• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Akhir tahun 2019 dunia telah dihebohkan dengan penemuan virus baru.

Virus baru ini pertama kali merebak di negara China Wuhan yang kemudian diketahui sebagai virus Corona. Pada tanggal 11 Maret 2020 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah pandemi yang memerlukan penanggulangan agar tidak terjadi peningkatan kasus penyebaran. Pandemi COVID-19 bukanlah suatu hal yang bisa diabaikan begitu saja. Hal ini disebabkan penyebaran virus yang sangat cepat dan meluas ke sejumlah wilayah dan negara, serta dampak yang ditimbulkan oleh virus ini yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Kelompok virus ini pada manusia dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan hingga berat seperti: Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan COVID-19 yang bersifat lebih mematikan. Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Dunia tidak hanya dihadapkan dengan krisis kesehatan saja namun juga krisis multidimensi (Wardatul Fitri, 2020: 77).

COVID-19 pertama kali dikonfirmasi masuk ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 yang diumumkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Pemerintah Indonesia merespon kondisi ini dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Hal ini dilatarbelakangi penyebaran COVID-19 yang luar biasa, ditandai dengan meningkat dan meluasnya jumlah kasus dan/atau kematian. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, maka dapat dipandang bahwa COVID-19 ini menimbulkan suatu kedaruratan Kesehatan Masyarat. Pemerintah Indonesia dalam upayanya telah mengeluarkan anjuran berupa social/physical distancing (Pembatasan Sosial atau Fisik). Pemerintah juga menganjurkan untuk melakukan Work From commit to user

(2)

Home (WFH) di beberapa kantor atau instansi guna untuk mengurangi kerumunan masa dalam suatu tempat.

Dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan secara khusus mengatur mengenai upaya negara mencegah dan menghentikan penyebaran COVID-19. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB merupakan pembatasan kegiatan penduduk dalam suatu wilayah yang diduga telah terinfeksi atau terkontaminasi penyakit. Kebijakan pembatasan sosial atau lockdown juga diberlakukan oleh banyak negara sebagai respons atas situasi darurat yang terjadi saat ini.

Kebijakan pemerintah mengenai pembatasan sosial ini menimbulkan pro dan kontra dalam dunia bisnis. Dengan berlakunya kebijakan pembatasan sosial di suatu wilayah dapat mempengaruhi para pihak dalam melaksanakan kontrak bisnis, perjanjian dan transaksi bisnis lainnya. Tindakan pembatasan sosial maupun lockdown yang diberlakukan di berbagai daerah bahkan negara memberikan dampak langsung maupun tidak langsung dalam dunia bisnis.

Para pihak bisnis terhalang hingga tertutup aksesnya baik transportasi maupun interaksi yang menyebabkan para pihak tidak dapat memenuhi kewajiban kontraktualnya. Apabila dibiarkan begitu saja maka dapat menganggu kelangsungan suatu proyek bisnis dan berpotensi menimbulkan sengketa bisnis.

Kegiatan bisnis selalu memungkinkan timbulnya suatu sengketa (dispute/difference) antara para pihak yang terlibat di dalamnya. Semakin berkembangnya dunia bisnis maka akan berbanding lurus dengan semakin tingginya sengketa bisnis yang timbul. Meningkatnya potensi sengketa bisnis adalah hal yang tidak dapat terelakkan. Para pihak yang bersengketa tentu saja berkeinginan bahwa setiap sengketa bisnis yang timbul dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Sengketa bisnis yang terlambat diselesaikan akan mengakibatkan pembangunan ekonomi tidak efisien. produktivitas perusahaan menurun, meningkatnya biaya produksi sehingga menghambat peningkatan kesejahteraan dan kemajuan pekerja. Selain itu, sengketa bisnis yang tidak

commit to user

(3)

kunjung diselesaikan juga dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen (Suyud Morgono, 2000: 5).

Banyaknya kalangan pebisnis yang memilih berperkara melalui lembaga arbitrase menyebabkan jumlah kasus di lembaga arbitrase semakin meningkat. Namun, akibat dari pandemi COVID-19 ini lembaga arbitrase BANI tidak dapat melaksanakan sidang seperti biasanya dan terpaksa harus menghentikan persidangan untuk sementara waktu. Sementara masa depan kapan berakhirnya pandemi COVID-19 yang tidak pasti, dan perlunya kepastian hukum untuk para pihak yang bersengketa mengharuskan manusia lebih berinovatif dalam melaksanakan kegiatannya. Pandemi COVID-19 ini merupakan suatu tantangan hukum dan permasalahan baru bagi dunia bisnis.

