• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS REFLEKSI GELOMBANG PADA MODEL FISIK HEXAGONAL FLOATING BREAKWATER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS REFLEKSI GELOMBANG PADA MODEL FISIK HEXAGONAL FLOATING BREAKWATER"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – MO 141326

ANALISIS REFLEKSI GELOMBANG PADA MODEL FISIK HEXAGONAL FLOATING BREAKWATER

YOGA PUTRA PAMUNGKAS NRP. 04311440000020

Dosen Pembimbing Sujantoko, S.T.,M.T.

Haryo Dwito Armono, S.T.,M.Eng, Ph.D

DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

2018

(2)

i

TUGAS AKHIR – MO 141326

ANALISIS REFLEKSI GELOMBANG PADA MODEL FISIK HEXAGONAL FLOATING BREAKWATER

YOGA PUTRA PAMUNGKAS NRP. 04311440000020

Dosen Pembimbing Sujantoko, S.T.,M.T.

Haryo Dwito Armono, S.T.,M.Eng, Ph.D

DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

2018

(3)

ii

FINAL PROJECT – MO 141326

REFLECTION WAVES ANALYSIS OF PHYSICAL MODEL HEXAGONAL FLOATING BREAKWATER

YOGA PUTRA PAMUNGKAS NRP. 04311440000020

Supervisor

Sujantoko, S.T.,M.T.

Haryo Dwito Armono, S.T.,M.Eng, Ph.D

DEPARTMENT OF OCEAN ENGINEERING Faculty of Marine Technology

Sepuluh Nopember Institute if Technology Surabaya

2018

(4)

iii

(5)

iv

ANALISIS REFLEKSI GELOMBANG PADA MODEL FISIK HEXAGONAL FLOATING BREAKWATER

Nama : Yoga Putra Pamungkas

NRP : 04311440000020

Jurusan : Teknik Kelautan FTK - ITS Dosen Pembimbing : Sujantoko, S.T., M.T.

Haryo Dwito Armono S.T., M.Eng., Ph.D.

ABSTRAK

Breakwater adalah struktur yang dibangun di pantai sebagai bagian dari bentuk pertahanan pantai atau untuk melindungi sebuah pantai dari abrasi. Breakwater sendiri dibagi menjadi dua jenis yaitu fixed dan floating breakwater. Floating Breakwater merupakan bangunan pelindung pantai terapung yang dapat mereduksi gelombang yang digunakan secara efektif di daerah pesisir dengan kondisi lingkungan gelombang yang ringan. Floating Breakwater mempunyai beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan Fixed Breakwater, diantaranya lebih ekonomis, efisien, simple, mempunyai desain yang fleksibel, dan mudah dipindahkan. Perkembangan floating breakwater mulai banyak dikembangkan karena adanya keterbatasan dari struktur fixed breakwater. Salah satu pengembangan yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah floating breakwater dengan hexagonal. Hexagonal floating breakwater ini dibuat dengan berbahan dasar polyethlene (High Density Polyethlene) yang dirangkai menjadi satu kesatuan menjadi struktur floating breakwater. Pada penilitan kali ini nantinya peneliti akan menganalisis koefisien refleksi pada Hexagonal floating breakwater.

Koefisien Refleksi sendiri merupakan salah satu indikator keberhasilan bangunan pemecah gelombang. Makin besar nilai koefisien gelombang maka hampir bisa dipastikan makin terlindungilah pantai dibelakang bangunan pemecah gelombang tersebut. Model hexagonal floating breakwater akan diuji di wave flume dengan menggunakan gelombang iirregular dengan variasi tinggi gelombang (H) dan periode gelombang (T). Hasil penelitian hexagonal floating breakwater ini diharapkan mampu memberikan hasil refleksi gelombang yang lebih baik dibandingkan dengan jenis floating breakwater yang sudah ada. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan didapatkan nilai koefisien refleksi terbesar pada konfigurasi satu yaitu 0.58 dengan skenario jarak probe 150cm di depan struktur dan pada 0.78 dengan skenario jarak probe 100cm di depan struktur

Kata kunci: breakwater, abrasi, fixed breakwater, floating breakwater, koefisien refleksi, tinggi gelombang, periode gelombang

(6)

v REFLECTION WAVES ANALYSIS OF PHYSICAL MODEL

HEXAGONAL FLOATING BREAKWATER

Nama : Yoga Putra Pamungkas

NRP : 04311440000020

Department : Teknik Kelautan FTK - ITS Supervisor : Sujantoko, S.T., M.T.

Haryo Dwito Armono S.T., M.Eng., Ph.D.

ABSTRACT

Breakwater is a structure that built on the coast as part of a coastal defensive structure to protect a coast from abrasion. Breakwater it self is divided into two types those are fixed and floating breakwater. Floating Breakwater is a floating beachfront protective structure that can reduce waves effectively when used in coastal areas with mild waves. Floating Breakwater has several advantages when compared with Fixed Breakwater, which is more economical, efficient, simple, has a flexible design, and easy to move. The development of floating breakwater began to be developed due to the limitations of fixed breakwater structures. One of the development of this research is floating breakwater with hexagonal. Hexagonal floating breakwater is made with polyethlene-based (High Density Polyethlene) which is assembled into a single unit into a floating breakwater structure. In this research, researchers will analyze the reflection coefficient of Hexagonal floating breakwater. Reflection coefficient itself is one indicator of success of breakwaters structure. The greater the value of the wave reflection coefficient it is almost certainly more protected the beach behind the breakwater structure. The hexagonal floating breakwater model will be tested on the wave flume by using irregular waves with of wave height (H) and wave period (T). The result of this floating breakwater hexagonal research is expected to give better wave reflection result compared to existing floating breakwater type. Based on the test, the bigest reflection coefficient in on configuration one with 0.58 when the wave probe distance scenario 150cm in front of the structure and at 0.78 with wave probe distance scenario 100cm in front of the structure

Keywords: breakwater, abrasion, fixed breakwater, floating breakwater, reflection coefficient, wave height, wave period

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Analisis Refleksi Gelombang pada Model Fisik Hexagonal Floating Breakwater ”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat wajib yang harus di tempuh mahasiswa Departemen Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya untuk menyelesaikan program studi S-1.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari se sehingga penulis senantiasa membuka diri untuk menerima saran dan kritik demi tercapainya kesempurnaan penelitian Tugas Akhir ini dan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan khususnya dibidang kelautan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 4 Juli 2018

Penulis

(8)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Sehubungan dengan terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini, pertama penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT karena dengan izinnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir beserta laporannya, serta pihak-pihak yang telah membantu saya, maka dalam lembar ini saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang memberikan kuasanya hingga saya mendapat kemudahan dan kelancaran yang saya peroleh

2. Kedua orang tua dari penulis yaitu Suhirman dan Sukesti Wahyuningsih serta saudara-saudara saya yang telah sabar membimbing secara moril dan materil, sehingga pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir

3. Bapak Sujantoko, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing 1 yang selalu memberikan masukan dan arahan dalam pengerjaan tugas akhir ini dengan penuh kesabaran, sampai penulis mampu menyelesaikan tugas akhir.

4. Bapak Haryo Dwito Armono, S.T., M.Eng., Ph.D., selaku dosen pembimbing 2 yang selama masa pengerjaan tugas akhir juga selalu memberi masukan agar hasil tugas akhir ini menjadi lebih baik lagi.

5. Sholihin, S.T., M.T. (Penguji 1), Dr. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc.(Penguji 2), dan Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D. (Penguji 3) yang selalu memberi nasihat, kritik, dan saran terhadap tugas akhir penulis

6. Bapak Drs. Mahmud Musta’in, M.Sc., Ph.D., selaku kepala Laboratorium Flume Tank yang telah memberikan izin tim eksperimen hexagonal floating breakwater melakukan eksperimen menggunakan kolam flume.

7. Bapak Arif selaku teknisi Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut yang telah membantu kelancaran eksperimen yang dilakukan penulis.

8. Bang Ari, Bang Bryan, Mas Hasnan, dan Mas Abid yang senantiasa membantu penulis untuk memahami materi tugas akhir

9. Tim laboratorium flume tank yang senantiasa memberikan motivasi dan dorongan

10. Tim eksperimen hexagonal floating breakwater yang selalu memberikan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini hingga selesai.

