• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

92 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research and development), yaitu penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan suatu produk dan mengecek keefektivan atas produk tersebut. Borg & Gall (1989:783) menyatakan

“educational research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational products”. Pendekatan penelitian dan pengembangan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi, dan menguji validitas produk yang telah dihasilkan.

Borg & Gall (2007:589) juga menyatakan bahwa penelitian pendidikan dan pengembangan adalah model pengembangan berbasis industri (industry-based development model) yang temuan penelitiannya dimanfaatkan untuk mendesain produk dan prosedur baru yang kemudian secara sistematis diujicobakan/ diuji lapangkan, dievaluasi, dan disempurnakan hingga memenuhi syarat keefektifan, mutu atau standar.

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan

Prosedur penelitian dan pengembangan pada penelitian ini, menggunakan langkah pengembangan model Four-D dari Thiagarajan (1974: 5), yang meliputi: 1.

Define (Pendefinisian); 2. Design (Perancangan); 3. Develop (Pengembangan); 4.

Disseminate (Penyebarluasan). Pengembangan model 4D merupakan pengembangan yang lebih ringkas tetapi di dalamnya sudah mencakup proses pengembangan yang lengkap. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan model 4D merupakan proses pengembangan instruksional dengan tahapan sederhana dan lebih terstruktur secara sistematis, yang terdiri dari empat tahapan, yaitu define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate (penyebarluasan). Tahap pengembangan model pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(2)

Gambar 3.1 Tahap Pengembangan Model 4D

Secara rinci prosedur penelitian pengembangan pada penelitian ini dapat dijelaskan tahap pengembangan model 4D sebagai berikut:

1. Tahap Pendefinisian (Define)

Tahap pendefinisian berguna untuk menentukan dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan di dalam proses pembelajaran serta mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan. Dalam tahap ini dibagi menjadi beberapa langkah, yaitu:

(3)

a. Analisis Awal-Akhir (Front-End Analysis)

Analisis awal dilakukan untuk mengetahui permasalahan dasar dalam pengembangan model. Pada tahap ini dimunculkan fakta-fakta dan alternatif penyelesaian, sehingga memudahkan untuk menentukan langkah awal dalam pengembangan model yang sesuai untuk dikembangakan. Pada tahap ini juga dilakukan persiapan untuk untuk mengembangkan model, yang meliputi studi literatur dan survey lapangan.

Studi literatur merupakan kajian untuk mempelajari konsep atau teori yang berkenaan dengan produk atau model yang akan dikembangkan. Pada tahap ini, dilakukan studi literatur yang berkaitan dengan konsep dan teori Guided Teaching, model Problem-Based Learning dan Contextual Teaching and Learning serta pembelajaran fikih faraid.

Pada tahap survey lapangan, peneliti melakukan penelitian awal untuk mengetahui penyebab rendahnya kemampuan HOTS siswa pada pembelajaran fikih faraid siswa kelas XI Madrasah Aliyah di Kota Madiun dengan melakukan pengumpulan data empirik seperti model pembelajaran, bahan ajar, media, dan sebagainya yang digunakan oleh guru. Peneliti juga melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru dan peserta didik, melakukan analisis apa yang dibutuhkan oleh calon pengguna produk baik itu siswa maupun guru melakukan analisis materi pembelajaran untuk menentukan produk yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Analisis materi akan menghasilkan tema yang disesuaikan dengan Kompetensi Isi dan Kompetensi Dasar. Selain itu, tahap ini akan menentukan dan menetapkan model pembelajaran yang akan dikembangkan dalam pembelajaran tertentu.

b. Analisis Peserta Didik (Learner Analysis)

Analisis peserta didik sangat penting dilakukan pada awal perencanaan.

Analisis peserta didik dilakukan dengan cara mengamati karakteristik peserta didik.

Analisis ini dilakukan dengan mempertimbangkan ciri, kemampuan, dan pengalaman peserta didik, baik secara kelompok maupun individu.

c. Analisis Konsep (Concept Analysis)

Analisis konsep bertujuan untuk menentukan isi materi dalam model yang dikembangkan. Analisis konsep dengan cara menganalisis konsep yang akan dilakukan, menyusun langkah-langkah yang tepat.

