Fakultas Ilmu Komputer
Konsumsi Energi Menggunakan Protokol Routing Temporally Ordered Routing Algorithm (TORA) Pada Jaringan Mobile Ad-Hoc Network
(MANET)
Sandy Prasetyo1, Primantara Hari Trisnawan2 ,Fariz Andri Bakhtiar3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Email: 1sandyprasetyo07@student.ub.ac.id, 2prima@ub.ac.id, 3fariz@ub.ac.id
Abstrak
Self-configure merupakan keunikan yang terdapat pada jaringan MANET, yang mana jaringan ini terbentuk dari node node independen yang saling berkomunikasi. Pada MANET terdapat mekanisme standarisasi penentuan rute dalam pengiriman paket data yang disebut dengan protokol routing. Node pada jaringan MANET membutuhkan energi untuk dapat berkomunikasi, sedangkan energi pada node terbatas. Oleh karena itu ketika melakukan uji kinerja jaringan konsumsi energi menjadi faktor yang perlu diperhitungkan. Temporally Ordered Routing Algorithm (TORA) merupakan protokol routing yang dapat beroperasi pada jaringan MANET. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung konsumsi energi pada jaringan MANET dengan mengimplementasikan protokol TORA. Simulasi dilakukan dengan skenario penambahan jumlah node dari 30, 50 ke 70 pada luas area 1000m x 1000m dengan energi awal 1000 Joule serta waktu simulasi 100 detik. Skenario ini dilakukan pada dua model mobilitas yang berbeda yaitu fixed grid model dan random waypoint model. Dari simulasi didapatkan data nilai rata-rata konsumsi energi pada fixed grid model untuk 30 node adalah 65,374 Joule, 50 node adalah 62,262 Joule dan 70 node adalah 61,549 Joule. Sedangkan pada random waypoint model untuk 30 node adalah 62,807 Joule, 50 node adalah 55,808 Joule dan 70 node adalah 54,388 Joule. Dengan skenario penambahan jumlah node terjadi penurunan nilai rata rata konsumsi energi pada kedua model mobilitas, hal ini terjadi karena adanya mekanisme multi rute pada TORA.
Kata kunci: MANET, TORA, fixed grid, random waypoint, konsumsi energi Abstract
Self-configure is unique to the MANET network, where the network is formed from independent nodes that communicate each other. In MANET, there is a standardized route determination mechanism in sending data packets called the routing protocol. Nodes in a MANET network require energy to communicate, while energy on nodes is limited. Therefore, when testing the network performance, energy consumption is a factor that needs to be taken into account. Temporally Ordered Routing Algorithm (TORA) is a routing protocol that can operate on MANET networks. This study aims to calculate the energy consumption of the MANET network by implementing the TORA protocol. The simulation is carried out with a scenario of increasing the number of nodes from 30, 50 to 70 in an area of 1000m x 1000m with an initial energy of 1000 Joules and a simulation time of 100 seconds. This scenario is performed on two different mobility models, namely the fixed grid model and the random waypoint model. From the simulation data, the average value of energy consumption in the fixed grid model for 30 nodes is 65.374 Joule, 50 nodes are 62.262 Joules and 70 nodes are 61.549 Joules.
Whereas the random waypoint model for 30 nodes is 62.807 Joules, 50 nodes are 55.808 Joules and 70 nodes are 54.388 Joules. With the scenario of increasing the number of nodes there is a decrease in the average value of energy consumption in the two mobility models, this is due to the multi-route mechanism in the TORA.
Keywords: MANET, TORA, fixed grid, random waypoint, energy consumption
1. PENDAHULUAN
Self-configure merupakan salah satu keunikan yang terdapat pada jaringan MANET, yang mana jaringan ini dibentuk oleh node node independen yang saling bertukar informasi.