(9)

viii 11. Teman-teman Maelstrom angkatan 2014, yang telah memberikan motivasi

penulis untuk menyelesaikan tugas akhir

12. Teman-teman HMTP, Ketarik Malaikat, Kaum NOL, yang telah menghiasi hari hari penulis semasa kuliah

13. Teman-teman “D’LASSPAROW”, yang telah memberikan dorongan dan motivasi

14. Teman-teman “KOSAN KG-15”, yang senantiasa menghibur dan mengisi hari hari penulis

(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR NOTASI ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

Manfaat ... 3

Batasan Masalah ... 3

Sistematika Penulisan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 5

Tinjauan Pustaka ... 5

Dasar Teori ... 11

2.2.1Teori Gelombang ... 11

2.2.2Klasifikasi Gelombang Menurut Kedalaman Relatif ... 13

2.2.3Gelombang Linier ... 15

2.2.4Gelombang Acak (Irreguler Wave) ... 16

2.2.5Spektra JONSWAP ... 18

2.2.6Refleksi Gelombang ... 19

2.2.7Analisis Dimensi ... 22

2.2.8Pemodelan Fisik ... 22

2.2.9Tinjauan Bentuk Hexagonal ... 25

METODOLOGI PENELITIAN... 27

Metode Penelitian ... 27

Prosedur Penelitian ... 29

(11)

x

3.2.1Studi Literatur ... 29

3.2.2Persiapan percobaan ... 29

3.2.3Penyusunan model ... 33

3.2.4Pelaksanaan Percobaan ... 37

3.2.5Analisis Hasil Percobaan ... 38

3.2.6Kesimpulan ... 38

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 39

Analisis Data ... 39

4.1.1Analisis Dimensi ... 39

4.1.2Kalibrasi Probe ... 40

4.1.3Analisis data ... 43

Analisis Grafik ... 44

4.2.1Hubungan Koefisien Refleksi dengan Wave Steepness ... 44

4.2.2Hubungan Jarak Probe dengan Koefisien Refleksi ... 46

4.2.3 Perbandingan Koefisien Refleksi Hasil Pengujian dengan Penelitian Terdahulu ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

Kesimpulan ... 49

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Berbagai tipe floating breakwater( McCartney, 1985) ... 7

Gambar 2.2 Tipe floating breakwater pada umumnya (CEM, 2005) ... 8

Gambar 2.3 Struktur reflektif dan struktur disipasi (PIANC, 1994) ... 8

Gambar 2.4 Model pada penelitian Dong (2008)... 9

Gambar 2.5 Model pada pengujian yang dilakukan Mani (1991) ... 10

Gambar 2.6 Hubungan Wave Steepness dengan koefisien Transmisi (Mani, 1991) ... 10

Gambar 2.7 Hubungan Wave Steepness dengan koefisien Refleksi (Mani, 1991)11 Gambar 2.8 Karakteristik Gelombang (Dean dan Dalrymple, 1991) ... 13

Gambar 2.9 Parameter fungsi kedalaman relatif (Triatmodjo, 1999) ... 14

Gambar 2.10 Sketsa definisi gelombang (Triatmodjo, 1999) ... 15

Gambar 2.11 Sketsa Definisi Gelombang Acak (Bhattacharya, 1972) ... 16

Gambar 2.12 Gelombang acak merupakan superposisi gelombang regular dalam jumlah ∞ (Pierson dan Denis,1953) ... 18

Gambar 2.13. Sketsa perhitungan refleksi gelobang (Goda, 1985) ... 21

Gambar 2.14 Model dengan bentuk hexagonal ... 26

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ... 27

Gambar 3.2 Diagram alir percobaan ... 28

Gambar 3.3 Ukuran dimensi permodelan fisik dalam cm, tampak atas... 30

Gambar 3.4 Wave Flume ... 31

Gambar 3.5 Wave Probe ... 31

Gambar 3.6 Wave generator ... 32

Gambar 3.7 Komputer untuk merekam data wave probe ... 33

Gambar 3.8 Komputer untuk mengatur ketinggian dan periode gelombang ... 33

Gambar 3.9 Konfigurasi bentuk hexagonal flooating breakwater ... 34

Gambar 3.10 Peletakan wave probe 1 pada wave flume ... 36

Gambar 3.11 Skenario variasi peletakan wave probe ... 37

Gambar 4.1 Hasil kalibrasi wave probe ... 40

Gambar 4.2 Hasil kalibrasi wave probe 1 ... 41

Gambar 4.3 Hasil kalibrasi wave probe 2 ... 42

(13)

xii Gambar 4.4 Data hasil rekaman wave probe ... 43 Gambar 4.5 Diagram alir analisis refleksi... 44 Gambar 4.6 Perbandingan wave steepness dan koefisien refleksi pada skenario 1

dengan jarak probe 100 cm di depan struktur ... 45 Gambar 4.7 Perbandingan wave steepness dan koefisien refleksi pada skenario 2

dengan jarak probe 150 cm di depan struktur ... 45 Gambar 4.8 Perbandingan jarak probe dan koefisien refleksi ... 46 Gambar 4.9 Perbandingan koefisien refleksi pada hexagonal floating breakwater

dengan penelitian Mani (1991) ... 47

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perencanaan skala model untuk prototype ... 29

Tabel 3.2 Skenario Gelombang yang Digunakan dalam Uji Model Fisik ... 30

Tabel 3.3 Perhitungan penempatan wave probe 1 ... 35

Tabel 3.4 Skenario percobaan pertama dan kedua ... 37

Tabel 4.1 Parameter yang mempengaruhi koefisien refleksi ... 39

Tabel 4.2 Hasil kalibrasi wave probe ... 40

Tabel 4.3 Hasil kalibrasi probe 1 ... 41

Tabel 4.4 Hasil kalibrasi probe 2 ... 42

Tabel 4.5. Nilai persamaan linier dan regresi pada kalibrasi wave probe... 43

Tabel 4.6 Nilai persamaan log dan regresi pada paremeter Kr dengan Hs/gTp2 ... 46

Tabel 4.7 Nilai persamaan log dan regresi pada paremeter Kr dengan Hs/gTp2 ... 46

(15)

xiv

DAFTAR NOTASI

d : Jarak antara muka air rerata dan dasar laut (kedalaman laut) H : Tinggi gelombang

L : Panjang gelombang, jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan

T : Periode gelombang C : Cepat rambat gelombang

a : Amplitudo adalah jarak antara puncak atau titik tertinggi gelombang atau titik rendah gelombang dengan muka tenang (H/2).

ζ : Elevasi gelombang

ζa : Amplitude gelombang semu Tr : Periode lintas nol semu Tc : Periode semu

(𝛾𝑎)𝑚 : Rapat massa model (kg/m3) (𝛾𝑎)𝑝 : Rapat massa prototipe (kg/m3) (𝛾𝑤)𝑚 : Rapat massa air tawar (kg/m3) (𝛾𝑤)𝑝 : Rapat massa air laut (kg/m3)

𝛾 : Peakness parameter dengan harga 3.3 𝜏 : Shape parameter

Hi : Tinggi gelombang datang (m) 𝑎i : Amplitudo gelombang datang (m) Hr : Tinggi gelombang refleksi (m) 𝑎r : Amplitudo gelombang refleksi (m) Ti : Periode gelombang datang (detik) g : Percepatan gravitasi (m/s2)

Kt : Koefisien transmisi Tp : Periode puncak (detik) nL : Skala panjang

Lp : Panjang prototipe (m) Lm : Panjang model (m)

(16)

xv 𝜌 : densitas fluida

v : kecepatan

g : percepatan gravitasi 𝜇 : viskositas dinamik 𝜎 : tegangan permukaan E : modulus Elastisitas

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia yang merupakan negara maritim memiliki banyak penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai. Indonesia yang memiliki cuaca,iklim dan kejadian alam yang ekstrim membuat perhatian akan perlindungan pantai akibat gangguan gelombang laut seringkali diabaikan. Permasalahan yang biasanya terjadi akibat gangguan gelombang laut adalah abrasi. Abrasi merupakan proses pengikisan pantai akibat tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Oleh sebab itu pembangunan struktur perlindungan pantai sangat diperlukan untuk mengurangi risiko kerugian akibat abrasi. Selain untuk mengurangi risiko kerugian struktur perlindungan pantai juga dibangun untuk mereduksi energi gelombang supaya tidak sampai ke daerah pesisir. Salah satu struktur perlindungan pantai yang dapat mereduksi gelombang adalah struktur breakwater

