• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantuna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantuna"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantunan dalam Wawancara Reporter Metro TV dengan Keluarga Penumpang Pesawat Air Asia QZ8501

oleh Davin Rusady1

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok

Pendahuluan

Interaksi sosial merupakan situasi yang memungkinkan terjadinya bentuk-bentuk komunikasi. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, terdapat suatu percakapan atau ujaran yang disampaikan selama interaksi berlangsung. Percakapan atau ujaran adalah bentuk paling mendasar yang digunakan oleh manusia untuk menjalin hubungan antar sesama. Dengan bercakap-cakap, seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

Percakapan atau ujaran yang diungkapkan seseorang dapat ditelaah lebih lanjut dalam ilmu linguistik. Kajian ilmu linguistik yang mempelajari mengenai hal tersebut adalah pragmatik. Leech mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran di dalam situasi-situasi tertentu atau dalam konteks tertentu. Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang menelaah hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk ujaran. Dalam kajian pragmatik, bentuk-bentuk percakapan dapat ditelaah mekanismenya. Menurut Rustono (1999: 51), prinsip yang mengatur mekanisme percakapan antar pesertanya agar dapat bercakap-cakap secara kooperatif dan santun disebut prinsip percakapan. Melalui bahasan tersebut, disebutkan pula bahwa prinsip percakapan mencakup dua prinsip, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan.

Kedua prinsip tersebut sama-sama memegang peranan penting dalam mengatur percakapan agar berjalan dengan baik. Grice (1975: 45-47) mengemukakan bahwa wacana yang wajar dapat terjadi apabila peserta tutur patuh terhadap prinsip kerja sama. Prinsip kerja sama adalah prinsip yang mengatur agar percakapan yang dilakukan oleh peserta tutur memiliki koherensi. Menurut Rustono (1999: 53), penutur yang tidak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama dengan tidak mematuhi prinsip kerja sama. Menurut Grice, prinsip kerja sama meliputi empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara atau pelaksanaan.

Dalam makalah ini, penulis juga akan membahas mengenai prinsip kesantunan. Menurut Grice (1991: 308 dalam Rustono, 1999: 61), prinsip kesantunan itu berkenaan dengan

(2)

aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Rustono (1999: 61) menyatakan alasan diterapkannya prinsip kesantunan adalah bahwa di dalam tuturan penutur tidak cukup hanya dengan mematuhi prinsip kerja sama. Prinsip kesantunan diperlukan untuk melengkapi prinsip kerja sama dan mengatasi kesulitan yang timbul akibat penerapan prinsip kerja sama.

Dalam kajian pragmatik, prinsip kesantunan diuraikan oleh beberapa ahli bahasa, seperti Leech, Lakoff, Bowl, dan Levinson. Dari beberapa konsep kesantunan yang dikemukakan para ahli, menurut Rahardi (2008:59), prinsip kesantunan yang paling lengkap, paling mapan, dan relatif paling komprehensif adalah prinsip kesantunan yang dirumuskan oleh Leech. Leech (1983) mengemukakan bahwa prinsip kesantunan memiliki enam maksim yang menjadi kaidahnya, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan, dan maksim kesimpatian.

Dalam makalah ini, penulis akan melakukan analisis prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan pada wawancara reporter Metro TV, Rifai Pamone, terhadap keluarga penumpang pesawat Air Asia QZ8501 yang disiarkan secara langsung di Metro TV pada tanggal 28 Desember 2014. Penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut karena banyak tanggapan dari masyarakat di media sosial yang muncul sesaat setelah wawancara tersebut disiarkan. Adapun tanggapan negatif dari masyarakat sempat menjadi tren di media sosial Twitter kala itu dan banyak kalangan yang menilai bahwa wawancara yang dilakukan oleh Rifai sangat tidak etis.

Pembahasan Pragmatik

(3)

Dari kedua definisi di atas, terdapat beberapa persamaan. Persamaan tersebut terdapat pada pandangan tentang makna dalam tuturan. Dalam pragmatik, makna dalam tuturan tidak hanya dilihat secara harfiah. Dalam sebuah interaksi yang memiliki konteks, makna dapat dipahami dengan mengetahui maksud, tujuan, strategi, dan situasi percakapan.

