• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Permukiman Pesisir Tepian Laut (Studi Kasus: Gampong Telaga Tujuh, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pola Permukiman Pesisir Tepian Laut (Studi Kasus: Gampong Telaga Tujuh, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PERMUKIMAN PESISIR TEPIAN LAUT

(STUDI KASUS: GAMPONG TELAGA TUJUH, KECAMATAN LANGSA BARAT, KOTA LANGSA)

TESIS

OLEH

SUCI YULISMA 177020007/ AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

(2)

POLA PERMUKIMAN PESISIR TEPIAN LAUT

(STUDI KASUS: GAMPONG TELAGA TUJUH, KECAMATAN LANGSA BARAT, KOTA LANGSA)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Arsitektur Jurusan

Manajemen Pembangunan Kota pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

SUCI YULISMA 177020007/ AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 Desember 2021

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc, IPM Anggota Komisi Penguji : 1. Dr. Wahyu Utami, ST, MT

2. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, PhD, IPM 3. Hilma Tamiami Fachrudin, ST. M.Sc, PhD 4. Dr. Imam Faisal Pane, ST, MT, IPM

(5)
(6)

i ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis luas lautnya dua pertiga lebih besar lautan dari daratannya, dimana hampir disetiap pulau terdapat garis pantai yang panjangnya kurang lebih 81.000 km. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Beberapa orang bertahan dari ketidakseimbangan bergantung pada situasi kebutuhan dan keadaan mereka saat ini. Gampong Telaga Tujuh mempunyai luas wilayah dengan permukiman yang dihuni penduduk merupakan daratan yang luasnya 6,26 Ha, memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi khususnya pada bidang perikanan dan kelautan.

Tidak jarang pada kawasan ini mengalami kenaikan permukaan air laut sehingga air laut masuk ke daratan yang dapat berpengaruh terhadap kondisi permukiman dan lingkungan. Ketergantungan masyarakat pada pantai akan mempengaruhi pola permukiman tepi laut.

Aktivitas manusia yang meningkat seiring perkembangan kawasan turut mempengaruhi bentuk dan pola permukiman pesisir di Gampong Telaga Tujuh.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik, bentuk pola permukiman, dan mengetahui penyebab terbentuknya pola permukiman pesisir tepian laut. Pada penelitian ini metode penelitian kuantitatif deskriptif yaitu berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus (case study).

Hasil penelitian menyatakan bahwa karakteristik permukiman Gampong Telaga Tujuh merupakan permukiman tepian laut dengan mayoritas penduduk sebagai nelayan dengan kondisi prasarana yang kurang memadai. topografi permukiman Gampong Telaga Tujuh telah membentuk kawasan dengan bangunan panggung yang berada di atas permukaan air, kawasan trasnsisi pasang surut air dan kawasan daratan dengan orientasi bangunan menghadap jalan, menghadap laut dan menghadap belakang bangunan. pola permukimannya Gampong Telaga Tujuh merupakan pola permukiman linier bangunan sejajar mengikuti jaringan jalan, serta pola permukiman cluster atau mengelompok. Penyebab terbentuknya pola permukiman pada Gampong Telaga Tujuh yaitu disebabkan oleh faktor ekonomi masyarakat sebagai nelayan serta interaksi manusia atau budaya masyarakat terhadap alam yaitu laut.

Kata Kunci : Karakteristik, Pola, Permukiman, Pesisir

(7)

ii ABSTRACT

Indonesia is an archipelagic country whose sea area is geographically two-thirds larger than the land, where almost every island has a coastline approximately 81,000 km long. Settlement is one of the basic human needs.Community priorities vary widely because of their different incomes and outlook on life. Some people survive imbalances depending on their situation of needs and current circumstances.Gampong Telaga Tujuh has an area with settlements inhabited by residents which is a land area of 6.26 hectares, has a high potential of natural resources, especially in the fisheries and marine sectors.

It is not uncommon for this area to experience sea level rise so that sea water enters the land which can affect settlement and environmental conditions. The dependence of the community on the beach will affect the pattern of waterfront settlements.

Human activities that increase along with the development of the area also affect the shape and pattern of coastal settlements in Gampong Telaga Tujuh. The purpose of this study is to determine the characteristics, shape of settlement patterns, and to determine the causes of the formation of coastal settlement patterns on the seashore. In this research, descriptive quantitative research method is in the form of research with a case study method or approach.

The results showed that the characteristics of the Telaga Tujuh Gampong settlementis a waterfront settlement with the majority of the population working as fishermen with inadequate infrastructure conditions. The topography of the settlement of Gampong Telaga Tujuh has formed an area with a building on stilts above the water level, an area of tidal water transmission and a land area with the orientation of the building facing the road, facing the sea and facing the back of the building. The settlement pattern of Gampong Telaga Tujuh is a linear pattern of parallel buildings following the road network, as well as cluster or group settlement patterns.The cause of the formation of settlement patterns at Telaga Tujuh Village is caused by economic factors of the community as a fisherman as well as human or cultural interactions with nature, namely the sea.

Keywords: Characteristics, Patterns, Settlements, Coastal

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur penulis panjatkan atas rahmat, hidayah dan karunia Allah SWT dan sholawat serta salam kepada Rasullullah Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian tesis ini yang berjudul “POLA PERMUKIMAN PESISIR TEPIAN LAUT (STUDI KASUS : GAMPONG TELAGA TUJUH, KECAMATAN LANGSA BARAT, KOTA LANGSA)” dengan baik. Tesis penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Megister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini dapat diselesaikan tidak lepas dari arahan pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan tulus dan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Dr.

Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc, IPM selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur sekaligus sebagai dosen pembimbing dan juga penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Dr. Wahyu Utami, ST, MT sebagai dosen pembimbing, atas ketesediaanya membimbing, memotivasi, pegarahan, dalam meluangkan waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih terhadap komisi pembanding dan penguji, yaitu Ibu Ir. Nurlisa Ginting, MSc, PhD, IPM, Ibu Hilma Tamiami Fachrudin, ST, M.Sc, PhD, dan Bapak Dr. Imam Faisal Pane, ST, MT, IPM yang telah memberi saran dan masukan dalam penyempurnaan isi dari tesis ini.

(9)

iv

Penghormatan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua Orang Tua Penulis, ayahanda Ashadi, SE, MM, dan ibunda Saparni tercinta yang memberikan dukungan moril dan material, serta Abang dan Adik-adik Penulis, Iskandar, ST, Fikri Arif, ST, dan Nadia Yunita, SAP, besrta Keponakan Penulis Zayyan Altaf, yang turut memberi dukungan dan doa demi kelancaran setiap proses perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman Magister Teknik Manajemen Pembangunan Kota USU angkatan 2017 yang telah berjuang bersama-sama, kepada Bapak/Ibu dosen pengajar Magister Teknik Arsitektur yang telah memberi materi pengajaran yang bermanfaat selama proses perkuliahan dan staf pegawai yang telah banyak membantu dalam hal administrasi yang diperlukan.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan masukan yang membangunan dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penelitian ini. Penulis berharap penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat dalam kehidupan akademis maupun praktis bagi penentu kebijakan dengan melihat karakteristik dan pola permukiman dalam mengembangkan suatu permukiman pesisir tepian laut.

