• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh tidak diinginkan kehadirannya baik secara tempat maupun waktu. Gulma mempunyai sifat berasosiasi dan dapat mendominasi lahan budidaya. Gulma tumbuh pada tempat yang kaya unsur hara sampai yang kurang unsur hara. Gulma pada umumnya mudah dalam melakukan regenerasi sehingga unggul dalam persaingan memperoleh ruang tumbuh, cahaya, air, unsure hara, dan CO2 dengan tanaman budidaya (Pahan, 2008).

Batasan umum gulma yang tepat dikaitkan dengan kepentingan manusia adalah tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia sehingga manusia berusaha untuk terus mengendalikannya. Kepentingan manusia yang berhubungan dengan budidaya pertanian antara lain perolehan hasil usaha tani yang baik dari segi mutu dan jumlah dan kenyamanan dalam praktik usaha tani (Sembodo, 2010).

Secara umum penurunan hasil tanaman budidaya akibat kehadiran gulma dapat mencapai 45% bila gulma tidak dikendalikan (Sriyani, 2015). Hasil kajian lainnya menunjukkan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh gulma lebih besar (32%) dibandingkan dengan hama (18%) dan penyakit (15%), namun apabila OPT tidak dikendalikan dengan baik secara fisik, kimia maupun biologi bisa mencapai 69,8%

(Oerke dan Dehne, 2004).

Dengan itu gulma dapat membentuk biji dalam jumlah banyak ini pula lah yang memungkinkan gulma cepat berkembang biak. Gulma ada yang memberikan bau serta rasa yang kurang sedap, bahkan dapat mengeluarkan zat di sekitar tempat tumbuhnya yang dapat meracuni tumbuhan lain (Munandir,1998).

(2)

5 2.2 Gulma Berdaun Lebar Dan Berdaun Sempit

a. Gulma Berdaun Lebar

Tumbuhan ini mempunyai bentuk daun yang lebar dan luas dan umumnya mempunyai lintasan C3, pertulangan daun (nervatio) menyirip berasal dari kelompok Dicotyledoneae, dan bentuk helaian membulat, bulat, oval, lonjong, segitiga, bentuk ginjal, dll.

Contoh:

- Amaranthus spinosus L.

- Ageratum conyzoides (bandotan) - Portulaca oleracea

- Melastoma malabathricum

b. Gulma Berdaun Sempit

Tumbuhan ini mempunyai bentuk daun sempit dan memanjang serta pada umumnya mempunyai lintasan C4, pertulangan daun (nervatio) linearis atau garis-garis memanjang, berasal dari kelompok Monocotyleledoneae dan bentuk daun memanjang seperti pita, jarum, garis, dll.

Contoh:

- Axonopus compressus sp - Imperata cylindrical - Paspalum conjugatum

2.3 Gulma Penelitian Ageratum Conyzoides L 2.3.1. Uraian Umum Ageratum Conyzoides L

Bandotan (Ageratum conyzoides L.) Termasuk tumbuhan terna yang tingginya tidak melebihi 50 cm, daun lunak. Ciri Khas nya dilapangan adalah daun berbentuk bulat telur, ditumbuhi rambut – rambut halus dan jarang dengan tepinya bergerigi, dan

(3)

6

daunnya berbau spesifik bila diremas. Kepala bunga atau bonggol berbentuk mangkok , tajuk bunga berwarna putih atau lembayung. Tumbuhan ini sangat mudah dijumpai karena lazim terdapat dipinggir jalan, dihalaman dan pekarangan rumah, ditepi parit bahkan di pot bunga.

Gulma ini mudah tersebar dengan bantuan angin karena bijinya ringan dan mempunyai lima bulu papus ; jumlah biji banyak. Batangnya lunak tidak berkayu, perakaran dangkal dan tidak kuat. Faktor penyebaran melalui biji, sehingga pembentukan suksesi baru mudah terjadi. (Nasution, 1986).

2.3.2. Klasifikasi Ageratum Conyzoides L

Ageratum conyzoides dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

SubKelas :Asterie Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Ageratum Spesies : Ageratum conyzoides L

2.3.3. Botani Ageratum Conyzoides L

a. Batang : Tumbuh tegak, buku-bukunya dan permukaan bagian batang yang lebih mudah ditumbuhi rambut halus (sebagian rambutnya getas), tingginya berkisar dari 25-50 cm; membentuk cabang; pada 10 batang daun tumbuh berhadapan.

Pada ketiak daun tumbuh tunas yang membentuk cabang.

b. Daun : Berbentuk bulat telur, segitiga – bulat telur, atau belah ketupatbulat telur;

bagian pangkal helai daun berbentuk bundar atau sedikit meruncing, sedangkan

(4)

7

ujung helai daun berbentuk runcing atau tegak tumpul; ukuran helai daun 2-10 cm panjang dan 0,5-5 cm lebar ;kedua permukaan helai daun ditumbuhi rambut panjang ; tangkai daun 0,5- 5 cm panjangnya, berambut halus; tepi helai daun bergerigi atau berombak.

c. Perbungaan : merupakan kelompok kepala- bunga, dalam satu kelompok terdiri dari 3 atau 4 kepala-bunga, masing-masing kepalabunga tumbuh pada tangkai sendiri. d. Satu Bongkol :Terdiri dari 60 -75 bunga yang tersusun (terbungkus) dalam daun pembalut (involucral-bract), bentuknya menyerupai mangkok: braktea ditumbuhi rambut yang jarang atau tidak, bagian atas bergerigi runcing, berwarna hijau, dengan puncak berwarna pucat atau jingga kemerah-merahan, lebarnya 5-6 mm.

d. Satu Bunga : Mahkota lima berwarna putih atau lembayung, panjangnya 1- 1,5mm. Biji : Kecil dengan lima papus (merupakan bulu) pada puncaknya, warnanya kehitam – hitaman. (Nasution, 1986).

Gambar 1: Ageratum conyzoides Sumber foto : lahan penelitian STIPAP

2.4 Kerugian Yang Ditimbulkan Akibat Gulma

(5)

8

Kehadiran gulma pada lahan pertanian atau lahan perkebunan dapat menimbulkan masalah. Secara umum masalah-masalah yang ditimbulkan gulma pada lahan tanaman budidaya ataupun tanaman pokok adalah sebagai berikut:

1. Terjadinya kompotisi atau persaingan dengan tanaman pokok (tanaman budidaya) dalam hal : penyerapan zat makanan atau unsure-unsur hara di dalam tanah, penangkapan cahaya, penyerapan air dan ruang tempat tumbuh.

2. Sebagian besar tumbuhan gulma dapat mengeluarkan zat atau cairan yang bersifat toksin (racun), berupa senyawa kimia yang mengganggu dan menghambat pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya. Peristiwa tersebut di kenal dengan istilah alleopati.

3. Sebagai tempat hidup atau inang maupun tempat berlindung hewan-hewan kecil, insekta dan hama sehingga memungkinkan hewan-hewan tersebut dapat berkembang biak dengan baik. Akibatnya hama tersebut dapat menyerang dan memakan tanaman pokok atau pada saat pemupukan.

4. Mempersulit pekerjaan pada waktu panen ataupun pada saat pemupukan.

5. Dapat menurunkan kualitas produksi atau hasil dari tanaman budidaya misalnya dengan tercampurnya biji-bijji dari gulma yang kecil dengan biji tanaman budidaya. (Sembodo, 2010).

2.5 Herbisida

Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida mempengaruhi proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, respirasi, fotosintesis, metabolisme, nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya. Herbisida berasal dari senyawa kimia organik maupun anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan.

Namun pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya.( Sembodo, 2010).

(6)

9 2.5.1 Formulasi Herbisida

Formulasi Herbisida merupakan pencampuran bahan aktif dengan bahan tidak aktif (inert) sebelum herbisida diaplikasikan. Pada umumnya bahan aktif herbisida telah dicampur dengan tepung, pelarut (minyak atau air), perekat (sticker), pemencar (disperser), dan pembasah (wetting agent) sebelum dipasarkan. Bahan yang ditambahkan tersebut membuat herbisida lebih baik daya kerjanya, mudah diaplikasikan, mudah penanganannya, dan lebih akurat penakarannya (Sembodo, 2010). Menurut Moenandir (1990), formulasi herbisida diperlukan karena hanya sedikit jumlah bahan aktif yang dibutuhkan, namun harus dapat menyebar merata.

Perbedaan formulasi herbisida menentukan daya kerja dan selektivitasnya.

2.5.2 Surfaktan (Bahan Tambahan)

adalah jenis ajuvan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan mendispersi/mengemulsi, menyerap, menyebarkan, dan menempel. Air murni bertindak sebagai droplet, dengan kontak pada area kecil permukaan daun yang berlilin. Tetesan air yang mengandung surfaktan akan menyebar dalam lapisan tipis di atas permukaan lilin daun. Surfaktan umumnya dapat meningkatkan efektivitas herbisida pasca tumbuh. Menurut Czarnota dan Thomas (2013), terdapat beberapa ajuvan lain selain surfaktan, yaitu:

1. Penetrants (Bahan Penetrasi)

Ajuvan ini dapat melarutkan atau menembus lapisan lilin pada daun dan memungkinkan bahan kimia lainnya untuk berinteraksi dengan sel tumbuhan. Bahan- bahan penetrasi dapat mengandung minyak bumi, minyak tanaman, alkohol kompleks, dan bahan lain yang berbasis hidrokarbon.

2. Thickeners (Bahan Pengental)

(7)

10

Ajuvan ini digunakan untuk mengurangi tetesan yang melayang ketika penyemprotan.

Bahan ini dapat mengandung poliakrilamida, polietilen polimer, polisakarida, atau minyak nabati. Jenis ajuvan ini dapat mengurangi penguapan herbisida, karena bahan pembawa yang lebih kental dan berat. Namun pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyumbat nosel semprot.

3. Emulsifiers (Bahan Pengemulsi)

Ajuvan ini bekerja dengan cara melapisi partikel kecil atau kelompok molekul cair dan mencegahnya dari koagulasi/penggabungan dengan molekul lain. Bahan ini terdiri dari campuran minyak dan air.

4. Spreaders (Bahan Penyebar)

Bahan penyebar adalah senyawa yang menyebabkan tegangan permukaan berkurang sedemikian rupa sehingga mudah menyebar di atas permukaan daun. Seperti surfaktan, bahan penyebar meningkatkan efisiensi pestisida secara signifikan. Bahan ini dapat terdiri dari asam lemak, lateks, alkohol alifatik, minyak tanaman seperti kapas, atau minyak anorganik.

5. Stickers (Bahan Perekat)

Bahan perekat sangat banyak seperti bahan-bahan pengental atau minyak sehingga terbentuk solution yang melekat pada permukaan daun, tahan terhadap hujan, evaporasi, dan aliran permukaan. Beberapa produk yang digunakan adalah emulsi polietilen, resin polimerisasi, asam lemak, atau minyak destilasi.

Penambahan ajuvan terhadap herbisida sangat mempengaruhi daya kerja herbisida tersebut. Herbisida yang memiliki kelarutan yang tinggi dan mudah tercuci air hujan atau sprinkler irrigation menghendaki ajuvan yang berperan untuk mempertahankan aktivitasnya terhadap curah hujan.

(8)

11 2.6 Penggolongan Herbisida

Herbisida berdasarkan cara kerjanya digolongkan menjadi 2, yaitu : 1. Herbisida Kontak

Herbisida kontak adalah herbisda yang langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas.

Di dalam jaringan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui fhloem. Karena hanya mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat menjadi sangat cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat. Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih baik (Barus,2003).

Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja. Terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis. Keistimewaanya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 setelah di semprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati, sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus degera dilakukan.

Kelemahanya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.

2. Herbisida Sistemik

Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan keseluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai ke perakaran atau

(9)

12

sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara memgganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasaranya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakaranya. (Purba, 2009).

Keistimewaan dari herbisida sistemik ini yaitu dapat mematikan tunas-tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efektif terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Contoh herbisida kontak adalah glifosat.

2.7 Paraquat

Paraquat (1,1-dimethyl-4,4'-bipyridylium chloride), bipyridyl compound, merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium. Komposisi kimia dari paraquat adalah C12H14N2. Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan ini (Ginting et al., 2012).

Gambar 2 : rumus kimia paraquat Sumber : commons.wikimedia.org

Paraquat digunakan untuk mengendalikan gulma dengan pengaruh kontak,

(10)

13

penyerapannya melalui daun sangat cepat sehingga tidak mudah tercuci oleh air hujan (Daud, 2008). Paraquat dapat mematikan tumbuhan dengan cara merusak membran sel. Menurut Chung (1995) pemakaian paraquat memiliki keunggulan dalam hal suksesi gulma, fitotoksisitas, dan rainfastness. Paraquat menyebabkan kematian pada bagian atas gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem perakaran, stolon, atau batang dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu setelah aplikasi gulma tumbuh kembali (Purba, 2009).

2.8 Metode Pengendalian Gulma 2.8.1 Secara Kimiawi (Chemist)

Pengendalian gulma secara kimiawi atau Chemist adalah pengendalian gulma dengan pemberian zat-zat kimia tertentu pada gulma yang dimana zat-zat tersebut bersifat racun/toksin yang dapat merusak jaringan tanaman/gulma. Bahan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan gulma sering disebut 9 dengan istilah Herbisida.

Herbisida berasal dari kata herba (gulma) dan sida (membunuh). Jadi dapat disimpulkan bahwa herbisida tersebut adalah bahan kimia yang diberikan dengan tujuan untuk membunuh gulma atau herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma (Suhardi,2007).

2.8.2 Secara Manual

Metode pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan cara mencabut tumbuh- tumbuhan liar terutama gulma berkayu dengan tangan, menggunakan alat, dan tenaga secara langsung, atau menggunakan alat pertanian. Alat yang digunakan antara lain sabit, cangkul garu, dan parang babat. Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan cara clean wedding atau penyiangan bersih pada daerah piringan dan selective weeding yaitu penyiangan untuk jenis rumput tertentu, seperti alang-alang, krisan, dan teki. Pengendalian gulma dengan cara ini dapat dilakukan 5-6 kali pada tahun

(11)

14

pertama atau tergantung pada perkebunan (Fauzi, 2006).

- Mencabut dengan tangan atau membersihkan dengan memakai garuk, semua gulma yang tumbuh diantara penutup tanah dengan rotasi teratur.

- Membersihkan dengan memakai koret garuk gulma pada areal bokoran (piringan), harus dipelihara agar selalu bebas gulma.

- Membalik dengan tangan atau memotong alur-alur kacangan yang masuk kepiringan atau yang membelit daun dan pohon kelapa sawit.

Gulma seperti paspalum conjugatum, Ottocholoa nodosa (berdaun sempit), dan borreria alata (daun lebar) sering melihat menutup tanah pada bagian yang terbuka.

Gulma ini termasuk gulma lunak yang pengendalianya relatif mudah (Hakim, 2007).

2.8.3 Secara Biologi

Pengendalian secara biologi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan organisme hidup lainnya. Salah satu jenis organisme tersebut adalah serangga.

Serangga yang telah berhasil dalam mengendalikan gulma antara lain ordo Lepidoptera, Hemiptera, Coleoptera, Diptera, Hymenoptera dan Thysanoptera (Rao,2000).

Pengendalian gulma secara biologi dengan menggunakan serangga mempunyai keuntungan sebagai berikut :

1. serangga mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan inangnya, 2. tidak mempunyai efek yang merugikan bagi keselamatan manusia dan lingkungan, 3. mempunyai tingkat reproduksi yang tinggi,

4. mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim, mempunyai kemampuan menyebar yang tinggi,

5. kompatibel dengan teknik pengendalian lainnya.

6. serta pengendalian dengan menggunakan serangga dapat merusak berbagai komponen tumbuh gulma sehingga gulma tersebut menjadi mudah dikendalikan dengan teknik pengendalian lainnya (Guenette, 2000).

(12)

15 2.9 Ketepatan Waktu Aplikasi Herbisida

Ketepatan waktu aplikasi herbisida menjadi salah satu hal terpenting dalam pengendalian gulma. Kondisi cuaca yang mengindikasikan akan turun hujan lebih baik dihindari, karena akan terjadi pencucian yang mengurangi efektivitas herbisida (reddy dan singh, 1992).

Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida diperlukan pengetahuan dasar tentang cara pemakaian, ketepatan dosis, dan waktu aplikasi ,Waktu aplikasi herbisida yang paling tepat adalah pada saat pertumbuhan gulma yang paling rentan terhadap jenis herbisida yang digunakan dan dalam kondisi lingkungan yang mendukung. Menurut Djojosumarto (2000) dalam Girsang (2005), penyemprotan yang segera diikuti oleh hujan akan mengakibatkan herbisida tercuci, sehingga efikasi berkurang sebab partikel herbisida belum sempat berpenetrasi ke dalam kutikula daun.

Herbisida dan gulma bereaksi terhadap hujan dengan beberapa cara. Hujan dapat mempengaruhi kinerja herbisida dengan cara baik dan buruk. Hujan dapat mengaktifkan perkecambahan gulma tahunan, yang penting untuk penyerapan herbisida oleh akar (Huffman, 2004). Butiran herbisida yang jatuh dan menempel pada daun seringkali hilang oleh hujan. Seluruh herbisida memiliki waktu yang tidak dikehendaki untuk turun hujan, yaitu waktu antara aplikasi dengan absorpsi herbisida ke dalam jaringan daun (Grover dan Cessna, 1988).

Pada umumnya diperlukan 2 – 5 jam bagi absorbsi herbisida ke dalam tumbuhan, sehingga dalam periode tersebut turunnya hujan tidak dikehendaki. Oleh karena itu, aplikasi herbisida umumnya paling tepat dilakukan pada pagi hari yang cerah dan tidak berangin kencang (Sriyani, 2010).

(13)

16 2.10 Peranan Air Hujan

Hujan adalah air di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi berupa tetes air dengan diameter lebih dari 500 µm dan kecepatan jatuhnya lebih dari 3 m/detik (Ismangil, 2014). Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, air tersebut tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Curah hujan 1 milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2017).

Curah hujan merupakan faktor iklim yang paling terasa perubahannya akibat anomali iklim. Curah hujan di Indonesia dominan mempengaruhi produksi pertanian dan ketahanan pangan. Dampak curah hujan yang ekstrim adalah terjadinya gangguan secara langsung terhadap sistem pertanian (Estiningtyas dan Amien, 2006 dalam Warsito, dkk., 2008). Prediksi curah hujan diperlukan karena untuk menyusun rencana masa tanam diperlukan data dan informasi kondisi curah hujan minimal satu musim ke depan (Warsito, dkk., 2008).

Curah hujan memiliki peranan penting bagi tanaman. Curah hujan menyediakan ketersediaan air bagi tanaman. Air sebagai pelarut sangat berpengaruh terhadap banyaknya nutrisi yang dapat diserap oleh tanaman. Hal ini berkaitan dengan waktu pemupukan sehingga dapat tepat waktu. Curah hujan menyediakan air yang berfungsi sebagai media dimana nutrisi diangkut untuk perkembangan tanaman (Ndamani dan Watanabe, 2015).

Sejumlah penelitian telah melaporkan bahwa curah hujan dapat sangat mempengaruhi keefektifan herbisida pascatumbuh. Tidak hanya curah hujan, tapi juga interval antara aplikasi, jumlah dan intensitas curah hujan (Anderson dan Arnold, 1984; Hammerton, 1967 dalam Souza, dkk., 2014).

(14)

17

Jika ditinjau dari pengaruh faktor lingkungan terhadap toksisitas herbisida pada tanaman, Muzik (1976) dalam James dan Rahman (2005) menyimpulkan bahwa keefektifan sebagian besar herbisida yang diterapkan pada daun berkurang jika hujan turun segera setelah aplikasi, walaupun tingkat penetrasi herbisida, retensi permukaan dan permukaan akan bergantung pada jenis dan formulasi herbisida, pengencer, ajuvan, dan spesies tanaman.

2.11 Dosis

Jenis pestisida yang digunakan dalam waktu penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan lebih besar bila dibanding dengan pengunaan satu jenis pestisida karena daya racun atau konsentrasi pestisida akan semakin kuat sehingga memberikan efek samping yang semakin besar (Asnawati, 2010). Dosis pestisida adalah jumlah pestisida yang dicampurkan atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama atau penyakit dengan luas tertentu. Pada label kemasan pestisida, ada beberapa satuan dalam menuliskan dosis, antara lain, 3-5 g/L, 3-5 ml/L, 100-200 g/ha, 100-200 ml/ha, dan lain sebagainya.

Dosis herbisida penelitian :

Diketahui = Dosis 2 L/Ha.

Volume semprot 500 liter/Ha.

Kapasitas tangki handsprayer 2 L.

Penyelesaian = 2 L/Ha = 0.004 L/Ha 500 L/Ha

= 0.004 x 1000 = 4 ml/L.

Kapasitas tangki 2 L = 4 ml/L x 2

= 8 ml/tangki.

2.12Kalibrasi Curah Hujan

Pengukuran curah hujan pada prinsipnya mengukur ketinggian air hujan yang jatuh pada satu bidang luasan tertentu (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,

(15)

18

2018). Ketinggian air hujan dapat dihitung jika kita mengetahui volume air hujan yang masuk pada bidang dengan luasan yang sudah diketahui luasnya.

1) Untuk menghitung ketinggian air hujan yang jatuh pada bidang dengan luasan tertentu dapat digunakan persamaan :

H = V/L

Dimana : H = ketinggian curah hujan V = Volume

L = luas bidang

2) Untuk menghitung luas corong

L = л X R2 Dimana : Л = 3,14

R = jari – jari corong

Dengan demikian luas corong dapat dihitung yaitu : Jari jari corong (R) = Diameter ( D)/2 = 14 cm/2 = 7 cm

L = 3.14 X 7 cm X 7 cm = 153,86 cm2 Dibulatkan menjadi 154 cm2

3) Konversi dalam satuan millimeter

Untuk menghitung ketinggian hujan digunakan satuan mm oleh karena itu perlu ada konversi satuan.

Satuan luas adalah cm2 , jadi 1 cm2 = 100 mm2 Satuan Volume adalah ml , jadi 1 ml = 1000 mm3

4) Menghitung ketinggian hujan dengan satuan mm

Maka untuk menghitung ketinggian hujan dengan satuan mm dapat dihitung dengan rumus

H = V/L X 10

(16)

19

Dimana : H = ketinggian curah hujan dengan satuan mm V = Volume air yang ditakar dengan satuan ml L = luas bidang corong dengan satuan cm2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian yang berkenaan dengan pengalaman penderita filariasis dalam mengakses pelayanan kesehatan didapatkan tiga subtema, yaitu bosan dengan penyakit

maksimal dan masih dianggap kurang yaitu dalam hal tanya jawab dengan siswa tentang materi yang telah dipelajari bersama-sama. Sehingga pada siklus I hanya

Mereka juga tidak memiliki kitab suci yang dijadikan pedoman seperti agama tradisional, pedoman mereka adalah nilai-nilai dari simbol dan ritual mereka. Ritual mereka juga

Program yang dirancang dalam penelitian ini terbagi atas 3 (tiga) algoritma pokok, adalah :.. a) Algoritma segmentasi citra berdasarkan metode Hue Saturation

Studi di Abepura, Sorong, Wamena dan Merauke tahun 2001 (Jack Morin, dkk 2001) menyebutkan hanya lima persen pekerja seks komersial yang menggunakan kondom ketika

[r]

Semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan.  Menurut

Menurut Perpustakaan Nasional RI (1994: 71), berbagai aktifitas layanan perpustakaan sekolah adalah sebagai berikut: a) meminjam buku-buku, b) melayani