Prinsip Kerja Sama

Dalam berinteraksi, informasi yang disampaikan oleh penutur harus dapat dipahami dengan baik oleh mitra tutur. Seorang penutur harus menyampaikan tuturan secara informatif, relevan, dan tidak taksa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mematuhi empat maksim percakapan dalam prinsip kerja sama Grice (1975), yaitu:

a. Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas mengharuskan penutur untuk memberikan respons atau jawaban secukupnya. Penutur juga sangat tidak disarankan untuk memberikan respons atau jawaban melebihi dari apa yang dibutuhkan.

b. Maksim Kualitas

Maksim kualitas mengharuskan penutur untuk memberikan respons atau jawaban yang sebenarnya. Respons atau jawaban yang diberikan harus didasarkan pada bukti yang memadai. Selain itu, penutur tidak disarankan untuk memberikan informasi yang tidak diyakini kebenarannya.

c. Maksim Relevansi

Maksim relevansi mengharuskan penutur untuk memberikan respons atau jawaban yang relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan pada keterkaitan isi tuturan peserta tutur agar tujuan percakapan dapat tercapai secara efektif. d. Maksim Cara

Maksim cara mengharuskan penutur untuk berbicara secara jelas, singkat, disampaikan dengan runtut, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan.

(4)

a. Pelanggaran Maksim Kuantitas A: Apa menu makan siangmu hari ini?

B: Menu makan siang saya hari ini adalah kacang panjang. Kacang panjang itu saya masak dan saya potong-potong sendiri. Kira-kira panjang potongannya sekitar 10 senti.

Jawaban yang diberikan B atas pertanyaan A melanggar maksim kuantitas karena jawaban tersebut melebihi dari apa yang ditanyakan oleh A.

b. Pelanggaran Maksim Kualitas

A mengatakan kepada B bahwa C adalah teman terbaiknya. Sementara itu, B mengetahui dari C bahwa A sangat sakit hati atas perbuatan C.

Jawaban yang diberikan A kepada B melanggar maksim kualitas karena jawaban tersebut bukan jawaban yang jujur.

c. Pelanggaran Maksim Relevansi A: Apakah kamu melihat Mary hari ini? B: Saya melihat Mary tadi malam.

Jawaban yang diberikan B atas pertanyaan A melanggar maksim relevansi karena jawaban tersebut tidak berhubungan dengan pertanyaan A. Di samping itu, jawaban B bisa jadi mengandung maksud bahwa ia belum melihat Mary hari ini dan terakhir kali ia melihat Mary tadi malam.

d. Pelanggaran Maksim Cara A: Mas, aslinya mana?

B: Saya Portugal, mbak. Bapak Purwokerto, ibu Tegal. A: Aduh, bukan itu. Maksud saya, KTP asli milik bapak mana?

Pertanyaan yang diberikan A terhadap B melanggar maksim penggunaan atau cara karena tidak jelas dan memicu jawaban yang ambigu dari mitra tutur.

(5)

Prinsip Kesantunan

Prinsip kesantunan diperlukan untuk melengkapi prinsip kerja sama, mengatasi kesulitan yang timbul akibat penerapan prinsip kerja sama, serta memelihara hubungan antar peserta tutur. Menurut Grice (1991: 308 dalam Rustono, 1999: 61), prinsip kesantunan itu berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Rustono (1999: 61) menyatakan alasan diterapkannya prinsip kesantunan adalah bahwa di dalam tuturan penutur tidak cukup hanya dengan mematuhi prinsip kerja sama.

Leech (1993: 206-207) berpendapat bahwa prinsip kesantunan menyangkut hubungan antar partisipan, yaitu diri dan pihak lain. Diri mengacu kepada penutur dan pihak lain mengacu kepada mitra tutur. Leech (1983) mengemukakan bahwa prinsip kesantunan memiliki enam maksim yang menjadi kaidahnya, yaitu:

a. Maksim Kebijaksanaan (dalam ilokusi direktif dan komisif)

Maksim kebijaksanaan mengharuskan penutur untuk meminimalisir keuntungan diri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain.

b. Maksim Kedermawanan (dalam ilokusi direktif dan komisif)

Maksim kedermawanan mengharuskan penutur untuk meminimalisir keuntungan diri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain.

c. Maksim Penghargaan (dalam ilokusi ekspresif dan asertif)

Maksim penghargaan mengharuskan penutur untuk meminimalisir kecaman pihak lain dan memaksimalkan pujian pihak lain.

