• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

7

2.1 Pembahasan Teori Hasil Penelitian yang Relevan 2.1.1 Pengertian Pajak

Pengertian pajak Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo (revisi 2011:1), adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Pengertian pajak Adriani yang dikutip oleh Diana Sari (2013:34), adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Pengertian pajak Djajadiningrat yang dikutip oleh Diana Sari (2013:34), adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu.Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan.Untuk itu, tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung, misalnya untuk memelihara kesejahteraan umum”.

Pengertian pajak SoeparmanSoemohamijaya yang dikutip oleh Diana Sari (2013:35), sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-

(2)

barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari berbagai pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut :

1. Adanya iuran masyarakat kepada Negara, yang berarti bahwa pajak hanya dipungut oleh Negara (pemerintah pusat dan daerah).

2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang, asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dalam undang-undang”.

3. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

4. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukan secara langsung. Misalnya,orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.

5. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah, dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. Apabila ada kelebihan hasil pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran rutin maupun pembangunan).

6. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

2.1.2 Fungsi Pajak

Fungsi pajak Mardiasmo (2011:7) ada dua, yaitu : 1. Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya.

2. Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

(3)

Contoh :

1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

2. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

3. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak

Syarat pemungutan pajak Mardiasmo (2011:2) ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, yaitu :

1. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil.Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.

3. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansiil)

Sesuai dengan budgetir, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

(4)

5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.1.4 Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak Mardiasmo (2011:8) dapat dikelompokan menjadi :

1. Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :

1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

2) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuknya antara lain :

1) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

2) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

2.1.5 Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

Atas dasar apakah Negara mempunyai hak untuk memungut pajak?

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut yaitu :

1. Teori Asuransi

(5)

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya.

Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :

1) Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang.

2) Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

4. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya.Sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5. Dasar Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkan kembali ke dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

(6)

2.1.6 Pengelompokan Pajak

Pajak dapat dikelompokkan ke dalam golongan Diana sari (2013:43), sebagai berikut :

1. Sifatnya

1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang erat kaitannya atau hubungannya dengan subjek pajak atau yang dikenakan pajak dan besarnya dipengaruhi oleh keadaan Wajib Pajak. Pajak ini disebut pajak langsung (jadi langsung dikenakan pada subjeknya). Dimulai dengan menetapkan orangnya, baru kemudian dicari syarat-syarat objektifnya.

Contoh : Pajak Penghasilan.

2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang erat hubungannya dengan objek pajak, yang selain dari pada benda dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar. Besarnya tidak ditentukan oleh keadaan Wajib Pajak.

Pajak ini disebut pajak tidak lansung karena tidak langsung pada subjeknya. Dimulai dengan objeknya, seperti keadaan, peristiwa, perbuatan dll, baru kemudian dicari orangnya yang harus membayar pajaknya, yaitu subjeknya.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

2. Pembebanannya

1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang langsung dibayar atau dipikul oleh wajib pajak yang bersangkutan dan pajak ini langsung dipungut pemerintah dari wajib pajak, tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dipungut secara berkala (periodik).

Contoh : PPH,PBB.

2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang dipungut kalau ada suatu peristiwa atau perbuatan tertentu, seperti penggerakan barang tidak bergerak, pembuatan akte, dan lain-lain dan pembayar pajak dapat melimpahkan beban pajaknya kepada pihak lain serta pajak ini tidak mempergunakan surat ketetapan pajak.

(7)

Contoh : PPN dan PPnBM, Bea Materai.

3. Kewenangannya

1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya atau dikelola oleh pemerintah pusat dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin Negara dan pembangunan (APBN).

Contoh : PPh, PPN dan PPn BM, Bea Materai.

2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya atau dikelola oleh Pemerintah Daerah (baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD).

Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Kendaraan Bermotor.

2.1.7 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi beberapa bagian Mardiasmo (2011:7), yaitu :

1. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri,

(8)

2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

1) Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.2 Pengertian Pajak Daerah

Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu :

“Pajak daerah adalah kontribusi wajib pajak kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan sacara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Yang dimaksud dengan badan disini adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan nama dalam bentuk apapun firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentukbadan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan selain pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009).

