• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Uji Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Uji Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans

Extract Effectiveness Test Green Betel Leaf (Piper betle L.) on the Growth of Candida albicans

Nesti Puji Astuti1, Ni’matul Murtafi’ah1, Arie J. Pitono1

1Program Studi Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Kesehatan Institut Kesehatan Rajawali

*E_mail: nestipujia16@gmail.com

Diterima: 6 Oktober 2021 Direvisi: 2 Februari 2022 Disetujui: 22 Juni 2022 Abstrak

Kandidiasis merupakan infeksi jamur yang bersifat oportunistik yang disebabkan oleh jamur Candida s.p salah satunya adalah Candida albicans. Ekstrak sirih hijau diketahui memiliki kandungan fenol yang dapat menyebabkan denaturasi protein pada jamur dan senyawa turunannya antara lain kavikol, karvakol, kavibetol, eugenol, dan allipyrocatechol. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. Bahan yang digunakan yaitu daun sirih hijau yang di diekstraksi dengan metode maserasi. Hasil maserasi selanjutnya dipekatkan dengan rotatory evaporator setelah itu dilakukan freeze drying guna menghilangkan kadar air dari ekstrak. Konsentrasi yang digunakan pada ekstrak adalah 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, dan 50%. Pemilihan konsentrasi ini berdasarkan penelitian terdahulu untuk membandingkan hasil zona bening yang terbentuk. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksperimental. Metode pungujian aktivitas antimikroba yang digunakan adalah metode difusi cakram. Hasil uji penelitian menunjukan bahwa ekstrak daun sirih hijau dapat menghambat pertumbuhan jamur C. albicans pada semua konsentrasi ditandai adanya zona bening Berdasarkan hasil penelitian diperoleh diameter rata-rata zona bening pada konsentrasi 3,125% sebesar 2,4 mm, konsentrasi 6,25 sebesar 6,5 mm, konsentrasi 12,5% sebesar 11,9 mm, konsentrasi 25% sebesar 13,7 mm dan konsentrasi 50% sebesar 14,0 mm, sehinga konsentrasi yang efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur adalah 50%.

Kata kunci: Candida albicans, Ekstrak Daun Sirih Hijau, Metode difusi Cakram

Abstract

Candidiasis is an opportunistic fungal infection caused by the fungus Candida sp., one of which is Candida albicans. Green betel extract is known to contain phenols that can cause protein denaturation in mushrooms and their derivative compounds, including kavikol, karvacol, cavibetol, eugenol, and allipyrocatechol. This research was conducted to determine the effectiveness of green betel leaf extract (Piper betle L.) against the growth of the fungus C. albicans. The material used is green betel leaf which is extracted by maceration method. The results of the maceration were then concentrated with a rotatory evaporator after which it was freeze dried to remove the moisture content of the extract. The concentrations used in the extract were 3.125%, 6.25%, 12.5%, 25%, and 50%. The selection of this concentration was based on previous research to compare the results of the clear zone formed. The type of research used is descriptive experimental. The antimicrobial activity test method used was the disc diffusion method. The results of the research showed that green betel leaf extract could inhibit the growth of C. albicans at all concentrations marked by the presence of a clear zone. mm, 12.5% concentration was 11.9 mm, 25% concentration was 13.7 mm and 50% concentration was 14.0 mm, so that the effective concentration in inhibiting fungal growth was 50%.

Keywords: Candida albicans, Green Betel Leaf Extract, Disc diffusion method Pendahuluan

Kandidiasis merupakan infeksi jamur yang bersifat oportunistik yang disebabkan oleh jamur Candida sp. Jamur ini merupakan mikroba normal berada

pada tubuh manusia dan dapat ditemukan pada mucosal oral cavity, saluran gastrointestinal dan vagina (Sardi dkk, 2013).1 Kandidiasis adalah suatu penyakit infeksi jamur yang terjadi karena adanya

(2)

pembiakan jamur secara berlebihan, dimana dalam kondisi normal muncul dalam jumlah yang kecil. Menurut Trianingsih (2019)2 menyatakan bahwa terdapat 150 jenis Candida yang telah teridentifikasi, namun sekitar 70% infeksi terjadi disebabkan oleh Candida albicans, sisanya disebabkan oleh Candida krusei, Candida tropicalis dan Candida guilirmondi.2

Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2010 dengan jumlah penduduk 237.641.326 jiwa kasus kandidiasis di Indonesia mencapai 25%-50%. Beberapa infeksi genital terjadi peningkatan selama tahun 2011-2013 yaitu bakterial vaginosis 45%-50%, vulvovaginal kandidiasis 30%- 35% dan trikomoniasis 5%-10% (Indriani, 2018). 3 Berdasarkan data instalasi catatan medis RSUP Dr. Sardjito bahwa ada 2661 kasus kandidiasis lokal maupun sistemik yang terjadi di Yogyakarta selama tahun 2014 hingga 2018. 3

Infeksi jamur dapat ditanggulangi dengan pemberian obat antifungal sintetik baik topikal maupun sistemik seperti flusitosin, nistatin, amfoterisin B, flukonazol, ketokonazole dan clotrimazole.

Jenis dan macam obat antifungal yang beredar pada waktu ini sedikit dan relatif mahal, sehingga pengembangan obat tradisional antifungal baru adalah kebutuhan yang diperlukan. Saat ini, telah dilaporkan bahwa kasus C. albicans resisten terhadap obat-obatan antifungal sintetik, sehingga alternatif pengobatannya dapat menggunakan tanaman herbal yang bersifat antifungal (Afrina et al., 2017).4 Salah satu tanaman herbal yang dapat dimanfaatkan sebagai obat antifungal adalah daun sirih hijau.

Daun sirih hijau (Piper betle L.) merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang dikenal masyarakat luas.

Selain harga yang murah dan mudah didapatkan, daun sirih sudah lama digunakan oleh orang Indonesia sebagai bahan untuk mengobati penyakit. Daun sirih dipercaya memiliki khasiat

karminatif, afrodisiak, antioksidan, dan laksatif. Kandungan minyak atsirinya dapat bekerja sebagai antibakteri dan antijamur.

Secara empiris, daun sirih hijau (Piper betle L.) telah terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan C. albicans (Chairunnisa dkk, 2015).5 Berdasarkan penelitian Gunawan Adi (2015)6, daun sirih memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan fungisida. Menurut penelitian yang dilakukan Amanah (2018)7 menyatakan bahwa penggunaan ekstrak terendah yaitu 3,125% dan konsentrasi tertinggi50% terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans.

Sama halnya dengan penelitian Amanah (2018), peneliti menggunakan ekstrak daun sirih dalam penelitiannya, namun dengan metode pengujian yang berbeda. Metode yang digunakan adalah difusi cakram yang dinilai lebih mudah, cepat dan tidak memerlukan keahlian khusus dalam pengujiannya.

Senyawa fenol (fenil propane) adalah kandungan daun sirih yang paling berpengaruh sebagai antifungi. Fenol dapat menyebabkan denaturasi protein pada jamur, yaitu kerusakan struktur tersier protein penyusun dinding sel jamur yang dapat menyebabkan kelemahan fungsi protein dinding sel. Senyawa turunan fenol (kavikol dan kavibetol) juga memiliki daya anti bakteri sebesar Lima kali lipat dari fenol biasa. Aktivitas zat aktif lain seperti flavonoid dan tanin menjadi zat antifungi dengan cara menghambat kerja enzim- enzim termasuk enzim katalase (Kurnia, 2020).8

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi yang efektif dari ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dalam menghambat pertumbuhan jamur C.

albicans.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif eksperimental menggunakan metode difusi

(3)

cakram (Sugiyono, 2016).9 Populasi sampel pada penelitian ini adalah biakan murni jamur C. albicans. Sampel yang digunakan pada penelitian adalah biakan C. albicans diambil dari biakan murni (Sugiyono, 2018)10. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi dan Parasitologi Fakultas Kesehatan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.

Daun sirih hijau berumur 4 bulan diperoleh dari kebun di daerah Kabupaten Garut. Biakan C. albicans diperoleh dari biakan murni Poltekkes Kemenkes Bandung yang berumur 48 jam menggunakan medium Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Penggunaan ketokonazole 2 % adalah sebagai kontrol positif. Bahan lain yang digunakan antara lain: Medium SDA, Isolat jamur C.

albicans, ekstrak daun sirih, ketokenazole 2%, akuades steril, etanol 96%, alcohol 70%, BaCl₂, H₂SO₄, dan minyak imersi.