d. Maksim Kesederhanaan (dalam ilokusi ekspresif dan asertif)

Maksim kesederhanaan mengharuskan penutur untuk meminimalisir pujian diri dan memaksimalkan kecaman diri.

e. Maksim Permufakatan (dalam ilokusi asertif)

Maksim permufakatan mengharuskan penutur untuk meminimalisir ketidaksetujuan antara diri dengan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri dengan pihak lain.

f. Maksim Kesimpatian (dalam ilokusi asertif)

(6)

Dalam model kesantunan Leech (1983: 123-126), setiap maksim interpersonal dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Peringkat kesantunan tersebut dapat diukur menggunakan lima macam skala, yaitu:

a. Skala Kerugian dan Keuntungan (cost-benefit scale)

Skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada besar kecilnnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan merugikan diri penutur, tuturan tersebut akan dianggap semakin santun.

b. Skala Pilihan (optionality scale)

Skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, tuturan tersebut akan dianggap semakin santun.

c. Skala Ketidaklangsungan (indirectness scale)

Skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung, tuturan tersebut akan dianggap semakin tidak santun.

d. Skala Keotoritasan (authority scale)

Skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun.

e. Skala Jarak Sosial (social distance scale)

Skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, tuturan tersebut akan menjadi semakin kurang santun.

(7)

penulisan transkrip, reporter diwakili oleh inisial R, narasumber diwakili oleh inisial N, dan Trikora Harjo sebagai narasumber kedua diwakili oleh inisial T. Analisis dilakukan dengan menganalisis prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan berdasarkan pemenuhan dan pelanggarannya.

Pemenuhan Prinsip Kerja Sama Maksim Kuantitas

Pemenuhan terhadap maksim kuantitas dapat dilihat dalam ujaran dari data berikut. (7) R: Semua ada berapa keluarga, ibu?

(8) N: Tujuh.

Dalam ujaran tersebut, R mengajukan pertanyaan untuk mengetahui jumlah anggota keluarga yang diketahui berada dalam pesawat. Kemudian, N menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban “tujuh”. Jawaban N memenuhi maksim kuantitas karena informasi yang diberikan tidak kurang maupun berlebihan. Pemenuhan maksim kuantitas juga terdapat pada ujaran 10-12, ujaran 16-18, ujaran 25-27, ujaran 30-34, ujaran 41-43, dan ujaran 51-53.

Maksim Kualitas

Pemenuhan maksim kualitas juga dapat dilihat pada pemenuhan maksim kuantitas sebelumnya. Ujaran 8 oleh N memenuhi maksim kualitas karena ujaran tersebut benar, bahwa jumlah anggota keluarga yang diketahui berada dalam pesawat adalah tujuh orang. Kebenaran tersebut dapat divalidasi lebih lanjut dengan bukti berupa daftar nama penumpang dalam tayangan wawancara. Maksim kualitas juga dipenuhi dalam data dari ujaran yang lainnya. R, N, dan T tidak berbohong dalam memberikan keterangan.

Maksim Relevansi

Pemenuhan maksim relevansi dapat dilihat pada ujaran berikut. (10) R: Ehm, keluarga ibu ke Singapura dalam tujuan apa, ibu?

(11) N: Jalan-jalan. (12) R: Berlibur, ibu.

(13) Oke, ibu, ehm, mungkin ibu bisa sebutkan satu keluarga ibu di sini yang mana, ibu? (14) Keluarga ibu yang mana, ibu?

(15) N: Charli semua, satu keluarga, sama mama saya. (***) (16) R: Berapa orang ibu totalnya?

(17) N: Tujuh. (18) R: Tujuh orang.

(8)

pesawat. Kemudian, N menjawab sambil menunjukkan nama-nama anggota keluarganya yang diketahui berada di dalam pesawat dengan suara yang terisak-isak, sehingga membuat ujaran berikutnya tidak terdengar jelas. Namun, ujaran tersebut masih memenuhi maksim relevansi karena sesuai dengan pertanyaan R. Begitu juga dengan ujaran 13, 14, dan 16. Ujaran-ujaran tersebut merupakan pertanyaan yang diajukan oleh R kepada N untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang keluarga penumpang. Pemenuhan maksim relevansi juga terdapat dalam ujaran 25-27, ujaran 30-34, ujaran 42-43, ujaran 47-49, dan ujaran 51-62.

Maksim Cara

Pemenuhan maksim cara dapat dilihat pada contoh sebelumnya. Jawaban yang diberikan oleh N dan T disampaikan secara langsung dan dapat dimengerti dengan baik. Pemenuhan maksim penggunaan atau cara juga dapat dilihat pada data lain yang telah disebutkan pada contoh pemenuhan maksim kuantitas. Ujaran-ujaran tersebut jelas, tidak samar, dan singkat.

Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Maksim Kuantitas

Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dapat dilihat pada contoh berikut. (13) R: Oke, ibu, ehm, mungkin ibu bisa sebutkan satu keluarga ibu di sini yang mana, ibu? (14) Keluarga ibu yang mana, ibu?

(15) N: Charli semua, satu keluarga, sama mama saya. (***) (16) R: Berapa orang ibu totalnya?

(17) N: Tujuh. (18) R: Tujuh orang.

(19) Jadi ib... mama, lalu ada anak. (20) N: Kakak saya satu keluarga. (21) R: Eh ehm.

(22) Jadi mereka semua dari Surabaya, ibu? (23) N: (mengangguk)

(24) R: Dari Surabaya.

(25) Ini atas nama keluarga siapa, ibu? (26) N: Charli.

(27) R: Keluarga Charli.

(28) Dari Surabaya, ibu memang bertempat tinggal di Surabaya.

(9)

Pelanggaran terhadap maksim kuantitas juga dapat ditemukan pada ujaran 2-3 dan 5-9 ketika R menyapa N dan bertanya mengenai keluarga yang diketahui berada dalam pesawat. Pelanggaran muncul pada ujaran 30-41 ketika R dan T selaku pihak Angkasa Pura berkompromi untuk menghentikan wawancara. Pelanggaran juga muncul pada ujaran 44-51 dan 54-62. Pada ujaran tersebut, R dan N saling memberikan informasi yang berlebihan.

Selama wawancara berlangsung, reporter lebih banyak berujar daripada kedua narasumber karena reporter berusaha memberikan informasi sebanyak-banyaknya untuk menjelaskan kondisi yang terjadi di lapangan kepada pemirsa. Dalam menjelaskan kondisi tersebut, reporter banyak melakukan pelanggaran maksim kuantitas karena informasi yang diberikan berlebihan dan diulang-ulang.

Maksim Kualitas

Dalam wawancara ini, tidak terdapat pelanggaran terhadap maksim kualitas, melainkan pembatasan terhadap maksim kualitas. Pembatasan terhadap maksim kualitas dapat dilihat pada pelanggaran maksim kuantitas. Pembatasan maksim kualitas terdapat pada ujaran 55 saat T menjawab pertanyaan R tentang penumpang warga asing. Pada ujaran tersebut, T menggunakan frasa sementara ini belum yang membuat jawabannya masih dapat berubah sewaktu-waktu.

Maksim Relevansi

Pelanggaran terhadap maksim relevansi dapat ditemukan dalam contoh berikut.

(29) R: Ibu, ehm, kalau, ehm, ibu, pada saat ini apa yang paling ibu harapkan dari informasi yang ibu (***)

(30) T: Mas, mas, tolong, ini kondisinya lagi gitu, jangan ditanya terus. (31) R: Baik.

(32) T: Anda harus mengerti. (33) R: Baik.

(34) T: Perasaan orang.

(35) R: Pak Trikora kalau... Apa yang, apa yang di... (36) T: Nanti dulu.

(37) R: Apa yang, apa yang diamankan... (38) T: (***)

(39) Nanti dulu.

(40) R: Kalau dari pak Trikora yang ditenangkan.. (41) T: Nanti dulu, nanti dulu!

(42) Oke? (43) R: Ya, baik.

(10)

musibah yang sedang dialami oleh keluarga N secara implisit. Setelah T berusaha berkompromi dengan R untuk menghentikan wawancara, R berusaha untuk memberikan pertanyaan berikutnya kepada T dalam ujaran 35, 37, dan 40. Pada ujaran 36, 39, dan 41, T meminta R untuk menunda wawancara. Ujaran ini melanggar maksim relevansi karena topik pembicaraan tidak berhubungan dengan topik ujaran sebelumnya.