Medan, Desember 2021 Penulis,

Suci Yulisma Nim 177020007/AR

(10)

v

RIWAYAT HIDUP

Identitas

Nama : Suci Yukisma

Tempat/Tanggal Lahir : Langsa, 23 Juli 1991 Status Perkawinan : Belum Menikah Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Email : [email protected]

Alamat : Jl. H. Agussalim, Dusun Melati, Desa Sungai Pauh, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa

Riwayat Pendidikan

1996-2003 : SDN Sungai Pauh

2003-2004 : SMPN 3 Langsa

2004-2009 : SMAN 2 Langsa

2009-2014 : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Medan

(11)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Berfikir ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Permukiman ... 8

2.2 Karakteristik Permukiman Pesisir ... 10

2.3 Pola Permukiman Pesisir ... 12

2.4 Terbentuknya Pola Permukiman ... 17

2.5 Penelitian Terdahulu ... 19

2.6 Rangkuman Teori ... 21

(12)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Variabel Penelitian ... 23

3.3 Metode Pengambilan Sampel ... 24

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 25

3.5 Metode Analisis Data ... 32

3.6 Kerangka Penelitian ... 33

BAB IV KAWASAN PENELITIAN ... 34

4.1 Letak Geografis dan Administrasi... 34

4.2 Penggunaan Lahan ... 37

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

5.1 Karakteristik Permukiman ... 39

5.1.1 Fisik Alam ... 39

5.1.2 Kondisi Fisik Bangunan ... 41

5.1.3 Kondisi Sarana Prasarana Permukiman ... 46

5.1.4 Kondisi Sosial Budaya Permukiman... 53

5.1.5 Kondisi Ekonomi ... 54

5.2 Bentuk dan Pola Permukiman ... 57

5.2.1 Orientasi Bangunan ... 57

5.2.2 Pola Jaringan Jalan ... 60

5.3 Penyebab Terbentuknya Pola Permukiman ... 63

(13)

viii

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

6.1 Kesimpulan ... 65

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 73

(14)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Kerangka Pemikiran ... 5

2.1 Pola Permukiman ... 13

2.2 Alam dan Budaya Membentuk Tata Ruang ... 17

3.1 Kerangka Penelitian ... 33

4.1 Orientasi Permukiman Gampong Telaga Tujuh ... 35

4.2 Peta Administrasi Gampong Telaga Tujuh ... 36

4.3 Peta Guna Lahan Telaga Tujuh ... 38

5.1 Tanggul Pemecah Ombak ... 40

5.2 Ilustrasi Zona Permukiman Gampong Telaga Tujuh ... 41

5.3 Pembagian Zona Permukiman ... 42

5.4 Rumah Panggung di Atas Air ... 43

5.5 Rumah Panggung Kawasan Trasnsisi Pasang Air laut ... 44

5.6 Rumah Panggung Kawasan Darat ... 45

5.7 Transportasi Menuju Permukiman ... 47

5.8 Jembatan/Jalan Yang Menghubungkan Bangunan Dengan Bangunan Lain... 47

5.9 Kondisi Jaringan Jalan ... 48

5.10 Kondisi Air Bersih ... 49

5.11 Kondisi MCK Rusak dan Tidak Terawat ... 50

5.12 Kondisi MCK Tidak Layak yang Buangannya Langsung ke Laut ... 50

(15)

x

5.13 Kondisi Sampah di Permukiman ... 51

5.14 Sebaran Fasilitas Umum dan Sosial ... 52

5.15 Diagram Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 54

5.16 Aktivitas Masyarakat Menangkap Ikan ... 55

5.17 Kapal Nelayan untuk Mencari Ikan di Laut ... 55

5.18 Pengawetan Ikan Asin... 56

5.19 Ilustrasi Orientasi Bangunan Gampong Telaga Tujuh ... 58

5.20 Peta Orientasi Bangunan Gampong Telaga Tujuh ... 59

5.21 Pola Jaringan Jalan Gampong Telaga Tujuh ... 60

5.22 Peta Pola Permukiman Gampong Telaga Tujuh ... 62

(16)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 19

2.2 Rangkuman Teori ... 21

3.1 Variabel Penelitian... 24

3.2 Kebutuhan Data ... 29

4.1 Luas Permukiman Gampong Telaga Tujuh Dirinci Berdasarkan Dusun ... 34

4.2 Guna Lahan Gampong Telaga Tujuh ... 37

5.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Gampong Telaga Tujuh ... 54

5.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Gampong Telaga Tujuh ... 55

(17)

1 1.1 Latar Belakang

Indonesia salah satu negara kepulauan yang secara geografis luas lautnya dua pertiga lebih besar lautan dari daratannya, dimana hampir disetiap pulau terdapat garis pantai yang panjangnya kurang lebih 81.000 km. Ada lebih 17.000 pulau di indonesia, Sekitar 30-35 persen yang memiliki penghuninya dan membentuk suatu permukiman.

Berdasarkan UU No.1 Tahun 2011, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaaan, berfungsi sebagai lingkungan hunian atau tempat tinggal yang memiliki aktivitas untuk mendukung peri kehidupan dan penghidupan.

Permukiman adalah bagian dari kebutuhan dasar manusia. Menurut Turner (1977), dalam housing by people, menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi prioritas perumahan: faktor keamanan, identitas, faktor pendapatan, hak untuk memiliki rumah, dan kriteria tempat tinggal. Sebaliknya, mereka yang berpenghasilan rendah memiliki prioritas hidup mereka sendiri seperti kemudahan akses terhadap pekerjaan dan peluang, serta interaksi sosial dan budaya. Prioritas masyarakat sangat bervariasi dikarenakan pendapatan dan pandangan untuk kehidupan mereka yang berbeda-beda. Beberapa orang bertahan dari ketidak seimbangan bergantung pada situasi kebutuhan dan keadaan mereka saat ini.

(18)

2

Gampong Telaga Tujuh mempunyai luas wilayah dengan permukiman yang dihuni penduduk merupakan daratan yang luasnya 6,26 Ha, memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi khususnya pada bidang perikanan dan kelautan.

Para nelayan yang berada di Desa Telaga Tujuh ini terkonsentrasi pada daerah pesisir laut yang berbatasan langsung dengan selat malaka dengan membentuk sebuah perkampungan nelayan yang dikelilingi laut.

Gampong Telaga Tujuh merupakan bagian dari permukiman kumuh yang ada di Kota Langsa, Gampong Telaga Tujuh ini sudah ada sejak tahun 1902 dan terus mengalami perkembangan fisik wilayah dan juga mengalami pertambahan penduduk. Namun, pada perkembangan tersebut tidak didukung dengan adanya prasarana permukiman. Tidak jarang pada kawasan ini mengalami kenaikan permukaan air laut sehingga air laut masuk ke daratan yang dapat berpengaruh terhadap kondisi permukiman dan lingkungan.

Masyarakat yang ketergantungan terhadap pantai akan mempengaruhi Pola Permukiman di Tepi Laut. Pola Permukiman Pantai yang spasial memiliki pola yang berbeda-beda sesuai dengan proses pertumbuhan dan karakteristik ekologinya. (Syarif, 2017). Permukiman yang padat dan tidak berpola merupakan salah satu masalah yang terjadi di kawasan pesisir. Posisi letak permukiman yang tidak sesuai dengan standar kawasan tepi air dapat menyebabkan permukiman yang berkembang tidak teratur, padat, dan merusak lingkungan (Syarif, 2018).

Meningkatnya Aktivitas Manusia seiring dengan perkembangan kawasan pesisir sangat mempengaruhi Pola Permukiman Pesisir di Daerah Gampong Telaga Tujuh. Dari kondisi tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian

(19)

terhadap kondisi permukiman pesisir Gampong Telaga Tujuh yang berdasarkan Aspek Fisik, Ekonomi, dan Sosial Budaya, serta menganalisa bentuk pola permukimannya serta penyebabnya.

1.2 Perumusan Masalah

Telah dikemukakan terdahulu bahwa suatu permukiman terbentuk adanya kebutuhan serta dipengaruhi oleh aktivitas manusia serta faktor fisik dan non fisik.