Hal ini memaksa seluruh profesi, termasuk profesi arbiter untuk dapat beradaptasi dalam kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Para pihak yang bersengketa memerlukan sebuah metode arbitrase yang dapat diterapkan secara (boderless) berada dalam negara maupun lintas geografis tanpa harus bertemu muka secara langsung (face to face). Manusia pada kondisi pandemi COVID-19 dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif memanfaatkan segala potensi yang ada, salah satu potensi yang dimiliki manusia di jaman sekarang adalah tersedianya berbagai macam teknologi informasi. Dengan adanya pandemi COVID-19 ini dapat menjadi peluang bagi terealisasinya arbitrase secara online terutama di Indonesia.

Dewasa ini telah mengenal konsep mengenai Online Dispute Resolution (ODR). ODR pada mulanya dikenal sebagai online ADR (Alternative Dispute Resolution), adalah penyelesaian sengketa berbasis jaringan (internet) yang dapat dilakukan dari jarak jauh. Alternatif penyelesaian sengketa secara online memiliki berbagai bentuk dan metode seperti online negotiation, online mediation, online arbitration (Moch Basarah, 2011: 122).

Di beberapa negara arbitrase dalam praktiknya telah memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi, namun di Indonesia sebelumnya arbitrase online masih hanya sebatas konsep belum direalisasikan. Pada tanggal 28 Mei 2020 melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) mengeluarkan Surat

commit to user

(4)

Keputusan Nomor 20.015/V-SK-BANI/HU tentang Peraturan dan Prosedur Penyelenggaraan Penyelesaian Arbitrase Secara Elektronik (Selanjutnya disebut SK Arbitrase Elektronik). Dengan diberlakuan SK mengenai arbitrase elektronik maka mencabut Surat Keputusan Dewan Pengurus BANI nomor 20.007/III/SK-BANI/HU tentang Penghentian Sementara Proses Persidangan di BANI Selama Masa Pandemi COVID-19 yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 2020 lalu.

Dengan diberlakukan SK Arbitrase Elektronik tersebut merupakan suatu langkah awal diperlakukan arbitrase online di Indonesia. Arbitrase online juga merupakan tuntutan perkembangan zaman yang mengharuskan adanya proses arbitrase yang lebih efektif dan efisien. Pelaksanaan arbitrase online ini juga didukung dari penggunaan internet di Indonesia. Pedoman pelaksanaan arbitrase di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU Abitrase dan APS). UU Arbitrase dan APS merupakan Undang-Undang yang sangat baik untuk menjamin para pebisnis yang enggan menyelesaikan sengketa bisnis yang timbul melalui lembaga litigasi pengadilan.

UU Arbitrase dan APS tersebut merupakan fondasi penting dalam pelaksanaan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya di Indonesia. Undang-Undang Arbitrase dan APS sesungguhnya sudah sangat maju dengan memungkinkan penggunaan sarana elektronik untuk penyelesaian sengketa (Dian Rubiana Suherman, 2019: 588). Penyelesaian sengketa secara online di Indonesia masih diatur secara lex generale belum ada aturan secara lex specialist. Celah untuk pemberlakuan arbitrase online terdapat dalam pasal 4 ayat 3 UU Arbitrase dan APS. Dalam bunyi pasal tersebut terdapat kata “e-mail” yang merupakan surat elektronik yang pengirimannya hanya dapat dilakukan apabila terhubung dengan internet.

Dalam UU Arbitrase dan APS membebaskan para pihak untuk memilih metode yang digunakan untuk melakukan penyelesaian sengketa.

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase online berguna menjawab perkembangan zaman yang semakin modern. Proses komputerisasi dan digitalisasi ini berdampak pada kegiatan manusia semakin berpusat pada ruang

commit to user

(5)

virtual, maka membutuhkan suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang juga dapat dilakukan dalam ruang virtual. Di zaman yang serba digital membutuhkan metode penyelesaian sengketa yang dapat dijangkau oleh perangkat teknologi umum seperti laptop dan telepon genggam (Faiz Aziz, 2020: 279).