(4)

d. Analisis Tugas (Task Analysis)

Analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi tugas-tugas utama yang akan dilakukan oleh peserta didik. Analisis tugas terdiri dari analisis terhdap Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) terkait materi yang diambil dalam pengembangan model.

e. Analisis Tujuan Pembelajaran (Specifying Instructional Objectives)

Analisis tujuan pembelajaran digunakan untuk menentukan indikator pembelajaran yang didasarkan atau analisis materi dan analisis kurikulum. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui kajian apa saja yang akan ditampilkan dalam model yang dikembangkan, menentukan kisi-kisi soal, dan akhirnya menentukan seberapa besar tujuan pembelajaran yang tercapai.

2. Tahap Perancangan (Design)

Setelah mendapatkan permasalahan dari tahap pendefinisian, selanjutnya dilakukan tahap perancangan. Tahap perancangan ini bertujuan untuk merancang suatu model yang dapat digunakan dalam pelajaran Fikih materi faraid. Tahap perancangan ini meliputi:

a. Penyusunan Tes (Criterion-test construction)

Penyusunan tes berdasarkan penyusunan soal tes yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang menjadi tolak ukur kemampuan HOTS peserta didik melalui model pembelajaran yang dikembangkan. Soal tes yang diberikan kepada peserta dilakukan uji validitas dan reliabilitas soal uraian. Uji Soal uraian yang diberikan kepada siswa dilakukan dengan uji validitas, uji reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda, sebagaimana dijelaskan dibawah ini:

1) Uji Validitas Soal Tes

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kesahihan suatu instrumen. Validitas mengacu pada aspek ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran (Azwar, 2018: 40). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, menggunakan rumus korelasi product moment berikut:

(5)

Sumber: Azwar (2018) Keterangan:

r = besar korelasi N = banyak responden

X = skor yang diperoleh subjek dari seluruh item Y = skor total yang diperoleh dari seluruh item

Item instrumen dianggap valid dengan membandingkan antara r hitung dengan r tabel. Jika r hitung > r tabel. Maka instrumen dikatakan valid.

2) Uji Reliabilitas Soal Tes

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur yang dipakai untuk mengukur gejala yang sama dan hasil yang diperoleh relatif konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Istilah lain dari reliabilitas adalah konsistensi, keterandalan, keterpercayaan, kestabilan, keajegan. Namun, gagasan pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2018: 7).

Rumus yang dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas diantaranya adalah rumus Cronbach Alpha:

Sumber: Azwar (2018) Keterangan:

r = nilai reliabilitas k = banyaknya butir soal N = banyaknya responden σt2 = total varian

Ʃ σb2 = total varian butir

Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika nilai Alpha Cronbach’s

> 0,06. Jadi pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian dilakukan karena

(6)

keterpercayaan instrumen berkaitan dengan keajegan terhadap instrumen penelitian tersebut.

3) Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal adalah keberadaan suatu butir soal apakah dipandang sukar, sedang, atau mudah dalam mengerjakannya (Sundaya, 2014:76). Pada tingkat kesukaran soal tes esai/uraian, menurut ketentuan yang sering dipakai, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut (Daryanto, 2012: 180).

Tingkat Kesukaran tes uraian = Mean

Skor Maksimum yang ditetapkan

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran Interpretasi

0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar

0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang

0,70 <TK ≤ 1,00 Mudah

4) Daya Beda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Soal dikatakan baik, apabila soal dapat dijawab dengan benar oleh peserta didik yang berkemampuan tinggi. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Seluruh peserta didik yang ikut tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pandai dan kelompok kurang pandai. Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi untuk butir soal uraian adalah:

DP = 𝑆𝐴−𝑆𝐵 𝐼𝐴 Keterangan:

DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = Jumlah skor maksimum salah satu kelompok pada butir soal yang diolah

(7)

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kriteria Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda Interpretasi

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

b. Pemilihan Media (Media Selection)

Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari media yang berbeda-beda. Hal ini berguna untuk mebantu peserta didik dalam pencapaian kompetensi inti dan kompetensi dasar yang diharapkan.

c. Pemilihan Format (Format Selection)

Pemilihan format dilakukan agar format yag dipilih sesuai dengan materi pembelajaran. Pemilihan bentuk penyajian disesuaikan dengan model dan media yang digunakan. Pemilihan format dalam pengembangan dimaksudkan dengan mendesain isi pembelajaran, pemilihan pendekatan, sumber belajar, mengorganisasikan dan merancang model pengembangan, membuat desain model, yang meliputi desain layout, gambar, dan tulisan.

d. Desain/ Perancangan Awal (Initial Design)

Hasil dari analisis kebutuhan yang diperoleh dari survey lapangan dan studi literatur, selanjutnya akan ditentukan desain produk yang akan dikembangkan. Desain produk harus diwujudkan dalam gambar atau bagan, sehingga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya. Tahap desain produk pada penelitian ini, kegiatannya meliputi: menentukan komponen model, konsep penyampaian, materi pembelajaran, layout model, dan syntax model.

Desain awal (initial design) yaitu rancangan model yang telah dibuat oleh peneliti kemudian diberi masukan oleh dosen pembimbing. Masukan dari dosen pembimbing akan digunakan untuk memperbaiki model yang akan dikembangkan peneliti. Setelah itu melakukan revisi setelah mendapatkan saran perbaikan model dari

(8)

dosen pembimbing dan nantinya rancangan ini akan dilakukan tahap validasi.

Rancangan ini berupa drat I model Contextual Guided Problem-Based Learning.

Rancangan draf model yang telah disusun kemudian didiskusikan dengan berbagai pihak yang berkompeten di bidangnya. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembahasan rancangan draf model yaitu guru pelajaran fikih, pakar model pembelajaran, dan pakar materi faraid.

3. Tahap Pengembangan (Develop)

Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa model Contextual Problem-Based Learning yang sudah direvisi berdasarkan masukan ahli dan ujicoba kepada peserta didik. Terdapat dua langkah dalam tahapan ini, yaitu sebagai berikut:

a. Validasi Ahli (Expert Appraisal)

Validasi ahli ini berfungsi untuk memvalidasi konten materi faraid dalam model Contextual Guided Problem-Based Learning sebelum dilakukan ujicoba dan hasil validasi akan digunakan untuk melakukan revisi produk awal. Model Contextual Guided Problem-Based Learning yang telah disusun kemudian akan dinilai oleh pakar ahli materi dan ahli model, sehingga dapat diketahui apakah model Contextual Guided Problem-Based Learning tersebut layak diterapkan atau tidak. Hasil dari validasi ini digunakan sebagai bahan perbaikan untuk kesempurnaan model Contextual Guided Problem-Based Learning yang dikembangkan. Setelah draf I divalidasi dan direvisi, maka dihasilkan draf II. Selanjutnya Draf II akan diujikan kepada peserta didik dalam tahap ujicoba terbatas.

b. Ujicoba Model (Development Testing)

Setelah dilakukan validasi ahli kemudian dilakukan ujicoba lapangan terbatas dan luas untuk mengetahui hasil penerapan model Contextual Guided Problem-Based Learning dalam pembelajaran fikih materi faraid di kelas, yaitu pengukuran kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik. Hasil yang diperoleh dari tahap ini berupa model Contextual Guided Problem-Based Learning yang telah direvisi.

1) Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas disebut juga dengan preliminary field testing Langkah ini meliputi: melekukan uji lapangan awal terhadap desain produk, bersifat terbatas baik substansi maupun pihak yang terlibat Borg and Gall (1989). Tujuan dari uji coba terbatas adalah untuk mengetahui sejauh mana draf model yang disiapkan dapat diterima diterapkan di kelas oleh siswa dan guru, hambatan-hambatan yang ada saat

(9)

pembelajaran, sekaligus apa kelemahan dan kelebihan dari model yang dikembangkan. Tahap uji coba terbatas dilakukan dengan melibatkan aktivitas guru dan siswa pada pembelajaran fikih faraid sesuai dengan tahap yang direncanakan untuk meningkatkan kemampuan HOTS siswa dengan menerapkan model yang dikembangkan. Setelah ujicoba terbatas, kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi pembelajaran. Pada tahap penyempurnaan produk awal ini, lebih banyak dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih pada evaluasi terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat internal Borg and Gall (1989). Teknik pengumpulan data melaui observasi, wawancara, dan angket. Alat pengumpul data dengan menggunakan pedoman observasi dan pedoman wawancara. Observasi dilakukan selama kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model . Kegiatan wawancara dilakukan terhadap siswa dan guru. Wawancara dilakukan untuk mengetahui respon atau tanggapan siswa dan guru tentang model Contextual Guided Problem-Based Learning pada pembelajaran fikih faraid. Wawancara bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa dan guru menerima model pembelajaran yang dikembangkan. Instrumen angket digunakan untuk mengetahui penilaian siswa terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar, penilaian terhadap materi belajar, dan penialian kemampuan guru dalam mengajar dengan model yang dikembangkan.

2) Uji Coba Luas

Setelah dilakukan uji coba terbatas, dilanjutkan dengan uji coba luas. Pada uji coba luas pastinya pihak yang terlibat lebih luas dibandingkan dengan uji coba terbatas. Pada uji coba terbatas maupun luas dilibatkan pemakaian produk yang sesungguhnya (Budiyono, 2017:179). Uji coba luas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana model Contextual Guided Problem-Based Learning dalam pembelajaran fikih faraid mampu diterapkan dan diterima bagi guru dan siswa dalam lingkup sekolah yang lebih luas. Selain itu, tujuan uji coba luas untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dari model yang dikembangkan.

Pada saat uji coba luas, draf model sudah benar-benar diujikan secara terbatas dan telah dilakukan perbaikan-perbaikan. Sebelum dilakukan uji coba secara luas, maka dilakukan kegiatan workshop (FGD). Kegiatan ini bertujuan untuk membahas model dan membekali guru-guru Fikih kelas XI Madrasah Aliyah yang akan mempraktikkan model ini secara luas. Pengumpulan data melalui teknik observasi dan tes. Alat pengumpul data dengan menggunakan pedoman observasi dan item tes.

(10)

Observasi untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran secara utuh mulai dari kegiatan pendahuluan sampai kegiatan penutup dan pelaksanaan tes. Observasi ini untuk mamantau kesungguhan siswa dan guru dalam melaksanakan pembelajaran fikih materi faraid dengan menggunakan model Contextual Guided Problem-Based Learning.

C. Pengujian Model 1. Tahap Uji Keefektifan Model

Setelah dilakukan uji terbatas dan uji luas, dilanjutkan dengan uji keefektifan.

Karena tujuan dari semua uji coba tersebut adalah untuk mengetahui apakah produk yang telah dikembangkan telah memenuhi spesifikasi produk dan dapat berjalan efektif seperti yang diharapkan di awal pengembangan (Budiyono, 2017: 179). Oleh karena itu, dilakukan uji keefektifan terhadap produk yang dikembangkan. Uji keefektifan diambil dari hasil tes pada sekolah-sekolah yang dikenai uji luas. Pada saat uji luas dilakukan evaluasi setiap akhir pembelajaran. Uji keefektifan diambil dari hasil posttest dari sekolah sebagai kelompok eksperimen dan pada sekolah sebagai kelompok kontrol. Kelompok kontrol diberikan perlakuan berupa pembelajaran fikih faraid dengan model pembelajaran konvensional, sedangkan kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan model Contextual Guided Problem- Based Learning .

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Pretest- Posttest Control Group Design”. Desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal, adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pretest yang baik bila nilai eksperimen tidak berbeda signifikan. Secara rinci desain pretest- posttest control group design dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

R A (kel. eksp) O1 X O2

R B (kel. kontrol) O3 O4

Keterangan:

R = Pengambilan sampel secara acak X = Perlakuan pada kelas eksperimen O1 = Pretest kelas eksperimen

(11)

O2 = Posttest kelas eksperimen O3 = Pretest kelas kontrol O4 = Posttest kelas kontrol

Kelompok A maupun B memiliki karakteristik yang sama atau homogen, karena diambil atau dibentuk secara acak (random) dari populasi yang homogen pula.

