• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis de Man 1888) DI PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA KARANG GADING KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERTUMBUHAN UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis de Man 1888) DI PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA KARANG GADING KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis de Man 1888) DI PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA

KARANG GADING KABUPATEN DELI SERDANG

ANGGI ABDUR ROHIM

140302006

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)

PERTUMBUHAN

UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis de Man 1888) DI PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA

KARANG GADING KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

ANGGI ABDUR ROHIM

140302006

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(3)

PERTUMBUHAN UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis de Man 1888) DI PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA

KARANG GADING KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

ANGGI ABDUR ROHIM

140302006

Skripsi Ini Sebagai Salah Satu Diantara Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(4)
(5)

ABSTRAK

ANGGI ABDUR ROHIM. Pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang. Dibawah bimbingan DESRITA.

Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888)banyak dijumpai di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang.

Perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading merupakan salah satu perairan yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara dan banyak ditumbuhi hutan mangrove. Aktifitas penangkapan Udang Putih yang dilakukan secara terus – menerus oleh nelayan mengunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, yang dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan udang putih.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man1888) di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang. Pengambilan sampel Udang Putih dilakukan pada bulan Maret - Mei 2018 di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kelimpahan Udang Putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah pada stasiun II tetapi kelimpahan ketiga stasiun masih dalam keadaan banyak. Pola pertumbuhan Udang Putih jantan maupun betina di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading adalah allometrik negatif. Faktor kondisi Udang Putih secara morfologi dapat dikatakan memiliki kemontokan yang baik.

Kata Kunci: Estuari, Penaeus merguiensisde Man, Pukat cincin mini, Kelimpahan, Pertumbuhan

(6)

ABSTRACT

ANGGI ABDUR ROHIM. The Growth of White Shrimp (Penaeus merguiensis de Man 1888) in Estuaries of Karang Gading Wildlife Reserve at Deli Serdang Regency. Supervised by DESRITA.

White Shrimp (Penaeus merguiensis de Man 1888) is many found in the estuaries of Karang Gading at Deli Serdang Regency. Estuaries of Karang Gading Wildlife Reserve is located at the east coast of North Sumatera and overgrowned by mangrove. Activity of catching the White Shrimp continuously using fishing gear that is not enviromental friendly could affect to the growth of White Shrimp.

This study aims to determined the abundance and growth of White Shrimp (Penaeus merguiensis de Man 1888) in the estuaries of Karang Gading Wildlife Reserve at Deli Serdang Regency. This research is conducted from March until May 2018 in estuaries of Karang Gading Wildlife Reserve at Deli Serdang Regency. The results show that the highest abundance of White Shrimp in the estuaries of Karang Gading Wildlife Reserve at Deli Serdang Regency at first station and the lowest abundance at second station but the abundance of all the stations has many individuals. The growth patterns of male and female White Shrimp in estuaries of Karang Gading Wildlife Reserve was categorized in negative allometrics. Morphologically, the condition factor of White Shrimp’s plumpness was in good condition.

Keywords; Estuaries, Penaeus merguiensis de Man, Mini Trawl, Abundance, Growth

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Hanopan pada tanggal 26 Mei 1996 dari Ayahanda Aswandan Ibunda Sahriana Harahap. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri Hutapadang 104630 Desa Hutapadang pada tahun 2002–2008 dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2008–

2011 di SMP Negeri 1 Arse. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Arse dengan jurusan IPA pada tahun 2011– 2014.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2014.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga, Sumatera Utara.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi asisten Laboratorium Renang pada tahun 2015-2016, asisten Laboratorium Ekologi Perairan pada tahun 2016-2017, asisten Laboratorium Renang pada tahun 2016-2017, asisten Ekologi Perairan pada tahun 2017-2018 dan asisten Laboratorium Rancangan Percobaan pada tahun 2017-2018.

Selain itu penulis tergabung dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yaitu Horas Diving Club (HDC).

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “PertumbuhanUdang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang”yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis ucapkan kepada ayahanda dan ibunda tercinta Bapak Aswandan Ibu Sahriana Harahap atas kasih sayang, dukungan doa, materi dan semangatnya sehingga ananda dapat menyelesaikan studi ini. Kepada abang saya Angga Abdur Rohman, terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang diberikan, serta kepada seluruh keluarga.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak. Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan Bapak Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si selaku sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

(9)

3. Ibu Desrita, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing, Bapak Rusdi Leidonald, S.P., M.Sc dan Ibu Ipanna Enggar Susetya, S.Kel., M.Siselaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan ilmu yang berharga bagi penulis.

4. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Sumatera Utara, dan staf tata usaha kak Nur Asiah, Amd. dan Bapak Ashari Wardana.

5. Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.

6. Kakek Haryono dan keluarga, serta Bapak Aldon dan keluarga yang telah membantu penulis dalam pelaksanan penelitian di lapangan.

7. Tim penelitian Dean Dwi Amunike,Indah Aulia Siregar dan Yusni As’ari Simanullang, yang membantu di lapangan maupun pengerjaan skripsi ini.

8. Husna Syukrika telah membantu dan menjadi penyemangat penulis selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

9. Sahabat tersayang: Yudhi Reonaldo Gultom, Muhammad Erik Batubara, Dedi Armansyah, Tengku Umbara Panggabean, Elida Mawarni Simbolon, Fitria Ningsih Batubara. SH, Anggi Narulita Amd, Rad. Desi Indriani Harahap Amd.

Robia Safitri Harahap, Julinda Purnamasari Harahapyang selalu menemani dan memberikan semangat kepada penulis selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

10. Seluruh teman-teman MSPAngkatan 2014 yang telahbersama selama 4 tahun, terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya.

11. Seluruh senior MSP yang telah memberikan pembelajaran di Laboratorium dan junior MSP yang telah memberikan semangat dan dukungannya.

(10)

Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, Agustus 2018

Anggi Abdur Rohim

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Udang Putih ... 5

Organ Reproduksi Udang Putih ... 7

Daur Hidup Udang Putih ... 9

Kelimpahan ... 10

Pertumbuhan Udang Putih ... 11

Faktor Fisika Kimia yang Mempengaruhi Kehidupan Udang Putih 12

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Deskripsi Area ... 18

ProsedurPenelitian Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air ... 19

Pengambilan Sampel Udang Putih ... 19

Analisis Data Kelimpahan UdangPutih ... 20

Sebaran Frekuensi Panjang ... 20

Hubungan Panjang dan Bobot ... 21

Pola Pertumbuhan ... 22

(12)

Faktor Kondisi Udang Putih... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading 23

Hasil Tangkapan Udang Putih ... 24

Aspek Pertumbuhan Kelimpahan Udang Putih ... 26

Sebaran Frekuensi Panjang ... 27

Hubungan Panjang Berat... 29

Faktor Kondisi ... 32

Pembahasan Faktor Fisika Kimia Perairan ... 32

Aspek Pertumbuhan Kelimpahan Udang Putih ... 34

Sebaran Frekuensi Panjang Udang Putih ... 35

Hubungan Panjang Berat Udang Putih ... 36

Faktor Kondisi Udang Putih... 37

Rekomendasi Pengelolaan ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1

.

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3

2. MorfologiUdang Putih ... 6

3. Organ Reproduksi Udang Putih ... 8

4. DaurHidupUdang Putih ... 9

5.Peta Lokasi Penelitian ... 16

6

.