Breakwater merupakan struktur yang melindungi garis pantai dengan cara merefleksikan dan mendisipasikan energi yang tercipta dari ombak yang datang sehingga dampak ombak tereduksi. Breakwater didesain untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan pantai yang berada dibelakangnya dengan menghancurkan energi gelombang sebelum mencapai pantai. Breakwater sendiri dibagi menjadi dua jenis, fixed breakwater dan floating breakwater. Fixed breakwater memiliki tingkat proteksi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan floating breakwater. Tetapi floating breakwater lebih ekonomis apabila dibandingkan dengan fixed breakwater. Selain itu fixed breakwater dapat menimbulkan banyak efek negatif pada lingkungan sekitar

Floating breakwater memiliki beberapa keunggulan yaitu, fleksibilitas untuk dikembangkan, memiliki efisiensi untuk meredam gelombang, struktur yang simple, murah, dan ukuran panjang yang efisien (Tazaki dan Ishida, 1975). Selain itu mudah untuk dipindahkan dan tidak menambah massa benda yang mendesak massa air, sehingga tidak menimbulkan kenaikan muka air laut (Loukogeorgaki et.

al, 2005). Keuntungan berikutnya, kondisi tanah yang buruk memungkinkan digunakannya floating breakwater daripada fixed breakwater, floating breakwater

(18)

2 juga dapat berfungsi dengan baik dilaut dalam maupun dangkal. Untuk pemakaian jangka pendek floating breakwater dapat digunakan sebagai pelindung bibit mangrove muda. Floating breakwater dengan ukuran tertentu juga dapat berfungsi sebagai pelabuhan, parking deck atau keramba apung. Tetapi floating breakwater juga memiliki keterbatasan dalam kinerjanya, akibat dipengaruhi oleh besarnya karakteristik gelombang datang, yaitu periode gelombang dan panjang gelombang.

Pada tugas akhir ini akan dikaji besarnya nilai refleksi gelombang pada bentuk heksagonal sebagai kajian lanjutan pada penelitian Irfani (2012)

Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan diambil dalam penelitian mengenai hexagonal floating breakwater ini meliputi :

1. Berapakah nilai koefisien refleksi pada setiap variasi tinggi dan periode gelombang ?

2. Konfigurasi mana yang memberikan hasil paling optimal dari pengujian hexagonal floating breakwater ?

Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini dengan permasalahan yang telah diambil adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui besar koefisien refleksi yang terjadi pada setiap variasi tinggi dan periode gelombang

2. Mengetahui konfigurasi hexagonal floating breakwater yang memberikan hasil paling optimal

(19)

3 Manfaat

Manfaat yang bisa didapat dari hasil penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil yang didapatkan dapat dimanfaatkan oleh suatu instansi yang akan menerapkan perlindungan wilayah pesisir terhadap abrasi

2. Memberikan informasi mengenai nilai koefisien refleksi gelombang yang terjadi pada floating breakwater berbentuk hexagonal

3. Memberikan pemahaman mengenai variasi tinggi gelombang,periode gelombang terhadap nilai koefisien refleksi pada floating breakwater dengan bentuk hexagonal

4. Memberikan informasi mengenai konfigurasi hexagonal floating breakwater yang dapat memberikan hasil paling optimal

Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Percobaan model hexagonal floating breakwater dilakukan di Laboratorium Energi dan Lingkungan Laut pada kolam gelombang (flume tank) Departemen Teknik Kelautan

2. Model yang digunakan dalam percobaan menggunakan bahan PLA(Polylactic Acid)

3. Variasi tinggi dan periode gelombang sesuai dengan skenario pengujian 4. Tinggi kedalaman air adalah tetap dari dasar flume tank

5. Arah sudut datang gelombang tegak lurus terhadap model 6. Pengaruh mooring system diabaikan

7. Kekuatan struktur floating breakwater tidak dianalisis

8. Pengujian ini hanya menguji refleksi gelombang yang terjadi sesudah mengenai floating breakwater

9. Data gelombang yang digunakan pada pengujian floating breakwater dengan tinggi gelombang 3 cm, 4 cm, 5 cm dan periode gelombang 1.1 s, 1.3 s, 1.5 s

(20)

4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam tugas akhir ini adalah:

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bagian ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan dari penelitian yang akan dilakukan, perumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam percobaan, manfaat penelitian kedepannya setelah percobaan ini berhasil dilakukan, batasan masalah yang menjadi pembatas dalam melakukan penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Pada bagian ini penulis menjelaskan beberapa teori dasar yang mendukung dalam percobaan hexagonal floating breakwater pada tugas akhir ini.

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

Pada bagian ini penulis menggambarkan dan menjelaskan diagram alir (flow chart) langkah-langkah dalam melakukan peneltian tugas akhir ini yang tersusun secara sistematik.

BAB 4. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini penulis menjelaskan hasil uji coba model hexagonal floating breakwater yang telah dilakukan di Laboratorium Energi dan Lingkungan Laut pada kolam gelombang (flume tank) Jurusan Teknik Kelautan ITS.

BAB V. PENUTUP

Pada bagian ini penulis menarik kesimpulan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada tugas akhir ini, serta memberikan saran pengembangan untuk penelitian selanjutnya..

(21)

5

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Tinjauan Pustaka

Breakwater atau pemecah gelombang adalah bangunan yang dikhususkan untuk meredam energi gelombang sehingga tinggi gelombang berkurang pada saat menjalar mendekati pantai (Fousert, 2006). Secara garis besar terdapat dua jenis konstruksi breakwater yaitu Shore-connected Breakwater (pemecah gelombang sambung pantai) dan Offshore Breakwater atau pemecah gelombang lepas pantai (SPM, 1984). Shore-connected Breakwater merupakan jenis struktur yang berhubungan langsung dengan pantai atau daratan, sedangkan Offshore Breakwater adalah konstruksi breakwater yang tidak berhubungan dengan garis pantai dan dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Salah satu Shore-connected Breakwater yang sering digunakan adalah tipe rubblemound.

Rubblemound breakwater memiliki keunggulan dalam hal perlindungan perimeter pantai. Struktur tersebut memiliki tingkat perlindungan yang tinggi dan digunakan secara luas sebagai pelemah gelombang. Rubblemound breakwater yang memiliki tingkat perlindungan yang tinggi juga memiliki beberapa kekurangan. Banyak pantai yang tidak cocok dengan desain rubblemound breakwater, dikarenakan faktor biaya yang terus meningkat seiring dengan kedalaman perairan dan kebutuhan kualitas pondasi yang tinggi. Desain rubblemound breakwater yang membuat transport sedimen pada sepanjang garis pantai juga menyebabkan kualitas air menjadi buruk, dimana hal ini akan berdampak langsung pada keberlangsungan ekosistem di sekitar struktur.

Floating breakwater merupakan salah satu bentuk solusi untuk mengatasi permasalahan yang timbul dari rubblemound breakwater. Keuntungan dari penggunaan floating breakwater diantara sebagai berikut (Hales, 1981; McCartney, 1985; Tsinker, 1995) :

1) Floating breakwater lebih murah dibandingkan dengan fixed breakwater untuk laut dalam (kedalaman > 3.05m)

2) Floating breakwater dapat mereduksi gelombang (kurang dari 1.98 m)

(22)

6 3) Kondisi tanah yang buruk memungkinkan digunakannya floating

breakwater daripada fixed breakwater

4) Floating breakwater meminimalisir pengaruh akibat sirkulasi air, transport sedimen, dan migrasi ikan

5) Floating breakwater dapat dengan mudah dipindahkan dan dirakit kembali dengan layout yang berbeda serta dapat dipindahkan ke lokasi yang berbeda Floating breakwater juga memiliki beberapa kekurangan dan kerugian, antara lain sebagai berikut (Tsinker, 1995) :

1) Floating breakwater tidak terlalu efektif dalam megurangi tinggi gelombang untuk gelombang kecil dibandingkan fixed breakwater. Batas atas untuk desain periode gelombang adalah pada kisaran 4-6 detik (sama dengan minimum frekuensi, 1,0 rad/s-1,6 rad/s)

2) Floating breakwater mudah mengalami kegagalan struktur jika terjadi badai 3) Apabila strukturnya gagal dan dalam keadaan masih terikat dengan

mooringnya, maka floating breakwater akan menimbulkan suatu bahaya 4) Jika dibandingkan dengan breakwater pada umumnya, floating breakwater

lebih membutuhkan biaya pemeliharaan yang besar

Sejak sekitar 100 tahun yang lalu, banyak studi dan pengujian model yang dilakukan untuk mengembangkan floating breakwater. Penelitian lebih lanjut mengenai floating breakwater dilakukan tepat setelah Perang Dunia ke-2. Hingga sekarang telah banyak penggunaan floating breakwater dengan tipe yang berbeda.