Dalam desain ini kedua kelompok diberi tes awal (pretest) dengan tes yang sama.

Kelompok A sebagai kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus, sedangkan kelompok B diberi perlakuan seperti biasanya. Setelah beberapa saat kedua kelompok dites dengan tes yang sama sebagai tes akhir (posttest). Hasil kedua tes akhir dibandingkan (diuji perbedaannya), demikian juga antara hasil tes awal dengan tes akhir pada masing-masing kelompok. Perbedaan yang berarti (signifikan) antara kedua hasil tes akhir, dan antara tes awal dan akhir pada kelompok eksperimen menunjukkan pengaruh dari perlakuan yang diberikan (Sukmadinata, 2017: 205).

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan penerapan model Direct Learning dan Contextual Guided Problem-Based Learning terhadap peningkatan kemampuan HOTS siswa Madrasah Aliyah.

Sebelum dilakukan uji keefektifan model, disyaratkan data-data yang terkumpul dipastikan datanya berdistribusi normal dan homogen, dijelaskan berikut ini:

2. Uji Prasyarat a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Artinya, sebelum uji beda rerata dilakukan, harus ditunjukkan bahwa sampelnya diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data, antara lain menggunakan variabel random chi-kuadrat, uji lilliefors, dan uji kolmogorov-smirnov (Budiyono, 2017:168).

Dalam penelitian ini, rumus yang digunakan adalah dengan uji kolmogorov- smirnov. Adapun langkah-langkah pengujian normalitas menggunakan kolmogorov- smirnov adalah sebagai berikut:

1) Menentukan Hipotesis

H0 : data berasal dari distribusi normal H1 : data berasal dari distribusi tidak normal 2) Menentukan rata-rata data

(12)

3) Menghitung Standart Deviasi

4) Menghitung z score i = data ke-n Z = 𝑋𝑖− ӿ𝑆𝐷

5) Mencari Ft dengan cara melihat tabel distribusi normal 6) Menentukan Fs dengan cara: 𝐹 𝑘𝑢𝑚

𝑛

7) Menentukan Ft- Fs

8) Kesimpulan pengujian: didapat dengan membandingkan nilai D = maks Ft – Fs dengan D tabel.

9) Kriteria pengujian:

Jika D maks > D tabel, maka Ho ditolak artinya data tidak berasal dari distribusi normal.

Jika D maks ≤ D tabel maka Ho diterima artinya data berasal dari distribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari sejumlah populasi sama apa tidak (Budiyono, 2017: 174). Perlunya uji homogenitas agar yakin bahwa kelompok-kelompok yang membentuk sampel berasal dari populasi yang homogen. Uji homogenitas menggunakan uji F dari data pretest dan posttest pada kedua kelompok dengan menggunakan bantuan program SPSS, yaitu dengan menguji perbandingan varians terbesar dengan varians terkecil dengan rumus :

Sumber: Azwar (2010: 140)

Berdasarkan hasil perhitungan kemudian di konsultasikan dengan tabel F, jika 𝐹h lebih kecil dari 𝐹t (𝐹h<𝐹t), berarti H0 yang menyatakan bahwa kedua kelompok tidak menunjukan perbedaan atau memiliki varians yang sama, sehingga dengan kata lain kedua varians homogen. Dan sebaliknya jika 𝐹h lebih besar dari

𝐹=Varian Terbesar/Varian Terkecil

(13)

𝐹t (𝐹h>𝐹t), berarti H0 yang menyatakan bahwa antara kedua kelompok menunjukan perbedaan atau memiliki varians yang sama di tolak sehingga dengan kata lain kedua varians tidak homogen.