Lokasi Stasiun I ... 18

7. Lokasi Stasiun II ... 18

8.Lokasi Stasiun III ... 19

9. Hasil Tangkapan Udang Putih Berdasarkan Stasiun Pengamatan ... 25

10. Hasil Tangkapan Udang Putih Berdasarkan Jenis Kelamin ... 25

11. Kelimpahan Udang Putih Berdasarkan Stasiun Pengamatan ... 26

12. Kelimpahan Udang Putih Berdasarkan Jenis Kelamin ... 27

13. Distribusi Frekuensi Panjang Stasiun I ... 28

14. Distribusi Frekuensi Panjang Stasiun II ... 28

15. Distribusi Frekuensi Panjang Stasiun III... 29

16. Hubungan Panjang Berat Udang Putih jantan dan betina di stasiun I 30

17. Hubungan Panjang Berat Udang Putih jantan dan betina di stasiun II ... 30

18. Hubungan Panjang Berat Udang Putih jantan dan betina di stasiun III ... 31

(14)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Parameter yang diukur, alat/bahan, dan tempat pengukuran ... 17 2. Kisaran Nilai Parameter Kualitas Air di Perairan Estuari Suaka

Margasatwa Karang Gading ... 23 3.Hubungan Panjang-Berat Udang Putih (Penaeus merguensis de Man)... 31 4. Nilai Faktor kondisi Udang Putih... 32

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini dan Pengoperasiannya ... 44

2. Alat dan Bahan Penelitian ... 45

3. Pengukuran ... 46

4.Foto bersama Nelayan dan Tim Penelitian ... 47

5. Parameter Fisika Kimia ... 51

6. Data Udang Putih ... 52

7.Contoh Perhitungan Faktor Kondisi Udang Putih Jantan (Stasiun I) ... 56

(16)

16

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man) dikenal dengan nama udang jerbung, udang menjangan, udang perempuan, udang elong, udang peci, pate, cucuk, pelak, kebo angin, haku, wangkang dan udang tajam. Di dunia internasional lebih dikenal dengan nama Banana prawn. Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man) atau banana prawn dan hampir semua spesies udang adalah sumberdaya hayati perairan laut yang relatif berumur pendek. Sehingga meskipun tidak ditangkap nelayan, secara alami akan mati karena pada saat tertentu (molting) pertahanan hidupnya sangat rapuh/lemah. Dalam kondisi udang muda seperti ini kebanyakan mudah dimangsa predator, sehingga pada periode-periode tertentu secara alami kelimpahannya di perairan laut menurun dengan sendirirnya (Soekotjo, 2002).

Udang Putih Penaeus merguiensis de Man termasuk ke dalam famili Penaeidae dan suku Decapoda. Udang ini banyak ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia, mulai dari daerah estuari atau muara sungai sampai perairan laut. Udang Putih dalam perdagangan internasional dikenal dengan nama white shrimp atau banana prawn. Di Indonesia, udang ini dikenal sebagai udang jerbung, sedangkan di Sumatera Utara Udang Putih lebih dikenal dengan nama udang kelong (Mulya et al., 2011). Harga Udang Putih pada saat ini berkisar antara Rp 60.000,- sampai Rp 65.000,-/kg. Tingginya harga pasar terhadap komoditas ini, menjadikan Udang Putih sebagai salah satu komoditas perikanan unggulan di Propinsi Sumatera Utara.

(17)

Udang Putih banyak ditemukan di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading. Perairan estuari Suaka Magsatwa Karang Gading merupakan salah satu perairan yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara dan berperan penting dalam mendukung kehidupan Udang Putih. Pada saat ini di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading telah terjadi konversi lahan menjadi peruntukan lain, seperti peruntukan menjadi lahan pertambakan dan perkebunan kelapa sawit milik masyarakat maupun pengusaha. Umumnya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional, dan banyak menangkap Udang Putih di perairan estuari tersebut.

Rumusan Masalah

Pada saat ini di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading banyak dijumpai aktifitas penangkapan Udang Putih secara terus menerus oleh nelayan.

Aktifitas penangkapan yang dilakukan terhadap biota ini di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading sering menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (pukat cincin mini), sehingga menyebabkan Udang Putih berukuran kecil maupun dewasa banyak yang tertangkap. Hal ini dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap kelimpahan dan pertumbuhan Udang Putih di perairan ini.

Berdasarkan hal tersebut dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kelimpahan Udang Putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Deli Serdang?

2. Bagaimana pertumbuhan Udang Putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Deli Serdang.

(18)

Kerangka Pemikiran

Intensifikasi penangkapan yang dilakukan secara terus menerus oleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan

dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan populasi Udang Putih P. merguiensis de Man di perairan estuari Suaka Margaatwa Karang Gading. Data

Udang Putih yang diukur meliputi: kelimpahan, pola pertumbuhan dan sebaran frekuensi panjang. Data fisika kimia perairan yang diukur meliputi: suhu air, kedalaman, kecerahan air, kecepatan arus, salinitas air, pH air, dan DO. Data Udang Putih dan parameter fisika kimia perairan yang didapat diharapkan dapat dijadikan sebagai data awal dalam upaya pengelolaan Udang Putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara. Diagram kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran

Data dasar dalam pengelolaan Udang Putih

P. Merguiensis de Man

- kelimpahan - sebaran frekuensi

panjang

- pola pertumbuhan - faktor kondisi Penurunan populasi

Udang Putih P. merguiensis de Man

di alam Intensifikasi Penangkapan udang secara terus menerus

Parameter fisika kimia

- suhu

- kedalaman air - kecerahan air - kecepatan arus - salinitas - pH

- DO (disolved oxygen)

Alat tangkap tidak ramah lingkungan

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara.

2. Mengetahui pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) melalui analisis kelimpahan.

Manfaat Penelitian

1. Tersedianya data kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara

2. Tersedianya data pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara, sehingga dapat dijadikan sebagai data dasar dalam upaya pengelolaan biota ini di perairan tersebut.

(20)

20

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Deskripsi Udang Putih

Udang Putih menurut Myers et al., (2008) termasuk ke dalam Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Subfilum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Famili Penaeidae, Genus Penaeus dan Spesies Penaeus merguiensis de Man dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Crustacea Class : Malacostraca Subclass : Eumalacostraca Super Ordo : Eucarida Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Dendrobranchiata Super Family : Penaeoidea

Famili : Penaeidae Genus : Penaeus

Species : Penaeus merguiensis de Man

Udang Putih pada tingkat larva membutuhkan pakan untuk pertumbuhannya. Selama tingkat larva (nauplius) Udang Putih menggunakan kuning telur yang dibawa sejak menetas sebagai sumber pakannya. Pada tingkat mysis makanan Udang Putih berupa larva dari balanus, kopepoda, polikhaeta, zooplankton, protozoa, dan rotifera. Pada tingat zoea Udang Putih mulai

(21)

memakan fitoplankton berupa diatom, dinoflagellata dan detritus. Pada stadia post larva dan juvenil Udang Putih memakan berbagai jenis algae, mesobentos, dan detritus. Pada saat dewasa, Udang Putih sudah bersifat omnivora dan karnivora dengan pakan alami berupa bivalvia kecil, gasropod, cacing anelida, cacing polikaeta, udang-udang kecil, chironomus dan detritus (Pratiwi, 2008).

Gambar. 2 Morfologi Udang Putih Peneaeus merguensis de Man (Naamin et al., 1992)

Keterangan :

A. Kepala 4. Mata

B. Perut (abdomen) 5. Kaki Jalan (periopod) 1. Sungut (antena) 6. Kaki Renang (pleopod)

2. Rostrum 7. Ekor (telson)

3. Gigi Rostrum 8. Karapaks

A

B

1

2 3

4

5 6

7 8

(22)

Udang Putih secara morfologi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Tubuh berwarna putih kekuningan dengan bintik coklat dan hijau. Ujung ekor dan kaki berwarna merah, antennulae memilki garis merah tua dan antena berwarna merah.

Bittner dan Ahmad (1989) menyatakan tubuh Udang Putih dapat dibagi atas dua bagian utama, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada (sepalotoraks), dan bagian tubuh sampai ke pangkal ekor disebut abdomen. Bagian kepala ditutupi karapas yang bagian ujungnya meruncing dan bergigi disebut rostrum. Gigi rostrum bagian atas biasanya berjumlah 8 buah dan bagian bawah 5 buah (8/5). Di bawah pangkal rostrum terdapat mata majemuk bertangkai yang dapat digerakkan. Tubuh terbagi atas ruas-ruas yang ditutupi oleh eksoskeleton yang terbuat dari kitin, pada bagian kepala terdapat 13 ruas dan bagian perut 6 ruas.

Mulut terletak di bagian bawah kepala diantara rahang bawah/mandibula. Sisi kepala sebelah kanan dan kiri tertutup oleh kelopak kepala, dimana terdapat insang. Kaki jalan/periopod terdiri atas lima pasang, dan 3 pasang diantaranya dilengkapi oleh capit/chelae. Pada bagian abdomen terdapat lima pasang kaki renang (peliopod) yang terletak di setiap ruas, sedangkan pada ruas keenam terdapat kaki renang yang telah berubah bentuk menjadi ekor kipas atau sirip ekor (uropod) yang ujungnya membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus).

Organ Reproduksi Udang Putih

Udang penaeid pada umumnya termasuk ke dalam hewan heteroseksual (diocious) sehingga dapat dibedakan antara jantan dan betina secara morfologi (seksual dimorfisme). Pada umur yang sama ukuran udang betina lebih besar dari pada udang jantan dan mempunyai abdomen yang lebih besar. Antara udang

(23)

jantan dan udang betina dapat dibedakan dari alat kelamin luarnya. Alat reproduksi udang jantan terdiri atas sepasang testes, vasa diferensia, dan sebuah petasma yang berada di luar serta appendiks maskulina (George, 1979). Petasma terdapat pada kaki renang pertama. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5 (Gambar 3).

Gambar 3. Alat Kelamin jantan dan Betina Udang Putih (George, 1979).

Sedangkan pada udang betina, sistem alat reproduksi terdiri atas sepasang ovarium dan sepasang oviductus, lubang genital, dan sebuah alat kelamin yang disebut dengan thelycum terletak antara pasangan keempat dan kelima kaki jalan.

Gonad betina atau ovarium (indung telur), berfungsi untuk menghasilkan telur.

Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ke ekor. Kematangan telur dapat dilihat dari perkembangan ovarinya (kandungan telur), yang terletak dibagian punggung (dorsal) dari tubuh udang mulai dari karapas sampai ke pangkal ekor (telson). Ovari yang mengandung telur matang dapat dilihat dengan jelas pada individu yang masih hidup terutama pada jenis Udang Putihp, karena kulitnya tipis dan jernih (Purwanto, 1986).

(24)

Daur Hidup Udang Putih

Daur hidup udang penaeid menurut (Food and Agricultur Organization, 2005) dibagi atas dua fase, yaitu fase laut dan fase estuari (Gambar 4).

Gambar 4. Daur hidup Udang Putih P. merguiensis de Man (Food and Agriculture Organization, 2005).

Pada umumnya daur hidup udang penaeid menurut Dall et al., (1990) dibedakan atas 3 tipe, yaitu :

Tipe 1. Udang penaeid yang seluruh daur hidupnya berada di estuari, termasuk dalam kelompok ini adalah: Metapenaeus elegans, M. conjunctus, M.

benettae, M. moyebi dan M. brevicornis. Pada tipe ini pasca larva cenderung bermigrasi ke bagian hulu sungai dengan salinitas rendah.

Setelah tumbuh menjadi juvenil, bergerak kembali ke muara sungai yang bersalinitas lebih tinggi. Seluruh spesies penaeid ini bersifat euryhaline dan mampu bertahan hidup pada perairan tawar.

Tipe 2. Udang penaeid yang pada tahap pasca larva dan juvenil berada di estuari, tetapi memijah di dasar perairan antara pantai (inshore) dan lepas pantai

(25)

(offshore). Termasuk dalam tipe ini adalah jenis Penaeus indicus, P.

monodon, P. japonicus, P. merguiensis, P. setiferus, Parapenaeopsis hardwickii dan Xiphopenaeus kroyery.

Tipe 3. Udang penaeid yang pada tahap pascalarva dan juvenil berada di pantai, tetapi memijah di dasar perairan lepas pantai. Udang jenis ini lebih menyukai salinitas tinggi, sehingga tahapan dari siklus hidupnya tidak ada yang tinggal di estuari, umumnya bersifat stenohaline. Termasuk di dalamnya Atypopenaeus dearmatus, Heteropenaeus longimanus, Macropetasma africanus, Protrachypene precipua, dan Trachypenaeus curvirostris

Udang Putih yang sudah matang gonad akan meletakkan telurnya di peraian laut. Telur udang tersebut selanjutnya akan menetas menjadi larva nauplius yang selanjutnya akan berubah menjadi zoea dan mysis. Pada fase pasca larva Udang Putih akan beruaya ke perairan estuari. Selanjutnya di perairan estuari, pasca larva akan berubah menjadi udang juvenil yang selanjutnya menjadi udang dewasa.

Kelimpahan

Kelimpahan adalah jumlah individu organisme atau biomassa per satuan area atau volume. Kelimpahan dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi, interaksi antar spesies dan pengaturan populasi secara alami. Dalam suatu komunitas, populasi suatu spesies dibatasi oleh inetaksi dengan spesies lainnya. Dua bentuk interaksi negatif yang penting adalah kompetisi dan predasi. Kedua bentuk interaksi ini dapat terjadi pada stadium siklus hidup dan dapat mengakibatkan musnahnya suatu bentuk populasi (Soekotjo, 2002).

(26)

Pertumbuhan Udang Putih

Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisikesehatan individu, populasi, dan lingkungan.Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai.Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang, berat) selama waktu tertentu.Pertumbuhan dari segi energi juga dapat diartikansebagai perubahan jaringan somatik dan reproduksi dilihat dari kalori yangtersimpan. Definisi pertumbuhan dari segi energi berguna untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ikan, yaitu asupan energi dari makanan, keluaran energi untuk metabolisme, keluaran energi untuk pertumbuhan, dan keluaran energi dalam ekskresi.Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat pembelahan sel secara mitosis. Sebagian besar ikan memiliki kemampuan untuk meneruskan pertumbuhan selama hidup bila kondisi lingkungannya sesuai dan ketersediaan makanan cukup baik, walaupun pada umur tua pertumbuhan ikan hanya sedikit.Ikan tidak memiliki limit tertentu untuk membatasi pertumbuhan (undeterminate growth) (Tutupoho, 2008).

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat.

Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon dan lingkungan.Faktor lingkungan yang memegang peranan sangat penting adalah zat hara dan suhu lingkungan. Pertumbuhan dapat diartikan juga sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai peningkatan biomassa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan dari lingkungan. Akan tetapi kalau dilihat lebih lanjut, sebenarnya

(27)

pertumbuhan itu merupakan proses biologis yang kompleks dimana banyak faktor yang mempengaruhinya (Sentosa, 2008).