Pelanggaran terhadap maksim relevansi dapat ditemukan kembali pada ujaran 3-5 terkait sapaan, ungkapan bela sungkawa, dan pertanyaan R. Pelanggaran terhadap maksim relevansi terdapat pada ujaran 19-20 terkait keterangan R dan N tentang anggota keluarga dalam pesawat yang tidak berhubungan. Pada ujaran 43-47 terdapat reportase R yang tidak saling berkaitan. Pada ujaran 47-51, pernyataan T mengenai apa yang dilakukan di Crisis Center tidak relevan atas pertanyaan R mengenai apa yang coba T sampaikan kepada keluarga penumpang, permohonan T kepada wartawan untuk tidak mewawancara keluarga penumpang yang sedang berduka tidak relevan dengan pertanyaan R sebelumnya, dan pertanyaan R mengenai informasi terbaru tidak mampu menanggapi permohonan T sebelumnya kepada wartawan. Pada ujaran 62-63, R mendeskripsikan dering telepon di ruangan, kemudian menutup reportase, dan mempersilakan pembaca berita di studio kembali mengambil alih bicara. Ujaran 62-63 tidak berhubungan dengan topik ujaran sebelumnya.

Maksim Cara

Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat pada contoh berikut. (35) R: Pak Trikora kalau... Apa yang, apa yang di...

(36) T: Nanti dulu.

(37) R: Apa yang, apa yang diamankan... (38) T: (***)

(39) Nanti dulu.

(40) R: Kalau dari pak Trikora yang ditenangkan.. (41) T: Nanti dulu, nanti dulu!

(42) Oke? (43) R: Ya, baik.

(11)

Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dan relevansi juga dapat melanggar maksim cara. Pada ujaran-ujaran yang melanggar maksim kuantitas dan relevansi, maksim cara juga dilanggar karena informasi dalam ujaran menjadi tidak jelas dan tidak singkat.

Pemenuhan Prinsip Kesantunan Maksim Kebijaksanaan

Pemenuhan maksim kebijaksanaan dapat ditemukan dalam ujaran berikut. (63) R: Zackia, kembali kepada Anda.

Dalam ujaran tersebut, R memberikan kesempatan kepada Zackia sebagai pembaca berita di studio untuk mengambil giliran bicara secara tidak langsung. Pemenuhan maksim kebijaksanaan juga dapat dilihat pada ujaran 47 dan 59 ketika R menggunakan frasa mungkin sedikit saja bapak dan sekali lagi. Secara tidak langsung, R memberikan keuntungan dengan menyampaikan pilihan kepada T untuk bisa memberikan sedikit atau banyak keterangan mengingat keadaan di Crisis Center yang sedang sibuk.

Maksim Kedermawanan

Pemenuhan maksim kedermawanan dapat ditemukan dalam ujaran berikut. (61) T: Dengan telepon pun, kami layani sebaik-baiknya.

Dalam ujaran tersebut, T menghormati dan memberi keuntungan kepada para keluarga penumpang dengan menyatakan bahwa ia bersedia melayani penyediaan informasi melalui telepon.

Maksim Penghargaan

Pemenuhan maksim penghargaan dapat ditemukan dalam ujaran berikut.

(62) R: Pak Trikora Harjo, terima kasih banyak atas informasinya saat ini dan kami akan bergabung lagi tentunya bersama dengan Angkasa Pura satu yang saat ini masih terus menggali setiap informasi se-detail

mungkin yang bisa di-deliver-kan kepada pihak keluarga dan juga kerabat yang terus saja berdatangan saat ini dan dering telepon juga masih terus terjadi hingga saat ini untuk menanyakan segala detail terkait dengan peristiwa yang menimpa Air Asia.

(12)

Maksim Kesederhanaan

Pemenuhan maksim kesederhanaan dapat ditemukan dalam ujaran berikut. (60) T: Nggih, kalau memang ada kesempatan datang ke sini, kami persilakan.

Dalam ujaran tersebut, T menggunakan dialek daerah yang terdapat pada kata nggih. Kata nggih dalam Bahasa Indonesia berarti ‘ya’. Dengan menggunakan kata tersebut, T menganggap R sebagai bagian dari kelompok yang sama, yaitu sebagai orang Jawa. Dengan demikian, jarak sosial antara peserta tutur diperkecil. Pemenuhan maksim kesederhanaan juga dapat dilihat pada ujaran 48 pada kata nggih.

Maksim Permufakatan

Pemenuhan maksim permufakatan dapat ditemukan dalam ujaran berikut. (7) R: Semua ada berapa keluarga, ibu?

(8) N: Tujuh. (9) R: Tujuh.

Dalam ujaran tersebut, R melakukan pengulangan pada ujaran 9. Pengulangan tersebut menunjukkan bahwa R menyetujui atau menerima jawaban N. Pemenuhan maksim permufakatan dapat dilihat pada ujaran 31, 33, dan 43, pada kata baik. Pada ujaran 48 dan 60, pemenuhan maksim permufakatan terdapat pada kata nggih yang berarti ‘ya’ dalam Bahasa Indonesia. Pada ujaran 55-57 juga terdapat pengulangan frasa atau Singapur sebagai bentuk persetujuan atas jawaban sebelumnya.

Maksim Kesimpatian

Pemenuhan maksim kesimpatian dapat ditemukan dalam ujaran berikut. (4) R: Kami turut bersimpati, ibu.

Dalam ujaran tersebut, R menyatakan bentuk simpatinya atas kejadian yang sedang dialami oleh N.

Pelanggaran Prinsip Kesantunan Maksim Kebijaksanaan

Pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan dapat ditemukan pada contoh berikut. (35) R: Pak Trikora kalau... Apa yang, apa yang di...

(36) T: Nanti dulu.

(13)

(39) Nanti dulu.

(40) R: Kalau dari pak Trikora yang ditenangkan.. (41) T: Nanti dulu, nanti dulu!

Pada ujaran 37 dan 39, R berusaha untuk memberikan pertanyaan kepada T. Sebelumnya, pada ujaran 36, T sudah meminta R untuk menunda wawancara atas tanggapannya terhadap ujaran 35. Ujaran-ujaran ini melanggar maksim kebijaksanaan karena R berusaha untuk memaksimalkan keuntungan diri dan mengurangi keuntungan pihak lain. Ujaran 35, 37, dan 39 dapat dikatakan sebagai ujaran yang tidak santun karena ujaran tersebut bersifat langsung.

Maksim Kedermawanan

Pelanggaran terhadap maksim kedermawanan terdapat pada ujaran 36 dan 39. Pada ujaran 36 dan 39, T meminta R untuk menunda wawancara. Selain itu, pembatasan terdapat pada ujaran 50 ketika T berusaha meminta para wartawan untuk tidak melakukan wawancara mengingat kondisi keluarga penumpang yang masih berduka. Ujaran tersebut melanggar maksim kedermawanan karena T mengurangi keuntungan pihak lain dan memaksimalkan keuntungan diri.

Maksim Penghargaan

Pelanggaran terhadap maksim penghargaan tidak ditemukan dalam data.

Maksim Kesederhanaan

Pelanggaran terhadap maksim kesederhanaan tidak ditemukan dalam data.

Maksim Permufakatan

Pelanggaran terhadap maksim permufakatan terdapat dapat ditemukan pada ujaran yang melanggar maksim kebijaksanaan di atas. Pada ujaran 35, R berusaha untuk mengajukan pertanyaan kepada T. Namun, pada ujaran 36, T meminta R untuk menunda wawancara. Pada ujaran 37 dan 40, R berusaha untuk mengajukan pertanyaan kembali, meskipun T sudah meminta R untuk menunda wawancara pada ujaran 36. Ujaran 37 dan 40 tersebut melanggar maksim permufakatan karena tidak terdapat kesepakatan.

(14)

Pelanggaran terhadap maksim kesimpatian dapat ditemukan pada ujaran 41. Pada ujaran tersebut, T meminta dengan tegas untuk ketiga kalinya agar wawancara ditunda. Ujaran tersebut muncul karena pada ujaran 35, 36, dan 40, R terus-menerus meminta T untuk memberikan tanggapan, meskipun T sudah meminta R untuk menunda wawancara. Ujaran tersebut melanggar maksim kesimpatian karena ada unsur penentangan yang kuat.

Penutup

Dari data yang telah dianalisis terdapat pemenuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama. Pemenuhan maksim kuantitas terjadi bila informasi yang diberikan oleh penutur tidak berlebihan. Pemenuhan maksim kualitas terjadi ketika penutur mengatakan sesuatu yang benar. Maksim relevansi dipenuhi dengan mengujarkan ujaran yang berhubungan dengan ujaran sebelumnya. Maksim cara dipenuhi dengan menyampaikan ujaran secara singkat dan jelas.