Keberadaan kawasan permukiman di tepian laut memiliki hubungan yang erat terhadap laut itu sendiri. Adapun Rumusan Masalah Penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana karakteristik permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

2. Bagaimana bentuk pola permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

3. Bagaimana terbentuknya pola permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujan untuk :

1. Mengetahui bagaimana karakteristik permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh

2. Mengetahui bentuk pola permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh

3. Mengetahui penyebab terbentuknya pola permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh

(20)

4

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diberikan dari penelitian ini yaitu :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dibidang Ilmu Manajemen Pembangunan Kota khususnya mengenai pola kawasan permukiman. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi literatur, menambah kajian ilmiah khususnya mengenai pola permukiman di wilayah pesisir.

2. Secara praktis, penelitian ini memberi informasi berupa karakteristik dan pola permukiman pesisir tepian laut dan hasil penelitian menjadi masukan bagi pemerintah daerah yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam merencanakan dan meningkatkan kualitas permukiman serta dalam mengambil kebijakan

1.5 Kerangka Berfikir

Berdasarkan beberapa uraian dan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini penting untuk dikaji Karakteristik dan Pola Permukiman Pesisir pada lokasi kajian. Untuk mempermudah dalam penelitian, maka peneliti membuat kerangka berfikir (Gambar 1.1).

(21)

Gambar 1.1 Kerangka Berfikir METODE

Menggunakan metode Kualitatif, dengan melakukan observasi dan wawancara pada Lokasi Kajian.

TUJUAN PENELITAN

1. Mengetahui karakteristik permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

2. Mengetahui bentuk pola permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

3. Mengetahui penyebab terbentuknya pola permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN LATAR BELAKANG

Permukiman merupakan salah satu dasar kebutuhan pokok manusia. Menurut Turner (1977), dalam hal housing by people, ada beberapa faktor yang mempengaruhi prioritas perumahan: faktor keamanan, identitas, faktor pendapatan, hak atas rumah, dan kriteria tempat tinggal. Gampong Telaga Tujuh merupakan pemukiman pesisir yang dikelilingi oleh laut dan memiliki potensi sumber daya alam laut yang sebagian besar adalah nelayan.

Pola Permukiman Pantai yang Spasial memiliki Pola yang berbeda-beda sesuai dengan Proses pertumbuhan dan karakteristik Ekologinya. (Syarif, 2017).

RUMUSAN MASLAH

1. Bagaimana karakteristik permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

2. Bagaimana bentuk pola permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

3. Bagaimana terbentuknya pola permukiman pesisir tepian laut di Gampong Telaga Tujuh?

ANALISA

1. Untuk mengetahui karakteristik permukiman akan dilakukan analisis terhadap data fisik, sosial dan ekonomi yang diperoleh dari data primer dan sekunder.

2. Menganalisis data dari hasil pengumpulan data berupa observasi dan wawancara yang disesuaikan dengan literature review untuk mengetahui pola permukiman dan penyebab terbentuknya pola permukiman.

(22)

6

1.6 Sistematika Penulisan

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari 6 (enam) bab dengan sitematika penulisan meliputi : BAB I Pendahuluan

Merupakan uraian dari latar belakang penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka berfikir dari pada penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka

Berisikan tentang teori-teori dasar yang berkaitan dengan permukiman, khususnya tentang perkembangan karekteristik dan pola permukiman pesisi serta penyebab terbentukannya suatu permukiman tersebut.

BAB III Metode Penelitian

Berisikan tentang cara dan tahapan yang akan digunakan dalam penelitian terkait dengan jenis penelitian, variabel penelitian, teknik pengambilan sampelnya serta tahapan pengumpulan datanya.

BAB IV Kawasan Penelitian

Berisikan tentang gambaran/ keadaan umum kawasan penelitian yang berada di Gampong Telaga Tujuh, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa.

BAB V Hasil dan Pembahasan.

Berisikan pembahasan dan analisa dari data-data yang diperoleh terkait dengan karakeristik permukiman di Gampong Telaga Tujuh yang dilihat dari aspek fisik

(23)

alam, fisik bangunan, sarana prasarana, sosial budaya dan ekonomi. Bentuk pola permukiman dilihat dari orientasi bangunan dan pola jaringan jalannya, serta penyebab terbentuknya pola permukiman yang ada di Gampong Telaga Tujuh.

BAB VI Kesimpulan dan Saran

Berisikan kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan dan analisa yang terkait dalam rumusan masalah penelitian.

(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Permukiman

Berdasarkan UU No.1 Tahun 2011, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaaan, yang dapat berfungsi sebagai lingkungan tempat tingggal atau lingkungan hunian serta tempat kegiatan yang dapat mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Johan Silas (1985) menyebutkan bahwa, kriteria permukiman yang baik harus memenuhi Aspek Fisik dan Aspek Non Fisik. Aspek fisik dan non fisik saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sebagai wujud dari aspek- aspek yang tidak saling terpisahkan. Pada masa yang akan datang, masa kini dan masa lalu akan menjadi faktor pengingkat untuk meningkatkan kualitas hidup dalam proses bermukim.

Doxiadis (1967) permukiman diartikan sebagai hunian untuk masnusia, dengan tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusiawi sebagai tempat hidup. Permukiman tidak hanya digambarkan dalam tiga demensi saja, namun secara empat demensi. Pada permukiman terdapat isi (the content) yang berarti manusia dan tempat fisik manusia seperti elemen alam dan buatan. Kedua dari unsur permukiman tersebut dibagi menjadi lima elemen utama yang disebut lima elemen ekistics.

(25)

Lima elemen utama pada Permukiman tersebut yakni :

1. Alam (nature), dimana alam memiliki pengaruh yang paling penting sebagai sumber daya untuk keberlangsungan suatu permukiman.

2. Manusia (man), individu maupun kelompok dimana permukiman berpengaruh dengan kinerja manussia.

3. Warga (society), hal ini terbentuk dari kelompok masyarakat yang memiliki pengaruh terhadap permukiman seperti struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat pendidikan, kesehatan masyarakat, kepadatan dan komposisi penduduk, hukum dan stratifikasi sosial.

4. Tempat berlindung (shell) mengacu pada berbagai elemen tempat tinggal/tempat tinggal di mana orang-orang bekerja sebagai individu atau kelompok masyarakat.

5. Jaringan adalah sambungan yang berfungsi sebagai penunjang kehidupan (jaringan jalan, jaringan penjernihan air, jaringan saluran pembuangan, telekomunikasi, listrik, dan lain-lain).

Terdapat lima elemen dasar permukiman harus mencapai titik yang seimbang, dimana masnusia tergantung kepada alam dan seudah seharusnya manusia menjaga alam, dengan demikian maka akan terciptanya permukiman yang ideal dan terciptanya kualitas hidup masyarakat itu dengan sendirinya (Dariwu, 2016).

(26)

10

2.2 Karakteristik Permukiman Pesisir

Bagi sebagian orang, rumah bisa menjadi lebih dari sekadar tempat tinggal, tetapi juga tempat untuk bekerja, belajar, mengumpulkan, bersosialisasi, dan terlibat dalam aktivitas yang mendukung kelangsungan hidup.

Karakteristik atau ciri perumahan kawasan pesisir dilihat dari tampak bangunannya yaitu terbagi atas dua yaitu bangunan yang berdiri di daratan tepi laut dan di atas permukaan laut, dengan masa bangunan-bangunan yang berada di atas permukaan air tidak teratur. Kebanyakan bangunan langsung berdiri di atas tanah yang berada di atas daratan/ tepi pantai, sedangkan yang berada di atas air laut berupa bangunan panggung. Untuk mencapai dari satu rumah ke rumah lainnya terhubung dengan jembantan dari bahan kayu dan dilengkapi dengan tangga untuk turun ke permukaan air laut. Struktur bawah pondasi bangunan langsung berupa pondasi lajur batu kali yang berada di daratan, sedangkan yang berada di atas permukaan air laut menggunakan tiang kayu. Struktur atas bangunan dibuat dari rangka kuda-kuda bahan kayu/bambu dengan dinding dari bahan kayu serta lantai bangunan plaster semen/ubin/tanah yang berada di darat serta bangunan yang berada di atas permukaan air laut menggunakan bahan kayu.