Alat-alat yang digunakan antara lain:

autoklaf, cawan petri, oven, kertas cakram, neraca analitik, cotton swab, pinset steril, ose steril, lampu spiritus, laminar air flow, inkubator dan mikroskop.

Pembuatan Ekstrak Daun Sirih Hijau Daun sirih hijau disiapkan sebanyak 1 kg kemudian dipotong-potong menjadi bagian kecil. Simplisia kemudian di maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Hasil maserasi selanjutnya dipekatkan dengan rotatory evaporator setelah itu dilakukan freeze drying atau lyofilisasi guna menghilangkan kadar air dari ekstrak. Ekstrak murni didapatkan selanjutnya dilakukan uji fitokimia untuk mnegetahui kandungan senyawa yang ada pada daun sirih hijau (Harborne, 1996;

dalam Indra, 2021).13 Ekstrak daun sirih hijau kemudian diencerkan menjadi konsentrasi 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, dan 50%.

Uji Fitokimia

a. Uji senyawa fenol

Ekstrak sebanyak 0,1 g dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan 10 ml air hangat dan ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%. Penilaian berdasarkan observasi berupa perubahan warna yang ditandai dengan munculnya warna hijau, merah, ungu atau hitam.

b. Uji senyawa flavonoid

Ekstrak sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 100 mg serbuk magnesium lalu ditambah 1 mL asam klorida pekat dan 3 mL amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah, warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

c. Uji senyawa Alkaloid

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambah 5 mL asam klorida 10%, dikocok dan ditambah 5 mL larutan amonia 10%.

Diekstraksi dengan 10 mL kloroform dan diuapkan. Residu sisa penguapan ditambah 1,5 mL asam klorida 2%, dibagi dalam dua tabung. Tabung pertama ditambah 3 tetes pereaksi Mayer, terbentuknya endapan putih kekuningan menunjukkan adanya alkaloid. Tabung kedua ditambah 3 tetes pereaksi Dragendorff, terbentuknya endapan merah bata menunjuk-kan adanya alkaloid.

d. Uji senyawa tannin dan saponin Sebanyak 0,5 g ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air dan diletakkan diatas penangas air, kemudian tabung pertama dikocok vertikal selama 10 detik, maka akan terbentuk busa stabil, dibiarkan selama 10 menit, ditambahkan 1 tetes asam klorida 1%. Jika busa tidak hilang maka menunjukkan adanya saponin.

Tabung ke tiga ditambah beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%, terbentuknya filtrat warna biru tua atau ungu kehitaman menandakan adanya tannin.

(4)

e. Uji senyawa steroid dan triterpenoid Sebanyak 0,5 g ekstrak diekstraksi dengan 10 mL eter. Sebanyak 0,5 mL larutan diuji dengan pereaksi Lieberman Burchard. Terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan warna hijau atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid.

Identifikasi C. albicans

Pengamatan makroskopik dilakukan dengan kultur jamur C. albicans dari biakan murni pada medium SDA untuk pengamatan makroskopik, dengan metode penggoresan kuadran dan di inkubasi selama 48 jam. Hasil pengamatan makroskopis yang di dapatkan antara lain:

bentuk koloni bulat berwarna putih kekuningan, licin, tekstur koloni mucoid, tepi koloni rata, warna sebalik putih kekuningan, zona pertumbuhan ada dan terdapat embun pada permukaan cawan petri (exudates dropt). Hasil pengamatan ini sejalan dengan penelitian Amanah (2018).7 Menurut Irianto (2003),19 warna koloni putih kekuningan, permukaan halus, licin karena jamur C. albicans berumur 24- 48 jam pada medium SDA. Setelah satu bulan warna koloni akan berubah menjadi warna krem, licin atau berkerut.

Pewarnaan gram dilakukan untuk pengamatan mikroskopik. Hasil pewarnaan gram menunjukan bentuk sel bulat berwarna ungu dan terlihat hifa semu bersekat pada perbesaran 100x. Sel yang berwarna ungu menunjukan bahwa jamur C. albicans termasuk gram positif karena bisa mempertahankan zat warna pertama yaitu crystal violet.

