• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUHU TERHADAP POTENSI ANTIBIOTIKA CEFOTAXIME MULTIPLE DOSE PADA BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH SUHU TERHADAP POTENSI ANTIBIOTIKA CEFOTAXIME MULTIPLE DOSE PADA BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

BHJ 3(1) 2019

BALI HEALTH JOURNAL

ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print) http://ejournal.iikmpbali.ac.id/index.php/BHJ

PENGARUH SUHU TERHADAP POTENSI ANTIBIOTIKA CEFOTAXIME MULTIPLE DOSE PADA

BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

Putu Eka Arimbawa1, I Wayan Martadi Santika2

1Program Studi Farmasi Klinis, Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali

2Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana

ABSTRAK

Latar belakang: Suhu penyimpanan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas antibiotik terutama penyimpanan antibiotik cefotaxime saat digunakan untuk pencegahan infeksi oleh E.coli dan S.aureus. Selain itu juga penggunaan antibiotika secara multiple dose akan dapat mempengaruhi potensi dari antibiotik tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh suhu terhadap potensi antibiotika cefotaxime multiple dose pada bakteri E.coli dan S.aureus. Metode: Uji kualitatif dilakukan dengan melihat pengaruh suhu pada penggunaan cefotaxime multiple dose dengan dosis 150 mg (t= 0, 12, 18 jam) terhadap perubahan warna yang terjadi. Uji kuantitatif dilakukan dengan melihat zona hambat yang dihasilkan oleh antibiotika cefotaxime dengan suhu penyimpanan 50C, 170C, suhu 29 0C, suhu 360C pada media yang ditanam E. coli dan S. aureus. Analisis data menggunaka uji ANOVA. Hasil: Hasil Penelitian secara kualitatif menunjukkan terjadi perubahan warna antibiotika cefotaxime pada masing-masing suhu penyimpanan. Sedangkan data kuantitatif menunjukkan perbedaan zona hambat pada masing-masing suhu penyimpanan. Dari hasil penelitian didapatkan suhu tidak mempengaruhi potensi antibiotik. Tetapi pada penyimpanan t=18 jam dan t=12 jam terhadap t=0 jam menghasilkan perbedaan zona hambat. Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa pemberian secara multiple dose pada bakteri E.coli dan S.aureus dapat mempengaruhi potensi antibiotik cefotaxime.

Kata Kunci : Suhu, Stabilitas, Antibiotika, Cefotaxime, E.coli, S.Aureus

ABSTRACT

Background: The storing temperature is an important factor which can impact the stability of the antibiotik. Cefotaxime is usually used to preventing infection that triggered by E.coli and S.aureus in cesary born baby. Purpose: The goal of this research is to find out weather the temperature play a role to the antimicrobes potency of the cefotaxime in multiple dose administration against E.coli and S.aureus. Method: The analysis was run in couples steps: cefotaxime was tested cefotaxime to the 290C for t=0; other test was run at 50C, 170C, 290C and 360C for t=12 hour and t=18 hour. The last test was carried by inoculating E.coli and S.aureus on the medium by 150 mg in dosage. Datas were analyzed by ANOVA. Result:

Qualitative datas showed colour shift for each storing temperature. While quantitative datas showed different inhibit zone. in Examination temperature not influence an inhibit zone but storage t=18 and t=12 toward t= 0 hour showed different inhibit zone. Conclusion: Present of multiple dose can influence potensi antibiotik for E.coli and S.aureus

Key Word : temperature, Stabilitiy, Antibiotika, Cefotaxime, E.coli, S.Aureus

Korespondensi:

Putu Eka Arimbawa

Email: [email protected]

Riwayat Artikel:

Diterima 24 Maret 2018 Disetujui 10 April 2019 Dipublikasikan 30 April 2019

(4)

Arimbawa & Santika

10

Bali Health Journal 3(1) 2019

PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas antibiotika adalah faktor lingkungan terutama faktor suhu karena dapat menyebabkan mekanisme degradasi fisika[1]. Dalam bidang klinik, hal ini terjadi di ruang perawatan bayi baru lahir (terutama pada bayi yang dilahirkan dengan cara operasi). Penggunaan antibiotika untuk bayi baru lahir dilakukan secara bertahap (multiple dose). Dalam selang waktu penginjeksian, antibiotika disimpan dalam lemari pendingin. Hal ini bisa mempengaruhi stabilitas antibiotika karena mengalami degradasi fisika atau penguraian struktur yang dapat mempengaruhi potensi antibiotika tersebut. Selain itu juga penggunaan antibiotika cefotaxime secara multiple dose akan berpengaruh terhadap potensi dari antibiotika tersebut. Antibiotika tersebut digunakan untuk mencegah infeksi bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli [2].