3. Pengujian Hipotesis

Setelah dipastikan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal, maka pengujian hipotesis diuji dengan Independent Sample t-Test. Santoso (2005:

42) mengungkapkan bahwa tujuan dari Uji Independent Sample t-Test ini adalah membandingkan rata-rata dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama ataukah tidak secara signifikan. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS, yaitu membandingkan mean antara kelompok 1 dan kelompok 2.

Apabila nilai t hitung lebih kecil dari t tabel, maka Ha ditolak, jika t hitung lebih besar dibanding t tabel maka Ha diterima.

Adapun rumus uji Independent sample t-test secara manual yang digunakan adalah:

Keterangan:

X1 = rata-rata sampel 1 X2 = rata-rata sampel 2 S12 = variansi sampel 1 S22 = variansi sampel 2 n = banyaknya sampel 1 n = banyaknya sampel 2

Prosedur pengujian t-test secara manual adalah sebagai berikut:

1) Merumuskan hipotesis

H0 : µ1 ≤ µ2 : artinya rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan model Contextual Guided Problem-Based Learning lebih kecil atau sama dengan rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Interpretasi H0 : tidak terdapat pengaruh model Contextual Guided Problem- Based Learning terhadap hasil belajar siswa.

(14)

H0 : µ1 2 : artinya rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan model Contextual Guided Problem-Based Learning lebih besar dari rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Interpretasi H1 : terdapat pengaruh model Contextual Guided Problem-Based Learning terhadap hasil belajar siswa.

2) Menghitung nlai uji t dengan menggunakan rumus di atas.

3) Menentukan taraf signifikansi (α) adalah 0,05 4) Melihat nilai t tabel

5) Kriteria keputusan pengujian:

Apabila t hitung > t tabel maka H0 ditolak Apabila t hitung ≤ t tabel maka H0 diterima 6) Membandingkan t hitung dengan t tabel 7) Menarik Kesimpulan.

4. Tahap Penyebaran (Disseminate)

Setelah dilakukan ujicoba terbatas, ujicoba luas, dan instrumen telah direvisi, tahap selanjutnya adalah tahap diseminasi. Tujuan dari tahap ini adalah menyebarluaskan model Contextual Guided Problem-Based Learning. Pada penelitian ini hanya dilakukan diseminasi terbatas, yaitu dengan menyebarluaskan dan mempromosikan produk akhir model Contextual Guided Problem-Based Learning secara terbatas kepada guru Fikih di lingkungan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) kota Madiun, sekolah-sekolah yang ada disekitarnya, dan sekolah-sekolah yang berada dalam naungan Pondok Pesantren.

Gambar

Gambar 3.1 Tahap Pengembangan Model 4D
Tabel 3.1 Kriteria Tingkat Kesukaran  Indeks Kesukaran  Interpretasi
Tabel 3.2 Kriteria Daya Pembeda  Kriteria Daya Pembeda  Interpretasi

Referensi

Dokumen terkait

Dimana, back scattering technique merupakan pengukuran dengan daya hambur balik, pada metode ini cahaya dimasukkan kedalam salah satu ujung serat yang akan diukur, alat ukur

Dengan demikian Information and Communication Technology (ICT) atau dalam bahasa indonesia disebut Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan perangkat teknologi

Begitu pula dengan wacana (16) yang turut menggunakan klitik –nya pada kata bergaris bawah dalam kutipan, Obed de su haus deng lapar. Tanpa permisi deng mamanya yang baru

Penulis melakukan analisa produk yang lebih banyak diproduksi dalam perusahaan tersebut dengan menggunakan klasifikasi ABC, kemudian melakukan peramalan terhadap data hisotri

Biaya rehab rumah berasal dari BLM adalah sebagai stimulan bagi masyarakat untuk merehab/membangun konstruksi apa yang sudah mereka rencanakan dan sepakati bersama

Maka dalam latar belakang di atas Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Struktur Modal dan Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan dengan

Peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Hal ini sesuai dengan kebijakan Pemerintah Kota Solok untuk selalu

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Gaya hidup berpengaruh secara parsial dan besar terhadap keputuasan masyarakat dalam belanja secara ol line menunjukkan