• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam perasuransian, yaitu pihak Penanggung, yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam perasuransian, yaitu pihak Penanggung, yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan, ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam perasuransian, yaitu pihak Penanggung, yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat suatu penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu terjadi dan pihak Tertanggung yang akan menerima ganti kerugian, sebagai kontra-prestasi, pihak tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak penanggung.1

Didalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang telah mendefinisasikan pengertian sebagai berikut; “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu persetujuan, dimana penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian karena kehilangan, kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu. Didalam pasal 246 KUHD ada berbagai unsur-unsur yang berkaitan dengan asuransi, yaitu :

1. Penanggung (yang memberikan proteksi) 2. Tertanggung (yang menerima proteksi)

1 Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspek Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, cet. II, Alumni, Bandung, 1976, hlm. 82.

(2)

3. Peristiwa (yang tidak diduga atau tidak diketahui sebelumnya, peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian).

4. Kepentingan (yang diasuransikan, yang mungkin akan mengalami kerugian disebabkan oleh peristiwa itu.

Pertanggungan adalah perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian dan/atau membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada waktu terjadinya evenemen, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang

premi.2

Berdasarkan tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia masih memprihatinkan dan sementara pemerintah belum mampu menanggung semua beban sosial yang dihadapinya, beban tersebut dari segi keuangan akan berkurang sekiranya lebih banyak anggota masyarakat yang mengasuransikan diri dan harta benda mereka.3

Tingkat kesadaran akan risiko dan kebutuhan beransuransi merupakan ukuran dari kesadaran beransuransi masyarakat. Kesadaran beransuransi dapat mencerminkan seberapa jauh masyarakat melihat asuransi sebagai suatu kebutuhan akan mekanisme pengalihan risiko dan seberapa jauh pelaku bisnis asuransi telah menjangkau mereka.

Kesadaran beransuransi dipengaruhi oleh upaya pelaku usaha peransuransian membangun daya saing industri asuransi sehingga menjadi menarik bagi masyarakat luas dan peran pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang menarik dan

2 H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia & Hukum Pertang gungan, cet. III, Djambatan, Jakarta, 1990, hlm. 10.

3 Sastrawidjaja dan Man Suparman. Aspek-aspek hukum asuransi dan surat berharga. Bandung: alumni, 1997.

(3)

membuat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mangatur prosedur dan perilaku dalam bisnis asuransi yang sehat.4

Berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri asuransi jiwa tumbuh naik dua digit hingga kuartal ketiga 2017. Secara total, pertumbuhan premi asuransi jiwa sampai dengan September 2017 tumbuh sebesar 37,76% menjadi Rp 131,84 triliun. Sementara itu, dari sisi hasil investasi tahun 2017, industri asuransi jiwa telah mencatatkan pertumbuhan sebesar 32,85 atau Rp 30,73 triliun. Dari sisi aset, industri asuransi jiwa mencatat kenaikan sebesar 26,28% menjadi Rp 486,5 triliun hingga kuartal ketiga 2017.5

Perjanjian asuransi harus dibedakan dari (performance bond) atau kontrak penjaminan (guarantee contract), yang dapat merupakan perjanjian ganti rugi kerugian tetapi bukan perjanjian asuransi.6 Beberapa kasus dari Bpk. Lalan Pangemanan selaku pemegang polis (AJB) Bumiputera di Malang mengaku klaim asuransi yang diajukan sejak tahun 2017 lalu belum terbayar hingga sekarang mulai dari asuransi pendidikan,dan kesehatan.7

Menurut paham ekonomi, asuransi merupakan suatu lembaga keuangan sebab melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam

4 Ibid.

5 Muhammad Perkasa Al Hafiz, Seperti apa industri asuransi pada 2018, http://marketeer s.com/s -eperti- apa-industri-asuransi-pada-2018, diakses taggal 9 Oktober 2018

6 Malcolm A. Clarke, Julian M. Burling, Robert L. Purves, The Law og Insurance Contract, 4 th Edition, LLP, 2002, hlm. 15