Adanya penahan gelombang yang terdiri dari pasangan batu dan tanaman bakau, serta ketersediaan fasilitas dermaga untuk kegiatan nelayan (Djumiko, 2010).

Rumah panggung dipesisir bertujuan untuk menghindari terjadinya banjir atau pasang dari air laut sehingga air laut tidak dapat menjangkau lantai rumah, yang dapat merusak bangunan hunian, serta dekat dengan tempat kerja yang memudahkan akses menuju permukaan air laut dengan perahu mereka.

(27)

Secara arsitektual pola bangunan pada permukiman yang berada di pesisir terdiri dari bangunan diatas tanah, bangunan panggung diatas darat, bangunan panggung di atas air dan bangunan rakit di atas air. Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, kebutuhan penggunan lahan terhadap permukiman akan terus bertambah, sehingga hal ini mempengaruhi orientasi bangunan, pola permukiman terhadap jenis bangunan, dan kualitas bangunan yang tidak teratur.

Penduduk yang tinggal di bantaran sungai paling banyak berada di sungai, sehingga pada awalnya mereka membangun rumah panggung di tepi sungai dan digunakan sebagai gudang untuk komoditas lain seperti kapal dan kayu di karenakan sungai merupakan sarana trasnportasi yang banyak diguunakan. Selain itu sungai merupakan bagian dari kehidupan masyarakat sehari hari (Agtha, 2020).

Pada kawasan permukiman juga terdapat sarana dan prasaran yang dapat mendukung wilayah permukiman. Menurut undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman sarana merupakan fasilitas lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Sedangkan prasarana merupakan kelengkapan fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman dan nyaman.

Permukiman yang memiliki lingkungan yang sehat yaitu lingkungan yang mempunyai prasarana dan sarana lingkungan yang memadai seperti saluran air limbah, air bersih, jaringan jalan dan MCK, serta pusat lingkungan seperti puskesmas, kantor, sekolah dan tempat peribadatan, Selian itu, lingkungan sehat

(28)

12

merupakan lingkungan yang memiliki tata letak permukiman yang teratur (Patandianan & Zenaide, 2011).

Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya yang telah di jelaskan bahwa dalam menentukan atau melihat karakteristik permukiman khususnya pemukiman pesisir yaitu dapat dilihat dari fisik alam, dimana kondisi ini mempengaruhi kondisi dari pada kawasan permukiman, fisik bangunan dengan melihat jenis dan kualitas dari pada bangunan yang berada pada kawasan tersebut, serta faktor lainnya yaitu sarana prasarana yang mana setiap pemukiman harusnya dilengkapi dan didukung dengan sarana prasarana yang baik. Tidak hanya fisik saja karakteristik permukiman juga dilihat dari pada kondisi sosial budaya dan kondisi ekonominya.

2.3 Pola Permukiman Pesisir

Syarif (2018) menyebutkan bahwa bentuk permukiman tepi air sangat ditentukan oleh kondisi fisik lingkugan, bahwasanya aspek topografi mempengaruhi tata letak dan arah perkembangan permukaan tepian air, adapun bentuknya yaitu arah ke dataran (inland water village), arah ke air (outward water village), arah sejajar (parallel water village), di atas air (water village) dan muka

muara (river mouth water village).

Taylor (1980) permukiman dapat dilihat dari pola permukiman dan struktur ruang permukiman. Terdapat dua pola permukiman (Gambar 2.1) yakni :

a. Berkelompok (cluster) adalah permukiman dengan pola tipe cluster yang terdiri dari beberapa unit atau kelompok hunian yang berpusat pada ruang penting.

(29)

b. Face to face, merupakan pola permukiman ini memiliki tipe yang berbentuk linier, memiliki unit-unit bangunan hunian sepanjang permukiman dan tata letaknya secara linier.

Gambar 2.1 Pola Permukiman Sumber : Taylor, 1980

Permukiman pesisir didefinisikan sebagai permukiman yang dihuni oleh manusia sebagai wadah bersama dengan semua fasilitas dan prasarana penunjang kehidupan yang tersedia, sehingga menjadikan kesatuan dan pada lokasi terdapat daratan meliputi daerah-daerah tergenang air ataupun daerah yang tidak tergenang air yang tetap terbujuk proses-proses laut (Lautetu, 2019).

Pola permukiman pada umumnya akan mengikuti sistem sosial budaya yang dipengaruhi pola aktivitas manusia. Permukiman kampung nelayan umumnya memiliki pola mengikuti garis pantai atau liniar yang bersifat cendrung homogen dan mengembangkan suatu tradisi tertentu sehingga mempunyai ciri khas permukiman (Wardi, 2014).

Face to Face Cluster

(30)

14

Proses pembentukan daerah tepi pantai dipegaruhi kondisi aspek lingkungan, aspek sosial budaya, aspek ekonomi, populasi penduduk dan aspek kebijakan pemerintah. Dari beberapa aspek tersebut terdapat aspek yang paling berpengaruh dalam pembentukan permukiman tepi air yakni aspek sosiasl-budaya dan lingkungan (Syarif, 2017).

Pola permukiman pesisir pada umumnya akan mengikuti garis pesisir, walaupun terkadang masih dijumpai masyarakat yang bermukim pada garis pantai tetapi sedikit menjauh pada garis pantai. Kawasan pesisir pada ummnya merupakan permukman penduduk yang mata pencahariannya sebagai nelayan.

Kondisi ini memudahkan penduduk yang berada di kawasan tersebut melakukan kegiatan atau aktivitas ekonomi yaitu dengan mencari ikan ke laut. Setiap manusia yang bermukim di bumi ini dengan melihat kondisi sekitarnya untuk mendirikan permukiman dengan memastikan bahwa kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi serta adanya akses jalannya (transportasi) dalam melakukan aktivitasnya (Herliatin, 2016).

Pola permukiman merupakan bentuk dari sebuah permukiman yang dapat dilihat dari bentuk bangunan dari berbagai jenis komposisi bangunan seta ditinjau dari guna lahan dan pola jaringan jalannya (Poerwati et al., 2020). Pendapat Penelitian sebelumnya (Drabkin, 1980), ada beberapa penentu yang akan mempengaruhi penentuan lokasi untuk membangun permukiman yang berbeda satu sama lain secara individu seperti :

1. Lingkungan, terdiri dari lingkungan sosial dan fisik seperti

(31)

kebisingan, polusi dan kenyamanan terhadap lingkungan.

2. Tingkat pelayanan, pada lokasi kajian memberikan pelayanan prima dari segi sarana dan prasarana.

3. Aksesibilitas berhubungan dengan jarak dan kemudahan dalam mencapai trasnportasi ke pusat kota.

4. Tersedianya kesempatan kerja dimana mudah bagi seseorang untuk mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan penelitian Agtha (2020), karakteristik permukiman dapat dilihat seperti :

1. Tipe arsitektur yang berdasarkan bangunan rumah panggung di atas tanah, dan rumah panggung di atas air.

2. Dilihat berdasarkan orientasi bangunan.

3. Konstruksi rumah mempengaruhi kualitas bangunan seperti pada Bangunan permanen, semi permanen dan semi permanen.

4. Jaringan jalan, penghubung utama jaringan didalam kawasan permukiman.

5. Memvalidasi umur bangunan dan menentukan umur bangunan di daerah penelitian. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan bangunan dengan kondisi lingkungan kawasan.

6. Legalitas Konstruksi bangunan, di kawasan pemukiman yang tumbuh dan berkembang di dekat kawasan lindung, bangunan sangat rentan terhadap pelanggaran konstruksi dan kepemilikan atau legalitas bangunan harus dipastikan.