Tipe floating yang ada, dapat dikatakan sebagai kombinasi dari variasi material, bentuk breakwater, sistem mooring, dan fungsinya. Variabel tersebut dapat memungkinkan adanya bermacam-macam tipe floating breakwater. Pada umumnya floating breakwater dapat dibagi menjadi empat kelompok: box, pontoon, mat, dan thetered float (McCartney 1985)

(23)

7 Hales(1981) melakukan eksperimen untuk beberapa tipe floating breakwater dan kinerjanya. Tipe floating breakwater yang digunakan kebanyakan berbentuk prisma, katamaran, dan scrap tire assembly.

Gambar 2.1 Berbagai tipe floating breakwater( McCartney, 1985)

(24)

8

Berdasarkan PIANC (1994), floating breakwater dapat dibagi secara skematis menjadi dua:

1) Reflective structures, berfungsi merefleksikan gelombang yang terjadi, sehingga energi gelombang yang melewati floating breakwater menjadi kecil

2) Dissipative structures, dimana besarnya energ gelombang yang terjadi dihancurkan dengan gesekan, turbulensi, dan lain lain

Gambar 2.2 Tipe floating breakwater pada umumnya (CEM, 2005)

Gambar 2.3 Struktur reflektif dan struktur disipasi (PIANC, 1994) Prism

Catamaran n

Scrap Tire Assembly

(25)

9 Menurut Dong (2008) floating breakwater dapat digunakan secara efektif pada area pantai dengan kondisi gelombang yang relatif ringan. Percobaan yang dilakukannya bertujuan untuk menganalisis transmisi gelombang pada floating breakwater. Hasil percobaan menunjukkan bahwa board net floating breakwater merupakan struktur yang sederhana dan murah, serta secara efektif dapat melindungi ikan dan kandang ikan dan dapat diadopsi untuk rekayasa laut. Lebar papan berperan besar dalam kinerja breakwater dan harus dipilih dengan hati-hati sesuai dengan kondisi gelombang di mana akan digunakan. Jika papan sangat luas, kekakuan harus diperkuat.

Gambar 2.4 Model pada penelitian Dong (2008)

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Mani (1991), didapatkan perbandingan antara koefisien transmisi dengan kecuraman gelombang (wave steepness) yang berbanding terbalik. Dimana semakin besar kecuraman gelombang (wave steepness), maka koefisien transmisi yang terjadi semakin menurun. Sedangkan untuk perbandingan antara koefisien refleksi dengan kecuraman gelombang (wave steepness) didapatkan grafik yang berbanding lurus. Dimana semakin besar nilai kecuraman gelombang (wave steepness) maka nilai koefisien refleksi akan semakin besar pula seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. dan 2.7.

(26)

10 Gambar 2.6 Hubungan Wave Steepness dengan koefisien Transmisi (Mani, 1991)

Gambar 2.5 Model pada pengujian yang dilakukan Mani (1991)

(27)

11 Gambar 2.7 Hubungan Wave Steepness dengan koefisien Refleksi (Mani, 1991)

Melihat potensi dari floating breakwater yang begitu besar, maka dilakukan penelitian lanjut tentang analisis refleksi gelombang dengan bentuk hexagonal floating breakwater dan konfigurasi floating breakwater yang berbeda dari penelitian penelitian sebelumnya.

Dasar Teori 2.2.1 Teori Gelombang

Berdasarkan penyebab terjadinya ada beberapa pengertian gelombang yaitu, gelombang laut yang terjadi karena adanya tiupan angin di permukaan air laut;

gelombang pasang surut yang terjadi karena adanya gaya tarik – menarik antara bumi, bulan dan matahari; gelombang tsunami yang terjadi karena adanya letusan gunung berapi, gerakan lempeng bumi atau gempa di dasar laut; dan gelombang riak yang terjadi karena adanya kapal yang bergerak. (Triatmodjo, 1999).

Teori gelombang merupakan sebuah formulasi pendekatan dari gelombang pada kondisi yang sebenarnya, karena pada dasarnya gelombang di alam memiliki bentuk sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidak- linieran, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random. Teori gelombang mendeskripsikan fenomena alam dengan yang memenuhi suatu asumsi tertentu.

(28)

12 Teori gelombang mungkin tidak valid / salah dalam mendeskripsikan fenomena lain yang tidak memenuhi asumsi tersebut (SPM, 1984). Asumsi dasar dari teori gelombang adalah sebagai berikut :

 Fluida dianggap homogen dan ideal (tidak bisa ditekan / infiscid dan incompressible)

 Tekanan permukaan diabaikan

 Gaya coriolis karena rotasi bumi diabaikan

 Tekanan pada permukaan bebas dianggap konstan dan uniform

 Gerak partikel berdiri sendiri, tidak saling mengganggu dan bertubrukan selama bergerak.

 Dasar laut dianggap datar, tetap impermeable, sehingga kecepatan vertikal di dasar adalah nol

 Amplitudo gelombang relatif kecil disbanding panjang gelombang.

Parameter penting untuk menjelaskan gelombang air adalah panjang gelombang, tinggi gelombang, dan kedalaman air. Parameter parameter yang lain seperti kecepatan dan percepatan dapat ditentukan dari ketiga parameter pokok diatas

 Periode Gelombang (T) adalah waktu yang dibutuhkan oleh lembah gelombang atau dua puncak gelombang yang berurutan melewati titik tertentu.

 Panjang Gelombang (L) adalah jarak horizontal antara kedua titik tertinggi gelombang yang berurutan, atau bisa dikatakan sebagai jarak antara dua puncak gelombang.

 Kecepatan Rambat Gelombang (C) merupakan perbandingan antara panjang gelombang dan periode gelombang (L/T). Ketika gelombang air menjalar dengan kecepatan C, partikel air tidak turut bergerak ke arah perambatan gelombang

 Amplitudo (a) adalah jarak antara puncak atau titik tertinggi gelombang atau titik rendah gelombang dengan muka tenang (H/2).

(29)

13 Suatu gelombang digolongkan berdasarkan panjang dan ketinggianya, parameter tersebut menunjukkan bagaimana suatu gelombang ketika mendekati pantai (Nieuwenhuis, 2009). Parameter gelombang pecah dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:

𝜉 =tan 𝛼

𝐻 𝐿𝑜

... (2.1) Dengan:

𝜉 = Parameter gelombang pecah (surf similarity parameter)

𝐻

𝐿𝑜 = Kemiringan gelombang

𝐿𝑜 = gTp2/2π; panjang gelombang di laut dalam 𝐻 = Tinggi gelombang

Ambang gelombang pecah : ξ = 2.5-3.0

ξ >3.0 dominan terjadinya refleksi gelombang

<2.5 terjadinya gelombang pecah

2.2.2 Klasifikasi Gelombang Menurut Kedalaman Relatif

Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang gelombang L, (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu :

Gambar 2.8 Karakteristik Gelombang (Dean dan Dalrymple, 1991)

(30)

14

 Gelombang di laut dangkal jika d/L ≤ 1/20

 Gelombang di laut transisi jika 1/20 < d/L < 1/2

 Gelombang di laut dalam jika d/L ≥ 1/2

Klasifikasi ini dilakukan untuk menyederhanakan rumus-rumus gelombang.

Penyederhanaan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 2.9 yang menunjukkan berbagai parameter sebagai fungsi dari kedalaman relatif.

Apabila kedalaman relatif d/L adalah lebih besar dari 0,5 maka nilai 𝑡𝑎𝑛ℎ (2𝜋𝑑

𝐿𝑜) = 1,0 sehingga didapatkan:

𝐿0 =𝑔𝑇2

2𝜋 ... (2.2) 𝐶0 =𝑔𝑇

2𝜋 ... (2.3)

Gambar 2.9 Parameter fungsi kedalaman relatif (Triatmodjo, 1999)

Indeks 0 menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut adalah untuk kondisi dilaut dalam.

Apabila percepatan gravitasi adalah 9,81 m/s2 maka:

𝐿0 = 1.56 𝑇2 ... (2.4)

(31)

15 2.2.3 Gelombang Linier

Gerakan gelombang secara sederhana dapat direpresentasikan sebagai gelombang yang sinusiodal, long-crested, dan progressive. Sinusoidal memiliki arti bahwa gelombang bentuk seperti kurva sinus yang berulang-ulang. Long-crested memiliki arti bahwa gelombang merupakan suatu rangkaian puncak gelombang yang panjang dan paralel, memiliki ketinggian dan jarak yang sama diantara dua puncak gelombang (equidistant). Progressive berarti gelombang bergerak dengan kecepatan yang konstan dan tanpa perubahan bentuk. Bentuk gelombang sinusoidal sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Sketsa definisi gelombang (Triatmodjo, 1999)

Profil gelombang memiliki bentuk yang sinusoidal, maka persamaanya dapat dituliskan sebagai berikut:

(𝑥, 𝑡) = 𝑎𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) ... (2.5) Untuk tinggi gelombang reguler dalam pencatatannya dapat didekati dengan nilai reratanya sebagai berikut :

𝐻̅ = 1

𝑁𝑁𝑖=1𝐻𝑖 ... (2.6) 𝑇̅ = 1

𝑁𝑁𝑖=1𝑇𝑖 ... (2.7) Dimana N adalah jumlah gelombang yang terjadi

(32)

16 Gambar 2.11 Sketsa Definisi Gelombang Acak (Bhattacharya, 1972)

2.2.4 Gelombang Acak (Irreguler Wave)

Menurut Bhattacharya (1972), gelombang irregular ditandai sebagai berikut 1. Permukaan gelombang merupakan permukaan yang tidak beraturan, sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan secara matematis karena ketidaklinierannya, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang acak, dimana suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode yang berbeda.

2. Permukaan gelombang yang tidak beraturan selalu berubah dari waktu ke waktu dan bervariasi dari tempat ke tempat, tergantung dari kecepatan angin

Dengan :

ζ = Elevasi gelombang

ζa = Amplitude gelombang semu (apparent wave amplitude) H = Tinggi gelombang semu (apparent wave height)

Tr = Periode lintas nol semu (apparent zero closing period) Tc = Periode semu (apparent period)

Pengukuran gelombang acak dapat dilakukan dengan dua metode yaitu zero upcrossing method dan zero downcrossing method. Pada zero upcrossing method hal pertama yang perlu dilakukan adalah menetapkan titik nol, dimana titik nol ini adalah elevasi rerata dari permukaan air berdasarkan fluktuasi muka air pada waktu pencatatan. Pemberian tanda titik perpotongan antara kurva naik dan garis nol, kemudian titik tersebut ditetapkan sebagai awal dari satu gelombang. Jarak

(33)

17 antar kedua tititk tersebut adalah periode gelombang pertama (T1). Sedangkan jarak vertikal antara titik tertinggi dan terendah diantara kedua titik tersebut adalah tinggi gelombang pertama (H1). Selanjutnya dilakukan penelusuran lagi untuk mendapatkan gelombang kedua, ketiga dan seterusnya. Metode zero downcrossing mempunyai prosedur yang sama, tetapi titik yang dicatat adalah pertemuan antara kurva turun dan garis nol (Triatmodjo, 1999).

Gelombang irreguler tidak dapat didefinisikan menurut pola atau bentuknya, tetapi menurut energi total dari semua gelombang yang membentuknya (Bhattacharya, 1972).

𝐸𝑇 = ∑𝐸𝑖

...

(2.8) atau dalam bentuk lain :

𝐸𝑇 = 1 2⁄ 𝜌 g ∑ξ 𝑎𝑖

...

(2.9)

Dengan :

ET = energi total (joule/m)

Ei = energi masing-masing gelombang sinusoidal (joule/m) ρ = densitas air laut (kg/m3)

g = percepatan grafitasi (m/s2) ξ 𝑎𝑖 = amplitudo gelombang (m)

Sehingga gelombang di laut dapat dinyatakan menurut distribusi energi terhadap frekuensi gelombang, panjang gelombang, dan periode gelombang. Distribusi energi gelombang menurut frekuesinya disebut spektrum gelombang.

(34)

18 Gambar 2.12 Gelombang acak merupakan superposisi gelombang regular dalam

jumlah ∞ (Pierson dan Denis,1953) 2.2.5 Spektra JONSWAP

Spektra parameter tunggal yang sering digunakan adalah model Pierson- Moskowitz (P-M, 1964), yang berdasarkan pada parameter kecepatan angin. Selain itu terdapat beberapa spektra parameter ganda yang biasa digunakan seperti bretschneider (1969), International Ship Stucture Congress (1964), International Towing Tank Conference (1966, 1969, 1972) serta spektra gelombang Joint North Sea Wave Project atau lebih dikenal dengan istilah JONSWAP. Spektra ini diturunkan untuk kondisi perairan laut utara dan akan lebih sesuai apabila diterapkan untuk perairan tertutup atau di daerah kepulauan (Hasselmen, 1973).

Pada penelitian ini akan menggunakan spektra JONSWAP. Spektra JONSWAP dikemukakan Hasselman (1973) berdasarkan data yang diambil di perairan bagian barat Denmark untuk membuat model spektrum gelombang, dimana model tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

𝑆 (𝜔) = 𝛼𝑔2𝜔−5𝑒𝑥𝑝 [−125 (𝜔

𝜔𝑜)−4] 𝛾𝑒𝑥𝑝[

−(𝜔−𝜔𝑜)2 2𝑟2𝜔𝑜2 ]

... (2.10) dimana :

𝛾 = Peakness parameter (3.3) 𝜏 = Shape parameter

= 0.07, jika 𝜔 ≤ 𝜔0

= 0.09, jika 𝜔 ≥ 𝜔0

𝛼 = 0.076 (x0)-0.22 ketika x tidak diketahui maka 𝛼 = 0.00819

(35)

19 𝜔0 = 2𝜋(𝑔/ᴜ𝜔0)(𝑥0)−0.33

x0 = 𝑔𝑥/ᴜ𝜔02 𝜔02 = 0.161 g/Hs

2.2.6 Refleksi Gelombang

Refleksi gelombang terjadi ketika gelombang datang mengenai atau membentur suatu rintangan sehingga kemudian dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang sangat penting untuk diketahui dalam perencanaan bangunan pantai, sehingga akan didapatkan keadaan perairan yang relatif tenang pada pelabuhan atau pantai. Oleh karena itu bangunan pemecah gelombang yang baik adalah dapat menyerap energi gelombang secara optimal.

Besar kemampuan suatu bangunan pemecah gelombang untuk memantulkan gelombang dapat diketahui melalui koefisien refleksi. Koefisien refleksi adalah perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (Hr) dan tinggi gelombang datang (Hi).

Jika suatu gelombang mengenai benda yang menghalangi laju gelombang tersebut, maka bisa dipastikan gelombang tersebut mengalami apa yang disebut refleksi dan transmisi. Demikian juga halnya pada gelombang yang mengenai suatu struktur pelindung pantai. Refleksi gelombang secara sederhana bisa diartikan sebagai besar gelombang yang terpantulkan oleh struktur pelindung dibandingkan dengan besar nilai gelombang datang. Sehingga, bila dirumuskan ke dalam bentuk matematis, koefisien refleksi menjadi:

𝐾𝑟 =𝐻𝑟

𝐻𝑖/𝐴𝑟

𝐴𝑖 ... (2.11) dimana:

Kr = Koefisien refleksi gelombang Hi = Tinggi gelombang datang Hr = Tinggi gelombang refleksi Ar = Amplitudo gelombang refleksi Ai = Amplitudo gelombang datang

(36)

20 Pada pengujian di laboraturium, yang menjadi acuan dalam penelitian koefisien refleksi yang terjadi adalah karakteristik gelombang yang terjadi akibat adanya struktur. Goda (1985) menemukan metode yang menggunakan teknik perubahan Fourier. Pada penelitian yang dilakukan oleh Goda (1985) digunakan 2 probe yang nantinya digunakan untuk merekam data gelombang datang dan gelombang yang terefleksi oleh struktur. Jarak probe yang digunakan untuk merekam gelombang yang datang minimal satu kali panjang gelombang untuk pengujian dengan menggunakan gelombang irreguler dan 0.2 kali panjang gelombang untuk pengujian dengan menggunakan gelombang reguler. Hal tersebut dilakukan supaya probe yang digunakan untuk merekam gelombang yang datang tidak terpengaruh oleh gelombang yang terefleksi oleh struktur. Persamaan yang bisa menggambarkan kejadian refleksi gelombang yang terjadi di laboraturium saat pengujian dilakukan adalah :

𝜂𝑖 = 𝑎𝑖𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 + 𝜀𝑖) ... (2.12) 𝜂𝑟 = 𝑎𝑟𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 + 𝜀𝑟) ... (2.13) Dengan i dan r yang menjelaskan gelombang insiden dan gelombang refleksi. Bila diasumsikan profil terekam di dua tempat yaitu pada :

x1 = x

x2 = x1 + ∆x dimana : x1 = probe 1 x2 = probe 2

x = jarak antara probe 1 dengan struktur

∆x = jarak antar probe

(37)

21 Gambar 2.13. Sketsa perhitungan refleksi gelobang (Goda, 1985)

Sehingga didapatkan persamaan baru yaitu sebagai berikut :

𝜂1 = (𝜂𝑖+ 𝜂𝑟)𝑥=𝑥1= 𝐴1cos 𝜎𝑡 + 𝛽1sin 𝜎𝑡 ... (2.14) 𝜂2 = (𝜂𝑖 + 𝜂𝑟)𝑥=𝑥2 = 𝐴2cos 𝜎𝑡 + 𝛽2sin 𝜎𝑡 ... (2.15) dimana :

𝐴1 = 𝑎𝑖cos 𝜙𝑖 + 𝑎𝑟cos 𝜙 𝑟 ... (2.16) 𝛽1 = 𝑎𝑖sin 𝜙𝑖 + 𝑎𝑟sin 𝜙 𝑟 ... (2.17) 𝐴2 = 𝑎𝑖cos(𝑘Δ𝑙 + 𝜙𝑖) + 𝑎𝑟cos(𝑘Δ𝑙 + 𝜙𝑟) ... (2.18) 𝛽2 = 𝑎𝑖sin(𝑘Δ𝑙 + 𝜙𝑖) − 𝑎𝑟sin(𝑘Δ𝑙 + 𝜙𝑟) ... (2.19) 𝜙𝑖 = 𝑘𝑥1+ 𝜀𝑖 ... (2.20) 𝜙𝑟 = 𝑘𝑥1+ 𝜀𝑟 ... (2.21) Karena variabel 𝑎𝑖, 𝑎𝑟,𝜙𝑖, dan 𝜙𝑟 tidak diketahui maka digunakan eliminiasi untuk keempat variabel tersebut,sehingga akan didapatkan persamaan seperti dibawah ini:

𝑎

𝑖

=

√𝐾1+𝐾2

(2|sin 𝑘∆𝑙|) ... (2.16

𝑎

𝑟

=

√𝐾3+𝐾4

(2|sin 𝑘∆𝑙|) ... (2.17)

(38)

22 dimana:

𝐾1 = 𝐴2− 𝐴1cos 𝑘∆𝑙 +𝛽1sin 𝑘∆𝑙 ... (2.18) 𝐾2 = 𝛽2+ 𝐴1sin 𝑘∆𝑙 +𝛽1cos 𝑘∆𝑙 ... (2.19) 𝐾3 = 𝐴2− 𝐴1cos𝑘∆𝑙 +𝛽1sin 𝑘∆𝑙 ... (2.20) 𝐾4 = 𝛽2− 𝐴1sin 𝑘∆𝑙 +𝛽1cos 𝑘∆𝑙 ... (2.21)

2.2.7 Analisis Dimensi

Persamaan dikatakan berdimensi homogen jika dimensi setiap suku dari suatu persamaan adalah identik/sama. Jumlah variabel dari suatu persamaan dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu

 Metode Rayleigh

 Metode Buckingham (phitheorem)

 Metode Matrik

Hubungan antara parameter model dapat diekspresikan dalam bilangan tak berdimensi yang menggambarkan hasil penelitian berupa grafik hubungan antara parameter tak berdimensi. Hal ini berlaku jika variabel saling berpengaruh pada kondisi fisik tidak dapat diidentifikasi.

2.2.8 Pemodelan Fisik

Pemodelan fisik dapat dikatakan sebagai percobaan yang dilakukan dengan membuat bentuk model yang sama dengan prototipenya atau menggunakan model yang lebih kecil dengan kesebangunan atau similaritas yang cukup memadai.

Pemodelan fisik dilakukan apabila fenomena dari permasalahan yang ada pada prototipe sulit untuk diperoleh karena berbagai keterbatasan. Keuntungan digunakan pemodelan fisik ini antara lain :

1. Dalam pemodelan fisik, persamaan yang dipakai tanpa menyederhanakan asumsi yang biasanya digunakan untuk model analitis atau model numerik.

2. Dari segi biaya untuk pengumpula data, adanya model dalam skala kecil akan mempermudah pencatatan data dan pengurangan biaya, bila

(39)

23 dibandingkan dengan pengumpulan data lapangan tentu lebih sulit dan mahal juga pengukuran data lapangan yang simultan sulit dicapai.

Penggunaan model fisik sampai saat ini masih merupakan alternatif metode terbaik untuk meneliti. Pengujian fisik ini dapat menyediakan data yang akurat, tetapi biasanya memuat variabel alam yang dapat menyebabkan kesulitan dalam interpretasi data. Hasil visualisasi tersebut mungkin merupakan hal yang tidak bisa dihasilkan secara teoritis atau dengan menggunakan perhitungan komputer (Hughes, 1993)

A. Sebangun Geometrik

Sebangun geometrik dipenuhi apabila bentuk model dan prototipe sebangun. Hal ini menyatakan ukuran panjang antara model dan prototipe harus sebanding, jika skala model diberi notasi nL maka persamaan akan menjadi sebagai berikut (Hughes, 1993)

𝑛𝐿 = 𝐿𝑝

𝐿𝑚 ... (2.22) dimana:

nL = Skala panjang

Lp = Panjang prototipe (m) Lm = Panjang model (m)

B. Sebangun Kinematik

Sebangun kinematik dipenuhi apabila aliran pada model dan prototipe sebangun. Menandakan bahwa kecepatan aliran di titik-titik yang sama pada model dan prototipe mempunyai arah yang sama dan sebanding.

Berdasarkan kesebangunan kinematik dapat diberikan nilai-nilai skala : Skala Waktu :

𝑛

𝑇

=

𝑇𝑝

𝑇𝑚 ... (2.23)

(40)

24 Skala Kecepatan :

𝑛

𝑇

=

𝑉𝑝

𝑉𝑚

=

𝑙𝑝 𝑇𝑝 𝑙𝑚 𝑇𝑚

=

𝑛𝐿

𝑛𝑇 ... (2.24)

Skala Percepatan :

𝑛

𝑎

=

𝑎𝑝

𝑎𝑚

=

𝑙𝑝 𝑇𝑝2

𝑙𝑚 𝑇𝑚2

=

𝑛𝐿

𝑛𝑇 ... (2.25)

C. Sebangun Dinamik

Hughes (1993), menyatakan bahwa pada bangunan pantai proses fisik yang terjadi dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Gaya-gaya tersebut meliputi gaya inersia, gaya tekan, gaya berat, gaya gesek dan gaya tegangan permukaan.

Dalam penelitian ini kriteria kesebangunan yang harus dipenuhi adalah kriteria sebangun dinamik menurut kondisi bilangan froude. Bilangan froude dapat diekspresikan dengan rasio antara gaya inersia dengan gaya gravitasi.

 Gaya inersia : Fi = ρl2v2

 Gaya berat : Fg = ρl3g

 Gaya gesek : Fμ = μvl

 Gaya tegangan permukaan : Fσ = σl dimana :

𝜌 = densitas fluida L = panjang v = kecepatan

g = percepatan gravitasi 𝜇 = viskositas dinamik 𝜎 = tegangan permukaan E = modulus Elastisitas

(41)

25 Kesebangunan dinamik dapat diekspresikan sebagai perbandingan gaya- gaya tersebut diatas sebagai bilangan tek berdimensi dan dinyatakan dalam kriteria-kriteria sebagai berikut

1.Froude Number

(

𝑣

√𝑔𝐿

)

𝑝

= (

𝑣

√𝑔𝐿

)

𝑚

... (2.26) 2.Reynold Number

(

𝜌𝑣𝐿

𝜇

)

𝑝

= (

𝜌𝑣𝐿

𝜇

)

𝑚

... (2.27) 3.Euler Number

(

𝑃

(𝜎𝑣2)

)

𝑝

= (

𝑃

𝜎𝑣2

)

𝑚 ... (2.28) 4.Weber Number

(

𝜌𝑣2

𝜎

)

𝑝

= (

𝜌𝑣2𝐿

𝜎

)

𝑚 ... (2.29) 5.Cauchy Number

(

𝜌𝑣2

𝐸

)

𝑝

= (

𝜌𝑣2

𝐸

)

𝑚 ... (2.30) Rasio antara gaya gravitasi dan gaya inersia pada model dan prototipe harus sama, karena kedua gaya tersebut memiliki peranan yang penting didalam pemodelan, yang dinyatakan sebagai berikut:

𝑛𝐹𝑟 =

𝑛𝑢

(𝑛𝐿)0,5

= 1 ...

(2.31)

2.2.9 Tinjauan Bentuk Hexagonal

Bentuk hexagon merupakan sebuah bentuk yang mendekati bentuk lingkaran dan memiliki rasio tepi yang rendah. Bentuk hexagon juga hampir menyerupai bentuk dari lambung kapal. Dimana lambung kapal menyediakan daya apung yang dapat mencegah kapal tenggelam. Dengan bentuk hexagonal ini, kapasitas ruang rongga udaranya akan jauh lebih besar dari pada bentuk segitiga maupun persegi panjang. Sehingga dengan rongga udara yang besar maka memiliki daya apung (buoyancy) yang jauh lebih besar pula. Hexagonal juga memiliki perimeter yang lebih rendah jika dibandingkan dengan persegi empat dimana area yang dimiliki sama. Gambar 2.14 dibawah ini merupakan salah satu rancangan dari

(42)

26 konfigurasi hexagonal floating breakwater yang akan diteliti dalam penelitian ini.

Hal menarik dengan bentuk hexaganal ini yaitu memiliki variasi susunan bentuk yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan bentuk-bentuk floating breakwater lainnya, seperti bentuk ponton maupun persegi.

Gambar 2.14 Model dengan bentuk hexagonal

(43)

27

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian

Proses dalam menyelesaikan tugas akhir ini akan ditunjukkan dalam diagram alir sebagai berikut :

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Studi Literatur

Mengumpulkan refrensi mengenai floating breakwater, refleksi gelombang, serta bahan bahan yang dibutuhkan dalam pengerjaan tugas akhir ini

Pelaksanaan Percobaan

Pelaksanaan model floating breakwater dengan variasi konfigurasi breakwater dan variasi beban gelombang

Persiapan Percobaan

 Perancangan model

 Desain eksperimen model

 Pengecekan kesiapan peralatan laboratorium

Penyusunan Model

Penyusunan model floating breakwater dan penempatan ke dalam wave flume

Analisis Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

(44)

28 Gambar 3.2 Diagram alir percobaan

Mulai

Desain model eksperimen

Cetak model eksperimen

Kalibrasi probe

Input tinggi gelombang, periode gelombang, dan spektrum yang digunakan

Eksperimen Ganti Variasi

Analisis Data Penyusunan konfigurasi

Pengukuran jarak probe

Pemasangan model dan probe

(45)

29 Prosedur Penelitian

3.2.1 Studi Literatur

Pada tahap penelitian ini hal yang akan dilakukan adalah mengumpulkan informasi mengenai floating breakwater, pemodelan fisik, dan perhitungan koefisien refleksi dari jurnal, penelitian tugas akhir, dan referensi-referensi lainnya.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman mengenai apa yang akan dilakukan pada penelitian nanti. Dari studi literatur ini dapat disusun suatu rancangan penelitian dan metode pelaksanaan penelitian untuk mecapai tujuan yang diinginkan

3.2.2 Persiapan percobaan

A. Perancangan model floating breakwater

Dalam merancang model fisik floating breakwater harus dilakukan semaksimal mungkin agar bisa mewakili karakteristik dari prototype yang sebenarnya. Perancangan model fisik perlu memperhatikan beberapa hal yang meliputi skala pajang dan berat

Tabel 3.1 Perencanaan skala model untuk prototype Dimensi Model (cm) Skala Prototipe (cm)

Panjang 4 1:10 40

Lebar 4 1:10 40

Tinggi 4 1:10 40

B. Desain eksperimen model

Desain pengujian model ini dilakukan agar peneliti mempunyai gambaran yang akan dilakukan sehingga dalam melakukan percobaan di Laboratorium Energi Laut dan Bawah Air dapat dilakukan dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal.

(46)

30 Gambar 3.3 Ukuran dimensi permodelan fisik dalam cm, tampak atas

Model yang nantinya akan diuji disusun dengan variasi tinggi gelombang (H), periode gelombang (T). Pengujian ini akan dilakukan dengan gelombang irreguler satu kali untuk setiap variasi

Tabel 3.2 Skenario Gelombang yang Digunakan dalam Uji Model Fisik Kedalaman

perairan (cm)

Tinggi gelombang bangkitan (cm)

Periode gelombang bangkitan (detik)

Jenis gelombang

80

3

1.1

Irreguler 1.3

1.5 4

1.1

Irreguler 1.3

1.5 5

1.1 Irreguler

1.3 1.5

C. Pengecekan kesiapan peralatan laboratorium flume tank

Dalam persiapan percobaan ini perlu diketahui bahwa jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Persiapan percobaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah pengecekan alat laboratorium. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Departemen Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS. Sebelum melakukan penelitian perlu diperhatikan dan diketahui fasilitas laboratorium yang akan digunakan

(47)

31 misalnya seperti flume tank, komputer, wave probe, pengecekan wave generator dan absorber. Berikut dibawah ini fasilitas laboratorium yang digunakan :

 Wave Flume

Wave flume yang digunakan yang digunakan memiliki ukuran panjang 20m, tinggi 2.3m, dan lebar 2m. Seperti pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Wave Flume

 Wave Probe

Wave probe adalah alat untuk mengukur tinggi gelombang, apabila alat tersebut tercelup air maka elektroda akan mengukur konduktivitas air.

Konduktivitas tersebut berubah secara proporsional sesuai dengan variasi perubahan elevasi muka air. Dalam penelitian ini digunakan 2 wave probe yang dipasang didepan struktur. Wave probe dikalibrasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. untuk menjadi acuan pencatatan hasil running.

Gambar 3.5 Wave Probe

(48)

32

 Wave Generator

Wave generator adalah alat yang digunakan untuk membangkitkan gelombang buatan dalam wave flume. Wave generator pada laboratorium Laboratorium Energi dan Lingkungan Laut pada kolam gelombang (flume tank) Departemen Teknik Kelautan dapat membangkitkan gelombang reguler dan gelombang irreguler.

Gambar 3.6 Wave generator

 Komputer Kendali

Komputer kendali yang digunakan dalam pengujian terdapat 2 buah komputer, dimana satu komputer digunakan untuk merekam data dari wave probe seperti terlihat pada Gambar 3.7 Sedangkan komputer lainnya digunakan untuk pengatur ketinggian dan periode gelombang yang akan dibangkitkan oleh wave generator seperti terlihat pada Gambar 3.8.

(49)

33 Gambar 3.7 Komputer untuk merekam data wave probe

Gambar 3.8 Komputer untuk mengatur ketinggian dan periode gelombang

3.2.3 Penyusunan model

Menempatkan dan menyusun model floating breakwater kedalam wave flume sedemikian rupa agar dapat dilaksanakan running percobaan floating breakwater. Model yang tempatkan di wave flume diuji dengan variasi tinggi gelombang, periode, konfigurasi, dan jarak probe 2 dengan struktur agar dapat mengetahui besar koefisien refleksi gelombang

(50)

34 Gambar 3.9 Konfigurasi bentuk hexagonal flooating breakwater

Konfigurasi 1

Konfigurasi 2 Gelombang

datang

Gelombang datang

32 cm

38.5 cm

(51)

35 Penempatan wave probe dalam analisis refleksi merupakan hal yang paling penting. Penempatan wave probe 1 mengacu pada persamaan goda yaitu:

𝐿 =𝑔𝑡2

2𝜋 tanh (2𝜋𝑑

𝐿𝑜) ... (3.1) 𝐿𝑜 =𝑔𝑡2

2𝜋 ... (3.2)

Tabel 3.3 Perhitungan penempatan wave probe 1 Periode (s) Panjang gelombang (cm)

1.1 187.36

1.3 254.2

1.5 321.93

Penempatan wave probe 1 (gelombang datang) berdasarkan penelitian Goda (1985) letak wave probe satu minimal adalah satu kali panjang gelombang dari ujung struktur. Hal ini dilakukan supaya wave probe satu tidak terpengaruh oleh gelombang refleksi. Pada pengujian kali ini periode terbesar yang digunakan adalah 1.5s. Sehingga untuk menentukan panjang gelombang digunakan periode 1.5s. Pada perhitungan tabel 3.3 didapatkan panjang gelombang pada periode 1.5s adalah 321.93cm. Sehingga untuk memenuhi syarat peletakkan probe 1 dan mempermudah peletakkan, digunakan jarak 350 cm di depan struktur. Pada skenario 1 wave probe 2 diletakkan sejauh 100m dari ujung struktur. Sedangkan pada skenario 2 wave probe 2 diletakkan sejauh 150cm dari ujung struktur

(52)

36 Gambar 3.10 Peletakan wave probe 1 pada wave flume

Skenario 1

(53)

37 Gambar 3.11 Skenario variasi peletakan wave probe

3.2.4 Pelaksanaan Percobaan

Setelah model terpasang pada flume tank, maka pengujian bisa dilakukan sesuai dengan desain eksperimen model yang telah ditentukan sebelumnya. Data yang dimasukkan meliputi beban gelombang (periode gelombang dan tinggi gelombang) di komputer kendali. Gelombang yang dibangkitkan merupakan gelombang irregular. Pengujian ini dilakukan satu kali untuk setiap bentuk konfigurasi dengan tinggi gelombang, periode gelombang, dan variasi jarak antara probe 2 dengan sturktur. Skenario pengujian model floating breakwater ini disajikan pada tabel 3.4

Tabel 3.4 Skenario percobaan pertama dan kedua Konfigurasi Kedalaman

Perairan(cm)

Tinggi Gelombang (cm)

Periode gelombang (s)

Konfigurasi

1 & 2 80

3

1.1 1.3 1.5 4

1.1 1.3 1.5 5

1.1 1.3 1.5

Skenario 2

(54)

38 3.2.5 Analisis Hasil Percobaan

Data yang didapatkan dari hasil pengujian laboratorium akan diolah dengan rumus perhitungan yang sesuai dengan penelitian ini, untuk memperoleh koefisien refleksi (Kr) dari masing masing variasi beban gelombang. Hasil perhitungan akan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Untuk penjelasan secara detailnya akan ditampilkan pada sub bab 4.1.3

3.2.6 Kesimpulan

Dari hasil analisis akan diperoleh nilai koefisien refleksi yang nantinya akan dibandingkan dengan variasi masing masing untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

Konfigurasi yang terbaik adalah konfigurasi yang mempunyai nilai koefisien refleksi (Kr) tertinggi. Selain itu peneliti akan memberikan saran untuk penelitian yang akan dilakukan kedepannya

(55)

39

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisis Data 4.1.1 Analisis Dimensi

Analisis dimensi pada pemodelan fisik dilakukan untuk mempermudah proses analisis data dari hasil percobaan. Hasil dari analisis dimensi adalah bilangan tak berdimensi yang nantinya dijadikan sebagai acuan dalam penggambaran grafik hasil percobaan. Pada analisis refleksi dipengaruhi beberapa parameter, yaitu:

𝜙

= [ Hi , Hr , T , g, ]

Tabel 4.1 Parameter yang mempengaruhi koefisien refleksi

Symbol Parameter Dimensi

Hr Tinggi Gelombang Refleksi (cm) L

Hi Tinggi Gelombang Datang (cm) L

T Periode Gelombang (sec) T

G Percepatan Gravitasi Bumi (m/s2) L T-2

Dengan menggunakan metode Buckingham diperoleh bilangan tak berdimensi yaitu:

𝐻𝑟

𝐻𝑖

= 𝜙 [

𝐻𝑖

𝑔𝑇2

]

... (4.1)

𝐾𝑟 = [𝐻𝑟

𝐻𝑖] = 𝜙 ( 𝐻𝑖

𝑔𝑇2) ... (4.2)

(56)

40 4.1.2 Kalibrasi Probe

Setelah melakukan uji laboratorium, didapatkan data dari hasil rekaman wave probe selama berlangsungnya percobaan. Data yang didapat oleh software Water Tide Meter berupa data kapasitansi dengan satuan milimeter.Durasi percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah selama 3 menit dengan 25 data/detik, sehingga data yang diperoleh adalah 4500 data dalam waktu 3 menit.

Sebelum pengujian dilaksanakan, dilakukan kalibrasi wave probe dan wave generator terlebih dahulu. Kalibrasi wave probe dilakukan untuk menentukan batas atas dan batas akhir yang mampu ditangkap oleh wave probe. Sedangkan untuk kalibrasi wave generator dilakukan untuk mengetahui korelasi antara tinggi gelombang yang di masukkan (input) pada komputer kontrol dengan tinggi gelombang yang terbaca pada wave probe (output). Setelah kalibrasi dilakukan didapatkan nilai berupa satuan kapasitas pada probe yang nantinya akan di input pada software bawaan dari probe. Adapun nilai kapasitor minimum hingga maksimum pada setiap probe ditunjukkan pada Gambar 4.1; Gambar 4.2 ; Gambar 4.3 dan Tabel 4.2; Tabel 4.3; Tabel 4.4

Gambar 4.1 Hasil kalibrasi wave probe Tabel 4.2 Hasil kalibrasi wave probe Nilai Kapasitor Probe 1 Probe 2

Minimum 1851 1861

Maksimum 3565 3573

Gambar

Gambar 2.1 Berbagai tipe floating breakwater( McCartney, 1985)
Gambar 2.2 Tipe floating breakwater pada umumnya (CEM, 2005)
Gambar 2.4 Model pada penelitian Dong (2008)
Gambar 2.5 Model pada pengujian yang dilakukan Mani (1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui batasan penerapan teori gelombang yang digunakan dalam perencanaan struktur underwater sill, tata letak struktur underwater

Pengukuran gelombang datang dilakukan dengan menggunakan Wave Probe didepan model dengan jarak 2 m.Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa Spektrum JONSW AP

Perbandingan Hi/L terhadap Hr untuk variasi kedalaman (d) pada T1 Berdasarkan gambar 15 maka dapat diperoleh hasil bahwa nilai tinggi gelombang refleksi (Hr) akan

Konfigurasi penelitian oleh Armono dan Hall dapat dilihat pada Gambar 19 beserta dengan parameter penelitian, dimana B adalah lebar total dari beberapa terumbu karang, h adalah

Gelombang yang menjalar melalui suatu rintangan, sebagian dari energi gelombang akan dihancurkan melalui proses gesekan, turbulensi dan gelombang pecah, dan sisanya

Pada gambar 4.7, gambar 4.8, menunjukkan sampel spectrum analyzer yang dihasilkan pada simulasi panjang gelombang 400 nm dan 700 nm pada jarak 10 meter dengan menggunakan

Dalam penelitian ini yang dihitung adalah koefisien refleksi dan koefisien transmisi gelombang dari model fisik floating breakwater berbahan dasar eceng gondok,

Dari gambar diatas dapat dilihat untuk koefisien transmisi, semakin model memiliki lebar yang panjang, maka koefisien transmisi semakin kecil, yang berarti semakin baik dalam