(9)

2.2.1 Ciri-ciri Pajak Daerah

1. Pajak Daerah dapat berasal dari Pajak Asli Daerah maupun pajak Negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

2. Pajak Daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah administratif yang dikuasainya.

3. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum.

2.2.2 Objek, Subjek, Wajib Pajak Daerah 1. Objek Pajak

Siahaan (2010:78),menyatakan bahwa :

“Objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata).Taatbestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak”.

2. Subjek Pajak

Pengertian Subjek Pajak Daerah Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 angka 8, yaitu :

“Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah”.

3. Wajib Pajak

Sedangkan pengertian Wajib Pajak Daerah Undang-Undang No.34 Tahun 2000 dalam pasal 1 angka 9, adalah :

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangan-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu”.

(10)

2.2.3 Jenis Pajak Daerah

Jenis pajak daerah Mardiasmo (2011:13), dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Pajak Provinsi, terdiri dari :

1) Pajak Kendaraan Bermotor.

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

4) Pajak Air Permukaan.

5) Pajak Rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:

1) Pajak Hotel.

2) Pajak Restoran.

3) Pajak Hiburan.

4) Pajak Reklame.

5) Pajak Penerangan Jalan.

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

7) Pajak Parkir.

8) Pajak Air Tanah.

9) Pajak Sarang Burung Walet.

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Khusus untuk Daerah yang singkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota.

2.2.4 Tarif Pajak Daerah

Tarif Pajak Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yang dikutip oleh Sihaan (2010:86):

1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dengan perincian sebagai berikut :

1) Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen).

(11)

2) Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

3) Tarif pajak Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan Kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

4) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

2. Tarif Bea Balik Nama KendaraanBermotor ditetapkan paling tinggi masing- masing sebagai berikut :

1) Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) 2) Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

3. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

4. Tarif Pajak Air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

5. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.

6. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

7. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

8. Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuh hiburan berupa pengelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

(12)

9. Tarif pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).

10. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

11. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).

12. Tarif Pajak Parkir di tetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen).

13. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).

14. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen).

15. tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).

16. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

2.2.5 Dasar Pengenaan Pajak Daerah

Dasar pengenaan pajak daerah Siahaan(2010:90), adalah sebagai berikut:

1. Pajak Provinsi sebagai berikut :

1) Pajak Kendaraan bermotor dikenakan atas hasil perkalian dari dua unsur pokok nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relative tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

2) Bea Balik Nama Kendaraan bermotor dikenakan atas nilai jual kendaraan bermotor.

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor dikenakan atas nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai.

4) Pajak Air Permukaan atas nilai perolehan air.

5) Pajak rokok dikenakan atas cukai yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap rokok.

(13)

2. Pajak Kabupaten/Kota sebagai berikut :

1) Pajak Hotel dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar oleh hotel.

2) Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang seharusnya diterima restoran.

3) Pajak Hiburan dikenakan atas jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.

4) Pajak reklame dikenakan atas nilai sewa reklame.

5) Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga listrik.

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan nilai jual hasil pengambilan mineral logam dan batuan.

7) Pajak Parkir dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelengara tempat parkir.

8) Pajak Air tanah dikenakan atas nilai perolehan air tanah.

9) Pajak Sarang burung walet dikenakan atas nilai jual sarang burung walet.

10) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan dikenakan atas harga jual objek pajak (HJOP).

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan atas nilai jual objek pajak (NJOP).

2.2.6 Cara Perhitungan Pajak Daerah

Cara perhitungan pajak daerah Siahaan (2010:91), yaitu :

“Besarnya pokok pajak dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Cara perhitungan ini digunakan untuk setiap jenis pajak daerah, yang juga merupakan dasar perhitungan untuk semua jenis pajak pusat.”

2.3 Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak kendaraan bermotor Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 33 tahun 2013 dalam pasal 1, sebagai berikut :

(14)

“Pajak Kendaraan Bermotor adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor”.

Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda serta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

2.3.1 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

Dasar hukum pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air pada suatu provinsi Siahaan (2010:177), adalah sebagai berikut.