(32)

16

Suatu lokasi permukiman dipengaruhi oleh ketersediaannya tanah yang subur dan ketersediaannya akan sumber airnya. Kondisi ini dimana kawasan permukiman yang memiliki keadaan lingkungan yang bagus seperti sumber air yang menjadi sumber kehidupan serta lahan yang subur sehingga berpotensi sebagai lahan untuk budidaya yang menjadikan faktor penentu suatu pola permukiman. Disisi lain cara hidup masyarakat dengan memperhatikan keadaan alam dan lingkungan sekitar serta perilaku sosial masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungannya merupakan faktor yang menjadi penentu juga terhadap pola permukiman (Mookodi, 2001).

Keyakinan dan perspektif masyarakat terus berkembang dan memiliki pengaruh besar pada pembentukan alam yang dipengaruhi budaya. Suatu kebudayaan dengan sistem kepercayaan sebagai keseimbangan manusia dalam melakukan tindakan terhadap alam dan melakukan proses-proses selanjutnya membentuk wujud alam, ruang, dan/atau wilayah yang pada akhirnya membentuk kebudayaan suatu masyarakat tertentu, merupakan bagian dari perubahan.

Perkembangan budaya masyarakat dan bentuk alam terus menerus terjadi dan menjadi proses yang unik sebagai bentuk interaksi manusia dengan alam untuk mencapai titik keseimbangan yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu (Utami, 2013). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada (Gambar 2.2).

(33)

Gambar 2.2 Alam dan Budaya Membentuk Tata Ruang Sumber : Utami, 2013

Dari pembahasan di atas dapat dirumuskan untuk mengetahi pola peemukiman dapat dilihat dari pada kondisi ruangnya dengan melihat orientasi bangunan yang ada pada setiap kawasan dan pola jaringan jalannya, sehingga berdasarkan Taylor (1980) menyatakan bahwa pola permukiman terdiri dari dua pola yaitu face to face dan cluster.

2.4 Terbentuknya Pola Permukiman

Kondisi sosial budaya masyarakat sebagai sebuah karakter yang bisa memberikan kondisi dan citra secara jelas bahwa kehidupan permukiman dalam suatu daerah akan berbeda-beda dengan keadaan daerah lain. Hal ini dikarenakan permukiman yang terbentuk akan mencerminkan kekuatan-kekuatan sosial

(34)

18

budaya. Kehidupan dan aktivitas masyarakat nelayan menjadi faktor yang menarik dalam pertumbuhan dan perkembangan permukiman nelayan. Kondisi ini disebabkan karena homogenitas penduduk nelayan yang memiliki persamaan ciri khas kehidupan masyarakat yang mengacu pada profesi sebagai nelayan, yang kehidupannya berkilat pada laut yang berada pada kawasan tersebut. (Poerwati, 2020).

Keterkaitan antar budaya dan hunian merupakan salah satu unsur pembentuk pemukiman, dimana bahwasannya rumah dapat dilihat tidak hanya bentuk fisik yang terdiri dari rangkaian struktur saja tetapi juga sebagai bentuk dari fenomena budaya yang muncul dari lingkungan pergaulan yang dimiliki (Rapoport, 1969). Karaktersitik sosial budaya merupakan unsur-unsur pokok yang ada dalam masyarakat yang memiliki pengaruh pada pola permukiman nelayan yaitu kondisi ekonomi dan mata pencaharian, organisasi sosial, dan kepercayaan agama (Poerwati, 2020).

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa suatu aktivitas manusia terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat akan saling terkait dan berpengaruh terhadap alam dan lingkungan tempat mereka tinggal. Kondisi ini mengakibatkan terbentuknya pola permukiman dengan adanya pengaruh dari alam dimana manusia bergantung terhadap alam itu sendiri yang menjadi sumber kehidupan manusia.

(35)

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

PENELITI JUDUL VARIABEL METODE HASIL

Febri Talenta Agtha, Agustiah Wulandari, Chairunnisa (2020)

Pola Permukiman Kawasan Tepi Sungai di Desa Mangguk.

1. Karakteristik Permukiman a. Jenis Bangunan b. Orientasi Bangunan c. Kualitas Bangunan d. Jaringan jalan e. Periode Bangunan f. Legalitas Bangunan 2. Pola Permukiman

Metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teknik purposive samplin.

Mengetahui bagaimana pola permukiman kawasan sungai dan karakteristik permukiman berdasarkan pola permukiman

Titik Poerwati, Maria Christina Endarwati (2021)

Pola Permukiman Nelayan

berdasarkan

Karakteristik Sosial Budaya

1. Karakteristik Sosial Budaya

a. Sistem bahasa b. Organisasi sosial c. Ilmu pengetahuan d. Ekonomi dan mata

pencaharian e. Kesenian f. Agama 2. Pola permukiman

a. Pola bangunan

b. Pola penggunaan lahan c. Pola jaringan jalan

Metode deskriptif kuantitatif

untuk memperoleh informasi selengkap mungkin tentang karakteristik sosial budaya struktur ruang permukiman nelayan

Mengetahui pembentuk pola permukiman.

Beberapa unsur

karakteristik sosial budaya yang berpengaruh secara langsung dan sangat berpengaruh pada pola permukiman nelayan adalah sistem ekonomi dan mata pencaharian, organisasi sosial, dan kepercayaan agama

(36)

20

Tabel 2.1 (Lanjutan)

PENELITI JUDUL VARIABEL METODE HASIL

Jawas Dwijo Putro, M.

Nurhamsyah (2015)

Pola Permukiman tepi laut di Desa Laut, Panggur Besaar dan Tanjung Saleh.

1. Pengembangan Kawasan 2. Struktur Pola Permukiman 3. Orientasi

4. Kepadatan dan kualitas bangunan

5. Topografi

Metode kualitatif dengan pendekatan rasionalis, yang melihat kebenaran bukan sematamata dari empiris tetapi juga argumentasi.

Mengetahui Perkembangan kawasan pinggiran sungai, struktur pola

permukiman kawasan dilihat dari orientasi bangunan dan topografinya

Hamka (2017)

Tipomorfologi Kawasan Permukiman

Nelayan Pesisir Pantai Pelabuhan Bajoe Kab. Bone

1. Ruang kawasan 2. Guna Lahan 3. Pola permukiman 4. Sirkulasi Jalan 5. Fasad bangunan

Metode kualitatif , deskriptif eksploratif analisis dari data dan referensi, dan hasil observasi lapangan

Mengetahui

Tipomorfologi kawasan permukiman nelayan ini sangat dipengaruhi oleh sosial budaya

(37)

2.6 Rangkuman Teori

Elemen dasar pembentuk permukiman ideal terdiri dari alam, manusia, tempat berlindung/hunian, kondisi sosial serta jaringan penghubung baik alami dan buatan, dimana elemen tersebut terkait satu sama lainnya dan tidak dapat terpisahkan dalam satu kawasan permukiman.

Terbentuknya lingkungan permukiman dimungkinkan karena adanya pengaruh terhadap aktivitas manusia serta kondisi fisik dan non fisik (lingkungan baik sosial budaya, ekonomi) yang secara langsung ketergantungan masyarakat pesisir terhadap perairan mempengaruhi bentuk pola permukiman tersebut.

Setelah dilakukan kajian teori, maka peneliti merangkum referensi yang akan dijadikan landasan (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Rangkuman Teori

Sasaran Aspek Atribut Sumber

Mengkaji bentuk dan karakteristik permukiman pesisir

Karakter Permukiman

Fisik Alam Putro &

Nurhamsyah, 2015 Fisik Bangunan Djumiko, 2010 Sarana Prasarana Setiawan, 2016 Kondisi Sosial

Budaya

Poerwati, 2020 Kondisi Ekonomi Poerwati, 2020 Mengkaji bentuk

pola permukiman pesisir

Bentuk pola permukiman

Orientasi bangunan Agtha, 2020 Pola Jaringan

Jalan

Poerwati, 2020 Mengkaji

Penyebab

Terbentuknya Pola Permukiman

Penyebab terbentuknya

pola permukiman

Pengaruh alam dan budaya dalam

pembentukan ruang fisik

budaya

Utami, 2013

(38)

22 BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada lokasi kajian jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus, dan penelitian deskriptif kuantitatif merupakan bentuk penelitian yang mengunakan pendekatan studi kasus.