(Raja dan Baboo, 2014). MANET merupakan jaringan dengan tipe nirkabel yang terbentuk sementara dan bersifat independen tanpa perlu adanya infrastruktur jaringan yang tetap. (Conti, 2015). Jaringan ini terdiri dan terbentuk dari beberapa node yang saling berkomunikasi, node – node tersebut dapat berupa smart devices dan kendaraan dengan kemampuan sharing data.
Paradigma pada jaringan MANET memungkinkan jaringan ini dapat mengantisipasi aplikasi yang berjalan dengan cepat, kompleks dan dinamis.
MANET memerlukan protocol routing sebagai standarisasi pada topologi jaringan dalam melakukan suatu komunikasi untuk bertukar informasi data routing yang nantinya akan membentuk sebuah routing table. Routing table berfungsi untuk memberikan informasi mengenai jalur dan rute menuju lokasi tujuan dari paket data serta membantu router dalam melakukan konfigurasi alamat IP guna mencegah terjadinya kesalahan pengiriman paket data. (Muralishankar, 2014).
Node node pada jaringan MANET dapat bergerak secara dinamis dengan parameter lokasi, tujuan, kecepatan serta arah pergerakan.
Pergerakan node node pada jaringan MANET disebut sebagai model mobilitas. (Kumar, 2016).
Mengacu pada tipe jaringan MANET dimana node-node berkomunikasi secara nirkabel timbul suatu masalah yaitu konsumsi energi, node pada jaringan MANET membutuhkan energi untuk berkomunikasi dan saling bertukar informasi. (Kumar, 2016). Node- node pada jaringan MANET memiliki energi yang terbatas, sementara untuk berkomunikasi node-node tersebut membutuhkan banyak energi. Konsumsi energi terjadi ketika node mengirimkan paket data melalui node perantara, tidak hanya itu dengan hanya menerima dan meneruskan paket data node juga mengkonsumsi energi. Jika energi pada node telah habis maka node akan kehilangan fungsi utamanya yaitu mengirim, menerima, dan meneruskan paket data. (Mangalekar, 2015). Oleh karena itu ketika melakukan uji kinerja jaringan konsumsi energi menjadi faktor yang perlu diperhitungkan
Mengacu pada pernyataan diatas penelitian ini bertujuan untuk menghitung konsumsi energi
pada jaringan MANET dengan
mengimplementasikan protokol routing Temporally Ordered Routing Algorithm (TORA). TORA merupakan algoritma routing yang didesain agar dapat beroperasi pada jaringan mobile. Berdasarkan fungsionalitasnya TORA dapat dikategorikan sebagai protokol routing reaktif. (Jha, 2011). Pemilihan dan penggunaan protokol routing TORA dilakukan berdasarkan pada keunggulan dan keunikannya.
Keunggulan dan keunikan utama TORA adalah adanya mekanisme multi rute yang mana TORA akan membuat beberapa rute sekaligus ke node tujuan. Dengan adanya mekanisme multi rute ini maka perubahan topologi jaringan tidak berdampak besar terhadap node pada jaringan MANET sehingga dapat menjaga stabilitas koneksi antar node pada jaringan.(Jha, 2011).
2. KAJIAN PUSTAKA
Penelitian yang telah dilakukan oleh Norouzi dan Zaim (2012), mengenai perbandingan konsumsi energi dengan mengimplementasikan tujuh protokol routing pada jaringan MANET, yaitu AODV, DSDV, DSR, TORA, FSR, CBRP dan CGSR. Skenario yang dilakukan pada penelitian tersebut adalah dengan melakukan penambahan jumlah node dari 10 , 20, 30, dan 50 dengan menggunakan model mobilitas random waypoint serta waktu simulasi selama 900 detik pada luas area 500 x 500 m. Simulasi dilakukan dengan NS2. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa dari ketujuh protokol routing yang diuji DSR dan AODV menunjukan kinerja yang paling baik dalam hal konsumsi energi dari protokol lain sedangkan TORA memiliki kinerja yang paling buruk (Nourouzi, 2012).
Mangalekar membandingkan konsumsi energi pada jaringan MANET dengan mengimplementasikan dua protokol routing yaitu DSR dan AODV. Skenario yang dilakukan pada penelitian tersebut adalah dengan melakukan penambahan jumlah energi dari 30, 60 dan 100 Joule pada 48 node menggunakan model mobilitas two ray ground pada luas area 1300 x 900 m. Simulasi pada penelitian tersebut menggunakan NS2. Hasil pada penelitian menyatakan bahwa kinerja protokol routing DSR lebih baik dari protokol routing AODV pada hal konsumsi energi pada jaringan MANET. DSR dapat bekerja lebih baik ketika
dilakukan simulasi pada jaringan dengan high mobility. Selain dapat bekerja dengan baik pada jaringan dengan high mobility DSR juga mengkonsumsi energi yang sedikit ketika melakukan transmisi data (Mangalekar, 2015).
Tulisan jacob dan seethalakshmi, yang berjudul evaluasi kinerja protokol routing pada jaringan MANET berfokus pada analisis terhadap lima protokol routing, yaitu : DSDV,
DSR, TORA, AODV dan AOMDV
menggunakan NS2. Simulasi dilakukan dengan skenario jumlah node 50 menggunakan model mobilitas two ray dengan luas area 1000 x 1500 m dan waktu simulasi 100 detik. Hasil pada penelitian menyatakan bahwa protokol AOMDV memiliki kinerja paling baik dalam hal konsumsi energi (Jacob, 2012).
3. MOBILE AD-HOC NETWORK (MANET)
Self-configure merupakan salah satu keunikan yang terdapat pada jaringan MANET, yang mana jaringan ini dibentuk oleh node node independen yang saling bertukar informasi.
(Raja dan Baboo, 2014). MANET merupakan jaringan dengan tipe nirkabel yang terbentuk sementara dan bersifat independen tanpa perlu adanya infrastruktur jaringan yang tetap. (Conti, 2015).. Jaringan ini terdiri dan terbentuk dari beberapa node yang saling berkomunikasi, node – node tersebut dapat berupa smart devices dan kendaraan dengan kemampuan sharing data.
Gambar 1 menunjukkan beberapa contoh jaringan yang dapat diintegrasikan dengan MANET
.
Gambar 1 Integrasi Jaringan MANET Sumber : Prakash, Kumar, dan Saini (2017)
3.1. Temporally Ordered Routing Algorithm (TORA)
Protokol routing TORA merupakan algoritma routing terdistribusi adaptif yang didesain agar dapat dioperasikan pada jaringan mobile. Dasar dari mekanisme routing pada TORA adalah link-reversal, konsep pada desain protokol adalah memisahkan sebagian besar generasi dari penyebaran pesan kontrol far- reaching pada topologi jaringan dinamis.
Perilaku ini membuat TORA menjadi sangat adaptif dan sangat sesuai dengan jaringan mobile dinamis dengan bandwidth yang terbatas (Park, 1999).
Mekanisme pada TORA sama dengan mekanisme pada sistem saluran air. Dimana link komunikasi antar router digambarkan sebagai pipa, router digambarkan sebagai percabangan pipa dan paket data dapat digambarkan sebagai aliran air. Pada jaringan, setiap router memelihara metrik Routing Height untuk setiap alamat tujuan masing – masing. Ketika dua router terdekat saling berkomunikasi, router dengan nilai routing height yang lebih rendah akan diperlakukan sebagai downstream router.
Pada TORA paket data hanya dapat dirutekan dari upstream router menuju downstream router, sama halnya dengan aliran air. Mengacu pada arah dari routing height, paket data dapat dikirim dari alamat asal ke alamat tujuan tanpa adanya pengulangan (Jha, 2011). Gambar 2 menunjukkan proses aliran data pada TORA
Gambar 2 Konsep Data Flow Pada TORA Sumber : Park dan Macker (1998)
3.2. Model Mobilitas 1. Fixed Grid Model
Fixed grid model merupakan pola regular yang terdiri dari garis horizontal dan vertikal yang membetuk persegi. Pada model ini node- node tidak bergerak dan node akan muncul sesuai dengan pola grid yang telah ditentukan.
Node pada fixed grid model disebut dengan fixed
node. Fixed grid model dapat disebut sebagai mobilitas statis yang mana node pada mobilitas ini memiliki karakteristik untuk diam dan tetap berada pada lokasi awal munculnya node tersebut (Haris, 2019).
2. Random Waypoint Model
Pada Random Waypoint model lokasi kemunculan node terbentuk secara random, yang mana setiap node juga akan memilih lokasi tujuan secara random. Setiap node akan menyebar dan bergerak secara berkala berdasarkan parameternya. Mobilitas node dimulai dengan cara memilih lokasi dari node tujuan. Setelah sampai pada lokasi tujuan, node akan berhenti dan diam di lokasi untuk beberapa saat. Lama waktu berhenti pada node tersebut disesuaikan dengan lama waktu dari pause time.
Setelah pause time selesai node akan kembali melakukan pergerakan dengan mengulang prosedur yang telah dijalankan (Laqtib, 2016
).
Gambar 3 menunjukkan pergerakan node pada model mobilitas random waypoint.
Gambar 3 Random Waypoint Model Sumber : Rohankar (2012)
4. PERANCANGAN SIMULASI 4.1. Perancangan Topologi
Tahap ini dilakukan dengan merancang
topologi jaringan berdasarkan pada dua model mobilitas yang berbeda yaitu fixed grid model dan random waypoint model. Pada fixed grid model skenario yang digunakan adalah penambahan jumlah node dengan jarak antar node 250m, energi awal 1000j dan waktu simulasi 100s.Gambar 4 menunjukkan topologi jaringan MANET 30 node dengan model mobilitas fixed grid, yang mana lokasi kemunculan node pada topologi ini sesuai dengan pola grid yang membentuk persegi.Gambar 4 Topologi Jaringan MANET 30 Node
dengan Fixed Grid Model
Sedangkan pada random waypoint skenario yang digunakan adalah penambahan jumlah node dengan kecepatan node antara 2m/s sampai 5m/s, energi awal 1000j pada luas area 1000m x 1000m dengan waktu simulasi 100s. Gambar 5 menunjukkan topologi jaringan MANET 30 node dengan model mobilitas random waypoint, yang mana lokasi kemunculan node pada topologi ini terbentuk secara random.
Gambar 5 Topologi Jaringan MANET 30 Node dengan Random Waypoint Model
4.1. Perancangan Parameter Simulasi
Perancangan ini dilakukan dengan tujuan memberi gambaran mengenai simulasi yang akan dirancang pada NS2. Pada Tabel 1 dan Tabel 2 terdapat parameter parameter yang menjadi dasar untuk melakukan perancangan simulasi jaringan.
Tabel 1. Parameter Simulasi Fixed Grid
Parameter Nilai
Routing Protokol TORA Jumlah Node 30, 50 dan 70
Energi Awal 1000 Joule Besar Data 512 byte Waktu Simulasi 100 detik
Jenis Trafik CBR/Udp
Model Mobilitas Fixed Grid Jarak Antar Node 250m
Luas Area 1250m x 1000m 2250m x 1000m 2250m x 1500m Tabel 2. Parameter Simulasi Random Waypoint
Parameter Nilai
Routing Protokol TORA Jumlah Node 30, 50 dan 70
Energi Awal 1000 Joule Kecepatan 2m/s – 5m/s Besar Data 512 byte Waktu Simulasi 100 detik
Jenis Trafik CBR/Udp Model Mobilitas Random Waypoint
Luas Area 1000m x 1000m
4.1. Skenario Pengujian
Skenario pengujian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data hasil berupa sisa energi pada setiap node. Skenario pengujian dilakukan pada dua model mobilitas yang berbeda yaitu : fixed grid model dan random waypoint model.Dilanjutkan dengan melakukan penambahan jumlah node dari 30, 50, ke 70 dan besar energi awal 1000 Joule.
Skenario pengujian dilakukan dengan cara melakukan pengiriman data paket UDP berdasarkan rute yang telah dibuat dari node pengirim melalui node perantara menuju ke lokasi dari node penerima. Skenario pengujian ini dilakukan selama 100 detik
5. Hasil Dan Pembahasan
5.1. Analisis Rata – Rata Sisa Energi
Nilai rata-rata sisa energi didapatkan dari hasil analisis data trace file yang telah dikonversi menggunakan AWK, data tersebut berupa sisa energi . Berdasarkan pada fixed grid model nilai rata-rata sisa energi pada 30 node adalah 934,626 Joule, 50 node adalah 937,738 Joule dan 70 node adalah 938,451 Joule. Nilai rata-rata sisa energi pada model mobilitas fixed grid dijabarkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai Rata- Rata Sisa Energi Pada Fixed Grid Model
No.
Jumlah Node
Total Sisa Energi
Rata-Rata Sisa Energi 1 30 Node 28038,77J 934,626J 2 50 Node 46886,919 J 937,738 J 3 70 Node 65691,556 J 938,451 J Sedangkan pada random waypoint nilai rata-rata sisa energi pada 30 node adalah 937,193 Joule, 50 node adalah 944,192 Joule dan 70 node adalah 945,662 Joule. Nilai rata-rata sisa energi pada model mobilitas random waypoint dijabarkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai Rata- Rata Sisa Energi Pada random waypoint Model
No.
Jumlah Node
Total Sisa Energi
Rata-Rata Sisa Energi 1 30 Node 28115,791J 937,193 J 2 50 Node 47209,616 J 944,192 J 3 70 Node 66196,265J 945,662 J Berdasarkan data hasil dari setiap skenario simulasi dapat dikatakan bahwa fixed grid model memiliki nilai rata – rata sisa energi yang lebih rendah dibandingkan dengan random waypoint model. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan parameter luas area, luas area model mobilitas fixed grid lebih besar dari luas area model mobilitas random waypoint. Mengacu pada mekanisme multi rute, TORA membutuhkan waktu lebih lama dalam penelusuran rute pada jaringan dengan luas area yang lebih besar. Oleh karena itu jaringan dengan luas area lebih besar akan mengkonsumsi energi lebih besar pula.
5.2. Analisis Total Konsumsi Energi Fixed Grid Model dan Random Waypoint Model Nilai dari total konsumsi energi didapatkan dengan cara mengurangi nilai total besar energi awal dengan nilai total sisa energi
1. Analisis Total Konsumsi Energi 30 Node Pada Fixed Grid Model dan Random Waypoint Model
Gambar 6. Total Konsumsi Energi 30 Node pada Fixed Grid Model dan Random Waypoint Model.
Nilai total konsumsi energi pada fixed grid model lebih besar dari pada random waypoint model yaitu : 1961,23 Joule berbanding 1884,209 Joule data ini dapat dilihat pada grafik Gambar 6.
2. Analisis Total Konsumsi Energi 50 Node Pada Fixed Grid Model dan Random Waypoint Model
Gambar 7 Total Konsumsi Energi 50 Node Pada Fixed Grid Model dan Random Waypoint Model
Nilai total konsumsi energi pada fixed grid model lebih besar dari pada random waypoint model yaitu : 3113,081 Joule berbanding 2790,384 Joule data ini dapat dilihat pada grafik Gambar 7.
3. Analisis Total Konsumsi Energi 70 Node Pada Fixed Grid Model dan Random Waypoint Model
Gambar 8 Total Konsumsi Energi 70 Node Pada Fixed Grid Model dan Random Waypoint Model
Nilai total konsumsi energi pada fixed grid model lebih besar dari pada random waypoint model yaitu : 4308,444 Joule berbanding 3803,635 Joule data ini dapat dilihat pada grafik Gambar 8.
Nilai total konsumsi energi setiap skenario pada model mobilitas fixed grid lebih besar dibanding dengan nilai total konsumsi energi pada model mobilitas random waypoint. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan parameter luas area, luas area model mobilitas fixed grid lebih besar dari luas area model mobilitas random waypoint. Mengacu pada mekanisme multi rute, TORA membutuhkan waktu lebih lama dalam penelusuran rute pada jaringan dengan luas area yang lebih besar. Oleh karena itu jaringan dengan luas area lebih besar akan mengkonsumsi energi lebih besar pula.
5.3. Analisis Rata-Rata Konsumsi Energi
Melakukan rata-rata pada nilai total konsumsi energi yang diperoleh dari hasil analisis trace file adalah cara yang harus dilakukan untuk mendapatkan nilai rata rata konsumsi energi pada setiap node.
1. Analisis Rata-Rata Konsumsi Energi Pada Fixed Grid Model
Tabel 5 menjabarkan nilai rata-rata konsumsi energi dengan skenario penambahan jumlah node dari 30 node, 50 node hingga 70 node pada fixed grid model
Tabel 5 Rata- Rata Konsumsi Energi Pada Fixed Grid Model
No.
Jumlah Node
Total Konsumsi
Energi
Rata-Rata Konsumsi
Energi 1 30 Node 1961,23 J 65,375 J 2 50 Node 3113,081 J 62,262 J 3 70 Node 4308,444 J 61,549 J
Gambar 9. Rata-Rata Konsumsi Energi Pada Fixed Grid Model
Grafik pada Gambar 9 memperlihatkan bahwa nilai rata – rata konsumsi energi pada fixed grid model mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya jumlah node. Penurunan konsumsi energi pada setiap skenario bisa terjadi karena adanya mekanisme multi rute pada TORA, yang mana TORA membuat beberapa rute sekaligus ke node tujuan. Selain itu yang mempengaruhi penurunan konsumsi energi pada setiap skenario fixed grid model adalah perubahan yang terjadi pada jumlah node dan luas area.
2. Analisis Rata-Rata Konsumsi Energi Pada Random Waypoint Model
Tabel 6 menjabarkan nilai rata-rata konsumsi energi dengan skenario penambahan jumlah node dari 30 node, 50 node hingga 70 node pada random waypoint model
Tabel 6 Rata- Rata Konsumsi Energi Pada Random Waypoint Model
No.
Jumlah Node
Total Konsumsi
Energi
Rata-Rata Konsumsi
Energi 1 30 Node 1961,23 J 65,375 J 2 50 Node 3113,081 J 62,262 J 3 70 Node 4308,444 J 61,549 J
Gambar 10. Rata-Rata Konsumsi Energi Pada Random Waypoint Model
Random waypoint model mengalami penurunan nilai rata – rata konsumsi energi per node seiring dengan bertambahnya jumlah node, hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Penurunan konsumsi energi pada setiap skenario bisa terjadi karena adanya mekanisme multi rute pada TORA, yang mana TORA membuat beberapa rute sekaligus ke node tujuan. Selain itu yang mempengaruhi penurunan konsumsi energi pada setiap skenario model mobilitas
random waypoint adalah perubahan yangterjadi pada jumlah node serta kecepatan dan lokasi node. Perubahan kecepatan dan lokasi node dapat memicu terjadinya perubahan rute dari node penerima menuju ke node tujuan
6. KESIMPULAN
1. Simulasi jaringan MANET dengan mengimplementasikan protokol TORA pada NS2, berdasarkan skenario penambahan jumlah node dari 30 node, 50 node hingga 70 node pada fixed grid model. Nilai rata – rata konsumsi energi pada setiap node adalah sebagai berikut : 30 node dengan nilai rata- rata konsumsi energi 65,374, 50 node dengan nilai rata – rata konsumsi energi 62,262 dan 70 node dengan nilai rata – rata konsumsi energi 61,549. Pada model mobilitas fixed grid nilai rata rata konsumsi energi mengalami penurunan seiring dengan penambahan jumlah node.
2. Simulasi jaringan MANET dengan mengimplementasikan protokol TORA pada NS2, berdasarkan skenario penambahan jumlah node dari 30 node, 50 node dan 70 node pada random waypoint model. Nilai rata – rata konsumsi energi pada setiap node adalah sebagai berikut : 30 node dengan nilai rata- rata konsumsi energi 62,807, 50 node dengan nilai
rata – rata konsumsi energi 55,808 dan 70 node dengan nilai rata – rata konsumsi energi 54,388.
Pada model mobilitas Random Waypoint nilai rata rata konsumsi energi mengalami penurunan seiring dengan penambahan jumlah node 7. DAFTAR PUSTAKA
Conti, M., Boldrini, C., Kanhere, S.S., Mingozzi, E., Pagani, E., Ruiz, P.M., &
Younis, M. 2015. “From MANET to people-centric networking: milestones and open research challenges.”
Computer Communications, 71, pp. 1-21 Haris, M.I., Trisnawan, P.H., & Primanda, R.,
2019. Perbandingan Kinerja Protokol DSDV dan FSR Terhadap Model Node Tetap dan Node Bergerak. University of Brawijaya
Jacob, J., & Seethalakshmi, V., 2012.
Performance Analysis and Enhancemnet of Routing Protocol in MANET. IJMER.
India : Sri Shakthi Institute
Jha, G.K., Kumar, N., Sharma, H., & Sharma, K.G., 2011. Improvement of QoS Performance in Manet by Qos-TORA : A TORA Based QoS Routing Algorithm.
University Mathura
Kumar, J., & Panda, M.K., 2016. Ad hoc Network Routing Protocols on Random Waypoint Model. International Conference on Electrical, Electronics, and Optimization Techniques.
Laqtib, Safaa., El Yassini, Khalid., Houmer, Meriem., El Ouadghiri, Moulay Driss. &
Hasnaoui, Moulay Lahcen., 2016. Impact
of Mobility Models on Optimized Link State Protokol routing in MANET. IEEE Network
Mangalekar, A et al., International Journal Of Core Engineering & Management (IJCEM) (Volume 1, Issue 10, January 2015). EnergiEfficient Routing Protocol in MANET Using NS-2
Muralishankar, V.G et al., International Journal of Computer Science and Mobile Aplication (Vol.2, Issue.3, 2014, Maret).
Routing Protocols for MANET: A Literature Survey.
Norouzi, A., & Zaim, A.H., 2012. Energy Consumption Analysis of Routing Protocols in Mobile Ad Hoc Networks.
Turkey : Istanbul University
Prakash, J., Kumar, R., Saini, J., 2017. "MANET- internet Integration Architecture,"
Science Alert, vol. 17, pp. 264-281, 2017.
Park, V.D., Macker, J.P., & Corson, M.S., 1999.
Applicability of The Temporally Ordered Routing Algorithm for Use In Mobile Tactical Networks.Whoshington. DC Raja, M.L. & Baboo, C.D.S.S. (2014). “An
Overview of MANET: Applications, Attacks and Challenges.” International Journal of Computer Science and Mobile Computing, 3(1), January, pp. 408-417.
Rohankar, Rashmi., Bhatia, Rinkoo., Shrivastava, Vineet. & Sharma, Deepak Kumar., 2012., Performance Analysis of Various Routing Protocols (Proactive and Reactive) for Random Mobility Models of Adhoc Networks. IEEE Network