Dalam masa transisi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pemungutan PKB dan KAA di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan PKB dan KAA sebagaimana dibawah ini : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah Provinsi yang mengatur tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, tetapi dapat juga dibuat secara terpisah yaitu Peraturan Daerah tentang PKB dan Peraturan Daerah tentang PKAA. Beberapa provinsi yang menetapkan Peraturan Daerah tentang PKAA yang terpisah dari Peraturan Daerah tentang PKB antara lain sebagai berikut :

1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air.

(15)

2) Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air.

3) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air.

4) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pajak Alat Angkut di Atas Air.

5) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air.

6) Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air.

7) Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air.

5. Keputusan Gubernur yang mengatur tentang PKB dan KAA sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang PKB dan KAA pada provinsi dimaksud. Sebagaimana halnya pada poin 4 diatas, keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB dan KAA dapat dibuat menyatu yaitu satu keputusan gubernur untuk PKB dan KAA, tetapi dapat juga dibuat secara terpisah yaitu Keputusan Gubernur tentang PKB dan Keputusan Gubernur tentang PKAA.

(16)

2.3.2 Objek Pajak Kendaraan Bermotor

Objek pajak kendaraan bermotor Oyok Abuyamin (2010:400), sebagai berikut :

“Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor”.

Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 33 tahun 2013 dalam paragraf 2 pasal 5 objek PKB, meliputi :

“Kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor di Daerah, termasuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor beserta gandengannya, alat-alat berat dan alat-alat besar di jalan darat.”

Alat-alat berat dan alat-alat besar sebagaimana yang dimaksud di atas meliputi : 1. Forklift (crane).

2. Traktor.

3. Loader.

4. Excavator.

5. Motor Grader.

6. Track loader/shovel/logloader.

7. Vibrator roller/compactor.

8. Backhoe loader.

9. Pipe layers.

10. Conveyor belt mover.

11. Wheelloader.

12. Bulldozer.

13. Stoom walls.

Jenis alat-alat berat dan alat-alat besar lainnya di luar angka 1 sampai dengan 13. Dikecualikan dari Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor, meliputi :

1. Kereta Api.

2. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan Negara.

(17)

3. Kendaraan bermotor yang tidak digunakan karena disegel, disita dan/atau dibekukan/diblokir oleh Negara atau atas permintaan sendiri untuk dibekukan/diblokir.

4. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Lembaga-lembaga Internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah dengan asas timbale balik.

5. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai pabrikan atau importer yang semata-mata tersedia untuk dipamerkan.

2.3.3 Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 33 tahun 2013 dalam paragraf 3 pasal 7, subjek PKB adalah :

“Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor”.

Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 33 tahun 2013 dalam paragraf 4 pasal 8, wajib pajak PKBadalah :

“Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor”.

Sedangkan yang bertanggungjawab atas pembayaran PKB adalah :

1. Orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya, ahli waris dan/atau pengampunya, dengan ketentuan :

1) Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak kepemilikannya.

2) Orang atau badan yang memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan bermotor.

3) Ahli waris.

(18)

4) Pengampu (Orang atau badan yang mempunyai tanggung jawab hukum untuk mewakili seseorang yang tidak mampu menangani urusannya).

2. Badan, diwakili oleh pengurus atau kuasanya.

3. Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri, oleh Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang.

2.2.4 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor

Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 33 Tahun 2013 tentang Pajak Daerah untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dalam paragraf 1 pasal 11 menyatakan bahwa :

1. Dasar pengenaan PKB adalah hasil perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu :

1) Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB).

2) Bobot, yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat pengguanaan kendaraan bermotor.

2. Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar, dasar pengenaan PKB adalah NJKB.

3. Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada nomor 1 dan 2, ditetapkan dalam Peraturan Gubernur tersendiri, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri dalam Negeri.

4. Untuk kendaraan bermotor yang NJKB-nya belum tercantum dalam Peraturan Menteri dalam Negeri dan Peraturan Gubernur, ditetapkan dasar perhitungan pengenaan PKB dengan Keputusan Kepala Dinas.

5. Dasar perhitungan pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada nomor 4, ditentukan oleh salah satu atau beberapa faktor sebagai berikut :

(19)

1) Harga pasaran umum, ditetapkan 10% (sepuluh persen) dibawah harga kosong (off the road) atau 21,75% (dua puluh satu koma tujuh puluh lima persen) di bawah perkiraan harga isi (on the road).

2) Harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan horse power yang sama.

3) Harga kendaraan bermotor dengan merek dan/atau tipe atau model sejenis yang hampir sama.

4) Harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan dan produsen kendaraan bermotor yang sama.

5) Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen pemberitahuan import barang.

6) NJKB dari provinsi lain.

7) Harga kendaraan bermotor berdasarkan harga uang tercantum di faktur.

2.3.5 Tarif Pajak Kendaraan Bermotor

Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 33 Tahun 2013 tentang Pajak Daerah untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dalam paragraf 2 pasal 12 sebagai berikut :

1. Kepemilikan kendaraan bermotor pertama, sebesar 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen).

2. Kepemilikan kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih kedua dan seterusnya didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut:

1) PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25% (dua koma dua puluh lima persen).

2) PKB kepemilikan ketiga sebesar 2,75% (dua koma tujuh puluh lima persen).

3) PKB kepemilikan keempat sebesar 3,25% (tiga koma dua puluh lima persen).

(20)

4) PKB kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,75% (tiga koma tujuh puluh lima persen).

3. Kepemilikan kendaraan bermotor roda 2 (dua) kedua dan seterusnya, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut:

1) PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25% (dua koma dua puluh lima persen).

2) PKB kepemilikan ketiga sebesar 2,75% (dua koma tujuh puluh lima persen).

3) PKB kepemilikan keempat sebesar 3,25% (tiga koma dua puluh lima persen).

4) PKB kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,75% (tiga koma tujuh puluh lima persen).

4. Kepemilikan kendaraan bermotor roda 3 (tiga) kedua dan seterusnya, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut:

1) PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25% (dua koma dua puluh lima persen).

2) PKB kepemilikan ketiga sebesar 2,75% (dua koma tujuh puluh lima persen).

3) PKB kepemilikan keempat sebesar 3,25% (tiga koma dua puluh lima persen).

4) PKB kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,75% (tiga koma tujuh puluh lima persen).

5. Tarif PKB angkutan umum termasuk kendaraan bermotor angkutan umum milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri, ditetapkan sebesar 1 % (satu persen).

6. Tarif PKB ambulans, mobil jenazah dan pemadam kebakaran milik dan/atau dikuasai Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri termasuk milik pribadi atau lembaga sosial dan lembaga keagamaan, ditetapkan sebesar 0,5 % (nol koma lima persen).

(21)

7. Tarif PKB untuk kendaraan bermotor milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri serta lembaga sosial dan lembaga keagamaan, ditetapkan sebesar 0,5 % (nol koma lima persen).

8. Tarif PKB untuk alat-alat berat dan alat-alat besar termasuk yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri, ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen).

2.4 Tarif Pajak Progresif Kendaraan Bermotor 2.4.1 Pengertian Pajak Progresif

Pajak progresif adalah pajak kendaraan bermotor yang persentasenya semakin besar apabila kendaraan tersebut tercatat dengan nama pemilik dan alamat tempat tinggal yang sama. Pajak progresif ini tidak berlaku untuk kendaraan dinas pemerintahan dan kendaraan angkutan umum (Mardiasmo, 2011).

2.4.2 Presentasi Pajak Progresif

Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai dengan tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut :

1. PKB kepemilikan pertama, sebesar1,75%

2. PKB kepemilikan kedua, sebesar2,25%

3. PKB kepemilikan ketiga, sebesar2,75%

4. PKB kepemilikan keempat, sebesar3,25%

5. PKB kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar3,75%

(22)

2.5 Perhitungan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Kendaraan Bermotor 2.5.1 Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor

Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 33 Tahun 2013 tentang Pajak Daerah untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) menyatakan sebagai berikut : 1. Besaran pokok PKB, dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan

dasar pengenaan pajak yang merupakan perkalian NJKB dengan bobot.

2. Perhitungan dasar PKB sebagaimana dimaksud pada nomor 1, dihitung dengan cara sebagai berikut :

1) Besarnya PKB terhutang kepemilikan pertama, adalah 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) dari NJKB x bobot.