Yin (2012) menyatakan bahwa penelitian ini merupakan studi empiris yang mengkaji fenomena dalam konteks dunia nyata dan menggunakan banyak sumber atau sumber bukti ketika batas antara fenomena dan konteks tidak terlihat dengan jelas. Dalam studi kasus, terdapat empat tipe desain utama yang relevan berdasarkan aspek kualitas dan memaksimalkan empat aspek kualitas desannya, yaitu (1) validasi kontruk, (2) validasi internal (hanya studi ekslanatoris atau kausal), (3) validitas eksternal, dan (4) reliabilitas. Kempat aspek kontrol kualitas ini akan disadarikan pada bab 2, dan dijadikan tema utama bagian-bagian selanjutnya.

Untuk studi kasus, desain penelitian memiliki lima elemen yang sangat penting yaitu :

1. Pertanyaan survei.

2. Proposisi, jika ada.

(39)

3. Analisis.

4. Logika yang mengasumsikan data dalam sebuah pernyataan.

5. Kriteria pelaksanaan untuk hasil survei.

Bentuk penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada, baik yang alami maupun buatan. Fenomena yang dimaksud antara lain dapat berupa bentuk, hubungn, aktivitas, perubahan, ciri, persamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lainnya.

Penelitian ini mendeskripsikan kondisi yang berkaitan dengan kondisi permukiman yang diharapkan dapat memberi jawaban dalam kajian bagaimana karakteristik dan pola permukiman serta penyebab terbentuknya pola permukiman di kawasan pesisir laut Gampong Telaga Tujuh. Penelitian kualitatif adalah pendekatan penelitian yang menggunakan teks tertulis atau lisan, peristiwa, pengetahuan, dan data dalam bentuk survei. Proses penelitian memperhatikan konteks penelitian, yang menitik beratkan pada pemahaman, pemikiran, dan kognisi peneliti.

3.2 Variabel Penelitian

Pada kajian pustaka terdapat variabel-variabel yang berpengaruh karakteristik permukiman serta bentuk dan pola permukiman pesisir laut dapat di susun seperti pada (Tabel 3.1).

(40)

24

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

Variabel Sub Variabel Indikator

Karakteristik Permukiman

Fisik Alam a. Pasang surut permukaan air laut

b. Abrasi

Fisik Bangunan a. Jenis bangunan b. Kualitas bangunan Sarana Prasarana a. Jaringan jalan

b. Saluran air bersih c. Saluran air limbah d. Mck

e. Sekolah f. Kantor g. Puskesmas

h. Tempat peribadatan Kondisi Sosial Budaya a. Tingkat Pendidikan

b. Suku

Kondisi Ekonomi a. Mata Pencaharian b. Pendapatan

Bentuk dan pola permukiman

Orientasi bangunan Pola Jaringan Jalan Penyebab

Terbentuk Pola Permukiman

Pengaruh alam dan budaya dalam pembentukan ruang

fisik budaya

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel terhadap penelitian ini menggunakan metode teknik sampel Purposive sampling. Menurut Bugin (2012), metode pengambilan sampling paling penting yaitu bagaimana informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu berdasarkan pertimbangan tertentu pula, yang tepatnya dilakukan dengan sengaja. Pengambilan sampel ini diambil yang paling tepat, berguna, dan memahami masalah yang sedang diteliti oleh peneliti serta dianggap

(41)

mewakili populasi . Oleh karena itu, sampel yang diambil mewakili masyarakat Gampong Telaga Tujuh sebanyak 8 orang. Penggunaan pada purposive sampling terhadap penelitian ini yaitu mengetahui bagaimana keadaan pola dan ciri-ciri permukiman pesisir..

Pada Penelitian terdapat kriteria responden yang digunakan, yaitu :

1. Penduduk tetap dan kepala keluarga atau anggota keluarga dalam rumah tangga yang paling lama tinggal di pemukiman Gampong Telaga Tujuh.

2. Tokoh masyarakat Gampong Telaga Tujuh 3. Kepala Desa Gampong Telaga Tujuh 4. Masyarakat Gampong Telaga Tujuh

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data tersebut cukup mendasar untuk mendukung proses analisa penelitian ini. Informasi data tentang objek penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian (Bungin, 2004:119). Pengumpulan data ini dilakukan untuk mengetahui status wilayah studi saat ini. Tahap ini dilakukan secara sistematis untuk mengambil fakta dari gejala dan peristiwa yang ada serta mencarik informasi faktual tentang, lembaga sosial, ekonomi, atau politik kelompok atau daerah (Hasan, 2004). Metode pengumpulan data ini dilakukan sebagai berikut.

(42)

26

a. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan peneliti secara langsung ke lapangan untuk memperoleh fakta-fakta dilapangan yang diteliti. Tujuan dari teknik pengumpulan data ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik dan kondisi fisik maupun non fisik daerah penelitian, serta morfologi dan penyebab pola permukiman. Pengumpulan data primer juga bertujuan untuk menguji keakuratan data sekunder dengan kondisi yang ditemukan di lapangan. Pengumpulan data primer dapat dilakukan melalui observasi dan wawancara.

1. Wawancara/ Interview

Wawancara ini dilakukan dengan cara tanya jawab kepada pihak pihak yang berwenang yang berada di intansi terkait, tokoh masyarakat desa guna mengetahui tentang potensi dan masalah lokasi studi.

a. Memperkenalkan dirinya.

b. Menjelasin tujuan kedatangannya.

c. Menjelasi materi wawancara.

d. Mengajukan pertanyaan yang berkaitan penelitian.

Wawancara, dilakukan secara induktif dengan menggunakan teknik wawancara terperinci (In-depth Interview). Proses ini adalah proses pengumpulan informasi untuk tujuan penelitian melalui prosedur tanya jawab sambil tatap muka antara pewawancara dengan responden, dengan atau tanpa menggunakan

(43)

pedoman wawancara. Dimana pewawancara dan responden terlibat untuk waktu yang lama dalam kehidupan sosial (Sutopo, 2006). Tujuan wawancara ini adalah untuk menemukan masalah secara lebih terbuka. Dalam melakukan wawancara ini, peneliti mendengarkan dengan seksama dan mencatat apa yang dikatakan informan atau nara sumber.

2. Observasi Lapangan

Observasi lapangan ini teknik pengumpulan data dengan cara melakukan kegiatan turun kelapangan guna melihat kondisi eksisting. Tahap-tahapan yang perlu dilakukan dalam observasi lapangan yaitu:

1) Membuat form survei berupa tabel kondisi eksisting dilokasi studi.

2) Mengambil dokumentasi visual (foto) kondisi fisik permukiman dan kelengkapan sarana prasarana di lokasi studi.

3) Menemukan potensi dan masalah yang dibuat sabagai catatan deskriptif untuk membantu penulis melakukan analisa.

(44)

28

b. Data Skunder

Peneliti secara tidak langsung mengumpulkan data sekunder tentang subjek penelitian, tetapi mengumpulkannya dengan menyelidiki dokumen-dokumen yang berkaitan dengan subjek penelitian. seperti dari Biro Pusat Statistik, buku, jurnal ilmiah, dokumen kebijakan daerah dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menentukan data yang diperlukan berdasarkan variabel yang sudah ditetapkan sebelumnya. Metode pengumpulan data dalam rangka mengetahui karakteristik dan pola permukiman pesisir laut terdapat pada (Tabel 3.2).

