• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK ABSTRACT. Kata kunci: Bakteri pelarut fosfat, fosfatase

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ABSTRAK ABSTRACT. Kata kunci: Bakteri pelarut fosfat, fosfatase"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

23

Potensi Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Asal Lahan Tebu di Jawa Timur Berdasarkan Aktivitas Enzim Fosfatase

Potency of Phosphate Solubilizing Bacteria Isolates Based on Phosphatase Activity Farida Rahayu, Mastur, dan Budi Santoso

Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jln. Raya Karangploso Kotak Pos 199, Malang

E-mail: balittas@litbang.deptan.go.id Diterima: 5 Juli 2013 disetujui: 3 Maret 2014

ABSTRAK

Fosfor (P) merupakan hara esensial untuk pertumbuhan tanaman karena P berperan penting dalam banyak ak- tivitas metabolisme tanaman. Tanaman memperoleh P dari larutan tanah dalam bentuk anion. Namun, anion P sangat reaktif dan dapat mudah terikat oleh unsur Al, Fe, Mg, dan Ca. Dalam bentuk tersebut, P sangat tidak terlarutsehinggatidaktersediabagitanaman.Bakteri pelarut fosfat (BPF) berperan penting dalam meningkatkan ketersediaan P dalam tanah sehingga potensi BPF yang diisolasi dari lahan tebu perlu diidentifikasi. Kegiatan identifikasi potensi bakteri pelarut fosfat dilakukan mulai Januari–Desember 2012 di Laboratorium Bioprosesing BalaiPenelitanTanamanPemanisdanSerat,Malang. Tujuandarikegiataniniadalahuntukmelakukaneksplorasi bakteri pelarut fosfat dan seleksi berdasarkan kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat. Isolat dieksplorasi dari lahan tebu di Jawa Timur yaitu di Kabupaten Sidoarjo, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Bondowoso, dan Situbondo. Dari 65 isolat bakteri yang berhasil diisolasi, 22 isolat bakteri di antaranya berpotensi sebagai bakteri pelarut fosfat (BPF). Setelah dilakukan uji lebih lanjut, diperoleh 9 isolat unggul bakteri pelarut fosfat yaitu SD- 10, Bl-1, KD-5, ML-2, LJ II-3 yang menunjukkan aktivitas fosfatase tinggi di hari pertama, sedangkan LJ I-3 dan BD-2 menunjukkan aktivitas fosfatase pada hari kedua dan SD-7 serta BL-4 termasuk dalam 9 besar isolat dengan diameter zona bening terbesar. Luas daerah zona bening secara kualitatif menunjukkan besar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat. Isolat BPF tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki ketersediaan P di tanah dan mampu memperbaiki kualitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu.

Kata kunci: Bakteri pelarut fosfat, fosfatase

ABSTRACT

Phosphorus (P) is an essential nutrient for plant growth, because it plays an important role in many metabolisms activities. Plants obtain P from soil solution as anion. However, phosphate anions are very reactive and can be immobilized through precipitation with Al, Fe, Mg, and Ca. In these form, phosphate is insoluble and unavailable to plants. Phosphate solubilizing bacteria (PSB) plays important role in dynamics and availability of P in soil. So, the potency of PSB isolates which were explored from sugar cane soil of East Java might be important to be identified. Identification based on activity of phosphatase enzyme was conducted from January–December 2012 in Bioprocessing Laboratory Indonesian Sweetener and Fiber Crops Research Institute, Malang. The aim was to exploreandselectPSBbasedontheirabilitytodissolveofP. IsolationofPSBwascollectedfromsugarcaneland of East Java included Sidoarjo, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Bondowoso, and Situbondo. Among 65 bacterial isolates,22bacterialisolateswerepotentiallyasPSB. After afurthertest,weobtained9isolatehadhighenzyme activities, ie. SD-10, BL-1, KD-5, ML-2 and LJ II-3 had phosphatase activity on the first day, whereas LJ I-3 and BD-2 had an activity at the second day, while SD-7 and BL-4 had largest diameter of clear zones. Phosphate

(2)

24

solubilizing bacteria isolate is expected to increase improve availability of P in the soil, quality and development of plants.

Keywords: Phosphate solubilizing bacteria, phosphatase

PENDAHULUAN

OSFOR (P) merupakan unsur hara esensial dalam pertumbuhan dan perkembangan ta- naman. Tanaman memperoleh fosfor dari larutan tanah sebagai bentuk anion fosfat yang sangat reaktif. Ion fosfat akan berikatan dengan kation seperti Ca2+, Mg2+, Fe3+, Al3+, dan dalam bentuk ini fosfat sangat terikat dan tidak tersedia bagi tanaman. Akibatnya, jumlah P yang tersedia untuk tanaman biasanya dalam proporsi kecil (FNCA Biofertilizer Project Group 2006). Fosfat diperlukan dalam transfer energi, aktivasi pro- tein, dan pengaturan proses-proses metabolis- me kimiawi (Mikkelsen 2005). Fosfat bereaksi kuat dengan komponen tanah yang sebagian besar diserap tanaman melalui difusi. Dibanding hara yang lain, P merupakan unsur yang tidak mudah bergerak dan sedikit tersedia untuk ta- naman. Menurut Ludwick (1998), P dalam tanah pada pH < 4 diikat oleh Fe, pada pH 5,0–5,5 akan diikat oleh Al, dan pada pH alkali akan di- ikat oleh Ca.

Tanaman menyerap P dalam bentuk ion ortofosfat (H2PO4-

) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4=). Unsur P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu bentuk pirofosfat dan meta- fosfat, dan kemungkinan unsur P diserap dalam bentuk senyawa organik yang larut dalam air, misalnya asam nukleat dan fitin. P yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat ber- ubah menjadi senyawa P organik yang mudah bergerak antarjaringan tanaman. Kadar optimal P dalam tanaman pada saat pertumbuhan vege- tatif adalah 0,3–0,5% dari berat kering tanaman (Rosmarkam & Yuwono 2002). Meskipun P di- perlukan dalam jumlah yang lebih rendah dari- pada nutrisi penting lainnya, P sangat penting dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan, serta berperan dalam pembentukan energi bagi

tanaman sepanjang musim tanam. Fungsi lain P adalah untuk merangsang perkembangan akar muda dan dalam mempercepat proses pembu- ahan. Selain itu, P berperanan dalam mengon- trol fotosintesis, respirasi, dan pembelahan sel.

P sangat mempengaruhi pembentukan biji dan terkonsentrasi dalam benih maupun buah.

Fungsi utama P berkaitan dengan ketersediaan energi dalam pertumbuhan, sehingga kekurang- an P dapat mempengaruhi pertumbuhan vege- tatif suatu tanaman (Hodges 2013).

Ketersediaan P-organik bagi tanaman di- pengaruhi antara lain oleh aktivitas mikroba.

Namun seringkali hasil mineralisasi oleh mikro- ba, langsungbersenyawadenganbagian-bagian anorganikdalamtanahuntukmembentuksenya- wa yang relatifsukar larut. Enzimfosfataseber- peran utama dalam melepaskan P dari ikatan P- organik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikro- ba tanah, terutama yang bersifat heterotrof. Ak- tivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-organik, tetapi juga dipengaruhi oleh pH, kelembapan, temperatur, dan faktor la- innya. Dalam kebanyakan tanah, total P-organik sangat berkorelasi dengan C-organik tanah, se- hingga mineralisasi P meningkat dengan mening- katnya total C-organik. Semakin tinggi C-organik dan semakin tinggi P-organik, maka semakin meningkat immobilisasi P. P-anorganik dapat di- immobilisasi menjadi P-organik oleh mikroba (Havlin et al. 1999).

Mikroorganisme tanah berperan penting dalamdinamikadanketersediaanPdalamtanah (Richardson 2001). Komunitas mikroba mempe- ngaruhi kesuburan tanah melalui proses dekom- posisi, mineralisasi, dan penyimpanan/melepas- kan nutrisi. Mikroorganisme mampu meningkat- kan ketersediaan P untuk tanaman melalui mi- neralisasi P organik di tanah dan membantu melarutkan fosfat (Chen et al. 2006; Kang et al.

2002; Pradhan & Sukla 2005). Di antara mikroba tanah, potensi bakteri lebih efektif dalam mela-

F

(3)

25 rutkan fosfat dibandingkan jamur (Alam et al.

2002). Di antara seluruh populasi mikrobia di tanah, 1–50% mikroorganisme yang potensial adalah bakteri pelarut fosfat (BPF), sedangkan jamur pelarut fosfat (JPF) hanya sekitar 0,1–0,5%

(Chenet al.2006). Beberapastrainbakteripela- rutfosfatyangungguldarigenusPseudomonas, Bacillus, Rhizobium, dan Enterobacter, sedang- kan dari kelompok jamur adalah Penicillium dan Aspergillus (Whitelaw 2000).

Tiap bakteri memiliki kemampuan yang berbeda seperti kemampuan dalam mineralisasi maupun melarutkan P organik maupun anorga- nik (Hilda & Fraga 2000; Khiari & Parent 2005).

Bakteri pelarut fosfat mempunyai kemampuan untuk melarutkan P organik menjadi bentuk fosfatterlarutyang dapatdiserapolehtanaman.

Adanya produksi asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, asam oksalat, asam malat, dan asam sitrat merupakan efek pelarutan P oleh mikroba tersebut. Mikroba tersebut juga memproduksi asam amino, vita- min, dan growth promoting substance seperti IAA dan asam giberelin yang dapat meningkat- kan pertumbuhan tanaman (Richardson 2001;

Gyaneshwar et al. 2002; Ponmurugan & Gopi 2006). Aktivitas enzimatis fosfomonoesterase (PME), sebagai substrat fosfat dapat berasal dari hasil mineralisasi esterfosfat organik alami atau koponen organik buatan seperti fenilfosfat dan p-nitrofenilfosfat (p-NPP). Penggunaan fenil fosfat dan p-nitrofenilfosfat (p-NPP) sebagai substratsecara potensial akan menginduksi pro- duksi enzim fosfomonoesterase serta mengindi- kasikan kemampuan hidrolisis bentuk P organik oleh enzim fosfomonoesterase (Tabatabai &

Bremner 1969). Dalam percobaan ini dilakukan eksplorasi bakteri pelarut fosfat dan seleksi ber- dasarkan kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat dengan mengukur PME dari isolat bakteri pelarut fosfat hasil eksplorasi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioprosesing Balai Penelitian Tanaman Pemanis

dan Serat, Malang dimulai pada bulan Januari–

Desember 2012. Isolat mikroba dikumpulkan dari lahan tebu di Jawa Timur yaitu di Kabupa- ten Sidoarjo, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Bondowoso, dan Situbondo.

Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) Isolasi bakteri dilakukan dengan mengum- pulkan sampel tanah dari lahan tebu. Sampel tanah diambil secara acak dari kedalamam 0–15 cm. Sampeltanahdikeringanginkandandihalus- kan kemudian disaring dengan ayakan berdia- meter 2 mm. Sepuluh gram tanah yang telah dikeringanginkan dimasukkan ke dalam erlen- meyer 250 ml berisi 90 ml akuades steril, kemu- dian dikocok selama 1 jam dengan shaker ber- kecepatan 120 rpm (sampai homogen). Larutan sampel dibuat seri pengenceran 10-1–10-7 dari ekstrak tanah, kemudian masing-masing peng- enceran diambil 0,1 ml dan dituangkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituangkan media agar Pikovskaya yang terdiri dari (0,5 g (NH4)2

SO4; 0,5 g MgSO4.7H2O; 0,3 g NaCl; 0,3 g KCl;

0,03 g FeSO4.7H2O; 0,02 g MnSO4.H2O; 10 g Ca3(PO4)2; 10 g glukosa; dan 20 g agar) yang dilarutkan dalam akuades 1.000 ml (Pikovskaya 1948), selanjutnya diinkubasi pada suhu sekitar 30oC. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 15 hari dengan mengamati pertumbuhan koloni dan menghitung jumlah koloni yang tumbuh.

Keberadaan mikroorganisme pelarut fosfat di- tunjukkan dengan terbentuknya koloni yang di- kelilingi daerah bening (clear zone). Pada ke- giatan ini, mikroba jenis bakteri pelarut fosfat dimurnikan dan diuji lebih lanjut, sehingga perlu dipisahkan dengan koloni jamur.

Uji Kemampuan Bakteri dalam Mela- rutkan P

A. Media Pikovskaya Padat

Bakteri pelarut fosfat selanjutnya dikultur- kan di cawan petri yang berisi media agar Pi- kovskaya. Bakteri pelarut fosfat yang memben- tuk zona bening paling cepat dan berdiameter

(4)

26

paling besar (diameter > 1 cm) akan digunakan sebagai inokulum pada percobaan selanjutnya.

Pengamatan dilakukan setiap hari untuk me- ngetahui mulai terbentuknya zona bening. Pem- bentukan zona bening yang lebih cepat mengin- dikasikan kemampuan mikroorganisme pelarut fosfat yang cepat pula.

B. Media Pikovskaya Cair

PengujiandilakukanmenurutmetodeGaur (1981). Isolat bakteri yang diuji, dikulturkan pada erlenmeyer 250 ml yang berisi 100 ml me- dia Pikovskaya cair yang berisi Ca3(PO4)2 5 g/l.

Masing-masing erlenmeyer yang telah diberi bakteri pelarut fosfat dikocok dalam shaker de- ngan kecepatan putar 120 rpm selama 1 ming- gu. Sebanyak 20 ml kultur bakteri cair diukur pH-nya. Sebanyak 0,5 ml sampel kultur bakteri diencerkan dengan 7 ml air destilasi, digunakan untuk pengukuran optical density (OD) dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm dan sisanya disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 6000 rpm. Supernatan yang dihasilkan digunakan untuk uji aktivitas PME-ase lebih lanjut.

Uji Aktivitas Enzim Fosfomonoesterase (PME-ase)

Sebanyak 1 ml supernatan sampel ditam- bah dengan 1 ml substrat paranitrofenol fosfat (p-NPP fosfat) dan 4 ml bufer asetat pH 6,5 dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 38oC. Pada hasil inkubasi ditambahkan 1 ml CaCl2 0,5 M dan 4 ml NaOH lalu dikocok dan disaring de- ngan kertas saring Whatman No. 40. Kontrol di- buat dengan prosedur yang sama pada sampel, tetapi penambahan 1 ml larutan supernatan di- lakukan setelah penambahan 1 ml CaCl2 0,5 M dan NaOH. Sampel dan kontrol diukur absorban- nya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm. Standar dan blanko mendapat perlakuan yang sama seperti sampel. Standar menggunakan larutan parani- trofenol dengan konsentrasi 1–6 ppm, sedang- kan untuk blanko menggunakan air destilasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari kegiatan isolasi bakteri dari 7 sampel tanah yang berasal dari Kabupaten Sido- arjo, Blitar, Kediri, Lumajang, Pasirian, Situbon- do, dan Bondowoso diperoleh 65 isolat bakteri, 22isolatdiantaranyamenunjukkanadanya zona bening yang mengindikasikan kemampuannya sebagai pelarut P (Tabel 1). Sampel tanah dari masing-masing daerah diisolasi dengan meng- gunakan media selektif yaitu media Pikovskaya yang mengandung Ca3(PO4)2 (tricalcium fosfat).

Tabel 1. Hasil isolasi mikroba pelarut P dari berbagai daerah di Jawa Timur

No Asal sampel Jenis Jumlah

koloni BPF

1 Sidoarjo (SD) Bakteri 11 5

2 Blitar (BL) Bakteri 11 6

3 Kediri (KD) Bakteri 10 4

4 Malang (ML) Bakteri 6 1

5 Lumajang (LJ) Bakteri 18 2

6 Bondowoso (BD) Bakteri 5 3

7 Asembagus (ASB) Bakteri 4 1

Total 65 22

Kecepatanaktivitas fosfatase22 isolatbak- teri pelarut fosfat (BPF) dalam membentuk zona beningsangatbervariasi,adayangmulaiterben- tuk padaharike-1adapulabaruterbentukpada harike-11(Tabel2),sepertipadapenelitianyang telah dilakukan oleh Azziz et al. (2011), penga- matan zona bening baru dilakukan pada hari ke-8. Variasi besarnya diameter zonasi menun- jukkan isolat BPF memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan fosfat. Isolat BPF yang memiliki diameter terbesar selama pengamatan 15 hari adalah isolat ML-2 sebesar 1,7 cm dan yang terkecil adalah isolat BL-8 dengan diame- ter sebesar 0,6 cm. Berdasarkan diameter zona bening mengindikasikan kemampuan dalam me- larutkan P, isolat ML-2, BL-1, LJ-3, SD-10, dan KD-5 pada hari pertama telah membentuk zona bening. Aplikasi isolat BPF didasarkan pada ke- mampuannya dalam melarutkan fosfat baik di- lihat dari kecepatan dan diameter zona bening terbesar diharapkan dapat memperbaiki tanam- an yang mengalami defisiensi P. Luas daerah

(5)

27 zona bening secara kualitatif menunjukkan be-

sar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarut- kan fosfat. Berdasarkan Tabel 2, isolat unggul sebagai bakteri pelarut fosfat adalah ML-2, LJ II-3, BL-1, BD-2, SD-10, LJ I-3, BL-4, KD-5, dan SD-7. Beberapa penelitian serupa juga telah di- lakukan, seperti Nopparat et al. (2007); Gunadi

& Saraswati (1993); Gunadi et al. (1993) yang

mengisolasi dan mengukur kemampuan bakteri dan fungi pelarut P yang memiliki kemampuan berbeda-beda tergantung jenis strain dan dapat diidentifikasi dari waktu terbentuk dan luas zona bening. Mikroorganisme pelarut P yang unggul akan menghasilkan diameter zona bening yang paling besar dibandingkan koloni lainnya.

Tabel 2. Potensi isolat BPF dalam melarutkan fosfat

No Nama Isolat Diameter zona bening (cm)/Hari ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 SD-4 0 0 0 0 0,2 0,22 0,25 0,29 0,3 0,3 0,3 0,5 0,6 0,7 0,7

2 SD-7 0 0 0 0,55 0,57 0,6 0,65 0,7 0,75 0,95 0,96 0,98 1,1 1,2 1,3

3 SD-8 0 0 0 0 0 0 0 0 0,7 0,85 0,9 0,95 0,98 1,1 1,15

4 SD-10 0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,6 0,65 0,69 0,7 0,8 1 1,2 1,35 1,45

5 SD-12 0 0 0 0 0 0,6 0,7 0,75 0,8 0,95 1,1 1,15 1,2 1,2 1,22

6 BL-1 0,3 0,35 0,41 0,51 0,59 0,65 0,69 0,75 0,78 0,85 0,95 1,15 1,25 1,35 1,5

7 BL-3 0 0 0 0 0 0 0 0 0,35 0,4 0,45 0,65 0,75 0,85 0,95

8 BL-4 0 0 0 0 0 0 0 0 0,75 0,85 0,95 1,15 1,25 1,35 1,4

9 BL-6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,3 0,45 0,5 0,6 0,65 0,7

10 BL-8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1 0,1 0,3 0,4 0,5 0,6

11 BL-10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,3 0,5 0,6 0,7 0,8

12 KD-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1 0,15 0,35 0,45 0,55 0,65

13 KD-4 0 0 0 0 0 0 0 0 0,65 0,75 0,8 0,85 0,9 1,0 1,0

14 KD-5 0,2 0,25 0,3 0,3 0,35 0,4 0,45 0,56 0,56 0,6 0,65 0,8 0,87 1,05 1,35

15 KD-7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1 0,15 0,35 0,45 0,55 0,65

16 ML-2 0,3 0,4 0,6 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 1 1,1 1,2 1,4 1,5 1,6 1,7

17 LJ I-3 0 0,6 0,65 0,65 0,66 0,7 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 1,1 1,2 1,3 1,4

18 LJ II-3 0,3 0,4 0,4 0,45 0,5 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 1,15 1,35 1,45 1,55

19 BD-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,3 0,35 0,55 0,65 0,75 0,85

20 BD-2 0 0,1 0,25 0,35 0,4 0,5 0,55 0,6 0,66 0,7 0,78 0,98 1,08 1,28 1,48

21 BD-5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,4 0,6 0,8 0,9 1 1,1

22 ASB-4 0 0 0 0 0 0 0 0 0,3 0,5 0,55 0,75 0,85 0,95 1,05

Gambar 1. Pola grafik konsentrasi fosfat terlarut masing-masing isolat BPF unggul

Sembilan isolat BPF unggul selanjutnya di- uji dalam melarutkan P menggunakan media Pi- kovskaya cair. Gambar 1 menunjukkan adanya perbedaan kemampuan 9 isolat BPF dalam me- larutkan P, meskipun memiliki pola yang hampir sama. Aktivitas pelarutan fosfat mulai terlihat 12 jam setelah inkubasi dengan konsentrasi P terlarut tertinggi 17,23 ppm yang dihasilkan oleh isolat ML-2 dan terendah 13,34 ppm yang dihasilkan oleh isolat SD-7. Kultur isolat BPF mulai memasuki fase log pertumbuhan dan me- ngeluarkan asam organik sehingga aktivitas pe-

(6)

28

larutan menjadi tinggi. Menurut Rao (1994) da- lam Fitriatin et al. (2009) bahwa mikroba pela- rut fosfat menyekresikan sejumlah asam orga- nik sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif. Penurunan konsentrasi P pa- da waktu 24 jam setelah inokulasi diduga dise- babkan adanya pemakaian kembali fosfat terla- rut oleh kultur isolat BPF sebagai nutrisi untuk aktivitas metabolismenya. Adanya fosfat terlarut yang tinggi dalam medium dapat meningkatkan pertumbuhan isolat BPF karena dimanfaatkan untuk aktivitas metabolisme sel bakteri yaitu untuk melakukan respirasi dan pertumbuhannya.

Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pH media, karena isolat BPF dalam bermetabolisme mengekskresikan sejumlah asam organik yang dapat mempengaruhi perubahan pH media. Pe- ningkatan asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Perubahan pH inilah yang berperanan penting dalam meningkatkan kelarutan fosfat. Aktivitas isolat BPF sangat ter- gantung pada pH lingkungan. Kemasaman atau pH sangat mempengaruhi aktivitas fosfatase (Vepsalainen & Niemi (2002) dalam Fitriatin et al. 2009). Kecepatan mineralisasi akan mening- kat seiring dengan nilai pH yang sesuai bagi mi- kroorganisme dan pelepasan fosfat akan me- ningkat dengan meningkatnya nilai pH dari asam ke netral. Aktivitas pelarutan P oleh isolat BPF meningkat pada waktu 48 jam setelah inokulasi, karena adanya pembentukan kembali asam or- ganik (Fitriatin et al. 2009; Ginting et al. 2001).

Pengamatan aktivitas pelarutan P yang dilaku- kan hanya sampai 48 jam (2 hari), sebenarnya kurang dapat memberi gambaran jelas tentang kemampuan isolat BPF dalam pelarutan P, ka- rena masa inkubasi 1–2 hari masih merupakan masa adaptasi isolat BPF dalam medium yang kaya akan fosfat. Hal ini dapat diketahui seperti pada Gambar 3, sampai dengan jam ke-72 se- telah inokulasi kurva pertumbuhan masih terus meningkat dan belum pada kondisi stasioner. Se- perti penelitian yang telah dilakukan oleh Ra- harjo et al. (2007) dan Qian et al. (2010), peng-

amatan dilakukan selama minimal 180 jam (1 minggu) atau lebih, sehingga dapat memberikan gambaran jelas dan lengkap saat isolat BPF me- ngalami aktivitas tertinggi dan terendah dalam fase pertumbuhannya.

Aktivitas enzim dapat digambarkan oleh aktivitas pelarutan fosfat oleh isolat BPF karena proses pelarutan fosfat berkorelasi dengan pro- duksi enzim PME-ase. Secara garis besar, pola aktivitas enzim PME-ase tidak akan jauh berbeda denganpolaaktivitaspelarutanfosfat. Berdasar- kan pola aktivitas pelarutan P dapat diketahui bahwa setelah masa inkubasi 48 jam peningkat- an aktivitas enzim masih terus meningkat.

Gambar 2. Perubahan pH medium masing-masing isolat BPF

Berdasarkan Gambar 2 di atas, diketahui bahwa penurunan nilai pH dimulai dari awal masa inkubasi. Hal ini terjadi karena menurun- nya pH media sebelum inokulasi isolat BPF lebih menuju pada kondisi masam. Sebagai akibat pemanasan pada saat sterilisasi menyebabkan rusaknya ikatan Ca-fosfat menjadi bentuk fosfat terlarut. Selain itu, penurunan pH media selama masa inkubasi disebabkan karena isolat BPF menghasilkan asam-asam organik dalam aktivi- tasnya, sehingga menurunkan pH media. Hasil penelitian Yasmin & Bano (2011) menunjukkan bahwa pH medium mempengaruhi aktivitas fos- fatase dan dijelaskan lebih lanjut bahwa aktivitas fosfatasenya lebih dominan pada pH masam.

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa sampai dengan waktu 48 jam setelah inokulasi, isolat

(7)

29 BPF masih melakukan metabolisme secara aktif

dan belum menunjukkan terjadinya perubahan.

Gambar 3. Kurva pertumbuhan masing-masing isolat BPF unggul

Berdasarkan Gambar 3 kurva pertumbuh- an isolat BPF tampak sangat lambat dikarena- kan media, sampai dengan jam ke-72 isolat BPF masih mengalami pertumbuhan dan belum men- capai fase logaritmik. Hal ini dapat disebabkan karena media pertumbuhan yang digunakan merupakan media kaya akan P yang membutuh- kan bakteri untuk melakukan metabolisme lebih berat, dibanding jika media pertumbuhan yang digunakan adalah media Nutrient Broth (NB).

Kemampuan isolat BPF dalam melarutkan fosfat tampak adanya korelasi hingga waktu 48 jam setelah inokulasi, isolat BPF masih beraktivitas secara terus-menerus dan belum melalui fase log dan fase stasioner. Pada awal masa inkubasi hinggapada jamke-12,isolatbarumulaimema- suki fase lag atau fase adaptasi. Hal ini juga di- tunjukkan dari jumlah konsentrasi P terlarut yang tidak jauh berbeda dengan awal inkubasi.

Penurunan konsentrasi P terlarut yang terjadi dapat disebabkan karena pemakaian kembali unsur P oleh kultur isolat BPF untuk bermetabo- lisme.

KESIMPULAN DAN SARAN

Isolat unggul bakteri pelarut fosfat adalah SD-10, BL-1, KD-5, ML-2, LJ II-3 yang menunjuk-

kan aktivitas fosfatase di hari pertama, sedang- kan LJ I-3 dan BD-2 menunjukkan aktivitas fos- fatase pada hari kedua dan SD-7 serta BL-4 ter- masuk dalam 10 besar isolat dengan diameter zona bening terbesar. Luas daerah zona bening secara kualitatif menunjukkan besar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat.

Isolat BPF tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki ketersediaan P di tanah dan mam- pu memperbaiki kualitas pertumbuhan dan per- kembangan tanaman.

Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan pengamatan isolat BPF seharusnya diamati hing- ga hari ke-15, sama seperti pengamatan aktivi- tas pada media Pikovskaya padat sehingga rit- me aktivitas isolat BPF dapat diketahui dengan jelas.

Berdasarkan hasil kegiatan penelitian ini, 9 isolat BPF unggul merupakan isolat yang me- miliki potensi untuk dikembangkan sebagai bio- aktivator dalam pembuatan pupuk hayati yang dapat meningkatkan ketersediaan fosfat terlarut yangsecaralangsungdapatdiserapolehtanam- an. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman yang disebab- kan penambahan isolat BPF.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis haturkan kepada Ir.

Mastur, M.Si.Ph.D. dan Ir. Budi Santoso, MP.

yang telah banyak memberikan masukan atas kesempurnaan tulisan ini. Penulis juga mengha- turkan terima kasih kepada Prof. Ir. Nurindah, Ph.D., Ir. Budi Hariyono, MP., dan Ir. Prima D.

Riajaya, M.Phil. yang banyak memberikan du- kungan hingga terselesaikannya tulisan ini, serta Suminar D.N., STP. dan adik-adik teknisi yang ada di Laboratorium Bioprosesing Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat atas bantuannya hingga kegiatan penelitian ini dapat

(8)

30

terselesaikan dengan baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Azziz, G, Bajsa, N, Haghjou, T, Taule, C, Valverde, A, Igual, JM & Arias, A 2011, Abundance, diversity, and prospecting of culturable phosphate solubi- lizing bacteria on soils under crop-pasture rota- tions in a no-tillage regime in Uruguay, Appl.

Soil. Ecol. (2011): 0929–1393, doi:10.1016/j.

apsoil.2011.10.004.

Alam, S, Khalil, S, Ayub, N & Rashid, M 2002, In vitro solubilization of inorganic phosphate by phos- phate solubilizing microorganism (PSM) from maize rhizosphere, Intl. J. Agric. Biol. 4:454–

458.

Chen, YP, Rekha, PD, Arunshen, AB, Lai, WA &

Young, CC 2006, Phosphate solubilizing bac- teria from subtropical soil and their tricalcium phosphate solubilizing abilities, Appl. Soil Ecol.

34:33–41.

FNCA Biofertilizer Project Group 2006, Biofertilizer manual, Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA), Japan Atomic Industrial Forum, Japan.

Fitriatin, BN, Yuniarti, A, Mulyani, O, Fauziah, FS &

Tiara, MD 2009, Pengaruh mikroorganisme pe- larut fosfat dan pupuk P terhadap P tersedia, aktivitas fosfatase, populasi mikroorganisme pelarut fosfat, konsentrasi P tanaman dan hasil padi gogo (Oryza sativa L.) pada Ultisols, Jurnal Agrikultura 20(3):210–215.

Gaur, AC 1981, Phospho-microorganism and varians transformation in compost technology, Project Field Document No. 13 FAO. p. 106–111.

Gunadi, DH, Saraswati, R & Lestari, Y 1993, Kemam- puan melarutkan fosfat dari beberapa isolat bak- teri asal tanah dan pupuk kandang sapi, Mena- ra Perkebunan 61(2):44–49.

Gunadi, DH & Saraswati, R 1993, Kemampuan mela- rutkan fosfat dari beberapa isolat fungi pelarut fosfat, Menara Perkebunan 61(3):61–66.

Ginting, RCB, Saraswati, R & Husen, E 2001, Mikro- organisme pelarut fosfat, diakses pada 29 De- sember 2009 (http://balittanah.litbang.deptan.go.

id/eng/dokumentasi/buku/pupuk/pupuk7.pdf).

Gyaneshwar, P, Kumar, GN, Parekh, LJ & Poole, PS 2002, Role of soil microorganisms in improving P nutrition of plants, Plant Soil 245:83–93.

Havlin, JL, Beaton, JD, Tisdale, SL & Nelson, WL 1999, Soil fertility and fertilizers: an introduc- tion to nutrient management, Prentice Hall, New York, 499 p.

Hilda, R & Fraga, R 2000, Phosphate solubilizing bacteria and their role in plant growth pro- motion, Biotech. Adv. 17:319–359.

Hodges, SC 2013, Soil fertility basics, Soil Science Extension North Carolina State University, diak- ses pada 23 Juli 2012 (http://www.plantstress.

com/articles/min_deficiency_i/soil_fertility.pdf.).

Kang, SC, Hat, CG, Lee, TG & Maheshwari, DK 2002, Solubilization of insoluble inorganic phosphates by a soil-inhabiting fungus Fomitopsis sp. PS 102, Curr. Sci. 82:439–442.

Khiari, L & Parent, LE 2005, Phosphorus transfor- mations in acid light-textured soils treated with dry swine manure, Can. J. Soil Sci. 85:75–87.

Ludwick, AE 1998, Phosphorus mobility in pers- pective, Potash & Phosphate Institute (PPI) and The Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC).

Mikkelsen, RI 2005, A closer look at phosphorus uptake by plants, Potash & Phosphate Institute (PPI) and The Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC).

Nopparat, C, Jatupornpipat, M & Rittiboon, A 2007, Isolation of phosphate solubilizing fungi in soil from Kanchanaburi, Thailand, KMITL Sci. Tech.

J. 7(S2):137–146.

Pikovskaya, RI 1948, Mobilization of phosphorus in soil in connection with vital activity of some microbial species, Microbiology 17:362–370.

Ponmurugan, P & Gopi, C 2006, Distribution pattern and screening of phosphate solubilizing bacteria isolated from different food and forage crops, J.

Agron. 5:600–604.

Pradhan, N & Sukla, LB 2005, Solubilization of in- organic phosphate by fungi isolated from agri- culture soil, African J. Biotechnol. 5:850–854.

Qian, Y, Shi, J, Chen, Y, Lou, L, Cui, X, Cao, R, Li, P

& Tang, J 2010, Characterization of phosphate solubilizing bacteria in sediment from a shallow eutrophic lake and a wetland: Isolation, mole-

(9)

31 cular identification and phosphorus release abi-

lity determination, Molecules 15:8518–8533.

Raharjo, B, Suprihadi, A & Agustina, DK 2007, Pelarutan fosfat anorganik oleh kultur campur jamur pelarut fosfat secara in vitro, Jurnal Sains

& Matematika (JSM) 15(2):45–54.

Rosmarkam, A & Yuwono, NW 2002, Ilmu kesuburan tanah, Kanisius, Yogyakarta.

Richardson, AE 2001, Prospects for using soil micro- organisms to improve the acquisition of phos- phorrus by plants, Aust. J. Plant Physiol. 28:

897–906.

Tabatabai, MA & Bremner, JM 1969, Use of p-nitro- phenyl phosphate assay of soil phosphatase ac- tivity, Soil. Biol. Biochem. 1:301–307.

Whitelaw, MA 2000, Growth promotion of plants ino- culated with phosphate solubilizing fungi, Adv.

Agron. 69:99–151.

Yasmin, H & Bano, A 2011, Isolation and characteri- zation of phosphate solubilizing bacteria from rhizosphere soil of weeds of khewra salt range and attock, Pak. J. Bot., 43(3):1663–1668.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul “Penerapan Model K.U.A.S.A.I (Kerangka Pikiran, Uraikan Faktanya, Apa Maknanya, Sentakkan Ingatan, Ajukan Yang Diketahui, Introspeksi) Untuk

Berdasarkan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian mengenai pengaruh kredibilitas selebriti endorser pada ekuitas merek dengan kredibilitas

Peningkatan akurasi bisa dilakukan dengan menggunakan metode peramalan yang lebih baik, mencari data yang lebih komprehensif, melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak lain pada

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah mengetahui manfaat penggunaan terapi infra red dan terapi latihan dapat mengurangi nyeri

Penulis melakukan berbagai kegiatan yang ada pada Baitul Qiradh Baiturrahman Baznas Madani Cabang Ulee Kareng, diantaranya: menyusun file laporan nasabah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas, respon dan tes hasil belajar siswa selama proses pembelajaran mata diklat Gambar Sket kompetensi dasar Gambar Proyeksi

Sementara, maksud dari Syi’ah yang terkenal adalah para pengikut Ali sehingga mereka berkeyakinan bahwa Ali adalah khalifah pilihan Nabi Muhammad da ia adalah

Bobot ubi segar per tanaman tertinggi yaitu klon MU55 yang diikuti dengan klon Gajah, Nibung, sedangkan klon pembanding UJ5 diurutan ke 7.. Berdasarkan uji lanjut Uji