Faktor Fisika-Kimia Air yang Mempengaruhi Kehidupan Udang Putih Udang Putih menempati habitat yang berbeda-beda berdasarkan daur hidupnya. Faktor fisika kimia air yang mempengaruhi kehidupan Udang Putih di alam antara lain sebagai berikut:

Suhu Air

Suhu air merupakan salah satu faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan Udang Putih. Tung et al, (2002) menyatakan suhu air sangat mempengaruhi pertumbuhan, aktifitas, maupun nafsu makan Udang Putih. Suhu air di bawah 20°C akan menghambat pertumbuhan Udang Putih. Suhu juga sangat dibutuhkan Udang Putih pada saat memijah guna menjaga kelulusan hidup larva, perkembangan embrio, dan penetasan telur.

Kedalaman Air

Kedalaman suatu perairan sangat mempengaruhi distribusi Udang Putih terutama dalam hal memijah. Udang Putih dewasa banyak dijumpai pada perairan yang memiliki kedalaman lebih dari 12 m. Crocos dan Kerr (1983) menyatakan P. merguiensis ditemukan memijah pada kedalaman < 15 m di perairan Teluk Carpentaria, Australia. Selanjutnya Naamin (1984) menyatakan Udang Putih betina dewasa di Perairan Arafura banyak ditemukan memijah pada kedalaman antara 13 m – 35 m.

(28)

Kecepatan Arus

Kecepatan arus berperan dalam distribusi Udang Putih juvenil.

Pertambahan kecepatan arus akibat terjadinya hujan dapat menyebabkan udang juvenil bermigrasi ke perairan yang lebih tenang untuk beraktifitas. Dall et al., (1990) menyatakan kecepatan arus dapat mempengaruhi distribusi udang secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung bahwa kecepatan arus dapat menentukan distribusi partikel-partikel sedimen dasar, dan pengaruh langsung yaitu dapat mempengaruhi tingkah laku udang. Arus air yang cukup kuat akan menyebabkan udang membenamkan diri di dalam substrat, sedangkan jika arus lemah udang banyak melakukan aktifitas.

Salinitas

Salinitas berpengaruh terhadap proses osmoregulasi Udang Putih khususnya selama proses penetasan telur dan pertumbuhan larva. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dan memiliki fluktuasi lebar dapat menyebabkan kematian embrio dan larva udang. Hal ini disebabkan terganggunya keseimbangan osmolaritas antara cairan di luar tubuh dan di dalam tubuh udang, serta berkaitan dengan perubahan daya absorbsi terhadap oksigen. Udang akan tumbuh lebih baik pada perairan dengan kisaran salinitas 15‰ - 30‰. Salinitas yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan laju pertumbuhan udang menurun (Pratiwi, 2008).

Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme perairan. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan termasuk Udang

(29)

Putih. Kandungan oksigen terlarut dapat mempengaruhi kelulusan hidup udang juvenil. Gaudy dan Sloane (1981) diacu oleh Anggoro (1992) menyatakan laju respirasi udang juvenil mengikuti ketersediaan oksigen perairan. Jika kelarutan oksigen dalam perairan tinggi, maka laju respirasi udang akan meningkat.

Oksigen dalam perairan bersumber dari difusi ataupun hasil proses fotosintesis organisme produsen. Oksigen dikonsumsi secara terus menerus oleh tumbuhan dan hewan dalam aktivitas respirasi (Goldman dan Horne 1983).

Pescod (1973) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut 2 mg/L dalam perairansudah cukup untuk mendukung kehidupan biota akuatik, asalkan perairan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang bersifat racun, perairan dengan oksigen terlarut lebih besar dari 7 mg/L adalah tergolong produktif.

pH Air

Derajat keasaman atau pH merupakan indikator keasaman dan kebasaan air.

Nilai pH merupakan fakor penting karena dapat mempengaruhi kecepatan reaksi kimia di dalam air maupun di dalam embrio/telur udang. Telur udang memiliki toleransi yang rendah terhadap pH tinggi. pH air juga berperan dalam mendukung pertumbuhan udang. Nilai pH air yang terlalu rendah dapat menyebabkan kandungan CaCO3 pada kulit udang akan berkurang, akibatnya konsumsi oksigen akan meningkat, permeabilitas tubuh menurun dan insang udang akan mengalami kerusakan (Mulya et al., 2011).

Derajad keasaman (pH) memiliki peran penting sebagai informasi dasar karena perubahan yang terjadi di air tidak saja berasal dari masukan bahan-bahan asam atau basa ke perairan, tetapi juga perubahan secara tidak langsung dari aktivitas metabolik biota perairan (Winarmo, 1996). Pada perairan nilai pH

(30)

berkisar antara 4 - 9 meskipun pH pada hutan mangrove relatif sangat rendah karena adanya asam sulfat. Nilai pH yang tinggi pada tanah dasar dapat mempengaruhi tingkat kesuburan, dan tingkat kesuburan dapat mempengaruhi kehidupan jasad renik (Kordi, 2012).

Perairan Estuari

Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan, dan lumbung makanan serta jalur migrasi menjadikan estuari kaya dengan keanekaragaman hayati ikan pada berbagai tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa) (Blaber, 1997; Costa et al., 2002). Estuari oleh sejumlah peneliti disebutkan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton -daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut) yang memberikan karakteristik khusus pada habitat yang terbentuk. Estuari merupakan ekosistem yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat.

Perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading merupakan salah satu perairan yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara dan banyak ditumbuhi hutan mangrove, dengan luas ± 6.245 Ha (BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang, 2008). Perairan ini sangat potensial dalam mendukung kehidupan Udang Putih.

Perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading juga berperan dalam mendukung distribusi Udang Putih. Hal ini selain berhubungan dengan adanya produkstivitas perairan yang tinggi, juga perbedaan karakteristik fisik kimia lingkungan di perairan ini.

(31)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel Udang Putih dilakukan pada bulan Maret – Mei 2018 di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara, sedangkan analisis Udang Putih yang didapatkan dilakukan di Laboratorium Lingkungan Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ditentukan 3 stasiun penelitian dengan metode purposive sampling berdasarkan zona alami dan zona pemanfaatan (pertambakan dan perkebunan).

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pukat cincin mini, refraktometer, termometer Hg, pH meter, sechi disk, timbangan analitik, papan berskala, cool box, Global Positioning System (GPS), dan meteran gulung.

(32)

Bahan yang digunakan adalah alkohol 96%, batu es, dan wadah sampel.

Parameter yang diukur, alat/bahan, dan tempat pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Parameter yang diukur, alat/bahan, dan tempat pengukuran

Parameter Alat/ Bahan yang

digunakan

Tempat pengukuran I. FISIKA KIMIA AIR

Suhu perairan (ºC) termometer Hg di lapangan

Kecerahan air (cm) sechi disk di lapangan

Kedalaman air (m) papan berskala di lapangan Oksigen terlarut (mg/l)

Kecepatan Arus

DO meter Bola duga

di lapangan di lapangan Salinitas air (‰) Refraktometer di lapangan

pH air pH meter di lapangan

II. UDANG PUTIH

Kelimpahan sebaran frekuensi panjang, pola pertumbuhan, faktor kondisi

Pukat cincin mini, alkohol 96% (dihitung jumlah individu, diukur panjang karapas dan berat tubuh udang, dianalisis.

di lapangan

dan di

laboratorium

(33)

Deskripsi Area Stasiun I

Stasiun ini berada di Paluh Tabuan dengan lebar estuari 30-35 m. Secara geografis stasiun ini terletak pada kordinat 3052’682’’ LU dan 98038’25’’ BT (Gambar 6).

Gambar 6. Stasiun Penelitian I Stasiun II

Stasiun ini berada di Paluh Palarangan dengan lebar estuari 20-25 m.

Stasiun ini merupakan pertemuan antara Paluh Palarangan dengan Sungai Karang Gading dan terdapat juga alat tangakap ambe. Secara geografis terletak pada kordinat 3052’154’’ LU dan 98038’334’’ BT (Gambar 7).

Gambar 7. Stasiun Penelitian II

(34)

Stasiun III

Stasiun ini berada di Paluh Semai dengan lebar estuari berkisar 40 m - 50 m. Pada stasiun ini terleteak berdekatan dengan perkebunan kelapa

sawit. Secara geografis terletak pada kordinat 3054’009’’ LU dan 98039’367’’ BT (Gambar 8).

Gambar 8. Stasiun Penelitian III

Prosedur Penelitian

Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air

Pengukuran parameter fisika-kimia air yang mencakup suhu air, kedalaman air, kecerahan air, kecepatan arus, pH air, oksigen terlarut, dan salinitas air dilakukan langsung di lapangan pada tiap stasiun dengan satu kali pengulangan sebelum pengambilan sampel Udang Putih.

Pengambilan Sampel Udang Putih

Pengambilan sampel Udang Putih dilakukan di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading berdasarkan zona alami dan zona pemanfaatan (pertambakan dan perkebunan), menggunakan pukat cincin mini yang terbuat dari

(35)

bahan nilon polifilamen. Pukat cincin mini yang digunakan memiliki panjang 10 m dengan diameter 7 m.

Pengambilan sampel Udang Putih dilakukan setiap 21 hari sekali mulai jam 08.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB pada saat pasang dengan cara menarik pukat cincin mini menggunakan perahu motor 10 GT (mengikuti kebiasaan nelayan setempat). Pada setiap sampling hanya dilakukan satu kali penarikan pukat cincin mini sepanjang 10 m di setiap stasiun, sehingga kemungkinan kerusakan ekosistem di lokasi penelitian dapat diminimalisir.

Udang Putih yang didapat di tiap stasiun dihitung jumlah individunya, diukur panjang karapas dan berat tubuh udang, selanjutnya dilakukan analisis yang meliputi kelimpahan individu, distribusi, pola pertumbuhan, dan faktor kondisi.

Analisis Data

Kelimpahan Udang Putih

Kelimpahan Udang Putih dianalisis menggunakan persamaan menurut Brower et al., (1990) sebagai berikut:

A ni N

n

i

1

dengan : N = kelimpahan Udang Putih (ind/m2) ni = jumlah individu Udang Putih

A = luas bukaan mulut pukat cincin mini (7,065 m2).

Sebaran Frekuensi Panjang

Langkah-langkah dalam membuat sebaran frekuensi panjang adalah sebagai berikut Walpole (1992).

1. Menentukan banyaknya kelompok ukuran yang diperlukan dengan rumus :

(36)

Keterangan :

n = Jumlah kelompok ukuran N = Jumlah udang pengamatan

2. Menentukan lebar kelas setiap kelompok ukuran dengan rumus :

Keterangan :

C = Lebar kelas c = Kelas

a = Panjang maksimum Udang Putih b = Panjang minimum Udah Putih

3. Menentukan batas bawah kelompok ukuran yang pertama kemudian ditambahkan dengan lebar kelas dikurangi satu untuk mendapatkan batas atas kelompok ukuran yang berikutnya.

4. Melakukan hal yang sama hingga kelompok ukuran ke-n.

5. Masukkan frekuensi masing-masing kelompok ukuran yang ada kemudian menjumlahkan kolom frekuensi yang jumlahnya harus sama dengan data seluruhnya.

Hubungan Panjang dan Berat

Secara umum hubungan panjang berat udang dinyatakan dalam rumus (Effendie, 1979) :

Keterangan :

W : Berat udang (gram) L : Panjang karapas (cm)

n = 1 + 3,32 Log N

(37)

a dan b : Konstanta

Pola Pertumbuhan

Pola pertumbuhan Udang Putih dinalisis dengan melihat hubungan panjang berat melalui analisis regresi linier (Sparre dan Venema, 1999).

W= a Lb atau Ln W = Ln a + b Ln L dengan : W = berat basah (g)

L = panjang karapas a dan b = konstanta

Faktor Kondisi Udang Putih

Keadaan yang menyatakan kemontokan Udang Putih dengan angka dinamakan faktor kondisi atau ponderal indeks. Analisis faktor kondisi dilakukan menggunakan persamaam menurut Lagler (1961) diacu oleh Saputra (2005) sebagai berikut.

aLb

KW

dengan: W = berat Udang Putih (g)

L = panjang karapas Udang Putih (cm) a dan b = konstanta

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading

Tabel 2. Kisaran Nilai Parameter Kualitas Air di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading

Parameter Stasiun

I II III

Suhu perairan (ºC) 28.6 30.3 29.3

Kecerahan air (cm) 47.3 72,6 52.3

Kedalaman air (m) 3.9 3.3 3.6

Kecepatan arus (m/detik)

0.6 0.8 0.7

Salinitas air(‰) 28 29.3 27.3

pH air 6.7 6.8 6.7

Oksigen terlarut (mg/l)

4.4 5.2 4.6

Hasil pengukuran suhu perairan pada tiap stasiun mendapatkan nilai yang berkisar antara 28.6°C-30.3°C (Tabel 2). Suhu perairan tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 30.3°C, diikuti oleh stasiun III sebesar 29.3°C, dan terendah pada stasiun I sebesar 28.6°C. Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan. Hasil pengukuran terhadap kecerahan air menunjukkan nilai yang berkisar antara 47.3 cm–72.6 cm (Tabel 2). Kecerahan air tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 72.6 cm, diikuti oleh stasiun III sebesar 52.3 cm, dan terendah pada stasiun I sebesar 47.3 cm. Hasil pengukuran kedalaman air di tiap stasiun mendapatkan nilai yang berkisar antara 3.3 m – 3.9 m (Tabel 2). Kedalaman air tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 3.9 m, diikuti oleh stasiun III sebesar 3,6 m, dan terendah pada stasiun II sebesar 3.3 m. Hasil pengukuran kecepatan arus di tiap stasiun mendapatkan nilai yang berkisar antara 0,6 m/detik – 0,8 m/detik (Tabel 2). Nilai kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,8

(39)

m/detik, diikuti oleh stasiun III sebesar 0,7 m/detik, dan terendah pada stasiun II sebesar 0,6 m/detik. Hasil pengukuran salinitas air mendapatkan nilai berkisar antara 27.3‰-29.3‰ (Tabel 2). Nilai salinitas air tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 29.3‰, diikuti oleh stasiun I sebesar 28‰, dan terendah pada stasiun III

sebesar 27.3‰. Hasil pengukuran pH air mendapatkan nilai yang berkisar antara 6.7-6.8 (Tabel 2). Nilai pH air tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 6.8 diikuti

oleh stasiun I dan III sebesar 6,7. Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut pada tiap stasiun mendapatkan nilai berkisar antara 4.4 mg/l – 5.2 mg/l (Tabel 2).

Nilai kandungan oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 5.2 mg/l, diikuti oleh stasiun III sebesar 4.6 mg/l, dan terndah pada stasiun I sebesar 4.4 mg/l.

Hasil Tangkapan Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888)

Jumlah keseluruhan Udang Putih yang tertangkap selama penelitian berlangsung di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading adalah 282 ekor. Jumlah Udang Putih yang paling banyak tertangkap yaitu pada stasiun I sebanyak 104 ekor, kemudian pada stasiun III sebanyak 95 ekor dan pada stasiun II sebanyak 82 ekor dan merupakan hasil penangkapan terendah. Hasil penangkapan Udang Putih selama penelitian dapat dilihat pada gambar 9.

(40)

Gambar 9. Hasil Tangkapan Udang Putih Berdasarkan Stasiun Pengamatan Jumlah keseluruhan Udang Putih yang tertangkap selama penelitian berlangsung di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading adalah 282 ekor. Jumlah Udang Putih yang paling banyak tertangkap yaitu Udang Putih jantan sebanyak 205 ekor dan Udang Putih betina sebanyak 77 ekor. Hasil penangkapan Udang Putih berdasarkan jenis kelamin selama penelitian dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Hasil Tangkapan Udang Putih Berdasarkan Jenis Kelamin

(41)

Aspek Pertumbuhan Kelimpahan Udang Putih

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) paling tinggi pada stasiun I dengan nilai kelimpahan sebesar 1,485 ind/m2, diikuti stasiun III dengan nilai kelimpahan sebesar 1,357 ind/ m2 dan stasiun II paling rendah dengan nilai kelimpahan sebesar 1,157 ind/m2. Kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) berdasarkan stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) Berdasarkan Stasiun Pengamatan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguensis de Man) paling tinggi pada Udang Putih jantan dengan nilai kelimpahan sebesar 2,92 ind/m2 dan terendah Udang Putih betina dengan nilai kelimpahan sebesar 1.07 ind/ m2. Kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 12.

(42)

Gambar 12. Kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) Berdasarkan Jenis Kelamin

Sebaran Frekuensi Panjang

Jumlah Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) jantan yang paling banyak tertangkap pada stasiun I yaitu pada selang kelas 71-83 sebanyak 21 ekor dan yang paling sedikit pada selang kelas kelas 110-122 yaitu 1 ekor.

Sedangkan pada Udang Putih betina yang paling banyak tertangkap pada stasiun I yaitu pada selang kelas 71-83 yaitu sebanyak 12 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 97-109 dan 110-122 yaitu 1 ekor. Sebaran frekuensi panjang pada stasiun I dapat dilihat pada Gambar 13.

(43)

Gambar 13. Sebaran Frekuensi Panjang Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) Stasiun I

Jumlah Udang Putih jantan yang paling banyak tertangkap pada stasiun II yaitu pada selang kelas 71-83 sebanyak 25 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 97-109 yaitu 2 ekor. Sedangkan pada Udang Putih betina yang paling banyak tertangkap pada stasiun II yaitu pada selang kelas 71- 83 dan 84-96 yaitu 8 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 45-57 yaitu 1 ekor. Sebaran frekuensi panjang pada stasiun II dapat dilihat pada gambar 14.

Gambar 14. Sebaran Frekuensi Panjang Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) Stasiun II

(44)

Jumlah Udang Putih jantan yang paling banyak tertangkap pada stasiun III yaitu pada selang kelas 32-44 sebanyak 20 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 19-31, 110-122 dan 123-135 yaitu 1 ekor.

Sedangkan pada Udang Putih betina yang paling banyak tertangkap pada stasiun III yaitu pada selang kelas 84-96 yaitu sebanyak 19 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 45-57 yaitu 1 ekor. Sebaran frekuensi panjang pada stasiun III dapat dilihat pada gambar 15.

Gambar 15. Sebaran Frekuensi Panjang Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) Stasiun III

Hubungan Panjang dan Berat

Dari hasil analisis hubungan panjang-berat Udang Putih jantan dan betina di stasiun I menghasilkan kurva panjang-berat dengan nilai determinasi (R2) jantan 0,735 dan betina 0,860. Kurva analisis panjang-berat Udang Putih di stasiun I dapat dilihat pada gambar 16.

(45)

Gambar 16. Hubungan Panjang Berat Udang Putih Jantan dan Betina Stasiun I

Dari hasil analisis hubungan panjang-berat Udang Putih jantan dan betina di stasiun II menghasilkan kurva panjang-berat dengan nilai determinasi (R2) jantan 0,658 dan betina 0,892. Kurva analisis panjang-berat Udang Putih di stasiun II dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Hubungan Panjang Berat Udang Putih Jantan dan Betina Stasiun II

Dari hasil analisis hubungan panjang-berat Udang Putih jantan dan betina di stasiun III menghasilkan kurva panjang-berat dengan nilai determinasi (R2) jantan 0,745 dan betina 0,854. Kurva analisis panjang-berat Udang Putih di stasiun III dapat dilihat pada Gambar 18.

(46)

Gambar 18. Hubungan Panjang Berat Udang Putih Jantan dan Betina Stasiun III

Persamaan panjang-berat udang diperoleh nilai koefisien korelasi (r) Udang Putih jantan dan betina di stasiun I mendekati 1 yaitu jantan 0,857 dan betina 0,927. Pada stasiun II juga mendekati 1 yaitu jantan 0,811 dan betina 0,944.

Serta pada stasiun III juga mendekati 1 yaitu jantan 0,844 dan betina 0,924.

Kisaran nilai b (α=0,05) dinyatakan mendekati 3 dan setelah uji T (α=0,05) hasilnya alometrik negatif. Hasil uji T dapat diliat pada tabel 3.

Tabel 3. Hubungan Panjang-Berat Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888)

Stasiun Jenis Kelamin

Persamaan Hubungan Panjang-

Berat

R2

Pola Pertumbuhan Setelah Uji T

(α=0,05) I Jantan y = 0,101x2,891 0,735 Alometrik negatif

Betina y = 4,1116x2,8147 0,860 Alometrik negatif

II Jantan

Betina

y = 1,2359x3,7562 y = 3,8988x2,2626

0,658 0,892

Alometrik positif Alometrik negatif III Jantan y = 0,099x2,723 0,745 Alometrik negatif Betina y = 0,375x2,161 0,854 Alometrik negatif

(47)

Faktor Kondisi Udang Putih

Dari hasil analisis dari data selama penelitian didapatkan nilai faktor kondisi Udang Putih baik jantan maupun betina yang didapatkan dari masing- masing stasiun penelitian. Nilai faktor kondisi masing-masing stasiun dan masing- masing jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Nilai Faktor Kondisi Udang Putih (Penaeus merguensis de Man 1888) Stasiun Jenis

Kelamin FK Keterangan

I Jantan 1,061 Kurang Pipih

Betina 1,019 Kurang Pipih

II Jantan

Betina

1,035 1,018

Kurang Pipih Kurang Pipih

III Jantan 1,040 Kurang Pipih

Betina 1,022 Kurang Pipih

Pembahasan

Faktor Fisika Kimia Perairan

Suhu merupakan salah satu faktor pembatas dalam perairan dan berperan penting dalam proses metabolisme Udang Putih. Hasil penetilian mendapatkan kisaran suhu air yaitu 28.6 – 30.30C. Kisaran suhu tersebut masih merupakan kisaran suhu normal yang dapat ditoleransi oleh Udang Putih. Hasil penelitian Dall et al. (1990) menyatakan pasca larva penaid lebih menyukai perairan dangkal dekat pantai pada suhu 15 – 250C pada suhu rendah, dan meyukai perairan hangat pada kisaran suhu 25 – 320C. Udang Putih muda dan dewasa mempunyai toleransi suhu antara 10 – 400C.