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab infeksi saluran pernafasan. Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini penting karena Staphylococcus aureus (S. aureus) menyebabkan pneumonia, meningitis, dan bronchitis yang berakibat kematian pada bayi. Menurut hasil kesehatan nasional tahun 2001, menyatakan bahwa infeksi pernafasan (pneumonia) merupakan penyebab utama kematian bayi yang baru lahir sebesar 22,8%[3]. Bakteri Escherichia coli (E. coli) merupakan penyebab infeksi saluran kemih (ISK) dan diare. Pada bayi baru lahir yang terkena ISK dapat menimbulkan sepsis dan mengakibatkan kematian pada bayi[4]. Hasil penelitian menunjukkan salah satu penyebab kematian neonatus di negara berkembang adalah infeksi yaitu sebesar 42% [5].

Pencegahan untuk infeksi bakteri S.

aureus dan E. coli dapat menggunakan antibiotika golongan penisilin, tetapi

karena cepatnya resistensi kedua bakteri tersebut terhadap penisilin maka digunakan antibiotika sefalosporin generasi tiga (cefotaxime). Antibiotika cefotaxime memiliki kelebihan dibandingkan antibiotika golongan penisilin karena resisten terhadap β- laktamase yang dihasilkan oleh stafilokokus dan bakteri gram negatif yang menghidrolisis dan menonaktifkan banyak penisilin[6].

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: gelas beker, erlenmeyer, tabung reaksi, timbangan elektrik, gelas ukur, pipet tetes, cawan petri, autoclaf, laminar air flow cabinet, inkubator, ose, pembakar bunsen, antibiotika cefotaxime, kertas cakram, aquadest, media Nutrient Agar (NA), agar, yeast, NaCl, pepton, aqua destilata, beef extract.

Pembuatan Media Nutrient Agar

Ditimbang 2 gram yeast, 5 gram NaCl, 1 gram beef extract, 5 gram pepton, 15 gram agar, dan 1000 mL aqua destilata.

Seluruh bahan dicampurkan dan di stirer hingga homogen. Sebanyak 20 mL media dimasukkan dalam masing-masing tabung reaksi dan di autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian experimental yang dilakukan di UPT Laboratorium Terpadu Biosains dan Bioteknologi Universitas Udayana.

Penelitian ini menggunakan dengan 4 variasi suhu penyimpanan (50C , 170C , 290C , 360C), waktu penyimpanan (0 jam, 12 jam, 18 jam) dan

2 jenis bakteri yang terdiri dari bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli).

Antibiotika cefotaxime pada masing-

(5)

Pengaruh Suhu Pada Potensi Antibiotika

11

Bali Health Journal 3(1) 2019

masing suhu penyimpanan diambil kosentrasinya sebesar 150 mg secara multiple dose dengan rentang waktu 0 jam, 12 jam dan 18 jam. Kemudian kertas cakram yang mengandung antibiotika cefotaxime diletakkan pada biakan E.coli dan S.aureus.

Penyimpanan Antibiotika Cefotaxime Antibiotika cefotaxime disimpan pada suhu 360C, 290C, 170C, dan 50C.

Pengaturan suhu tersebut dilakukan pada inkubator, untuk memastika suhu sudah sesuai dengan yang diinginkan dan disimpan selama rentang waktu yang ditentukan (0 jam, 12 jam, 18 jam).

Pengukuran Zona Hambat

Diamati zona hambat yang terjadi pada sekitar kertas cakram dengan antibiotika yang diletakkan pada cawan petri. Adanya zona hambat adalah hasil yang menunjukkan bahwa bakteri yang diuji tidak memiliki resistensi terhadap antibiotika yang diberikan. Kemudian zona hambat tersebut diukur untuk masing- masing suhu pada setiap 12 jam dan 18 jam pada cawan petri Data yang diperoleh

dari uji aktivitas antibakteri akan dianalisis dengan menggunakan Uji ANOVA.

HASIL

Perubahan Fisik

Hasil pengamatan perubahan warna (semula kuning muda) antibiotika cefotaxime yang terjadi dapat dilihat pada tabel 1. Pada suhu penyimpanan 50C, 170C, suhu 290C, dan 360C semula (t=0 jam), antibiotika cefotaxime berwarna kuning muda, setelah disimpan selama 12 jam dengan suhu penyimpanan 170C, suhu 290C, dan 360C terdapat perbedaan warna.

Pada lama penyimpanan 12 jam (t=

12 jam) suhu 50C memiliki warna sama dengan saat t =0 jam, tetapi pada suhu 170C, suhu 290C, dan 360C terjadi perubahan warna menjadi semakin orange seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Begitu juga pada saat t=18 jam bila dibandingkan dengan t=12 jam pada suhu 360C menjadi lebih pekat.

Sedangkan pada pengamatan sebelumnya (t=12) suhu penyimpanan 50C, 170C, suhu 290C tidak mengalami perubahan warna.

Tabel 1. Perubahan warna antibiotika cefotaxime

Keterangan : + = Kuning muda , ++ = Kuning sedikit orange , +++ = Orange, ++++ = orange pekat, +++++ = orange sangat pekat

Suhu 50C 170C 290C 360C

Jam Ke 0 12 18 0 12 18 0 12 18 0 12 18

Warna + + + + ++ ++ + +++ +++ + ++++ +++++

(6)

Arimbawa & Santika

12

Bali Health Journal 3(1) 2019

Pengukuran Zona Hambat Antibiotika Cefotaxime

Potensi antibiotika cefotaxime dilihat dari zona hambat yang dihasilkan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada suhu penyimpanan 50C, 170C, suhu 290C, dan 360C selama t=0 jam, t=12 jam, dan t=18 jam (Tabel 2). Pada tabel 2 terlihat bahwa bakteri E.coli dan menghasilkan rata-rata zona hambat yang lebih besar

dibandingkan dengan S.aureus (masing- masing suhu penyimpanan dan rentang waktu penyimpanan).

Hal ini disebabkan cefotaxime memiliki kemampuan lebih bagus dalam membunuh bakteri gram negatif (E.coli) dibandingkan dengan gram positif (S.aureus) karena cefotaxime dapat menginduksi beta laktamase khusus dalam bakteri gram negatif[2].

Tabel 2. Pengukuran Zona Hambat

Perlakuan Zona Hambat ( ±sd) cm

Suhu 0C Jam S.aureus E.coli

5 0 3,03±0,14 3,70±0,39

12 3,02± 0,14 3,44±0,39

18 3,06±0,34 2,79±0,38

17 0 3.03±0,14 3,70±0,39

12 2,99±0,19 3,22±0,19

18 2,63±0,08 2,76±0,14

29 0 3.03±0,14 3,70±0,39

12 2,84±0,14 3,25±0,16

18 2,49±0,15 2,96±0,33

36 0 3.03±0,14 3,70±0,39

12 2,71±0,03 3,26±0,36

18 2,48±0,23 2,52±0,47

Keterangan : nilai rata-rata ; sd : standar deviasi

Pengurangan Zona Hambat Tiap Suhu Pada tabel 3 menunjukkan pengurangan zona hambat pada masing- masing suhu penyimpanan yaitu (50C- 170C, 50C-290C, 50C-360C) berturut-turut sebesar 0,22±0,16 cm , 0,19±0,14 cm, dan 0,16±0,11 cm pada t=12 jam serta 0,32±0,23 cm, 0,12±0,08 cm, dan

0,55±0,39 cm untuk t =18 jam terhadap bakteri E.coli. Sedangkan untuk bakteri S.aureus pada t=12 jam berkurang sebesar 0,02±0,01 cm, 0,18±0,13 cm dan 0,30±0,21 cm. Untuk t =18 jam berkurang sebesar 0,17±0,12 cm, 0,31±0,22 cm dan 0,31±0,22 cm.

Tabel 3. Pengurangan Zona Hambat Tiap suhu

Keterangan :Rata-rata pengurangan zona hambat didapatkan dari pengurangan rata-rata zona hambat suhu 50C terhadap suhu 170C, suhu 290C, dan 360C

Pengurangan zona hambat tiap suhu

E.coli ( ±sd) cm S.aureus ( ±sd) cm

50C-170C 50C-290C 50C-360C 50C-170C 50C-290C 50C-360C pada t=12 jam 0,22±0,16 0,19±0,14 0,16±0,11 0,02±0,01 0,18±0,13 0,30±0,21 pada t=18 jam 0,32±0,23 0,12±0,08 0,55±0,39 0,17±0,12 0,31±0,22 0,31±0,22

(7)

Pengaruh Suhu Pada Potensi Antibiotika

13

Bali Health Journal 3(1) 2019

Pengurangan Zona Hambat Tiap Jam Pada rentang waktu penyimpanan antibiotika cefotaxime (pada tabel 4) untuk t=0 jam dengan t=12 jam zona hambat berkurang sebesar 0,41±0,10 cm dan t=0 jam dengan t=18 jam berkurang sebesar 0,87±0,24 cm terhadap bakteri E.coli.

Sedangkan untuk bakteri S.aureus pada t=0 jam dengan t=12 jam zona hambat berkurang sebesar 0,14±0,09 cm dan t=0 jam dengan t=18 jam berkurang sebesar 0,43±0,15 cm.

Tabel 4. Pengurangan Zona Hambat Tiap jam

Rata-rata zona hambat 0 jam dikurangi dengan rata-rata zona hambat 12 jam dan 18 jam.

Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Sebelum dilakukan uji Anova terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan dan uji homogenitas untuk melihat apakah data yang didapat tersebar secara normal atau tidak. Dengan menggunakan Program SPSS 15 didapatkan nilai p (probabilitas) sebesar 0,30. Karena Nilai p> 0,05 maka data yang diperoleh tersebar secara normal, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA.

Uji ANOVA

Dalam uji anova dilihat faktor- faktor yang yang memberikan perbedaan bermakna dengan taraf kepercayaan 95%

seperti yang terdapat pada tabel 5. Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa suhu penyimpanan tidak mempengaruhi zona hambat (p >0,05), ini berarti tidak terdapat perbedaan bermakna pada berbagai macam suhu terhadap potensi antibiotika cefotaxime

Tabel 5. Uji ANOVA

Sumber Keragaman P

Suhu 0,16

Jam <0,001*

Bakteri <0.001*

Suhu * Jam 0,78

Suhu * Bakteri 0,76

Jam * Bakteri 0,02 *

Suhu * Jam * Bakteri 0,93 * berbeda nyata p<0.05

Pada rentang waktu penyimpanan (jam) dan bakteri yang digunakan berbeda nyata terhadap penurunan zona hambat (p<0,05). Itu artinya rentang waktu penyimpanan (jam) dan bakteri yang digunakan berbeda nyata terhadap penurunan zona hambat.

PEMBAHASAN

Perubahan Fisik

Perbedaan warna ini terjadi diduga karena meningkatnya suhu penyimpanan yang berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi akan meningkat menjadi 2-3 kali setiap kenaikan suhu 100C[7]. Pada suhu 50C antibiotika cefotaxime tidak mengalami perubahan warna (tetap berwarna kuning muda) karena diduga kecepatan laju reaksi tidak terlalu cepat. Sedangkan pada suhu 170C, suhu 290C, dan 360C mulai terjadi perubahan warna menjadi kuning orange, orange, orange pekat. diduga pada suhu penyimpanan 170C, suhu 290C, dan 360C kecepatan reaksi lebih cepat dibandingkan dengan suhu penyimpanan 50C. Selain itu menurut hasil enelitian perubahan warna yang terjadi juga diduga akibat rusaknya struktur β-laktam[8].

Pengukuran Zona Hambat Antibiotika Cefotaxime

Pengurangan zona hambat ini diduga karena adanya proses adanya hidrolisis. Hidrolisis ini terjadi karena ikatan gugus -OH di udarabereaksi dengan

Pengurangan Zona hambat Tiap jam

E.coli ( ±sd)

S.aureus ( ±sd) 0-12 0,41±0,10 0,14±0,09 0-18 0,87±0,24 0,43±0,15

(8)

Arimbawa & Santika

14

Bali Health Journal 3(1) 2019

cefotaxime sehingga terjadi ikatan –OH dengan gugus H dari cefotaxime.

Perbedaan ini juga disebabkan karena pengaruh dari suhu, semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi akan meningkat menjadi 2-3[7]. Sehingga kerusakan struktur β-laktam semakin cepat dan dapat mempengaruhi potensi dari antibiotika cefotaxime[8]. Ini berarti semakin lama waktu penyimpanan itu sendiri akan membentuk gugus H2O dan nantinya dapat mempengaruhi kadar dari cefotaxime[9].

Hasil penelitian menunjukkan penurunan zona hambat yang dihasilkan oleh antibiotika cefotaxim karena meningkatnya suhu tetapi menurut statistika pengurangan tersebut tidak terlalu bermakna). Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menyatakan, ß-laktam menunjukkan tingkat stabilitas yang tinggi dengan degradasi maksimum kurang dari 30%

pada 150°C[10]. Hasil Penelitian lain juga menunjukkan bahwa suhu penyimpanan antibiotika cefotaxime tidak mempengaruhi potensi antibiotik yang ditunjukkan tidak ada perubahan signifikan dalam diameter zona yang diperoleh dengan salah satu dari empat disk diuji dengan dua organisme[7].

KESIMPULAN

Suhu penyimpanan tidak mepengaruhi potensi antibiotika cefotaxime, tetapi pemberian secara multiple dose akan dapat mengurangi potensi antibiotika terutama pada bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Sehingga diharapkan pemberian antibiotika diberikan dengan single dose untuk mencegah resistensi bakteri.

DAFTAR RUJUKAN

1. Carstensen, Jens T and Rhodes, C.T.

2000. Drug Stability principles and Practices Third Edition Revised and

Expanded. Marcel Dekker, INC. New York.

2. Jawetz, Melnick, and Adelberg. 1995.

Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta

3. DEPKES RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI 4. Fikawati S, dan Syafiq A. 2010.

Kajian Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini di Indonesia. Makara Kesehatan, Vol. 14 :17-24.

5. Maryland 1999. Child Health Research Project Special Report : Reducing Perinatal and Neonatal mortality, Report of a meeting, Baltimore; Vol 3:6-12

6. Wattimena dan Joke R. 1991.

Farmakodinami dan Terapi Anti Biotik. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta

7. Christine W, Marie L, dan Andrew ES. 2000. Evaluation of Stability of Cefotaxime (30-μg) and Ceftazidime (30-μg) Disks Impregnated with Clavulanic Acid (10 μg) for Detection of Extended-Spectrumβ-Lactamases.

[ONLINE]

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/art icles/PMC87039//.[Accessed 15 December 2017].

8. Istiqomah W. 2006. Studi Perbandingan Kinetika Peruraraian N- 4-Klorobenzoil Sefradin Dan Sefradin Dengan Metode Kolorimetri Pada Berbagai Suhu. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya

9. Yoshioka, S and Valentino, S.S. 2002.

Stability of Drugs and Dosage Forms.

Kluwer Academic Publisher. New York

10. Ola S dan Erland B. 2015. Thermal stability assessment of antibiotiks in moderate temperature and subcritical water using a pressurized dynamic

(9)

Pengaruh Suhu Pada Potensi Antibiotika

15

Bali Health Journal 3(1) 2019

flow-through system. 2015.

International Journal of Innovation and Applied. 2015; Vol 11: 872-880.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa peneliti menyatakan efektivitas pengobatan tuberkulosis dan beberapa infeksi lain meningkat ketika pengobatan antibiotik menggunakan glukosa, dan merupakan langkah yang

Hasil yang didapat dari penelitian menunjukkan perasan batang sereh, infusa batang sereh, infusa daun sereh, dan minyak sereh tidak menunjukkan daerah hambat

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa isolat jamur endofit yang diperoleh dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memiliki potensi yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Angka Lempeng Total dan

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Refdanita dkk tentang pola kepe-kaan kuman terhadap antibiotik di ruang rawat intensif RS

Media yang bening setelah diinkubasi selama 72 jam menunjukkan bahwa ekstrak antibakteri dari bawang lanang memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Pengaruh faktor galur kultur produsen dan faktor suhu produksi terhadap aktivitas penghambatan ekstrak bakteriosin yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.. Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat fungi endofit mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan diameter hambatan