(45)

No. Sasaran Variabel Data Data Yang Dibutuhkan Jenis Data Sumber Karakteristik Permukiman

1 Mengidentifikasi kondisi fisik alam

Fisik Alam a. Kondisi Topografi

b. Kondisi Ketinggian Permukaan Air

Primer dan sekunder

dinas Bappeda, PU, observasi, dokumentasi

2 Mengidentifikasi kondisi prasarana kawasan permukiman

Ketersediaan prasarana

a. Kondisi, struktrur dan lebar Jaringan jalan (peta jaringan jalan)

b. Sumber, kualitas dan kuantitas, sistem jaringan Air minum/air bersih.

c. Ketersediaan sanitasi (pembuangan air limbah), ketersediaan MCK, Kondisi MCK, pembuangan melalui septictank

d. Sistem persampahan, sistem pengelolaan sampah,

lokasi/tempat pembuangan sampah

Primer dan sekunder

dinas Bappeda, PU, observasi, dokumentasi

(46)

30

Tabel 3.2 (Lanjutan)

No. Sasaran Variabel Data Data Yang Dibutuhkan Jenis Data Sumber

3 Mengidentifikasi ketersediaan sarana permukiman

a. Peta lokasi sekolah b. Peta lokasi perkantoran c. Peta lokasi puskesmas

d. Peta lokasi tempat peribadatan

Primer dan sekunder

dinas Bappeda, PU, observasi,

dokumentasi

4 Mengidentifikasi karakteristik sosial budaya

Kondisi Ssosial budaya

Daerah asal, tingkat pendidikan, kedekatan tempat tinggal dengan lokasi bekerja

Primer Wawancara, kuesioner

4 Mengidentifikasi ekonomi

Kondisi ekonomi Mata pencaharian dan penghasilan Primer Wawancara, kuesioner

Bentuk dan Pola Permukiman 5 Mengidentifikasi

Orientasi tata letak bangunan

permukiman

Orientasi Bangunan Peta orientasi bangunan Primer Wawancara, Observasi

(47)

No. Sasaran Variabel Data Data Yang Dibutuhkan Jenis Data Sumber 6 Mengidentifikasi

Kondisi pola jaringan jalan permukiman

Pola Jaringan jalan Peta jaringan jalan Primer Wawancara, Observasi

Penyebab Terbentuknya Pola Permukiman 7 Mengidentifikasi

penyebab

terbentuknya pola permukiman

Pengaruh alam dan budaya dalam pembentukan ruang fisik budaya

Kondisi Fisik Alam Kondisi Sosial Budaya

Primer Wawancara, kuesioner

(48)

32

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data terkumpul dan diolah untuk memudahkan mendalami menganalisis informasi yang disajikan. Pengolahan dan analisa data pada kawasan kajian adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil observasi dan wawancara, dilakukan tahap pemetaan untuk mengklasifikasikan data dari segi kondisi fisik lingkungan dan untuk menyempurnakan berbagai deskripsi kualitatif dalam identifikasian dan analisis. Kondisi ruang alam, struktural, sosial budaya dan ekonomi lokasi penelitian dirumuskan sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang karakteristik permukiman.

2. Untuk merumuskan pola permukiman dilakukan pemetaan dan analisis deskriptif dengan melihat hasil dari data primer yang berupa orientasi bangunan dan pola jaringan jalannya, dan dirumuskan terkait dengan teori-teori pemukiman sehingga dapat disimpulkan bentuk pola permukiman permukiman di Gampong Telaga Tujuh.

3. Dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa pertanyaan mengenai awal terbentuknya permukiman yang ditanyakan kepada tokoh masyarakat yang mempunyai pengetahuan terhadap kondisi permukiman dan yang lama tinggal, dengan menganalisa dan melihat pengaruh alam dan budaya terhadap pembentukan ruang fisik dan budayanya sehingga dapat disimpulkan penyebab terbentuknya pola permukiman di Gampong Telaga Tujuh.

(49)

3.6 Kerangka Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian

Data kondisi fisik alam, fisik bangunan, sarana prasarana, sosial budaya, ekonomi.orientasi

bangunan, pola jaringan jalan

Kondisi Fisik bangunan dan sarana prasrana

lingkungan

Tingkat perekonomian masyarakat Kondisi tingkat sosial

masyarakat

Karakteristik Permukiman Pola permukiman

Kesimpulan Penyebab terbentuknya

Pola permukiman OUTPUT

Variabel penelitian:

Karakteristik Permukiman, serta bentuk dan pola

permukiman pesisir

Fisik Alam: Topografi

Fisik bangunan: jenis bangunan, kualitas bangunan

Prasarana: sumber air, asksesibilitas lingkungan, sistem

air bersih, sistem perlimbahan (MCK) dan sistem persampahan

INPUT

Survei primer dan sekunder

(Analisis deskriptif) Analisis karakteristik fisik

permukiman

(Analisis deskriptif) Analisis karakteristik ekonomi masyarakat

pesisir (Analisis deskriptif)

Analisis karakteristik sosial masyarakat pesisir

Ekonomi : Mata Pencaharian, Pendapatan

Sosial budaya : tingkat pendidikan, suku, kedekatan

dengan tempat kerja

Sarana: Pendidikan, Perkantoran, Kesehatan, Peribadatan, dll

(Anlisis deskriptif) bentuk dan pola permukiman pesisir Pola permukiman : orientasi

bangunan, pola jaringan jalan

(Anlisis deskriptif) bentuk pola permukiman pesisir Penyebab terbentuk pola

permukiman : pengaruh alam dan budaya

PROSES

(50)

34 BAB IV

KAWASAN PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Administrasi

Gampong Telaga Tujuh merupakan suatu desa yang berada di Kota Langsa Kecamatan Langsa Barat. Gampong Telaga Tujuh merupakan kawasan permukiman pesisir yang terletak di 4° 33' 2,687" - 4° 33' 9,726" LU dan 98° 3' 51,656" E - 98° 3' 58,216" BT. Gampong Telaga Tujuh memiliki jumlah penduduk 1.621 jiwa.

Kawasan permukiman Gampong Telaga Tujuh memiliki luas 6,20 Ha yang memiliki 5 ( Lima ) Dusun yaitu : Dusun Aman , Dusun Damai, Dusun Rukun, Dusun Sejahterah dan Dusun Sentosa. Letak permukiman Gampong Telaga Tujuh berada di pulau lepas pantai, dimana kawasan permukiman dikelilingi oleh laut yang merupakan selat malaka (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Luas Permukiman Gampong Telaga Tujuh Dirinci Berdasarkan Dusun

No Dusun Luas (Ha)

1 Aman 1,02

2 Damai 1,63

3 Rukun 2,17

4 Sejahtera 0,65

5 Sentosa 0,79

Jumlah 6,26

Sumber : Profil Permukiman Gampong Telaga Tujuh

(51)

Gambar 4.1 Orientasi Permukiman Gampong Telaga Tujuh

(52)

36

Gambar 4.2 Peta Administrasi Gampong Telaga Tujuh

(53)

4.2 Penggunaan Lahan

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Langsa Tahun 2012- 2032 Gampong Telaga Tujuh merupukan permukiman dengan kepadatan yang tinggi. Berdasarkan pola penggunaan lahan Gampong Telaga Tujuh terdiri dari, sempadan pantai, budidaya perikanan, kawasan lindung mangrove, ruang terbuka publik, kawasan pendidikan, peribadatan, perdagangan, permukiman, pelabuhan dan perkantoran (Tabel 4.2)

Tabel 4.2 Guna Lahan Gampong Telaga Tujuh

No Kawasan Luas

1 Sempadan Pantai 9,73

2 Budidaya Perikanan 1,66

3 Kawasan Lindung/mangrove 15,03

4 Ruang Terbuka Publik 0,09

5 Kawasan Pendidikan 0,13

6 Peribadatan/Kegiatan Keagamaan 0,11

7 Perdagangan/Pasar 0,29

8 Permukiman 6,20

9 Kawasan Pelabuhan/.Pendaratan Ikan 2,23

10 Perkantoran 0,35

Jumlah 35,82

Sumber : RTRW Kota Langsa dan olah data

(54)

38

Gambar 4.3 Peta Guna Lahan Gampong Telaga Tujuh

(55)

39 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Permukiman 5.1.1 Fisik Alam

Berdasarkan kondisi geografis Gampong Telaga Tujuh merupakan daerah pantai, dilihat dari jenis tanahnya yang merupakan Andosol yaitu berpasir putih.