(48)

Kecerahan air pada tiap stasiun menunjukkan nilai yang berkisar antara 47,3 cm – 72,6 cm. Kondisi ini menggambarkan perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading relatif keruh. Sedangkan kedalaman rata-rata stasiun penelitian sebesar 3,6 m. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 (2004) tentang baku mutu air laut untuk biota laut, yang menyatakan bahwa nilai baku mutu untuk kecerahan air laut adalah > 3 m.

Bila kecerahan air < 3 m maka perairan tersebut dapat dikategorikan keruh.

Pada ketiga stasiun penelitian nilai pH yang didapatkan nilai masing- masing stasiun mulai stasiun I sampai III yakni 6,7; 6,8 dan 6,7. Dari nilai pH tersebut bahwa nilai pH tersebut masih tergolong netral karena masih mendekati 7. Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan nilai pH air pada tiap stasiun masih dalam kisaran toleransi untuk mendukung kehidupan Udang Putih. Hal ini sesuai dengan Sumeru dan Anna (2010) yang menyatakan pH air optimal untuk pertumbuhan Udang Putih berkisar antara 5.9 – 8. Nilai pH air yang terlalu rendah dapat menyebabkan kandungan CaCO3 pada kulit udang akan berkurang karena terserap secara internal. Pada kondisi ini konsumsi oksigen akan meningkat, permiabilitas tubuh menurun dan insang udang akan mengalami kerusakan.

Dari hasil penelitian yang didapatkan nilai salinitas yaitu 27.3 – 29.3‰.

Hasil ini menunjukkan bahwa perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading masih dalam kisaran toleransi untuk mendukung kehidupan Udang Putih. Amal (2012) menyatakan bahwa salinitas optimum untuk pertumbuhan Udang Putih berkisar 27 - 31‰. Salinitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan laju pertumbuhan udang menurun.

(49)

Hasil penelitian menunjukkan pada Stasiun I nilai DO yaitu sebesar 4.4mg/l, pada stasiun II nilai DO yaitu sebesar 5.2 mg/l dan stasiun III nilai DO yaitu 4.6. Nilai DO di perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading menunjukkan angka yang rendah namun masih dalam batas toleransi untuk kehidupan Udang Putih. Hal ini sesuai dengan Effendi (2002) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l sehingga nilai kisaran DO pada perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading masih dapat ditoleransi. Boyd (1995) juga menyatakan bahwa Udang Putih masih dapat hidup pada perairan yang memiliki kandungan oksigen minimal sebesar 3 mg/l.

Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 0,8 m/s mengikuti stasiun II 0,7 m/s dan terendah terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 0,6 m/s. Hal ini terjadi karena letak stasiun I yang sudah mendekati muara dan lebar stasiun I lebih lebar dibandingkan stasiun II dan III. Hal ini sesuai dengan Siahaan et al. (2012), kecepatan arus sungai berfluktuasi yang semakin melambat ke bagian hilir. Faktor gravitasi, lebar sungai dan material yang dibawa oleh air sungai membuat kecepatan arus di hulu paling besar.

Aspek Pertumbuhan Kelimpahan Udang Putih

Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kelimpahan Udang Putih tertinggi dijumpai pada stasiun I, dan kelimpahan terendah ddijumpai pada stasiun II (Gambar 8). Kelimpahan Udang Putih yang tinggi pada stasiun I disebabkan kondisi lingkungan perairan di stasiun ini cukup mendukung kehidupan Udang Putih. Stasiun I memiliki kecepatan arus yang relatif lebih tenang (0.6 m/detik) dibanding stasiun lainnya. Hal ini sesuai dengan Dall et al (1990) yang

(50)

menyatakan arus yang cukup tenang disukai oleh Udang Putih, terutama dalam hal mencari makan untuk mendukung pertumbuhannya.

Stasiun I juga memiliki nilai kecerahan air yang cukup rendah (47.3 cm) dibanding dengan stasiun lainnya. Perairan yang relatif keruh sangat mendukung kehidupan Udang Putih. Hal ini sesuai dengan pendapat Pramonowibowo (2007) yang menyatakan perairan yang relatif keruh merupakan salah satu penyebab banyak dijumpai populasi Udang Putih di suatu perairan, karena dapat menyebabkan menurunnya jangkauan jarak penglihatan dari predator yang ada di perairan tersebut, sehingga memperluas daerah pembesaran, yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan Udang Putih.

Sebaran Frekuensi Panjang Udang Putih

Selang kelas panjang Udang Putih dengan hasil tangkapan tertinggi tertangkap pada stasiun I yaitu pada selang kelas 23-24 mm sebanyak 24 ekor jantan dan 14 ekor betina pada selang kelas 25-26 mm dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 19-20 mm sebanyak 3 ekor jantan dan 1 ekor betina pada selang kelas 27-28 dan 29-30, pada stasiun II tertinggi jantan yaitu pada selang kelas 36-37 mm sebanyak 29 ekor dan betina 11 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 38-39 mm yaitu 8 ekor jantan dan 6 ekor betina, serta pada stasiun III tertinggi yaitu pada selang kelas 34-35 mm sebanyak 24 ekor jantan dan 12 ekor betina pada selang kelas 36-37 mm dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 38-39 dan 40- 41 mm yaitu 1 ekor jantan dan 4 ekor betina pada selang kelas 32-33 mm.

Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan jumlah sebaran frekuensi panjang Udang Putih jantan lebih banyak dibandingkan dengan Udang Putih betina. Perbedaan

(51)

ukuran tersebut diduga karena ada faktor dalam antara lain jenis kelamin, keturunan dan umur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lagler (1977) diacu oleh Sparre dan Venema (1999) menjelaskan bahwa perbedaan ukuran Udang Putih antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor genetik dari Udang Putih, hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan Udang Putih berbeda di setiap tempat dan waktu.

Hubungan Panjang dan Berat Udang Putih

Dari persamaan hubungan panjang dan berat diperoleh bahwa nilai koefisien relasi (r) Udang Putih pada stasiun I yaitu 0,857 (jantan) dan 0,927 (betina), stasiun II 0,811 (jantan) dan 0,944 (betina) serta stasiun III yaitu 0,844 (jantan) dan 0,924 (betina). Nilai koefisien korelasi (r) Udang Putih yang didapatkan mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara pertambahan panjang karapas dengan pertambahan beratnya dimana dengan adanya pertambahan panjang akan diikuti dengan pertambahan beratnya.

Hal ini diduga karena kondisi perairan yang mampu mendukung kehidupan udang yang tertangkap cukup baik.Hal ini sesuai dengan Walpole (1992), besarnya nilai tersebut yang mendekati 1, menunjukkan bahwa keragaman yang dipengaruhi oleh variabel lain cukup kecil dan hubungan antara panjang dan berat sangat erat.

Hasil analisis hubungan panjang dan berat Udang Putih yang didapatkan, pada stasiun I nilai b = 2,891 (jantan) dan 2,814 (betina), stasiun II nilai b = 3,762 (jantan) dan 2,262 (betina) dan pada stasiun III nilai b = 2,723 (jantan) dan 2,161 (betina). Dari hasil tersebut terlihat bahwa pertumbuhan Udang Putih rata-rata setiap stasiun bersifat allometrik negatif dengan nilai b < 3. Dari nilai b yang didapat pada Udang Putih dapat dinyatakan bahwa perumbuhan panjang lebih

(52)

cepat daripada pertumbuhan berat. Effendie (1997) menyatakan bila nilai b = 3, maka pertumbuhan dikatakan isometrik atau pertambahan panjang karapas sama dengan pertambahan berat tubuhnya, sedangkan bila nilai b lebih besar atau lebih kecil dari 3, pertumbuhan dikatakan allometrik atau pertambahan panjang karapas tidak sama dengan pertambahan beratnya. Pendapat yang sama diutarakan oleh Adisusilo (1983) yang menyatakan pertumbuhan dikatakan sebagai pertumbuhan allometrik positif bila nilai b>3, yang menggambarkan bahwa pertambahan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang, sedangkan pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik negatif apabila nilai b<3, yang menggambarkan bahwa pertmabahan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan berat.