Hasil pengamatan ini sejalan dengan penelitian Rezeki (2017).20 Pada pewarnaan Lactophenol Cotton Blue (LPCB), jamur candida yang dapat di amati hanya bentuk blastosporanya saja yakni berbentuk bulat dan berwarna biru.

Pengujian Antijamur Pembuatan Medium SDA

Medium SDA sebanyak 21,45 gram dilarutkan dalam 320 ml akuades pada erlenmeyer, diaduk dengan menggunakan batang pengaduk kemudian ditambahkan akuades secara perlahan. Selanjutnya dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih. Bagian mulut erlenmeyer ditutup dengan sumbat kapas dan alumunium foil serta diberi label. Medium disterilkan dan dituangkan ke dalam cawan petri yang sudah steril secara aseptik sebanyak 15-20 ml.

2. Pembuatan Suspensi Jamur Candida albicans

Jamur C. albicans dikultur di medium sabouraud dextrose agar (SDA) kemudian di inkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC.

Koloni yang tumbuh kemudian di ambil, dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl 0.9 % 10 mL, dihomogenkan dan disetarakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland 0,5 (1,5x10⁸CFU/mL).

Pembuatan standar Mc Farland 0,5 yang terdiri dari 9,95 mL larutan H₂SO₄ 1% dan 0,05 mL laruan BaCl₂ 1% yaitu setara dengan kepadatan bakteri 1,5x10⁸ CFU/mL (Sarosa, 2018).23Suspensi jamur tersebut kemudian di setarakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland 0,5 dengan mengukur absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.

3. Pengujian Antijamur

Alat dan bahan dipersiapkan. Swab steril dicelupkan ke dalam isolat jamur C.

albicans. Diinokulasikan ke dalam medium SDA dengan cara menggoreskan cotton swab ke permukaan medium SDA secara merata. Medium yang telah diinokulasi isolat jamur didiamkan selama 5 menit agar mengering. Kertas cakram yang telah direndam selama 15 menit dimasukan ke dalam masing-masing stok konsentrasi ekstrak daun sirih hijau yang telah dilarutkan DMSO 10% ke permukaan medium dengan pinset steril.

Kontrol positif ketokonazole 2% dan kontrol negatif akuades dimasukan kertas cakram di tengah cawan. Inkubasi seluruh

(5)

biakan selama 24 jam dengan suhu 35ºC.

Setelah diinkubasi, ukur diameter setiap daerah zona bening menggunakan jangka sorong atau penggaris.9

Analisis data

Hasil data yang diperoleh dari penelitian berupa data pengukuran diameter zona hambat sebanyak 5 kali pengulangan, disajikan dalam bentuk tabel dan dicari rerata. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan penggaris dan dihitung dengan rumus:

(Rinaldi ,2017)14

Diameter zona hambat = (D₁+D₂) - Ds 2 Keterangan:

D₁ : Diameter vertikal D₂ : Diameter horizontal Ds : Diameter sumur

Hasil

Hasil Uji Fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan sebagai informasi awal dalam mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tanaman yang sedang diteliti

(Rinaldi, 2001)12. Metode uji fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksinya (Tabel 1). Hasil uji fitokimia yang didapatkan pada daun sirih hijau terdapat senyawa yang positif antara lain:

saponin, terpenoid, steroid, tanin, fenol dan alkaloid (Saragih, 2019). 15

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia No Senyawa yang diidentifikasi Interpretasi

Hasil Keterangan

1 Saponin Positif Terdapat buih yang bertahan selama 1 menit 2 Lipid (Terpenoid, steroid) Positif Bereaksi positif terhadap pereaksi

Liebermann-Buchard.

3 Tanin dan Fenol Positif Larutan berwarna ungu, positif mengandung tanin dan fenol.

4 Flavonoid Negatif -

5 Alkaloid (metode Wagner) Positif

Hasil reaksi positif terdapat endapan.

6 Alkaloid (metode Dragendorf) Positif

Identifikasi C. albicans secara Makroskopik

Pengamatan dilakukan pada medium SDA dengan hasil yang di dapatkan antara lain: bentuk koloni bulat berwarna putih kekuningan, licin, tekstur

koloni mukoid, tepi koloni rata, warna sebalik putih kekuningan, zona pertumbuhan ada dan terdapat embun pada permukaan cawan petri (exudates dropt) (Gambar 1).