Kebijakan pembatasan sosial yang diberlakukan di berbagai negara termasuk Indonesia memberikan batasan pergerakan orang dan/atau barang salah satunya adalah adanya larangan untuk bepergian ke luar negeri, suatu kegiatan bisnis tidak membatasi para pihaknya hanya untuk menjalin kerja sama dalam negara saja tetapi juga dengan pihak di berbagai negara. Maka Arbitrase online merupakan konsep penyelesaian sengketa yang sesuai diterapkan di kondisi pandemi COVID-19 yang sedang melanda banyak negara saat ini. Arbitrase online memberikan solusi dalam penyelesaian sengketa bisnis yang dipisahkan oleh letak geografis antar negara (Muhammad Azwar, 2019: 182).

Arbitrase online ini dapat dimanfaatkan oleh para pihak yang bersengketa mencari keadilan dalam menyelesaikan sengketanya (justiciable) dengan tetap menerapkan social/physical distancing atau tidak melanggar kebijakan pemerintah mengenai Pembatasan dalam rangka menekan penyebaran virus Corona. Berdasarkan latar belakang ini terdapat beberapa penelitian lebih dahulu yang membahas mengenai konsep dari arbitrase online.

Pertama, Skripsi dengan judul “Eksistensi Arbitrase Online Sebagai Model Penyelesaian Sengketa E-Commerce di Indonesia” oleh Keke Audia Vikarin tahun 2019. Penelitian ini membahas mengenai eksistensi arbitrase online di beberapa negara dan membahas mengenai keabsahan arbitrase online sebagai model penyelesaian sengketa e-commerce di Indonesia.

Kedua, Thesis yang berjudul “Arbitrase Online Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Dalam Transaksi Perdagangan Secara Elektronik Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia” oleh Aji Susanto tahun 2018. Pada thesis tersebut membahas mengenai keberadaan arbitrase online hukum positif di Indonesia dan hambatan-hambatan pelaksanaan arbitrase online. Ketiga, skripsi berjudul “The Possible Mechanisms of Online Dispute Resolution for

commit to user

(6)

E-Commerce Consumer Dispute in Indonesia: Lessons Learned from European Union Law” disusun oleh Handy Wicaksono tahun 2020. Pada skripsi ini membahas mengenai dasar hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia terkhusus untuk menyelesaian sengketa e-commerce dan konsumen, membahas mengenai model ODR yang ada di negara Uni Eropa.

Perbedaan signifikan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini penulis lebih mengidentifikasi bahwa SK Nomor 20.015/V-SK-BANI/HU tentang Peraturan dan Prosedur Penyelenggaraan Penyelesaian Arbitrase Secara Elektronik yang dikeluarkan oleh BANI telah sesuai dengan hukum positif di Indonesia lalu mebandingkan Pelaksanaan Arbitrase online di Indonesia dan arbitrase yang dilaksanakan di SIAC.

Selanjutnya penulis juga akan membahas mengenai kekuatan hukum putusan arbitrase online melalui BANI dan arbitrase internasional online di Indonesia.

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas sehubungan dengan dunia saat ini sedang mengalami Pandemi COVID-19, sehingga mengakibatkan pergerakan aktivitas manusia yang terbatas hal tersebut membuat penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah yang akan diteliti lebih rinci sesuai dengan sasaran yang akan dituju. Adapun rumusan masalah yang akan dikaji oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Mengenai Arbitrase Online Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Masa Pandemi COVID-19?

2. Bagaimana Akibat Hukum Putusan Arbitrase Online dan Peran Pengadilan Dalam Pelaksanaan Putusan Arbitrase Online?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan objektif dan tujuan subjektif yang hendak dicapai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut

commit to user

(7)

1. Tujuan Objektif

a. Untuk menganalis aturan atau hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai arbitrase online sebagai salah satu model penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia;

b. Untuk menganalisis kekuatan dan akibat yang timbul dari putusan arbitrase online serta mengetahui peran dari pengadilan negeri dalam pelaksanaan putusan arbitrase online.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk mengembangkan penalaran sehingga terbentuk pola pikir yang mengetahui kemampuan menulis penulis terhadap penerapan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan dan sebagai syarat akademis demi memperoleh gelar strata 1 (Sarjana) bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; dan b. Untuk mengaplikasikan ilmu dan teori-teori mengenai hukum

alternatif penyelesaian sengketa terutama arbitrase yang telah penulis peroleh di bangku perkuliahan sehingga dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya di bidang hukum alternatif penyelesaian sengketa mengenai arbitrase.

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian hukum (skripsi) diharapkan dapat memberikan sebuah kontribusi tambahan dan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, baik manfaat secara teoritis maupun praktis bagi penulis dan orang lain.

Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penulis berharap penelitian ini dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan bidang hukum alternatif penyelesaian sengketa, terkait penerapan arbitrase online sebagai alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia; dan

commit to user

(8)

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi, literatur, dan bahan kepustakaan sebagai acuan untuk melakukan penelitian- penelitian sejenis berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan penalaran, pemahaman dan pola pikir yang dinamis serta untuk mengukur kemampuan penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca;

b. Hasil penulisan ini dapat menjawab permasalahan hukum yang penulis teliti secara benar sesuai dengan tujuan dari hukumnya sendiri dan asas kepastian hukum; dan

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan, saran dan gagasan bagi para pihak yang terkait, termasuk pihak pemerintah supaya dapat mewujudkan regulasi dan kebijakan yang mampu mengakomodasi khususnya berkaitan dengan regulasi arbitrase online di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki. 2011: 35).

Penelitian hukum adalah suatu proses menemukan kebenaran koherensi, yang menentukan adakah aturan hukum yang sesuai dengan norma hukum dan adakah norma hukum yang berupa perintah atau larangan sesuai dengan prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 47). Dalam melakukan penelitian hukum antara konsep hukum dan metodologi penelitian hukum merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (doctrinal research). Penelitian hukum

commit to user

(9)

normatif merupakan penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (Library Based) primer dan sekunder, sehingga setelah dilakukannya penelitian hukum maka dapat menghasilkan argumentasi, teori dan sebuah konsep baru yang akan memecahkan persoalan hukum yang sedang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 35)

2. Sifat Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, sifat yang digunakan adalah sifat penelitian perspektif dan terapan. Ilmu perspektif ini mempelajari mengenai tujuan hukum, konsep-konsep hukum, norma-norma hukum, validitas hukum serta nilai keadilan. Sedangkan ilmu terapan adalah ilmu yang menerapkan standar ketentuan-ketentuan dan prosedur dalam melaksanakan suatu aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 22)

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian adalah metode cara mengadakan penelitian agar peneliti mendapatkan informasi dan data yang dicari dari berbagai aspek agar mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Peter Mahmud Marzuki (2017:133) mengklasifikasikan pendekatan penelitian ke dalam 5 (lima) pendekatan, diantaranya pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pada penelitian hukum ini penulis menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendeketan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan arbitrase dan arbitrase online. Pendekatan konseptual yang berkaitan dengan doktrin-doktrin mengenai Arbitase online.

Pendekatan perbandingan mengenai pelaksanaan arbitrase online semasa commit to user

(10)

COVID-19 ini antara BANI dan SIAC. Selanjutnya perbandingan mengenai pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase nasional dan internasional.

4. Jenis Data

Data yang digunakan oleh penulis adalah data sekunder dengan meneliti bahan pustaka. Data sekunder adalah data yang tidak diambil langsung dalam dari informan penelitian, melainkan melalui pencarian kepustakaan.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang- undangan, catatan-catatan resmi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat dan mendasari bahan hukum lainnya, terdiri sebagai berikut:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt);

2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dengan Alterntif Penyelesaian Sengkat;

3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

5) Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016;

6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan;

7) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik;

8) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB);

commit to user

(11)

9) Surat Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang mengesahkan “Convention On The Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Awards” yang telah ditandatangani di New York pada tanggal 10 Juni 1958 dan telah mulai berlaku pada tanggal 7 Juni 1959;

10) Surat Keputusan Dewan Pengurus BANI Nomor 20.007/III/SK- BANI/HU tentang Penghentian Persidangan untuk Sementara Waktu;

11) Surat Keputusan Nomor 20.015/V-SK-BANI/HU tentang Peraturan dan Prosedur Penyelenggaraan Penyelesaian Arbitrase Secara Elektronik (Selanjutnya disebut SK Arbitrase Elektronik);

12) Peraturan dan Prosedur Arbitrase BANI;

13) Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards (New York Convention) 1958;

14) SIAC Rules 2016 b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan penunjang penjelasan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini, sebagai berikut:

1) Buku-buku ilmiah;

2) Jurnal dan proceding;

3) Artikel pada koran, majalah, maupun forum ilmiah;

4) Hasil penelitian atau makalah;

5) Bahan dari media internet; dan

6) Literatur berbagai sumber lainnya yang terkait.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:

1) Kamus Besar Bahasa Indonesia; dam

2) Kamus Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris. commit to user

(12)

5. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi pustaka (library research). Pada umumnya dalam suatu penelitian dikenal 3 jenis alat pengumpulan data yang terdiri dari studi dokumen atau bahan pustaka dan observasi (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009: 21). Penulis dalam penelitian ini menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka guna mengumpulkan data yang bersumber dari buku-buku atau literatur-literatur hukum lainnya dan situs website yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

Penulis juga mengumpulkan data tertulis berupa perundang- undangan, buku arsip-arsip dan juga termasuk pendapat, teori dalil sebagaimana yang berhubungan dengan permasalahan yang penulis teliti.