Faktor Kondisi Udang Putih

Hasil analisis terhadap faktor kondisi Udang Putih pada tiap stasiun mendapatkan bahwa secara keseluruhan nilai faktor kondisi Udang Putih di setiap stasiun menunjukkan nilai FK > 1. Hal ini meunjukkan bahwa kondisi Udang Putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading secara morfologi dapat dikatakan memliki kemontokan yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saputra (2005) yang menyatakan jika nilai faktor kondisi berkisar antara 2-4 maka tubuh udang dapat dikatakan agak langsing, jika nilai faktor kondisi berkisar antara 1-3 maka dapat dikatakan tubuh udang memiliki kemontokan yang baik.

Kemontokan yang baik pada Udang Putih, mengindikasikan lingkungan tersebut kaya akan sumber makanan. Tercukupinya kebutuhan plankton sebagai sumber makanan bagi Udang Putih dan kesesuaian lingkungan yang cocok menjadikan nilai kemontokan yang baik.

(53)

Rekomendasi Pengelolaan

Intensifikasi penangkapan dan pengkonversian lahan mangrove menjadi lahan kelapa sawit serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan menjadikan sumberdaya Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading mengalami penurunan jumlah di alam. Maka dari itu, perlu dilakukannya pengelolaan berbasis lingkungan guna mempertahankan keberadaan dan kelestarian Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888).

Upaya yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading adalah menerapkan pemakaian alat tangkap yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi kerusakan ekosistem estuari serta menjaga kelangsungan hidup mangrove di sekitar estuari karena mangrove merupakan salah satu penunjang utama dalam penyediaan unsur hara di perairan. Selain itu perlu dilakukan kegiatan domestikasi Udang Putih untuk selanjutnya dilakukan budidaya Udang Putih untuk menjaga kelangsungan hidup Udang Putih.

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kelimpahan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading tertinggi didapatkan di Paluh Tabuan (Stasiun I).

2. Pola pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888) jantan dan betina berdasarkan hubungan panjang dan berat di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading mempunyai sifat pertumbuhan allometrik negatif.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan data rasio kelamin dan laju eksploitasi Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man 1888). Disamping itu perlu kajian lebih lanjut tentang keadaan vegetasi mangrove yang ada di daerah estuari Suaka Margasatwa Karang Gading.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, S. 1983. Ukuran Matang Kelamin dan Musim Pemijahan Udang Jerbung (Penaeus merguieinsis de Man) di Perairan Cilacap dan Sekitarnya. Laporan Penelitian Perikanan Laut 29:97-102.

Amal. 2012. Tingkat Kelangsungan Hidup Pertumbuhan Produksi dan Konversi Makanan Juvenil Udang Windu (Penaeus monodon Fab) dan Udang Putih (Penaeus merguieinsis de Man) dalam Keramba di Laut.

Universitas Negeri Makassar, Makassar.

Anggoro S. 1992. Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas Telur dan Vitalitas Larva Udang Windu Penaeus monodon F (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Deli Serdang.

2008. Rencana Strategis Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten Deli Serdang.

Bittner A and M Ahmad. 1989. Budidaya Air. Seri Studi Pertanian. Kerjasama Jerman dan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.

Boyd. C. E. 1995. Shrimp Pond Bottom Soil and Sediment Management. Soil and Sediment Management. Reviews.

Brower, J., J. Zard dan C.N.V. Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third edition. W.M.C Brown Publishers. United States of America.

Croccos, D. J, J. D Keer. 1983. Maturation and Spawning of The Banana Prawn Penaeus merguensis de Man (Crustacea : Penaeidae) in The Gulf of Carpentaria, Australia. Journal of Marine Biology. 69 (2) : 39-59.

Dall W, B.J Hill, P.C Rothlisberg, D.J Sharples. 1990. The Biology of the Penaedae. di dalam: Blaxer JHS, Southward AJ. Eds): Marine Biology.

Academic Press, London.

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

163 h.

Food and Agriculture Organization (FAO). 2005. Penaeus monodon. Culture Aquatic Species Information Programme. Tanggal browsing: 15 April 2015.

George, M. J. 1979. Taxonomy Of Indian Prawns (Penaeidae, Crustacea, Decapoda), Central Marine Fisheries Research Institute Cochin. Hal: 21 – 59.

(56)

Goldman, C.R. and A.J. Horne. 1983. Limnology. Mc. Graw Hill. International Book Company, Tokyo.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Kepmen LH). 2004. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. No. 51. Jakarta.

Mulya M.B, D.G Bengen, R.F Kaswadji, R. Etty 2011. Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih Penaeus merguinensis de Man di Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan Sumatera Utara. Jurnal Omni Akuatika 1 (13): 49-56.

Myers P., T. Dewey, R. Espinosa, G. Hammon and T. Jones. 2008. The Animal Diversity. University of Michigan Museum of Zoology.

Naamin, N. 1984. Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di Perairan Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Naamin, N., B. Sumiono, S. Ilyas, D. Nugroho, Budi I. P. S., H.R. Barus, M.

Badrudin, A. Suman, E. M. Mulyadi. 1992. Pedoman Teknis Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Udang Peneaid Bagi Pembagunan Perikanan. Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan, Nomor. PHP/KAN/PT.22/1992. BPPP DEPTAN. Jakarta..

Pramonowibowo, A. Hartoko, A. Ghofar. 2007. Density of Banana Shrimp (Penaeus merguiensis de Man) in Semarang Territory Waters. Jurnal Pasir Laut 2 (2) : 18-29.

Pratiwi R. 2008. Aspek Biologi Udang Ekonomis Penting. Jurnal Oseana.

32 (2): 15–24.

Purwanto. 1986. Optimasi Ekonomi Penangkapan Udang Jerbung di Pantai Selatan Jawa Tengah. Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Saputra S.W. 2005. Dinamika Populasi Udang Jari (Metapenaeus elegans de Man) dan Pengelolaannya di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekotjo. 2002. Analisis Distribusi dan Kelimpahan Udang Putih (Peneaus merguiensis de Man) di Perairan Teluk Semarang Sebagai Landasan Pengelolaan. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sparre P and S.C. Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Alat Kelamin jantan dan Betina Udang Putih  (George, 1979).
Gambar 4. Daur hidup Udang Putih P. merguiensis de Man (Food and Agriculture  Organization, 2005)
Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukan Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik dapat meningkatkan aktivitas fisik peserta didik di kelas I Sekolah dasar

Pada bulan April 2015 indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami kenaikan sebesar 0,86 persen dibandingkan bulan sebelumnya.Menaiknya nilai Ib disebabkan oleh

[r]

5.1 Mengidentifika sibunyi huruf hijaiyah dan ujaran ( kata, kalimat ) tentang يف ،ةسردملا يف ،ةبتكملا يف ،لمعلا فصقملا يف Tema-tema tersebut

[r]

 Melafalkan kata-kata atau kalimat dalam teks bacaan dengan benar dan tepat sesuai dengan tanda baca... 7.2 Menyalin kata, kalimat dan menyusun

[r]

MCan gehien erabiltzen den iragazkia etapa bakarreko bigarren orde- nako LC iragazkia da (1. irudia); bertan, iragazkia seriean konektatzen da bihurgailuaren