2) Besarnya PKB terhutang kepemilikan kedua, adalah 2,25% (dua koma dua puluh lima persen) dari NJKB x bobot.

3) Besarnya PKB terhutang kepemilikan ketiga, adalah 2,75% (dua koma tujuh puluh lima persen) dari NJKB x bobot.

4) Besarnya PKB terhutang kepemilikan keempat, adalah 3,25% (tiga koma dua puluh lima persen) dari NJKB x bobot.

5) Besarnya PKB terhutang kepemilikan kelima dan seterusnya, adalah 3,75% (tiga koma tujuh puluh lima persen) dari NJKB x bobot.

3. Penerapan tarif PKB progresif tidak berlaku bagi :

1) Kendaraan bermotor bukan umum yang dimiliki oleh Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri.

2) Kendaraan bermotor umum orang dan kendaraan bermotor umum barang.

4. Penerapan tarif PKB profesi didasarkan pada tanggal, bulan dan tahun kepemilikan, yang terdaftar dalam databasekendaraan bermotor atau SKPD/dokumen lain yang dipersamakan atau dokumen lain yang berkaitan dengan kepemilikan kendaraan bermotor.

(23)

5. Pengenaan tarif PKB progresif berlaku hanya untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelompok roda 2 (dua), roda 3 (tiga) dan roda 4 (empat) atau lebih, dengan ketentuan tidak digabungkan antar kelompok kendaraan bermotor.

6. Dalam hal kendaraan bermotor sudah beralih kepemilikan dan pemilik selaku Wajib Pajak telah melaporkan ke Kantor Bersama Samsat tempat kendaraan bermotor terdaftar, yang dibuktikan dengan Surat Pernyataan lapor alih kepemilikan yang ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan sudah dilakukan proteksi kepemilikan oleh Dinas, mengubah urutan kepemilikan progresif, selanjutnya penetapan PKB bagi pemilik baru ditetapkan tarif progresif tertinggi, sebesar 3,75% (tiga koma tujuh puluh lima persen).

7. Kendaraan bermotor dengan status jaminan (leasing), yang sudah beralih kepemilikan tetapi masih atas nama pemilik lama, dikenakan tarif PKB progresif tertinggi, sebesar 3,75% (tiga koma tujuh puluh lima persen).

8. Dalam hal kendaraan bermotor yang beralih kepemilikan dan mutasi keluar memiliki tunggakan pajak, penerapan tarif PKB progresif mengacu pada urutan kepemilikan sebelumnya.

2.5.2 Penyetoran Pajak Kendaraan Bermotor

Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 33 Tahun 2013 tentang Pajak Daerah untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dalam paragraf 2 pasal 19 sebagai berikut :

1. Penyetoran PKB dari Bendahara Penerimaan Pembantu atau Petugas yang ditunjuk ke Kas Daerah, dilakukan dengan menggunakan Surat Tanda Setoran(STS).

2. Dalam hal STS belum diterima oleh Bendahara Penerimaan Pembantu atau Petugas yang ditunjuk, maka sebagai tanda bukti penyetoran dibuatkan Surat Tanda Setoran Sementara (STSS) yang ditandatangani oleh Bank yang ditunjuk dan Bendahara Penerimaan Pembantu atau Petugas yang ditunjuk.

(24)

2.5.3 Pelaporan Pajak Kendaraan Bermotor

Pelaporan yaitu semua kegiatan yang dilakukan dalam proses pemungutan dan hasil pelaksanaan pemungutan pajak oleh Unit Pelayanan Pendapatan dilaporkan kepada Dinas secara periodik setiap bulan paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya dengan bentuk atau model pelaporan yang ditentukan oleh dinas, dan paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya Kepala Dinas melaporkannya kepada Gubernur.

2.6 Kompensasi

Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 33 Tahun 2013 tentang Pajak Daerah untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dalam pasal 1 menyatakan bahwa :

“Kompensasi adalah pengembalian kelebihan pembayaran PKB berupa perhitungan pembayaran pajak kendaraan untuk tahun masa pajak berikutnya”.