7 AJB Bumiputera Berbelit-belit-Media Konsumen, http://mediakonsumen.com, diakses tanggal 23 Januari 2019

(4)

bisnis asuransi, karena sesungguhnya asuransi bertujuan memberikan perlindungan (proteksi) atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious event).8

Didalam polis asuransi untuk setiap perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Bukti tertulis itu untuk perjanjian asuransi yang disebut polis. Pertanggungan harus diadakan secara tertulis dengan akta, yang dinamakan polis (Pasal 255 KUHD), pembuatan persetujuan mewajibkan penanggung untuk menandatangani polis dan menyerahkan kepada tertanggung dalam jangka waktu tertentu.

Premi asuransi secara umum adalah sesuatu yang diberikan sebagai hadiah atau derma, atau sesuatu yang dibayarkan ekstra sebagai pendorong atau perancang, atau sesuatu pembayaran tambahan di atas pembayaran normal. Dalam skope asuransi, premi merupakan :

1. Imbalan jasa atas jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung untuk mengganti kerugian yang mungkin diderita oleh tertanggung (asuransi kerugian).

2. Imbalan jasa atas jaminan perlindungan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung dengan menyediakan sejumlah uang (benefit) terhadap risiko hari tua maupun risiko kematian (asuransi jiwa).9

8 Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, cet. I, Jakarta, 1992, hlm. 40

9 Ibid, hlm. 105

(5)

Menurut penulis dampak terhadap keterlambatan pencairan dana atas klaim yang di buat oleh pemegang polis kepada pihak perusahaan sangatlah beresiko tinggi.

Mengenai jangka waktu pembayaran Klaim Asuransi sendiri diatur dalam (Pasal 27 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 442/ KMK. 06/2003 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Asuransi : “ Perusahaan Asuransi harus telah membayar Klaim paling lama 30 (Tiga Puluh) hari sejak adanya Kesepakatan antara Tertanggung dan Penanggung atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar“.10 Jadi menurut penulis hal ini pastinya sangatlah berdampak negatif bagi pihak perusahaan, Ketika perusahaan sudah menerima amanah ini tentunya memiliki kewajiban untuk mengelolanya dalam bentuk investasi dan hasilnya berimbas pada pihak perusahaan.

Wewenang pengawasan serta pengaturan lembaga keuangan diatur dalam kewenangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2013 lalu, dengan di keluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahum 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengambil wewenang tersebut sesuai dengan Undang-Undangnya yang sudah disahkan oleh DPR-RI. Otoritas Jasa Keuangan merupakan sebuah lembaga Independen, yang baru dirancang untuk melakukan pengawasan ketat bagi lembaga- lembaga tersebut. Adapun tujuan utama pendirian Otoritas Jasa Keuangan adalah meningkatakan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan.

Menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Meningkatkan

10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 442/ KMK. 06/Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

(6)

pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan serta melindungi kepentingan konsumen di dalam jasa keauangan.11

Satu hal yang juga diharapkan dari terbentuknya OJK adalah persoalan perlindungan konsumen. Aktivitas dalam lembaga keuangan ini tentu disadari memberikan perlindungan bagi masyarakat sebagai nasabah atau konsumen. Di Indonesia, kehadiran OJK dianggap sebagai otoritas yang dapat menanggulangi kegelisahan masyarakat atas tindakan penyelewengan lembaga keuangan (yang umumnya tidak berizin) yang selama ini terjadi. Belum lama ini OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 01/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen sektor Jasa Keuangan. Pencapaian tujuan Peraturan OJK Nomor 01/POJK.07/2013 ini untuk melindungi kepentingan konsumen industri jasa keuangan setidak-tidaknya dapat tercapai melalui 3 aspek yang disebut OJK terdiri dari peningkatan transparasi berupa pengungkapan manfaat, resiko serta biaya atas produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), melakukan penilaian kesesuaian prosedur yang lebih sederhana dan memudahkan konsumen untuk menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk atau layanan PUJK.12

Di dalam Pasal 28 Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang meliputi :

11 Gerry S Hutapea dan FX. Suhardana, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melaksanakan Mediasi, Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta

12 Ibid.

(7)

a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b. meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan,

c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.13

Dengan pemahaman bahwa perlindungan konsumen mempersoalkan perlindungan (hukum) yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memperoleh barang dan jasa dari kemungkinan timbulnya kerugian karena penggunaannya, maka hukum perlindungan konsumen dapat dikatakan sebagai hukum yang mengatur tentang pemberian perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban produsen, serta cara-cara mempertahankan hak dan kewajiban itu.14

Di dalam Pasal 29 OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi :

a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;

13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

14 Janus Sidabolok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: PT. Citra A ditya Bakti, 2010), hlm. 45.

(8)

b. membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; dan

c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan.15

Meninjau dalam Pasal 30 (1) Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi:

a. memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;

b. mengajukan gugatan:

1) untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau

2) untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Pasal 30 ayat (2) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b angka 2 hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.

15 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, op.cit

(9)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakuakan penelitian berjudul: “KAJIAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN LEMBAGA JASA KEUANGAN ASURANSI PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OJK”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem dan mekanisme perlindungan hukum terhadap konsumen jasa keuangan dan asuransi pasca berlakunya Undang Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK ?

2. Bagaimana sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa antara konsumen dengan Lembaga Keuangan Asuransi pasca berlakunya Undang Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan suatu hal yang penting keberadaannya dalam menentukan awal penelitian yang ingin dicapai dari suatu permasalahan yang ada.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum OJK terhadap konsumen jasa Keuangan Asuransi.

2. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa antara konsumen PUJK dengan Lembaga Jasa Keuangan Asuransi.

D. Manfaat Penelitian

(10)

Manfaat yang ingin dicapai bagi penulis dalam penelitian ini baik teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat Indonesia dan memberikan acuan perbandingan terkait penyelesaian sengketa terhadap pihak asuransi dan konsumen.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat berguna sebagai penambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang permasalahan yang dikaji oleh penulis, sekaligus sebagai syarat untuk penulisan tugas akhir dan menyelesaikan studi S1 di fakultas Hukum ini.

b. Manfaat Bagi OJK

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi dan pertimbangan bagi OJK agar senantiasa dapat memperhatikan dan meningkatkan pelaksanaan lembaga hukum dalam hal ini lembaga hukum yang berperan adalah Otoritas Jasa Keuangan.

c. Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu ilmu pengetahuan dan kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya peran Otoritas Jasa Keuangan dalam peransuransian.

E. Kegunaan Penelitian

(11)

Penelitian ini diharapkan bisa berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah dan pakar ahli untuk dijadikan bahan acuan dalam meningkatkan pengetahuan/atau acuan untuk mengukur kinerja dari lembaga Otoritas Jasa Keuangan, terkait Peran OJK dalam Perlindungan Konsumen terhadap Lembaga Jasa Keuangan Asuransi.

F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Disamping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap suatu faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.16

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian atau penulisan. Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang

16 Sorjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm 43

(12)

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.17 Penulisan ini juga dapat ditambah dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari jurnal-jurnal, buku- buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normative maka dalam studi hukum ini ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Pendekatan perundang-undangan dilakukan karena penelitian ini memfokuskan pada kajian norma-norma dalam suatu aturan hukum terutama yang berkaitan langsung dengan undang-undang OJK dan semua regulasinya maupun peraturan hukum yang berhubungan dengan peran OJK yang dikomparasikan dengan undang-undang perlindungan konsumen serta undang- undang peransuransian.

3. Jenis Data

Bahan hukum terdiri dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian, surat edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.07/2014, Peraturan OJK Nomor 01/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa

17Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.

(13)

Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Kitab UU Hukum Dagang.

a. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari study pustaka berupa jurnal- jurnal, buku-buku, makalah, atau sumber-sumber lain yang berhubungan dengan metode penulisan hukum ini.

b. Data Tersier

Data tersier adalah data yang dapat membantu memberikan petunjuk atau penjelasan maupun pelengkap bahan primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum, dan lain sebagainya.

G. Teknik Pengumpulan Data

Studi Kepustakaan yaitu berupa pengumpulan bahan-bahan yang dimiliki oleh para pihak, dalam hal ini berkenaan dengan proses penelitian serta ditambah dengan penelusuran peraturan perundang-undangan yang ada.

H. Teknik Analisa Data

Analisa data didalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif yakni pemilihan teori-teori, norma-norma, faktor-faktor dan pasal-pasal didalam peraturan perundang-undangan, kemudian disajikan secara deskriptif yaitu pengumpulan data- data yang dimiliki oleh pihak terkait serta ditambah dengan penelusuran perundang- undangan dalam hal berkenaan dengan proses penelitian. Cara mengkajinya dengan menganalisis melihat sebarapa jauh peran Otoritas Jasa Keuangan dalam upaya Perlindungan Konsumen dalam Sektor .Jasa Keuangan Asuransi

(14)

I. Rencana Sistematika Penulisan

Pada penelitian hukum ini, penulis membagi kedalaman empat bab yang bertujuan untuk untuk mempermudah penulis dan pembaca dalam memahami isi dari penelitian yang diangkat oleh penulis. Adapun sistematika penulis adalah sebagai berikut : 1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat dan kegunaan penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini mendeskripsikan tentang kajian-kajian teoritis yang menguraikan lebih dalam mengenai teori-teori yang melandasi penulisan dan pembahasan yang berkaitan dengan judul, teori yang didapatkan dari kepustakaan dan digunakan sebagai kerangka untuk memudahkan penulis dalam penelitiaan dan dapat memperkuat data yang diperoleh.

3. BAB III ANALISA PEMBAHASAN

Bab ini berisi mengenai uraian pembahasan Otoritas Jasa Keuangan dalam melindungi pihak konsumen yang merasa dirugikan oleh pihak lembaga jasa keuangan asuransi yang diangkat penulis, dalam penulisan ini terdapat undang- undang yang terkait ialah :

a. Undang Undang Nomor 21 Tahum 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan b. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen c. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Peransuransian

(15)

d. Peraturan OJK Nomor 01/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan

e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

f. Surat edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.07/2014 g. Surat edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014 h. Kitab UU Hukum Dagang

4. BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari penelitian hukum yang dilakukan oleh penulis.

Referensi

Dokumen terkait

Tabela 7: Število samozaposlitev po občinah v obdobju 2001 – 2004 Oddelek za prestrukturiranje RTH, 2006 Tabela 8: Število prezaposlitev in samozaposlitev skupaj po občinah v

Selain juga ahli dalam bermain musik Melayu khususnya alat musik marwas, beliau juga aktif dalam tarian Melayu bahkan orang Melayu kala itu menyebutnya sebagai “Rajanya tari

Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini dilakukan dengan Teknik Penelitian Kepustakaan (library reseach) yaitu dengan menelusuri bahan pustaka atau data sekunder

Radioisotop 198Au yang dihasilkan dikarakterisasi dengan mengukur aktivitas, waktu paruh, energi, yield, kemurnian radionuklida dan kemurnian radiokimia serta ukuran

“Pengaruh Bimbingan Konseling Islam dengan Meditasi Asmaul Husna terhadap Peningkatan Kemampuan Aktualisasi Diri Mahasiswa di PESMA An-Nur Surabaya.” Skripsi, UIN Sunan Ampel,

 Discount uang

Hal ini disebabkan makin banyak perekat, semakin baik ikatan antar partikel yang terjadi pada papan partikel ampas tebu yang dihasilkan dan sebagaimana diuraikan dalam penyerapan

Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Semarang dilihat dari lima tepat yang perlu dipenuhi dalam keefektifan suatu pelaksanaan program, yaitu ketepatan kebijakan,