(6)

Gambar 1. Jamur C. albicans pada medium SDA Identifikasi C. albicans secara

Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan pewarnaan gram didapatkan bentuk sel bulat berwarna ungu dan terlihat hifa semu bersekat. Sel yang berwarna ungu menunjukan bahwa jamur C. albicans termasuk gram positif karena bisa

mempertahankan zat warna pertama yaitu crystal violet (Gambar 2a). Pada pewarnaan Lactophenol Cotton Blue (LPCB) jamur candida yang dapat diamati hanya bentuk blastosporanya saja yakni berbentuk bulat dan berwarna biru (Gambar 2b).

Gambar 2. Gambaran mikroskopik C. albicans.

Keterangan: a. pewarnaan gram, b. pewarnaan LPCB

a b

(7)

Tabel 2. Hasil Pengujian Ekstrak Daun Sirih

Gambar 3. Pengujian Ekstrak Daun Sirih Hijau.

Keterangan: a. Kontrol positif, b. Kontrol negatif, c. 50%, d. 25%, e. 12,5%, f. 6,25%, g. 3,125%

Kode

Sampel Konsentrasi

Ulangan (mm) Rata-rata Diameter

(mm)

Keterangan

1 2 3 4 5

1 Kontrol Positif (ketokonazole 2%)

30,0 24,0 20,5 25,0 9,5 21,8 mm Sangat kuat

2 Kontrol Negatif (akuades)

- - - - - - -

3 3,125 % 2,0 2,0 2,0 3,0 3,0 2,4 mm Lemah

4 6,25 % 7,0 7,0 5,0 4,5 9,0 6,5 mm Sedang

5 12,5 % 11,0 15,0 10,0 6,5 17,

0

11,9 mm Kuat

6 25 % 22,5 30,0 5,0 6,0 5,0 13,7 mm Kuat

7 50 % 25,0 24,5 9,0 6,0 5,5 14,0 mm Kuat

a

e

c b

f g

d

(8)

66 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol .11. No.1 Hal. 59-69 Gambar 4. Diameter Zona Bening

Pembahasan

Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi jamur secara makroskopis dan mikroskopis dapat dipastikan bahwa jamur yang tumbuh merupakan jamur Candida albicans. Ekstrak yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak daun sirih hijau yang didapatkan dengan metode maserasi dilanjutkan dengan lyofilisasi.

Menurut Martiansyah (2017),11 lyofilisasi atau dikenal freeze drying adalah metode yang digunakan untuk mengurangi kadar air suatu sampel menggunakan prinsip kedap udara (vakum).

Pelarut yang di gunakan untuk pembuatan ekstrak daun sirih hijau adalah etanol 96%, karena etanol merupakan senyawa polar yang mudah menguap dan bersifat universal dengan indeks polaritas 5,2 sehingga berbagai senyawa polar maupun non polar yang terkandung dalam daun sirih hijau dapat tertarik ke dalam pelarut (Pangesti, 2017).18 Pembuatan Pengenceran konsentrasi ekstrak daun sirih hijau di larutkan dengan pelarut dimethyl sulfoxide (DMSO 10%) karena dapat melarutkan semua senyawa polar maupun non polar. Konsentrasi ekstrak daun sirih hijau dibuat lima konsentrasi yaitu 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, dan 50%.

Pemilihan konsentrasi ini berdasarkan penelitian terdahulu untuk

membandingkan hasil zona bening yang terbentuk.

Berdasarkan table 1. hasil uji fitokimia yang didapatkan pada daun sirih hijau terdapat senyawa yang positif antara lain: saponin, terpenoid, steroid, tanin, fenol dan alkaloid. Efek fungisida dari daun sirih disebabkan karena adanya komponen senyawa fenol dan turunannya (Kusdarwati, 2013).16

Mekanisme terbentuknya zona bening pada penelitian pertumbuhan jamur C. albicans menandakan adanya hambatan pada membran sel dan dinding sel jamur C.

albicans sehingga menyebabkan kematian.

Senyawa fenol merupakan antifungisidal.

Mekanisme kerja fenol dapat mendenaturasi protein pada jamur, yaitu kerusakan struktur tersier protein penyusun dinding sel jamur (Rumampuk, 2017).17 Selain fenol, juga terdapat senyawa lain yang dapat menghambat pertumbuhan jamur yaitu flavonoid dan tanin.

Mekanisme kerja tanin sebagai zat antifungi yaitu dengan cara menghambat kerja enzim-enzim termasuk enzim katalase. Hambatan enzim katalase menyebabkan kegiatan metabolisme dan fisiologis sel terganggu sehingga proses reproduksi terhambat. Sedangkan saponin merupakan senyawa antifungi. Senyawa zat lain yang berfungsi sebagai antifungi adalah flavonoid dengan kemampuannya

(9)

dalam mengganggu pembentukan pseudohifa dan dapat menyebabkan denaturasi protein sehingga dinding selnya rapuh (Kurnia, 2020).8

Pada penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengujian ekstrak daun sirih hijau terhadap pertumbuhan C.

albicans adalah metode difusi cakram (Kirby Bauer). Metode difusi cakram merupakan pengukuran dan pengamatan daerah zona bening yang terbentuk di sekitar cakram. Kertas cakram direndam dalam ekstrak daun sirih selama 15 menit.

Tujuannya agar ekstrak menyerap dengan sempurna, kemudian diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan permukaan media agar (Pratiwi, 2008).21

Kelebihan dari metode ini yaitu pengujian dilakukan dengan cepat, biaya relatif murah, mudah dan tidak memerlukan keahlian khusus. Sedangkan kelemahanya adalah tidak dapat di aplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan zona bening yang terbentuk tergantung pada kondisi inkubasi, inokulum serta ketebalan medium (Prayoga, 2013).22

Data hasil penelitian diperoleh dengan memberikan perlakuan langsung pada medium yang sudah di inokulasikan jamur C. albicans. Menurut Kandoli diameter zona hambat dikategorikan berdasarkan kekuatan daya antijamur.

Kriteria diameter yang diukur antara lain:

>20 mm = sangat kuat 11-20 mm = hambat kuat 5-10 mm = sedang

0-4 mm = hambat lemah (Kandoli, 2016).2

Berdasarkan Tabel 2. hasil uji penelitian yaitu terbentuk zona bening pada semua konsentrasi ekstrak daun sirih hijau. Pada konsentrasi 50% menghasilkan rerata daya hambat sebesar 14 mm termasuk kategori kuat, konsentrasi daya hambat 25% menghasilkan rerata daya hambat sebesar 13,7 mm termasuk kategori kuat, konsentrasi 12,5% menghasilkan

rerata daya hambat sebesar 11,9 mm termasuk kategori kuat, konsentrasi 6,25%

menghasilkan rerata daya hambat sebesar 6,5 mm termasuk kategori sedang, dan konsentrasi 3,125% menghasilkan rerata daya hambat sebesar 2,4 mm termasuk kategori lemah. Kategori diameter zona hambat ini disesuaikan berdasarkan Kandoli. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Amanah (2018)7 bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih hijau maka semakin besar daya hambat yang dihasilkan.

Pada Tabel 2. hasil zona hambat dari masing-masing konsentrasi menghasilkan diameter yang berbeda. Besarnya perbedaan diameter hambat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain temperatur inkubasi. Temperatur optimal suhu inkubasi adalah 35C, apabila kurang dari 35C maka menyebabkan diameter zona hambat lebih besar. Hal ini terjadi pada saat inkubasi penyimpanan plate yang di tumpuk-tumpuk lebih dari 2 plate karena plate yang ditengah suhu inkubasinya kurang dari 35C. Inkubasi pada suhu lebih dari 35C dapat menyebabkan difusi ekstrak kurang baik.

Selain itu, ukuran lempeng dan ketebalan medium agar juga mempengaruhi. Ketebalan medium yang efektif adalah 4 mm, apabila medium kurang dari 4 mm difusi ekstrak akan menjadi lebih cepat, sedangkan jika lebih dari 4 mm difusi esktrak akan menjadi lambat. Pada penelitian ini, tidak dilakukan pengukuran pada medium sehingga tidak diketahui secara pasti ketebalan dari medium SDA yang digunakan (Zeniusa, 2019). 24

Menurut Vandepitte, dkk (2019),25 faktor lain yang mendukung adanya perbedaan diameter zona hambat diantaranya kepekaan inokulum, kurangnya daya difusi ekstrak ke dalam medium, waktu pemasangan cakram, waktu inkubasi, dan reaksi antara bahan aktif dengan medium.

Hasil data pengujian diameter zona hambat dapat dilihat pada gambar 3.

(10)

68 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol .11. No.1 Hal. 59-69

Hasil penelitian ini didapatkan Konsentrasi 50% sebagai konsentrasi tertinggi mampu menghasilkan rerata daya hambat sebesar 14 mm dengan kategori kuat, walaupun penggunaan kontrol positif (ketokenazole 2%) lebih besar zona hambat yang terbentuk yaitu 21,8 mm (tabel 2.) jika dibandingkan dengan penggunaan ekstrak daun sirih hijau. Hal ini mungkin terjadi karena ketokenazole 2% merupakan krim yang mengandung bahan aktif yang berfungsi sebagai antifungi sebanyak 2%, sedangkan pada 50% dalam ekstrak daun sirih hijau masih berupa campuran senyawa yang tidak semua berfungsi sebagai antifungi. Meskipun dilakukan uji fitokimia terlebih dahulu, tetapi hasilnya tidak dicantumkan persentase dari kandungan senyawa ekstrak daun sirih hijau. Sehingga perlu dilakukan lagi penelitian lebih lanjut terhadap senyawa aktif murni dalam ekstrak daun sirih hijau yang berfungsi sebagai antifungi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan konsentrasi yang efektif dalam dalam menghambat jamur C. albicans yakni konsentrasi tertinggi 50% dengan diameter zona hambat rata-rata 14 mm.

Saran

Daun sirih hijau berpotensi menjadi pengobatan alternatif jamur C. albicans namun perlu pengujian labih lanjut.

Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan uji fitokimia secara kuantitatif terlebih dahulu, agar mengetahui seberapa besar kandungan senyawa yang berfungsi sebagai zat antifungi.

Ucapan Terima Kasih

Terimakasih kepada Dosen Pembimbing Bapak Arie J. Pitono, dr., M.

Kes dan Ibu Ni’matul Murtafi’ah, S.Pd, M.Sc yang telah memberi saran dan nasihat. Saya ucapkan terimakasih kepada Penanggung Jawab Laboratorium Bakteriologi dan Parasitologi Institut Kesehatan Rajawali Bandung yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian. Terimakasih ditujukan kepada semua rekan yang terlibat dalam membantu menyelesaikan penelitian ini.

Daftar Rujukan

[1] Sardi, J.C.O., Scorzoni, L., Bernardi, T. (2013).

Candida spesies: current epidemiology, pathogenicity, biofilm formation, natural antifungal products and new therapeutic options. J Med Microbiol, 1-24 https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23180477/.

[2] Trianingsih, E. (2019) Uji Efektivitas air rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. [Karya Tulis Ilmiah] Jombang:

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendikia Medika.

[3] Indriani, S., Netti, S., & Almurdi. (2018).

Hubungan higienitas vagina, kadar gula darah dan kadar hormone estrogen pada kejadian kandidiasis vaginalis. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 18(3), 601-608.

[4] Afrina, Abdillah, I., & Cut, I. S. (2017).

Konsentrasi hambat dan bunuh minimum ekstrak serai (Cymbopogon citratus) terhadap Candida albicans. Cakradonya Dent, 9(1), 55- 61.

[5] Chairunnisa, S., Setyawati, T., & Nursyamsi.

(2015). Inhibition of betel leaf extract (Piper betle L) against Candida albicans. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 2(3), 25-33.

[6] Gunawan, A., Eriawati., & Zuraidah. (2018).

Pengaruh pemberian ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans, 368-376.

[7] Amanah, Naufal, F., & Iwan, H. (2018).

Perbandingan efektivitas minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L) dengan minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) terhadap Candida albicans secara in vitro. Jurnal Kedokteran & Kesehatan, 89-96.

[8] Kurnia, M. (2020). Efek pemberian daun sirih (Piper sp.) terhadap pertumbuhan Candida albicans. Medula ,10(2),197-201

[9] Sugiyono: Metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta; 2016.

[10] Sugiyono. Metodologi penelitian kuantitatif.

Bandung: Alfabeta; 2018.

[11] Martiansyah, I., Riza, A. (2017). Pemanfaatan teknologi liofilisasi (freeze drying) dalam pengawetan sampel, 5(1), 15-17.

[12] Rinaldi, E. Analisis fitokimia. Jakarta: EGC;

2001.

[13] Indra A. I. Prosedur ekstrak daun sirih hijau.

Bandung. Poltekkes Kemenkes Bandung; 2021.

(11)

[14] Rinaldi, S., Bagya, M. Metodologi penelitian dan statistik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.

[15] Saragih, D. E., Emilia, V.A. (2019) Kandungan fitokimia Zanthoxylum acanthopodium dan potensinya sebagai tanaman obat di wilayah Toba Samosir dan Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 5(1), 71-6.

[16] Kusdarwati, R., Pustika, M., & Dewa, K.

(2013). Uji aktivitas antifungi ekstrak daun sirih (Piper betle L) terhadap Saprolegnia sp secara in vitro. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 5(1), 15-21

[17] Rumampuk, Y., Pemsi, M., Christi, D. (2017) Uji daya hambat ekstrak spons laut (Callyspongia aerizusa) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella Typhi dan Streptococcus Pyogens. Jurnal e-Biomedik, 5(2).

[18] Pangesti, R. D., Edi, C., & Ersanghono, K.

(2017). Perbandingan daya antibakteri ekstrak dan minyak Piper betle L terhadap bakteri Streptococcus mutans. Indonesia Journal of Chemical Science, 6(3), 271-278.

[19] Irianto, K. Bakteriologi, mikologi dan virologi.

Bandung. Alfabeta. 2003.

[20] Rezeki, S., Santi, C., & Aulia, I. (2017) Pengaruh ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap pertumbuhan Candida albicans. Journal of Syiah Kuala Dentistry Society, 2(1), 52-62.

[21] Pratiwi, S. Mikrobiologi farmasi. Jakarta:

Penerbit Erlangga; 2008.

[22] Prayoga, E. (2013). Perbandingan efek ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) dengan metode difusi disk dan sumuran terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. [Skripsi].

Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

[23] Sarosa, A.H., Hafizh, T., Benny I. S., Vivi, N.,

& Chandrawati, C. (2018). Pengaruh penambahan minyak nilam sebagai bahan aditif pada sabun cair dalam upaya meningkatkan antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Indonesian Journal Of Essential Oil, 3(1), 1-8.

[24] Zeniusa, P., M.Ricky R., Syahrul, H . N., &

Nisa K. (2019). Uji daya hambat ekstrak etanol teh hijau terhadap Escherichia coli secara in vitro, 8(2), 136-141.

[25] Vandepitte, V.J.J, Engbaek, K., Rohner, P., Piot, P., & Heuck, C.C. ; (2010) Prosedur laboratorium dasar untuk bakteriologi klinis (Setiawan L, editor Bahasa Indonesia). 2nd ed.

Jakarta: EGC.

[26] Kandoli, F., Jimmy, A., & Michael, L., (2016).

Uji daya hambat ekstrak daun durian (Durio zybethinus) terhadap pertumbuhan Candia albicans secara in vitro, 5(1), 46-52.

Referensi

Dokumen terkait

Alat kajian yang digunakan dalam kajian ini ialah bentuk soal selidik yang mengandungi sejumlah soalan yang berkaitan dengan tahap pengetahuan guru terhadap peranan Pusat

Penelitian tentang pengaruh pemberian tepung Kiambang ( Salvinia molesta. ) dengan aditif multienzim dalam pakan terhadap performans itik Tegal dilaksanakan pada

Sedangkan tujuan pendidikan yang harus dicapai pada Pasal 13 Ayat 1 adalah "untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Inap RSUD Provinsi NTB bulan

Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel dependen. Nilai R 2 menunjukkan seberapa besar

Dari hasil pengujian, menunjukkan bahwa F = 46,105 pada P < 0,05 , dengan demikian maka terdapat pengaruh antara nilai intrinsik pekerjaan, pertimbangan

Terlepas dari terbatasnya infrastruktur dan sarana penunjang lainnya akhirnya pada tahun 2002 lahir sebuah Desa (persiapan) Tarai Bangun dengan ditunjuk seorang pejabat

Pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh dari sikap guru berdiskusi melalui supervise akademik adalah 79,38 kategori “cukup”,sedangkan pada siklus II nilai