Bahan hukum yang sudah terkumpul lalu disusun dan diindentifikasi menyesuaikan permasalahan penelitian. Selanjutnya bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti dipaparkan kemudian dianalisis untuk dijadikan pertimbangan menjawab permasalaan hukum yang dihadapi (Sugeng Istanto, 2007: 56).

Pada penelitian ini penulis dalam mengumpulkan data dengan cara membeli buku dan meminjam buku di perpustakaan. Selain itu, penulis juga melakukan browsing di internet. Setelah proses browsing atau mencari-cari data internet dan menemukan bahan hukum yang sesuai penulis mengunduh dokumen tersebut lalu dilanjutkan dengan membaca dan mengutip dokumen tersebut lalu dituangkan dalam penulisan hukum ini.

6. Validasi Bahan Hukum

Penulis menggunakan metode triagulasi guna memperoleh validasi mengenai penelitian yang penulis sedang teliti. Triagulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan hal lainnya untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Lexy J. Moloeng, 2003:330). Dalam penelitian ini penulis mengkaji data melalui beberapa sumber dan memvalidasi hasil penelitian melalui jurnal-

commit to user

(13)

jurnal mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang terkemuka.

7. Teknik Analisis Data

Penulis menggunakan teknik analisis data dengan metode penalaran (silogisme) yang menggunakan pola pikir deduktif dan metode interprestasi. Pola pikir deduktif berpangkal dari penggunaan premis mayor kemudian diajukan ke premis minor. Selanjutnya dari kedua premis tersebut ditarik sebuah kesimpulan (Peter Muhmud Marzuki, 2017: 89).

Penulis menggunakan teknik analisis deduktif berdasarkan premis mayor dalam penelitian ini adalah penyelesaian sengketa bisnis dengan arbitrase. Sedangkan premis minor dalam penelitian ini adalah arbitrase online. Selanjutnya dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan untuk menjawab isu hukum yang diteliti dalam penulisan hukum ini.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum dalam penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang setiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis memaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II memuat 2 (dua) sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Penulis menguraikan kerangka teori yang berkaitan dengan judul serta permasalahan yang diteliti yaitu tinjauan pustaka tentang sengketa bisnis, alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, Pandemi COVID-19. Kemudian dalam kerangka pemikiran, penulis menguraikan bagan mengenai alur pemikiran penulis yang menerangkan hubungan antara latar belakang, pokok permasalahan, serta pembahasan yang kemudian menghasilkan kesimpulan yang

commit to user

(14)

menjadi jawaban dari pokok permasalahan yang ada dalam penulisan hukum ini

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan dan menyajikan data primer dan sekunder yang relevan dengan permasalahan hukum, serta menuangkan telah isu hukum yang diteliti secara komperehensif berdasarkan rumusan permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Mengenai Arbitrase Online Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Masa Pandemi COVID-19?

2. Bagaimana Kekuatan dan Akibat Hukum Putusan Arbitrase Online dan Peran Pengadilan Dalam Pelaksanaan Putusan Arbitrase Online?

BAB IV: PENUTUP

Pada bab ini penulis akan menarik simpulan secara singkat dan jelas untuk menjawab permasalahan penelitian, serta memberikan perspektif saran terkait dengan permasalahan tersebut .

commit to user

(15)

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Untuk informasi kesehatan dan keselamatan untuk komponen masing-masing yang digunakan dalam proses manufaktur, mengacu ke lembar data keselamatan yang sesuai untuk

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

Turn over parkir mobil pada hari Senin, Rabu dan Sabtu masing-masing sebesar 1,98, 3 dan 3,1 kendaraan dengan rata-rata turn over parkir sebesar 3,1 kendaraan.

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Saat ini pendataan status ekonomi masyarakat pada suatu wilayah misalnya kelurahan Karang Anyar RT.09 masih kurang objektif sebab tidak sinkronnya pendataan yang dilakukan

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak