• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini pada hakikatnya penelitian sosiologi mengenai hukum. Yakni, penelitian terhadap aspek aksiologis dari hukum (atau penelitian mengenai tujuan hukum). Penelitian ini berupaya melakukan teorisasi tentang tujuan hukum yaitu hukum sebagai instrumen mewujudkan kesejahteraan. Supaya penelitian ini tidak terlampau abstrak karena melulu bersifat filosofis, maka penelitian ini akan melakukan refleksi terhadap Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Mendiskusikan pengupahan, telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".

Selanjutnya, Pasal 28 D ayat (2) menjelaskan, "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". Ketentuan kedua pasal ini berarti kedudukan bidang ketenagakerjaan di Indonesia mempunyai landasan yuridis kuat karena telah diatur dalam konstitusi.1 Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ayat (1) disampaikan, “Setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya”. Demikian pula kebijakan di bidang perlindungan

1 Saprudin, Socialisering Process Hukum Perburuhan dalam Aspek Kebijakan Pengupah, MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 377

(2)

2

tenaga kerja ditujukan kepada perbaikan upah, syarat kerja, kondisi kerja dan hubungan kerja, kesehatan kerja serta jaminan sosial dalam rangka perbaikan kesejahteraan tenaga secara menyeluruh.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan secara umum menyebutkan bahwa upah adalah hal pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang. Berbicara mengenai kelayakan upah tidak dipisahkan dengan sistem upah minimum yang substansinya bertujuan pekerja mendapat jaminan kebutuhan hidup layak dan perlakuan adil dari pengusaha seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 Pasal 1 ayat (1) bahwa upah minimum adalah "Upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan gubernur sebagai jaring pengaman".

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 menerangkan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Ayat (2) pekerja/buruh ialah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

(3)

3

Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 penghasilan layak merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar. Poin (2) penghasilan layak sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan dalam bentuk upah dan pendapatan non upah.

Upah sebagai salah satu esensi perjanjian kerja merupakan faktor penting yang menentukan ada tidaknya suatu hubungan kerja. Di samping itu upah juga merupakan salah satu masalah kontroversial karena upah selalu menjadi titik tolak terjadi pertentangan antara pekerja dengan pengusaha. Hal ini disebabkan masing-masing pihak melihat upah dari segi kepentingan masing-masing yang berbeda antara satu sama lain. Bila dihubungkan dengan profesi wartawan, tentu pada akhirnya menimbulkan konsekuensi belum ditemukannya rumusan upah yang standar.

Pengupahan merupakan masalah krusial dalam ketenagakerjaan bahkan apabila tidak profesional dalam menanganinya tidak jarang menjadi potensi perselisihan serta mendorong timbulnya mogok kerja dan unjuk rasa. Penanganan pengupahan tidak hanya menyangkut aspek teknis dan aspek ekonomis, tetapi aspek hukum yang menjadi dasar bagaimana pengupahan dilaksanakan dengan aman dan benar berdasarkan regulasi pemerintah. Oleh sebab itu, menangani pengupahan secara profesional

(4)

4

mutlak memerlukan pemahaman ketiga aspek tersebut secara komprehensif.2

Pemberian upah diatur Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan, dimana pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota, upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota, upah minimum yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak, upah minimum ditetapkan gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan/atau bupati/walikota dan komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak diatur dalam Peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Upah Minimum (untuk selanjutnya disebut Peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi).3

Kebijakan pengupahan yang ada bertumpu pada upah minimum berlandaskan kebutuhan hidup layak buruh/pekerja lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun. Ini jelas belum mencangkup mereka yang sudah bekerja di atas satu tahun dan berkeluarga. Perundingan kolektif sebagai alat perjuangan serikat buruh/serikat pekerja meningkatkan upah dan kesejahteraan, perannya masih terbatas bahkan cenderung menurun kuantitas dan kualitasnya. Di lain sisi penerapan struktur skala upah masih

2 Abdul Khakim, Aspek Hukum Pengupahan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm.1.

3 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 4.

(5)

5

minim dan belum bersifat wajib (tidak ada sanksi formal bagi yang belum menerapkannya). Di negara berkembang kebijakan upah minimum menjadi upah efektif yang berlaku pada pasar kerja formal terutama di sektor industri padat karya.

Pertimbangan melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Oktober 2015 menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 ini menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan layak bagi pekerja/buruh.

Penghasilan layak sebagaimana dimaksud merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar.

Ketenagakerjaan sebagai bagian integral pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dilaksanakan untuk dan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Untuk itu pekerja perlu mendapatkan perlindungan dalam semua aspek, termasuk perlindungan mendapatkan pekerjaan di dalam dan di luar negeri. Perlindungan hak-hak dasar pekerja, perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan upah dan jaminan sosial sehingga menjamin rasa aman dan

(6)

6

tenteram serta terpenuhinya keadilan dan terwujudnya kehidupan sejahtera lahir dan batin, selaras, serasi dan seimbang.4

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral pembangunan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja, serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual.5

Sejalan dengan pandangan di atas, bagaimana bila dikorelasikan dengan pengupahan dalam profesi wartawan? Sebelum lebih jauh, dalam penelitian ini, maksud dari wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.6 Tugasnya untuk memperkaya informasi yang disajikan kepada pembaca. Jika informasinya dangkal, akan kalah bersaing dengan kompetitor. Menurut Peneliti Pusat Kajian Media dan Komunikasi di Remotivi, Wisnu Prasetya Utomo, istilah wartawan, jurnalis dan reporter tidak ada perbedaan. Ini tergantung kebijakan masing-masing media. Sementara jurnalistik merupakan aktivitas yang dijalankan wartawan atau jurnalis untuk mengumpulkan fakta dan menyajikannya sebagai berita yang dihadirkan di hadapan khalayak. Sindhunata, wartawan senior Harian Kompas, menyebut

4 Suhariwanto, Aspek Hukum Perlindungan Pekerja dalam Mengantisipasi Pemogokan Kerja di Perusahaan. 2000.

5 Masriani, Yulies Tiena, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.

140.

6 Pasal 1 angka 4 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

(7)

7

pekerjaan pertama seorang wartawan adalah pekerjaan kaki, baru kemudian pekerjaan tangan, tulis-menulis.7

Berbeda dengan profesi lain, wartawan telah menjadi profesi yang mempunyai kelas sosial tertentu. Nilai-nilai moral dan sosial adalah yang melekat pada diri mereka. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Abdul Manan, mencatat ada dua masalah ketenagakerjaan yang kerap menimpa jurnalis yakni kesejahteraan dan pemenuhan hak berserikat. Jurnalis sebagai penyampai kebenaran dan perubahan menjadikannya satu-satunya profesi yang dimasukkan sebagai salah satu pilar demokrasi.8 Dari laporan yang diterima FSPMI dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) masih ada jurnalis menerima upah di bawah upah minimum.9 Penyebabnya lantaran banyak jurnalis kurang memahami hadirnya Undang-undang Ketenagakerjaan sehingga mereka gagap ketika menanggapi persoalan dengan perusahaan mereka bekerja. Khususnya masalah upah, biaya liputan, kontrak kerja, tidak memiliki jaminan pensiun, asuransi dan jaminan kesehatan, struktur karir, hak cipta dan fasilitas lain seiring berkembangnya media online saat ini.

Dalam dunia ketenagakerjaan, upah dan pesangon merupakan masalah krusial berkaitan dengan hak yang harus diperoleh seorang pekerja yang dijamin hukum. Kebijakan kurang adil dan tidak wajar

7 Sindhunata dalam kata pengantar buku; Burung-burung di Bundaran HI, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2006, hlm. XI.

8 Imam FR Kusumaningati, Jadi Jurnalis itu Gampang, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012.

9 Dikutip dari ‘Dua Masalah Ketenagakerjaan Ini Kerap Dihadapi Jurnalis’, dalam www.hukumonline.com dilansir Sabtu, 23 Juli 2016, pagi.

(8)

8

terhadap upah dan pesangon ini dapat menimbulkan instabilitas lingkungan kerja yang berujung konflik industrial antara pekerja dan perusahaan. Sebaliknya kebijakan adil, wajar dan profesional terhadap upah dan pesangon akan meningkatkan motivasi, selanjutnya bisa meningkatkan produktivitas pekerja. Dan pada akhirnya, mampu menciptakan hubungan baik dan harmonis antara pekerja dan perusahaan.10

Hubungan harmonis dalam sebuah perusahaan terdapat unsur- unsur hubungan kerja yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 15 berupa, upah, perintah dan pekerjaan. Upah di atur pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 30 Tahun 2003, bahwa

“hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari penguasa atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan”.

Upah di Indonesia diatur pemerintah melalui penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kota (UMK) atau Upah Minimum Regional (UMR) dan tentang struktur dan skala pengupahan.

Adapun perintah merupakan unsur kedua dari hubunga kerja. Kata

“perintah” yang termaktub dalam KUHPerdata Pasal 1603b menyatakan

10 Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Pedoman Terbaru Outsourcing dan Kontrak Kerja:

Peraturan 2012 tentang Outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012.

(9)

9

bahwa “buruh wajib mentaati aturan-aturan pelaksana perkerjaan dan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib perusahaan majikan yang diberikan oleh atau atas nama majikan dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian atau reglemen, atau jika tidak ada dalam batas kebiasaan”. Perintah dalam hubungan kerja ditafsirkan pada target kerja, instruksi dan kewajiban pekerja. Pekerja harus tunduk pada perintah perusahaan yang dianjukan majikan diatur dalam peraturan.

Sementara pekerjaan diatur dalam Pasal 1603 KUHPerdata bahwa

“buruh wajib melakukan sendiri perkerjaanya, hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya.” Pekerjaan ini disandarkan pada faktor tenaga, waktu dan keahlian sehingga pekerja berhak menerima upah.

Terkait pemberian upah telah diatur dalam Pasal 88 ayat 4 Undang- Undang Ketenagakerjaan yang mana pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu alat untuk mendistribusikan upah kepada karyawan, pendistribusian ini berdasarkan produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan berdasarkan kebutuhan hidup. Fungsi sistem upah sebagai alat distribusi adalah sama pada semua jenis dan bentuk sistem upah, tetapi dasar-dasar pendistribusiannya tidak harus sama.

Diakui bahwa upah merupakan penghargaan dari energi karyawan yang menginvestasikan sebagai hasil produksi atau suatu jasa yang

(10)

10

dianggap sama dengan itu, yang berwujud uang, tanpa suatu jaminan pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan. Maka, hakekat upah ialah suatu penghargaan dari energi karyawan yang dimanifestasikan dalam bentuk uang. Oleh sebab itu, penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis11 dan aspek ekonomi, tetapi aspek hukum yang mendasari bagaimana hal-hal berkaitan pengupahan dilaksanakan dengan aman dan benar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam konteks umum, wartawan memiliki dua status, yaitu status profesi12 dan status sebagai pekerja.13 Sebagai profesi, wartawan tunduk pada kode etik jurnalistik sebagaimana Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Pers. Dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Perusahaan Pers, poin delapan (8) menyebutkan,

‘Perusahaan pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun’. Secara implisit, ini menegaskan status wartawan sebagai pekerja dalam perusahaan media. Menyambung diskusi ini, penjelasan Palak tentang seorang pekerja dapat dijadikan rujukan melihat status jurnalis sebagai pekerja. Palak menyatakan, ‘Selain adanya unsur pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus dan terang-terangan, seorang pekerja harus memenuhi unsur penghasilan yang dapat

11Aspek teknis bidang pengupahan tidak hanya sebatas bagaimana perhitungan dan pembayaran upah dilakukan, tapi juga menyangkut ikhwal bagaimana proses upah ditetapkan.

Abdul Khakim, Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 1.

12 Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 205.

13 Edy Susanto, Hukum Pers di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 133.

(11)

11

diperkirakan lebih dahulu, bukan memperhitungkan laba rugi’.14 Klasifikasi lebih jelas terlihat dalam rumusan Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menegaskan, ‘Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain’.

Selain itu perusahaan pers bertanggung jawab atas jaminan kesejahteraan wartawan secara ekonomi dan bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas wartawan dan karyawannya dengan memberikan pendidikan dan pelatihan.15 Hal ini ditegaskan dalam Pedoman Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers pada Pasal 11 dan Pasal 12, yang menyebutkan, ‘Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya’.16 Kemudian dilanjutkan, ‘Perusahaan pers memberikan pendidikan dan atau pelatihan kepada wartawan dan karyawannya untuk meningkatkan profesionalisme’.17

Dengan demikian, upah wartawan rendah merupakan salah satu penyebab terjadinya pelanggaran atas kode etik jurnalistik. Banyaknya gaji wartawan di bawah standar upah minimum regional serta `hidup dari kartu pers’ membuat mereka cenderung membuat berita asal-asalan dan

14 M. Palak, Handboek voor het Nederlans Handels en Faillissemenstrecht, jilid I dalam Hukum Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1935, hlm. 21.

15 Edy Susanto, Op. Cit., h, 55.

16 Pasal 11, Pedoman Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers.

17 Pasal 12, Ibid.,

(12)

12

berakibat pelanggaran kode etik.18 Situasi tersebut membawa konsekuensi kualitas berita yang dihasilkan. Akibatnya ada wartawan memilih jalan pragmatis dalam mencari dan menulis berita, yaitu yang paling mudah didapat atau saling tukar antar wartawan dengan performance seperti diversity of content. Hampir seluruh media masa memuat persoalan sama,

dimana publik tidak mendapatkan keragaman informasi.19

Meninjau hal tersebut, penulis memilih penelitian ini karena melihat adanya kesenjangan antara law in book dengan kenyataan di lapangan. Kesenjangan disebabkan perbedaan pandangan dan prinsip antara kepentingan hukum dan kepentingan ekonomi dimana hukum menghendaki terpenuhinya hak-hak pekerja secara maksimal, sebaliknya bagi perusahaan hal ini justru dirasakan sebagai suatu rintangan karena akan mengurangi keuntungan. Apalagi saat ini bukan zamannya pers perjuangan seperti masa perang kemerdekaan, melainkan zaman industri.

Sebagai industri penghasil uang, sudah seyogyanya wartawan diperlakukan sebagai karyawan yang memiliki hak dan mendapat kesejahteraan layaknya pekerja di dunia industri dan bukan seperti aktifis maupun sukarelawan. Perusahaan pers sama dengan perusahaan lain. Ia butuh sumber daya manusia atau pekerja yang karenanya taat terhadap Undang-undang Ketenagakerjaan serta ketentuan hukum lain yang mengikat.

18 Antaranews.com dalam ‘Rendahnya Gaji, Penyebab Wartawan Langgar Kode Etik’, diakses pada hari Minggu, 19 Juni 2016.

19 Suaramerdeka.com dalam ‘Gaji Wartawan Indonesia Paling Rendah’, diakses pada hari Minggu, 19 Juni 2016.

(13)

13

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian

‘Perlindungan Hukum Pengupahan dan Kesejahteraan Wartawan Reporter Tetap di Kota Semarang’ dengan pemahaman mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Hasil yang dicapai bukanlah menerima atau menolak hipotesis yang diajukan, melainkan memberi preskripsi mengenai apa seyogyanya atas isu hukum yang diajukan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pengupahan dan kesejahteraan wartawan reporter tetap di Kota Semarang?

2. Bagaimana perlindungan hukum pengupahan dan kesejahteraan wartawan wartawan reporter tetap di Kota Semarang?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengupahan dan kesejahteraan wartawan reporter tetap di Kota Semarang.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum pengupahan dan kesejahteraan wartawan reporter tetap di Kota Semarang di Kota Semarang.

(14)

14 D. MANFAAT PENELITIAN

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat baik secara teoritis maupun praktik sebagai berikut:

1. Dari sisi teoritis, manfaat penelitian tersebut sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum di Indonesia, khususnya dalam kajian tentang perlindungan hukum pengupahan dan kesejahteraan profesi wartawan agar dapat sesuai dengan perkembangan jaman.

2. Dari sisi praksis-implementasi, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran atau sudut pandangan yang dapat menjadi pertimbangan bagi pengambil kebijakan (eksekutif dan legislatif) dalam menyusun perangkat peraturan perundang-undangan tentang profesi wartawan.

E. KERANGKA TEORI

Berkaitan problematika yang hendak penulis jawab dalam penelitian ini maka akan didekati dengan beberapa dasar perlindungan hukum pengupahan dan kesejahteraan profesi wartawan. Mendapatkan upah merupakan tujuan dari pekerja dalam melakukan pekerjaan. Setiap pekerja selalu mengharapkan adanya upah yang lebih banyak dan selalu mengalami peningkatan.

Dalam konteks ini, wartawan yang sebagai salah satu pekerja seyogyanya diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan justeru kerap

(15)

15

diabaikan oleh pemerintah sehingga muncul berbagai masalah. Dalam segi gaji, wartawan sering mendapatkan gaji telat dari pihak perusahaan. Honor yang diterima merupakan buah dari jumlah dari berita tersebut. Sehingga wartawan menemui narasumber untuk dijadikan sumber berita, juga mencari pundi-pundi iklan karena honor yang didapat tidak sesuai dengan upah minimum regional.

Hak wartawan juga seringkali dikebiri ketika bekerja lembur dan sakit. Wartawan yang bekerja pada suatu perusahaan tidak diperkenankan mengikuti organisasi wartawan. Ketika mendapatkan kekerasan dalam peliputan, wartawan ini harus mengadu pada siapa? Belum lagi terkait permasalahan tentang keluarga, asuransi, tunjangan keluarga untuk mendapatkan waktu libur sehingga mengurangi intensitas dengan keluarga.

Untuk itu, berikut ini permasalahan wartawan, jika ditabulasikan dalam bentuk bagan:

Gaji Hak Wartawan Keluarga Honor Telat Uang lembur Asuransi

Honor per tayang Sakit Tunjangan keluarga Cari iklan Kebebasan

berserikat

Waktu dengan keluarga

UMR Kekerasan dalam

liputan

Libur

Guna mengatasi masalah tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sejak tahun 2011 mengkampanyekan upah layak. Ia merujuk pada kebutuhan hidup layak setiap provinsi. Modifikasi itulah muncul dalam

(16)

16

sejumlah komponen sebagai nilai tambah bagi wartawan yang bergelut dengan profesinya. Pembangunan pers yang baik dan professional dalam Undang-Undang Pers Tahun 1999 diharuskan lingkungan ekonomi yang memadai. Dalam penelitian AJI dengan mengutip laporan berjudul

“Employment Outlook and Salary Guide 2009/2010, bahwa standar dibuat rata-rata atas upah minimum.

Dorongan yang terus dilakukan AJI sudah sewajarnya wartawan menuntut upah yang layak bagi dirinya. Pasalnya, sudah mafhum bahwa iklim yang memadai bagi kebebasan pers agar memungkinkan wartawan dan media dapat menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan, juta pendidikan dan hiburan.20 Untuk lebih jauh, sekiranya dapat mencermati melalui bagan di bawah:

20 Abdul Manan, dkk, Upah Layak Jurnalis Survey Upah Layak AJI di 16 Kota di Indonesia (Jakarta, AJI: tt), hlm. 143-146.

(17)

17

Bagan Kerangka Teori

Dasar Hukum Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan Wartawan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Teori Kesejahteraan

Upah wartawan di Kota Semarang harus disesuaikan dengan kebutuhan Upah Wartawan Kota Semarang di

bawah UMR sehingga praktek-praktek melanggar kode etik seringkali

diabaikan

Pengupahan Wartawan sesuai Undang-Undnag Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan

(18)

18 F. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum (legal research), dimana secara spesifik menganalisis peraturan perundang-undangan berdasarkan asas-asas hukum, teori hukum, pendapat hukum dan norma yang ada. Karena yang hendak dikaji adalah terkait perlindungan hukum pengupahan dan kesejahteraan wartawan dilihat dari segi Peraturan Pemerintah 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah yurisdis sosiologis dengan mengidentifikasi dan mengkonsepsi hukum sebagai institusi sosial yang nyata serta fungsional di dalam kehidupan nyata.21 Penekanan penelitian ini guna memperoleh hukum secara empiris dengan mewawancarai jurnalis sebagai objeknnya, yaitu mengetahui korelasi upah yang diatur oleh undang-undang terhadap upah wartawan reporter tetap yang diterima di Semarang. Perwujudan pendekatan yuridis sosiologis dalam penelitian ini dilakukan dengan menerapkan dua pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Pendekatan pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah penelitian yang dilakukan dengan mengkaji semua perundang-

21 Soerjono Soekanto, Pengentar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia: 1986, hlm. 51.

(19)

19

undang dan pengaturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang diteliti.22 Pendekatan peraturan perundang-undangan digunakan menjawab persoalan dalam peraturan perundang-undangan berkaitan mengupayakan penghasilan layak profesi wartawan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undaang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengupahan.

Pendekatan konseptual (conseptual approach) digunakan untuk menganalisis permasalahan peraturan perundang-undangan tentang suatu permasalahan yang terjadi sehingga menghasilkan titik temu jawaban atas permasalahan.23 Pendekatan ini digunakan untuk menganalisa keadilan upah layak profesi wartawan dengan mengacu asas/prinsip secara teoritis. Prinsip-prinsip yang digunakan yaitu prinsip non- diskriminasi dan prinsip ukuran standar upah layak profesi wartawan yang masih belum seragam.

3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Penelitian yang menjadikan seluruh elemen yang ada dalam wilayah penelitian sebagai subyek penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Study atau penelitiannya juga disebut populasi atau study sensus.

Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.

22 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media, 2010, Cet.ke-6, hlm.

139.

23 Ibid., hlm. 177.

(20)

20

Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel.24

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wartawan reporter tetap dari media cetak, online, radio dan televisi yang bertugas mencari berita di lapangan yang ada di Kota Semarang. Jumlah wartawan reporter di Kota Semarang tidak ada pencatatan secara pasti, bahkan hingga tingkat Jawa Tengah juga belum ada kepastian jumlah. Hal ini sebagaimana tersirat dari pernyataan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah, Amir Machmud N.S dengan yang hanya menyebutkan “...Terlebih, saat ini jumlah wartawan yang bertugas di wilayah Jateng sudah cukup banyak.”25 Berdasarkan informasi dari wartawan online salah satu berita online di Kota Semarang dengan menghitung jumlah wartawan sesuai dengan lokasi tugas di Kota Semarang26 diperkirakan jumlah wartawan reporter di Kota Semarang sekitar 120 orang.27 Langkah ini penulis lakukan setelah berkunjung di PWI Kota Semarang dan Aliansi Jurnalis Iindependen (AJI) Kota Semarang namun tidak memperoleh data jumlah wartawan reporter di

24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik, Jakarta: Asdi Mahasatya, 2006, hlm. 130-131.

25 http://suarabaru.id/2020/01/07/wartawan-harus-diuji-kompetensinya-lewat-ukw/ telah diterbitkan melalui berita online pada tanggal 07 Januari 2020.

26 Ada beberapa lokasi tugas di Kota Semarang yang menjadi pusat berkumpulnya para wartawan seperti di Kantor Kepolisian Daerah (Polda), Kantor Gubernur, Kantor DPRD Jawa Tengah dan Kantor Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Semarang.

27 Jumlah tersebut sudah mencakup seluruh wartawan reporter baik dari media cetak, radio, televisi maupun berita online. Wawancara dengan wartawan online Afiati Tsalitsati yang sebelumnya selama 2 tahun aktif sebagai wartawan reporter salah satu media cetak di Kota Semarang. 09 Maret 2020.

(21)

21

Kota Semarang.28 Berdasar pada pertimbangan validitas responden, penulis lantas mempergunakan data populasi sejumlah 120 wartawan reporter dengan alasan jumlah itu valid dan masih aktif dalam pekerjaannya sebagai wartawan reporter tetap sehingga informasi yang diperoleh akan menjadi valid.

Penentuan jenis penelitian berdasarkan populasi dan sampel dilakukan dengan mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto yang menyatakan bahwa jika jumlah populasi lebih dari 100, maka dapat diambil sampel sejumlah 5%, 10% atau lebih.29 Sampel yang diambil dalam penelitian ini sejumlah 10% dari populasi dengan perhitungan sebagai berikut: 10% x 120 = 12. Dengan demikian, sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah 12 wartawan reporter tetap. Sedangkan untuk penentuan 12 dari 120 wartawan dilakukan secara acak dengan mengambil gulungan nomor yang telah diurutkan dari angka 1 hingga 120 dengan ketentuan satu media dapat terwakili oleh maksimal dua wartawan yang terpilih. Jadi apabila dalam pengacakan diperoleh tiga atau lebih wartawan reporter dari salah satu media yang sama, maka yang terpilih nomor tiga dan berikutnya tidak dijadikan sebagai sampel.

Berdasarkan hasil pengambilan nomor diperoleh sampel sebagai berikut:

No Nama Media

1 Heri Radio

2 Widi Wicaksono Radio

28 Mengenai jumlah wartawan reporter, pendataan sulit dilakukan karena jumlahnya yang fluktuatif di setiap saat

29 Suharsimi Arikunto, 2006, hlm. 131.

(22)

22

3 Afiati Tsalitsati Berita Online

4 Abdul Arif Media cetak

5 Fitria Rahmawati Berita online

6 Gotcha Rendi Radio

7 Aris Budi Radio

8 Sunardi Media cetak

9 Zakki Amali Media cetak

10 Yayan Isro R Media cetak

11 Muh. Sukron Media cetak

12 Dewi Akmaliah Media cetak

Tidak semua sampel berkenan untuk disebutkan asal media tempat bekerja, sehingga ada beberapa sampel yang tidak disebutkan nama medianya.

4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data a. Sumber Data

Menurut Arikunto, sumber data adalah subjek dari mana suatu data dapat diperoleh30. Menurut Sutopo, sumber data ialah tempat data diperoleh dengan menggunakan metode tertentu baik berup manusia, artefak, ataupun dokumen-dokumen.31 Menurut Moleong, pencatatan sumber data melalalui wawancara dan pengamatan merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. Pada penelitian kualitatif, kegiatan kegiatan ini dilakukan secara sadar dan terarah, dan senantiasa memperoleh suatu informasi yang diperlukan.32

30 Arikunto, 2006, hlm. 144.

31 Sutopo, 2006, hlm. 56-57.

32 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm. 112.

(23)

23 b. Teknik Pengambilan Data

i. Data Primer

Dalam teknik pengumpulan data pada penelitian ini digunakan berbagai teknik yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Ketiga teknik tersebut dipergunakan untuk memperoleh data dan informasi yang saling menunjang penelitian ini.

1. Interview Bebas

Adalah di mana pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data apa yang dikumpulkan. Kebaikan metode ini adalah bahwa responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diinterview.

Kelemahan penggunaan teknik ini adalah arah pertanyaan kadang-kadang kurang terkendali.

2. Interview Terpimpim

Adalah interview yang dilakukan oleh pewawancara kepada wartawan dengan membawa sederet pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam interview terstruktur.

3. Interview Bebas Terpimpin

Interview bebas terpimpin adalah kombinasi antara interview bebas dan interview terpimpin. Dalam melaksanakan interview pewawancara membawa pedoman

(24)

24

yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, penulis menggunakan interview terpimpin, artinya bahwa penulis melakukan wawancara langsung kepada pihak wartawan yang bertugas di Kota Semarang.

ii. Data Skunder

Bahan hukum primer yaitu semua bahan/materi hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan isu penelitian.33 Terkait bahan hukum yang diteliti dibedakan menjadi dua. Pertama, peraturan perundang- undangan yang dipermasalahkan karena dinilai tidak kondusif dalam mengupayakan keadilan penghasilan layak jurnalis, yaitu:

i. Undang-undang Dasar 1945

ii. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

iii. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM

iv. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers

33Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 153.

(25)

25

v. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

vi. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

vii. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

viii. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.

ix. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) Materi berkaitan dan menjelaskan mengenai permasalahan dari bahan hukum primer terdiri dari buku-buku dan literatur terkait hukum pengupahan untuk profesi wartawan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan kemudian dipelajari berdasarkan relevansi- relevansinya dengan pokok permasalahan yang diteliti. Bahan tersier yakni yaitu berupa kamus-kamus yang ada kaitannya dengan model pengupahan yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan kamus hukum serta ensiklopedia hukum.

iii. Unit Analis

Unit analisa merupakan unit yang akan diteliti atau dianalisa dalam penelitian ini adalah kesesuaian antara upah wartawan dengan perundang-undangan yang mengatur tentang upah berlaku di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Langkah akhir adalah evaluasi dan revisi. Evaluasi dan revisi ini merupakan komponen yang sangat penting untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Melalui tanggapan

Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti dan Muslimin (2014) yang berjudul “Efektivitas Alat Permainan Edukatif (APE) Berbasis Media DALAM Meningkatkan

Sebelumnya banyak penelitian yang membahas tentang kecanggihan teknologi informasi, perlindungan sistem informasi, partisipasi manajemen, pengetahuan manajer akuntansi,

pencapaian  yang  cukup  signifikan  baik  kondisi  steady  state  maupun  kondisi  acak.  Penelitian  ini  bisa  dikembangkan  untuk  struktur  yang  lebih 

Paket teknologi yang akan dikaji di petani berasal dari BALITKA Manado meliputi teknologi pengolahan minyak kelapa menggunakan dengan metode pemanasan bertahap serta pembuatan

Judul skripsi ini adalah “Pemberian Bantuan Hukum Oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai Perwujudan Hak Konstitusional Fakir Miskin di Makassar” dan untuk

Dengan memanfaatkan teknologi augmented reality, miniature rumah yang biasa digunakan untuk memberi contoh rumah sebenarnya digantikan dengan model rumah 3D yang

13 Apakah hal-hal yang membuat Anda mengingat peliharaan Anda menyebabkan Anda merasa sangat menginginkannya kembali.. 14 Apakah hal-hal yang membuat Anda