Dalam pasal 43 sebagai berikut :

Kompensasi PKB hanya dilakukan untuk objek kendaraan bermotor yang sama, dengan ketentuan :

1. Berkurangnya masa pajak akibat mutasi antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi.

2. Berkurangnya masa pajak akibat ganti kepemilikan tetapi masa pajak masih berlaku.

3. Ubah fungsi, ubah bentuk atau ganti pemilik.

2.7 Keringanan dan Pembebasan

Menurut Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 33 Tahun 2013 tentang Pajak Daerah untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dalam pasal 44 sebagai berikut :

1. Keringanan pembayaran PKB dapat diberikan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan, yang disebabkan:

(25)

1) Objek pajak rusak berat.

2) Objek pajak yang hilang, ditemukan kembali.

3) Wajib Pajak pailit.

4) Kebijakan Pemerintah.

5) Sebab lain yang dipertanggungjawabkan.

2. Pembebasanpembayaran PKB dapat diberikan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan, yang disebabkan:

1) Objek pajak musnah atau hilang.

2) Kendaraan bermotor dibekukan atas permintaan sendiri.

3) Kebijakan Pemerintah.

4) Sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Jenis keringanan dan pembebasan pembayaran PKB sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 dan 2, berlaku terhadap :

1) Besarnya pokok pajak.

2) Sanksi admnistratif berupa denda.

3) Pendapatan Asli Daerah

2.7.1 Pengertian Pendapatan AsliDaerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.Untuk menemukan corak otonomi daerah, maka salah satu variabel pokok yang digunakan adalah kemampuan keuangan daerah. Selanjutnya, kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari rasio PAD terhadap APBD. Dengan demikian maka besarnya PAD menjadi unsur yang sangat penting dalam mengukur tingkat kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah.

Peran PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah masih rendah.Kendatipun perolehan PAD setiap tahunnya relatif meningkat namun masih kurang mampu menambah laju pertumbuhan ekonomi daerah.Untuk beberapa daerah yang relatif minus dengan kecilnya pecan PAD dalam APBD, maka upaya satu-satunya adalah menarik investasi swasta domestik ke daerah

(26)

minus.Pendekatan ini tidaklah mudah dilakukan sebab swasta justru lebih berorientasi kepada daerah yang relatif menguntungkan dari segi ekonomi.

Melihat kenyataan yang ada bahwa PAD yang diperoleh pada umumnya masih relatif rendah, maka tidak sedikit Pemerintah Daerah yang merasa khawatir melaksanakan otonomi daerah.Kekhawatiran yang berlebihan bagi daerah, terlebih bagi daerah miskin dalam menghadapi otonomi daerah mestinya tidak perlu terjadi.

Pertimbangan pemberian otonomi daerah tidaklah mesti dilihat dari pertimbangan keuangan semata, sekiranya pertimbangan ini masih tetap mendominasi pemberian otonomi ini tidak akan terlaksana. Sebenarnya apabila diberikan mekanisme kewenangan yang lebih luas dalam bidang keuangan, maka Pemerintah Daerah dapat menggali dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Otonomi daerah diharapkan lebih menekankan kepada mekanisme yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam bidang keuangan, karena dengan kewenangan tersebut uang akan dapat dicari semaksimal mungkin tentu saja dengan memperhatikan potensi daerah serta kemampuan aparat pemerintah untuk mengambil inisiatif guna menemukan sumber-sumber keuangan yang baru.

Kewenangan yang luas bagi daerah akan dapat menentukan mana sumber dana yang dapat digali dan mana yang secara potensial dapat dikembangkan.

Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah

Sumber-sumber PAD sebagaimana telah dikemukakan pada bab terdahulu, terdiri dari beberapa unsur yaitu pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.

1. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dapat digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunandaerah.

2. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi ataubadan.

(27)

3. Perusahaan daerah adalah badan usaha milik daerah yang didirikan oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk menambah pendapatan daerah dan mampu memberikan rangsangan berkembangnya perekonomian daerah.

4. Hasil perusahaan daerah sebagai salah satu sumber PAD meskipun memiliki potensi yang cukup besar tetapi dengan pengelolaan perusahaan yang tidak/kurang profesional dan terlebih lagi dengan adanya intervensi dari Pemerintah Daerah sendiri, maka kontribusi PAD dari sumber ini masih kurangmemadai.

5. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah diperoleh antara lain dari hasil penjualan asset daerah dan jasa giro, penerimaan dari pihak ketiga yang bukan perusahaan daerah, deviden BPD, ganti biaya dokumen lelang, danlain-lain.

Fungsi Pendapatan Asli Daerah

PAD sebagai anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama yaitu sebagai berikut :

1. Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (PlanningTool)

Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa, biaya yang dibutuhkan, dan berapa, hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk :

1) Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yangditetapkan.

2) Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumberpembiayaannya.

3) Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun,

4) Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaianstrategi.

(28)

2. Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (ControlTool)

Anggaran merupakan suatu alat yang esensial untuk menghubungkan antara proses perencanaan dan proses pengendalian. Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dapat dipertanggung jawabkan kepada, publik. Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending, underspending, dan salah sasaran (misappropiation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah. Sebagai alat pengendalian manajerial, anggaran sektor publik digunakan untuk meyakinkan bahwa pemerintah mempunyai uang yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, anggaran digunakan untuk memberi informasi dan meyakinkan legislatif bahwa pemerintah bekerja secara efisien, tanpa ada, korupsi dan pemborosa

3. Anggaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (FiscalTool)

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran publik tersebut dapat diketahui arch kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi.

Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

4. Anggaran Sebagai Alat Politik (PolitisTool)

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan political tool sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana, publik untuk kepentingan tertentu. Pembuatan anggaran publik membutuhkan politisal skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik oleh pars manajer publik. Manajer publik

(29)

harus sadar sepenuhnya bahwa kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menjatuhkan kepemimpinannya, atau paling tidak menurunkan kredibilitas pemerintah.

5. Anggaran Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and Communication Tool)

Setiap unit keda pemerintahan terlibat dalam proses penyusunan anggaran.

Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan. Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi tedadinya inkonsistensi suatu unit keda dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit keda dalam lingkungan eksekutif.Anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untukdilaksanakan.

6. Anggaran Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement Tool)

Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaiankinerja.

7. Anggaran Sebagai Alat Motivasi (MotivationTool)

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekeda secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawa4 anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai.

(30)

2.8 Hasil Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Judul Peneliti Variabel Hasil Penelitian

1 Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran Belanja Aparatur Terhadap Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

Islahuzzaman X1

:Penyusunan Anggaran Belanja

Y1 :

Pendapatan Asli Daerah

-Hasil Penelitian Secara parsial partisipasi penyusunan Anggaran belanja mempunyai pengaruh terhadap realisasi

pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

-Hasil penelitian juga

menunjukan bahwa partisipasi sangatlah

penting dalam realisasi

pendapatan asli

(31)

daerah di kota Bandung

2 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal

Ishak, Jouzar Farouq

X1:

Pendapatan Asli Daerah

X2 :

Pertumbuhan Ekonomi Y: Belanja Modal

-Hasil Penelitian menunjukan Secara parsial bahwa

pendapatan Asli Daerah

berpengaruh terhadap belanja Modal

-Hasil Penelitian Menunjukan Secara Simultan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap belanja Modal.

3 Pengaruh Efektifitas Kontribusi Penerapan Peraturan Pemerintah nomor 46 Tahun 2013 Terhadap penerimaann Pajak (Survey pada KPP Pratama Bandung Cibenying, KPP Pratama Bandung

Meitsari Adhyani, R Wedi

Rusmawan Kusumah

X1 : Efektifitas Kontribusi Penerapan PP No 46 Y :

Penerimaan Pajak

Hasil Penelitian menunjukan secara Parsial dan simultan penerapan PP No 46 tahun 2013

berpengaruh terhadap

(32)

Tegalega, Dan KPP Pratama Bandung

penerimaan pajak.

4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

Sari, Diana dan Elvira

X1 :

Pertumbuhan Ekonomi

Y1 :

Pendapatan Asli Daerah

-Hasil Penelitian Pertumbuhan Ekonomi Memiliki

Pengaruh Yang signifikan Terhadap

Pendapatan Asli Daerah

5 Pengaruh Kontribusi Pajak Kendaraan Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pada Pendapatan Asli Daerah

Nadya, Putu dan Gayatri

X1 :

Kontribusi Pajak Daerah X2 : Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Y1 :

Pendapatan Asli Daerah

-Hasil Penelitian menunnjukan Kontribusi Pajak mempunyai Pengaruh yang Signifikan Terhadap

Pendapatan asli Daerah

-Hasil Penelitian menunjukan Bea Balik Nama Kendaraan mempunyai

(33)

Pengaruh yang Signifikan Terhadap

Pendapatan asli Daerah

6 Pengaruh Penerapan Pajak Progresif dan Perilaku Konsumtif Wajib Pajak dalam Pembelian Kendaraan Bermotor Terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali UPT Samsat di Kota Denpasar

Indah Ni Putu, Ketut Tanti Kustina

X1 :

Penerapan Pajak Progresif X2 : Perilaku Konsumtif Wajib Pajak

Y1 :

Pendapatan Asli Daerah

-Hasil Penelitian Pajak Progresif mempunyai Pengaruh yang Signifikan Terhadap

Pendapatan asli Daerah

-Hasil Penelitian Perilaku

Konsumtif Wajib Pajak mempunyai Pengaruh yang Signifikan Terhadap

Pendapatan asli Daerah

(34)

2.9 Kerangka Pemikiran

Menurut Mardiasmo 2011 “Jika penerimaan pajak progresif kendaraan bermotor tinggi, maka penerimaan pendapatan asli daerah akan semakin tinggi, namun jika penerimaan pajak rendah, maka penerimaan pendapatan asli daerah akan semakin rendah” sehingga pemungutan pajak harus terus di optimalkan demi meningkatkatkan pendapatan asli daerah, namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Nadya, Putu dan Gayatri 2018 “ Jika tarif pajak progresif kendaraan bermotor terlalu tinggi, maka penerimaan pajak progresif kendaraan bermotor akan turun’’ . Dalam Penelitian dilakukan oleh Nadya, Putu dan Gayatri, 2018 hasil penelitian ini menunjukan penerimaan pajak progresif kendaraan bermotor mampu meningkatkan pendapatan asli daerah. Serta menurut oleh Mardiasmo 2011 hasil penelitian menunjukan bahwa potensi pajak daerah mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

.

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran Pengaruh tarif pajak

progresif terhadap pendapatan asli daerah

Mardiasmo 2011

Dampak dikenakannya Tarif pajak progresif

Nadya, Putu dan Gayatri 2018

(35)

2.10 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relavan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2003;70).

Hipotesis sangatlah penting karena merupakan salah satu ini dalam penelitian, hipotesis juga merupakan dasar dari sebuah hasil dari penelitian yang menunjukan inti dari hasil penelitian.

Hipotesis ini akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh antara variable X terhadap variable Y, dimana hipotesis nol (𝐻0 ) yaitu suatu hipotesis tentang tidak adanya hubungan, umumnya diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan, hipotesis (𝐻𝑎) merupakan hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini, masing-masing hipotesis tersebut dijabarkan sebagai berikut :

𝐻0 : Pajak Progresif Kendaraan Bermotor tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

𝐻𝑎 : Pajak Progresif Kendaraan Bermotor berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Referensi

Dokumen terkait

<ahan baku yang digunakan pada penge+oran , Putra Sulung Makmur terdiri dari logam aluminium dan kayu. Pola aluminium digunakan untuk men+etak benda +or dengan

[r]

Gone are the days of limited mobile phone customisation, when all the possible modifications come with the cellular phone package as it is bought, or have to be bought separately at

Banyak faktor yang dapat dilihat dari hasil tabel 1.3 selain rendah peminat dari produk bedak wajah Maybelline, Maybelline juga kalah dengan produk lokal seperti pada

Sehingga dapat dikatakan bahwa alih kode dapat didefinisikan sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa, variasi, atau gaya oleh pembicara dalam suatu ucapan atau

Daripada mengakses menu Buku telepon dan menggeser melintasi daftar, Anda dapat menautkan kartu nama yang bersangkutan ke tombol cepat, jadi tekanan panjang pada tombol yang

Lembar kerja siswa ini disajikan secara tertulis yang harus dijawab oleh siswa secara tertulis pula yang dibuat dalam bentuk berupa lembar kerja siswa yang diberikan selama

[r]