Berdasarkan topografi kawasan permukiman ini berada diatas permukaan laut dengan ketinggian kurang dari 10 meter. Kondisi hidrologi pada kawasan permukiman ini terdiri dari sistem hidrologi dari alur laut dan muara.

Kawasan permukiman Gampong Telaga Tujuh berada diatas tanah yang bercampur pasir dengan garis pantai yang mengililingi pulau. Kondisi saat ini permukiman tersebut mengalami abrasi pantai akibat dari patahnya bibir pantai sepanjang 12 km, air pasang akan mengenangi sebagian kawasan permukiman sejak pukul 08.00 sampai puncaknya pukul 14.00 wib, dan kondisi ini juga tergantung pada pasang surut air laut dengan waktu yang berbeda-beda.

Permukiman diatas air yang dikelilingi oleh laut sangat rentan terhadap gelombang pasang air laut yang berpengaruh terhadap kondisi keselamatan permukiman penduduk. Untuk mencegah gelombang air laut sebagian permukiman dipasang pemecah tanggul ombak (Gambar 5.1), berdasarkan hasil wawancara dengan kepada desa Gampong Telaga Tujuh tanggul pemecah ombak di buat secara sua tahapan yaitu pada tahun 2011 dan 2019 dengan total panjang sekitar 476, 56 meter guna untuk mencegah abrasi, namun ada kala ketika suatu

(56)

40

waktu kondisi gelombang pasang dengan intensitas yang sangat tinggi maka permukiman Gampong Telaga Tujuh akan terendam yang mana air laut akan menggenangi permukiman dan sebagian rumah yang berada di pinggir laut, air akan masuk juga ke rumah-rumah penduduk. Kondisi ini terjadi hanya pada waktu tertentu, biasanya terjadi pada bulan oktober.

Berdasarkan hasil wawancara dari tokoh masyarakat yang mengetahui perkembangan Gampong Telaga Tujuh bahwasanya permukiman dibangun pertama kali berada pada arah selatan permukiman yang mana perkembangan permukiman selanjutnya mengikuti jalan secara alami, aktivitas dan kebutuhan ruang pada masa itu

Gambar 5.1 Tanggul Pemecah Ombak

(57)

Kondisi alam yang rentan terhadap abrasi menyebabkan perubahan fisik permukiman, yang mana awal permukaan daratan yang luas dimana terdapat beberapa bangunan yang berada pada kawasan ini mengalami kerusakan akibat terjangan ombak laut, sehingga rumah-rumah disekitar tanggul yang sekarang ini sudah tidak ada lagi, kondisi ini terjadi mulai sejak tahun 2014.

5.1.2 Kondisi Fisik Bangunan

Secara arsitektual, morfologi bangunan permukiman yang berada di kota pesisir terdiri dari bangunan diatas tanah, rumah panggung diatas darat, bangunan panggung diatas air dan bangunan rakit diatas air (Agtha, 2020). Berdasarkan hasil observasi kondisi kawasan permukiman Gampong Telaga Tujuh yang merupakan kawasan pesisir yang di kelilingi oleh laut maka dapat terlihat adanya pembagian zona permukiman, dimana terdapat zona kawasan diatas air laut, zona kawasan trasnsisi pasang surut air laut dan zona kawasan daratan (Gambar 5.2 dan 5.3).

\

darat transisi di atas air

Gambar 5.2 Ilustrasi Zona Permukiman Gampong Telaga Tujuh

(58)

42

Dengan melihat aktivitas masyarakat sebagai permukiman nelayan dan kondisi geografisnya maka dapat terlihat kondisi dan suasana pada permukiman Gampong Telaga Tujuh ini, dimana dari ciri khas bangunan huniannya yaitu dengan jenis rumah panggung. Dilihat dari zona kawasannya bangunan yang berada di atas permukaan air berbentuk banguunan panggungnya dengan tiang pondasi lebih tinggi yaitu sekitar 1 sampai 2 meter (Gambar 5.4).

Gambar 5.3 Pembagian Zona Permukiman

(59)

Zona trasnsisi merupakan area yang jika pasang air laut akan tergenang dan jika air laut surut maka area tersebut tidak tergenang air. Pada zona kawasan transisi pasang surut air laut terlihat pondasi bangunan panggungnya lebih pendek dibandingkan dengan zona di atas air yaitu dengan tiang pondasinya sekitar 50 cm - 1 meter dikarenaka topografinya yang lebih tinggi (Gambar 5.5).

Gambar 5.4 Rumah Panggung di Atas Air

(60)

44

Zona kawasan darat merupakan area dengan topografii yang tertinggi pada permukiman Gampong Telaga Tujuh, dimana terlihat jenis bangunannya juga menggunakan rumah panggung, namun terdapat perbedaan tinggi pondasinya dibandingkan dengan zona pada daerah trasnsisi pasang surut dan bangunan diatas air yaitu dengan panjang pondasi hanya sekitar 30-50 centi meter (Gambar 5.6).

Gambar 5.5 Rumah Panggung Kawasan Trasnsisi Pasang Air Laut

(61)

Panjang pondasi bangunan/rumah panggung pada setiap zona berberda dikarenakan perbedaan topografi sehingga masyarakat membangun rumah mereka menyesuaikan ketinggian dan resiko terhadap pasang tertinggi air laut. Ciri lainnya pada bangunan di permukiman Gampong Telaga Tujuh hampir di setiap muka bangunan dilengkapi dengan tangga kecil untuk menjangkau hunian rumah dan sebagian pada muka bangunan rumah langsung terhubung dengan jembatan kayu ke badan jalan.

Gambar 5.6 Rumah Panggung Kawasan Darat

(62)

46

Adapun tujuan dari rumah panggung serta tersedianya tangga pada muka bangunan yaitu untuk menghindari terjadinya banjir atau pasang dari air laut sehingga air tidak dapat menjangkau permukaan rumah yang dapat merusak kontruksi bangunan, selain itu rumah panggung juga dapat melindungi dari hewan raptil masuk ke rumah warga. Kontruksi bangunan hunian masyarakat Gampong Telaga Tujuh mayoritas berbahan kayu dan dengan atap seng.

5.1.3 Kondisi Sarana Prasarana Permukiman

Lingkungan hidup sehat adalah lingkungan yang terdiri dari kumpulan rumah sehat yang ditempatkan secara teratur dan dilengkapi dengan prasarana dan peralatan lingkungan yang sesuai (Patandianan dan Zenaide, 2011). Adapun kondisi sarana prasarana di Gampong Telaga Tujuh yaitu :

1. Jaringan Jalan

Gampong Telaga Tujuh merupakan kawasan permukiman yang berada di lepas pantai yang langsung berbatasan dengan selat malaka.

Untuk menuju ke permukiman hanya bisa ditempuh dengan menggunakan trasnportasi laut. Adapun waktu tempuh dari Pelabuhan Kuala Langsa menuju ke permukiman Gampong Telaga Tujuh lebih kurang 30 menit perjalanan menggunakan kapal penumpang (Gambar 5.7).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait