPPI;
f. Kerjasama teknis dan penguatan konektivitas antar WPPI.
Pengembangan KPI diarahkan pada:
a. Koordinasi penetapan KPI di dalam RTRW;
b. Reviu Pengembangan KPI;
c. Penjaminan pemanfaatan KPI;
d. Pemenuhan infrastruktur yang mendukung KPI.
Pengembangan dan pembangunan Kawasan Industri diarahkan pada:
a. Penyusunan regulasi dan kebijakan terkait KI b. Penataan KI
c. Pembangunan infrastruktur dasar KI d. Pembangunan KI tematik
4.
Penyediaan Fasilitas Fiskal dan Non FiskalPenyediaan fasilitas fiskal dan non-fiskal diarahkan pada perbaikan aspek kemudahan berusaha di sektor manufaktur dengan tujuan untuk menciptakan iklim usaha industri yang kondusif serta meningkatkan kinerja investasi dan kinerja industri
27 dalam negeri. Fasilitasi fiskal dan non-fiskal diarahkan pada sasaran utama mempercepat pembangunan industri, melalui tiga fokus kegiatan utama, yaitu :
a. Upaya mengakselerasi pertumbuhan sektor industri melalui pemberian fasilitas fiskal dan nonfiskal bagi perusahaan industri existing dalam meningkatkan daya saing dan produktivitas (peningkatan kinerja ekspor dan kemampuan subtitusi impor, penyiapan SDM Industri yang kompeten);
b. Upaya penguatan struktur industri nasional melalui pemberian fasilitas fiskal dan non fiskal bagi investasi baru sektor industri (khususnya industri pioner) atau perusahaan industri existing yang melakukan perluasan komoditi baru; dan
c. Upaya mendorong industri melakukan inovasi, invensi dan penguasaan teknologi baru.
3.2. Strategi
Strategi Ditjen KPAII diarahkan pada tiga tujuan penting, yaitu:
peningkatan investasi, peningkatan ekspor, dan percepatan penyebaran industri.
1. Peningkatan Investasi
Salah satu sasaran yang ingin diwujudkan Ditjen KPAII yaitu meningkatkan investasi di sektor industri melalui sistem one- stop-service. Guna mengimplementasikan sistem tersebut, strategi yang diterapkan merupakan integrasi dari berbagai unit kerja di lingkungan Ditjen KPAII sebagai berikut:
a. Direktorat Ketahanan dan Iklim Usaha Industri
▪ Penyediaan fasilitas fiskal yang menarik bagi investor agar menanamkan modalnya di Indonesia, baik investor lokal maupun investor asing;
▪ Melakukan harmonisasi kebijakan untuk mengurangi terjadinya tumpang-tindih peraturan yang menyebabkan
28 ketidakpastian berusaha, baik dalam lingkup nasional maupun kedaerahan;
▪ Melakukan pengawasan dan pengendalian usaha industri maupun usaha kawasan industri agar terjadi kepatuhan terhadap peraturan/ketentuan yang ada, sehingga tercipta keadilan dan persamaan hak maupun kewaiban antar pelaku usaha.
b. Direktorat Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional
▪ Melakukan promosi investasi dan business matching khususnya kepada calon investor luar negeri untuk menarik minat investasi;
▪ Melakukan pemantauan terhadap hasil-hasil promosi investasi dan menindaklanjuti minat calon investor, serta memberikan pendampingan dalam merealisasikan investasinya di kawasan industri yang tepat.
c. Direktorat Perwilayahan Industri
▪ Melakukan pemetaan/zonasi kawasan industri untuk memberikan kemudahan bagi calon investor menentukan lokasi pembangunan pabrik;
▪ Mengembangkan dan menyiapkan kawasan industri sesuai dengan infrastruktur standard sesuai zona kawasan industrinya;
▪ Melakukan pendampingan dalam proses penyelesaian perizinan.
2. Peningkatan Ekspor
Sasaran lain yang ingin dicapai Ditjen KPAII yaitu meningkatkan ekspor produk industri, agar kontribusinya terhadap total ekspor meningkat. Ini dapat dicapai dengan strategi yang terintegrasi baik secara internal di Ditjen KPAII maupun sinergi dengan unit/kementeraian lain. Secara internal di Ditjen KPAII,
29 pembukaan akses produk industri ke pasar global dapat dilakukan melalui perundingan di fora bilateral, regional, maupun multilateral.
Dalam formal kenegaraan, Ditjen KPAII mengupayakan produk-produk industri yang memiliki daya saing untuk dipermudah masuknya ke pasar negara mitra, baik melalui penurunan tarif bea masuk maupun pemenuhan atas hambatan di negara tujuan ekspor. Adapun bentuk fasilitasi langsung kepada industri dilakukan dengan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi perusahaan agar kemampuan ekspornya meningkat, menghubungkan perusahaan kepada jaringan produksi global, serta memberikan akses kepada pembiayaan guna mempermudah ekspor pada kondisi tertentu.
Di lingkungan internal Ditjen KPAII sendiri, strategi di atas dilaksanakan oleh direktorat sebagai berikut:
a. Direktorat Ketahanan dan Iklim Usaha Industri
▪ Memberikan rekomendasi pembiayaan ekspor bagi pelaku usaha yang akan melakukan ekspor dengan kondisi tertentu sesuai ketentuan yang berlaku;
▪ Mengupayakan terbukanya hambatan ekspor khususnya yang terkait dengan NTMs;
▪ Memberikan pendampingan bagi industri yang menghadapi kasus-kasus ketidak-adilan dalam perdagangan internasional.
b. Direktorat Akses Industri Internasional
▪ Melakukan percepatan penyelesaian FTA khususnya yang berpotensi menguntungkan bagi industri nasional;
▪ Memberikan pelatihan bagi industri untuk memanfaatkan fasilitas bebas bea masuk ke negara mitra FTA sehingga terjadi peningkatan utilisasi FTA;
▪ Memperluas kerja sama ekonomi bilateral dengan negara- negara non tradisional sesuai dengan kebutuhan pasar ekspor produk industri.
30 c. Direktorat Akses Sumber Daya Industri dan Promosi
Internasional
▪ Memberikan pelatihan bagi industri dalam meningkatkan kemampuan ekspornya maupun meningkatkan standard produknya;
▪ Mendampingi dalam promosi internasional dengan tenaga ahli pemasaran internasional;
▪ Melakukan link & match antara produsen dalam negeri yang memiliki level kemampuan produksi internasional kepada jaringan rantai suplai global.
3. Percepatan Penyebaran Industri
Sasaran penting lainnya dari Ditjen KPAII yaitu mempercepat penyebaran dan pemerataan industri di wilayah Indonesia. Penyebaran industri ini dilakukan dengan mengembangkan wilayah-wilayah agar terjadi industrialisasi di daerah, terutama untuk wilayah-wilayah yang belum memiliki kawasan industri atau kawasan industrinya belum berkembang.
Adapun strategi yang dilakukan internal yaitu:
▪ Menyusun Masterplan Pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) dan Kawasan Peruntukan Industri (KPI);
▪ Melakukan koordinasi penyediaan infrastruktur pendukung industri;
▪ Melakukan pemetaan/zonasi dan penataan kawasan industri;
▪ Memfasilitasi pembangunan kawasan industri sebagai kawasan strategis nasional.
4. Dukungan pada Making Indonesia 4.0
Sejak tahun 2018, Kementerian Perindustrian mencanangkan program nasional untuk meningkatkan teknologi manufaktur menjadi level Industry 4.0. Sesuai dengan Roadmap
31 Making Indonesia 4.0, untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan industri 4.0 di Indonesia, pemerintah akan melaksanakan 10 agenda prioritas Making Indonesia 4.0. Di antara ke-10 agenda prioritas tersebut, Ditjen KPAII berperan sebagai berikut:
a. Direktorat Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional
▪ Melakukan road show ke beberapa investor teknologi Industry 4.0 kelas dunia untuk menarik investasi masuk Indonesia;
▪ Melakukan percepatan penanaman modal asing melalui aliansi strategis pada 5 sektor industri prioritas.
b. Direktorat Ketahanan dan Iklim Usaha Industri
▪ Merancang skema insentif baru yang menarik bagi investasi yang mengimplementasikan teknologi pada level 4.0;
▪ Melakukan penyesuaian dan harmonisasi kebijakan yang diperlukan untuk mendukung investasi berteknologi level 4.0.
c. Direktorat Perwilayahan Industri
Pada prinsipnya diperlukan redesain zona industri untuk mendukung implementasi Making Indonesia 4.0 dengan jalan:
▪ Melakukan reviu NSPK terkait tata ruang dan pertanahan;
▪ Mengidentifikasi zona industri maupun lokasi potensial sebagai zona industri;
▪ Menyusun Roadmap zona industri yang komprehensif;
▪ Menyusun NSPK untuk menjaga konsistensi zonasi kawasan industri.
3.3. Kerangka Regulasi
Dalam rangka mendukung kebijakan Ditjen KPAII yang diarahkan pada tiga tujuan penting, yaitu: peningkatan investasi, peningkatan ekspor, dan percepatan penyebaran industri, maka diperlukan regulasi yang mendukung pencapaian tujuan-tujuan
32 tersebut. Dalam Rencana Strategis Ditjen KPAII Tahun 2020-2024 ini, kerangka regulasi penting yang akan disiapkan meliputi:
a. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri;
b. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perwilayahan Industri;
c. Rancangan Peraturan Presiden tentang Roadmap Perwilayahan Industri;
d. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pejabat Perindustrian di Luar Negeri;
e. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Penetapan Kondisi dalam rangka Peningkatan Daya Saing Industri Dalam Negeri melalui pengalokasian dan/atau pemberian kemudahan pembiayaan;
f. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Revisi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan dan Evaluasi Penetapan Objek Vital Nasional Bidang Industri;
g. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Tatacara pengawasan dan pengendalian Usaha Industri dan Usaha Kawasan Industri;
h. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Rinci bagi Perusahaan Industri yang Berada atau Berlokasi di Kawasan Industri (sudah terbit, namun sedang dalam proses revisi dalam rangka penyesuaian dengan Undang- Undang Cipta Kerja;
i. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Revisi Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemanfaatan Tariff Bea Masuk dengan Skema User Spesific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara
33 Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;
j. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Standar Kawasan Industri;
k. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Pengembangan WPPI;
l. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Tata Laksana New MIDEC;
m. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pelaksanaan Indonesia –United Nations Industrial Development Organization;
n. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pembangunan Kawasan Industri Melalui Prakarsa Pemerintah; dan
o. Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Tata Cara Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Kawasan Industri.
Kerangka regulasi tersebut diatas merupakan produk-produk hukum yang dibutuhkan dalam menunjang pencapaian sasaran strategis, indikator, serta target yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Ditjen KPAII Tahun 2020-2024.
3.4. Kerangka Kelembagaan
Untuk mewujudkan organisasi dan tata kerja Kementerian Perindustrian yang lebih profesional, efektif, dan efisien guna meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian, telah dilakukan penataan kembali organisasi dan tata kerja Kementerian Perindustrian, yang mana terdapat peralihan jabatan struktural eselon III dan IV ke dalam jabatan fungsional. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 7 tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Ditjen KPAII