Pemenuhan prinsip kerja sama tidak terlalu menonjol dalam wawancara. Pelanggaran prinsip kerja sama justru lebih banyak terjadi. Pelanggaran paling banyak terdapat pada maksim kuantitas dan cara. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dilakukan dengan menambahkan informasi. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas secara otomatis dapat melanggar maksim cara karena ujaran menjadi berbelit-belit dan tidak singkat. Maksim kualitas tidak dilanggar, namun dibatasi kebenaran yang sifatnya temporer atau sementara. Pelanggaran terhadap maksim relevansi muncul karena ujaran yang diujarkan tidak berhubungan dengan ujaran sebelumnya.

Pelanggaran atas prinsip kerja sama dapat membuat interaksi antara reporter dan narasumber menjadi lebih komunikatif. Narasumber melanggar maksim kuantitas dengan memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat melalui media televisi. Hal yang sama pula dilakukan oleh reporter. Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama mampu membuat interaksi menjadi lebih efektif.

(15)

Pemenuhan atau pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kesantunan dapat dipengaruhi oleh prinsip kerja sama. Dalam mengungkapkan sesuatu, penutur perlu memperhatikan maksim kuantitas, cara, dan relevansi untuk menghasilkan ujaran yang santun. Pelanggaran terhadap suatu maksim bisa jadi dilakukan supaya tidak melanggar maksim-maksim yang lainnya. Dalam keseharian, prinsip-prinsip tersebut tidak harus selalu dipenuhi setiap saat. Namun, prinsip-prinsip tersebut menjadi dapat digunakan sebagai pedoman untuk bertutur dengan baik agar pesan yang ingin disampaikan mampu diterima oleh orang lain secara jelas, terlebih ketika sedang bertutur di hadapan umum.

Daftar Pustaka

Tidak untuk ditampilkan

(16)

1 R: Sekali lagi, keluarga dari manifes yang ada di dalam catatan awak Air Asia terus berdatangan saat ini di Crisis Center dan mereka begitu khawatir terkait dengan kondisi yang belum pasti yang belum bisa dikonfirmasi oleh pemerintah terkait dengan pesawat yang ditumpangi oleh keluarga mereka.

2 Selamat siang, ibu. 3 Selamat siang, ibu.

4 Kami turut bersimpati, ibu.

5 Ibu mencari keluarga atas nama siapa, ibu? 6 N: Semua.

7 R: Semua ada berapa keluarga, ibu? 8 N: Tujuh.

9 R: Tujuh.

10 Ehm, keluarga ibu ke Singapura dalam tujuan apa, ibu? 11 N: Jalan-jalan.

12 R: Berlibur, ibu.

13 Oke, ibu, ehm, mungkin ibu bisa sebutkan satu keluarga ibu di sini yang mana, ibu? 14 Keluarga ibu yang mana, ibu?

15 N: Charli semua, satu keluarga sama mama saya (***) 16 R: Berapa orang ibu totalnya?

17 N: Tujuh. 18 R: Tujuh orang.

19 Jadi ib... mama, lalu ada anak. 20 N: Kakak saya satu keluarga. 21 R: Eh ehm.

22 Jadi mereka semua dari Surabaya, ibu? 23 N: (mengangguk)

24 R: Dari Surabaya.

25 Ini atas nama keluarga siapa, ibu? 26 N: Charli

27 R: Keluarga Charli.

28 Dari Surabaya, ibu memang bertempat tinggal di Surabaya.

29 Ibu, ehm, kalau, ehm, ibu, pada saat ini apa yang paling ibu harapkan dari informasi yang ibu (***)

30 T: Mas, mas, tolong, ini kondisinya lagi gitu, jangan ditanya terus. 31 R: Baik.

(17)

34 T: Perasaan orang.

35 R: Pak Trikora kalau... Apa yang, apa yang di... 36 T: Nanti dulu.

37 R: Apa yang, apa yang diamankan... 38 T: (***)

39 Nanti dulu.

40 R: Kalau dari pak Trikora yang ditenangkan.. 41 T: Nanti dulu, nanti dulu!

42 Oke? 43 R: Ya, baik.

44 Kita akan mencoba mengkonfirmasi terus, Zackia, terkait dengan apa yang saat ini dilakukan oleh pihak Angkasa Pura dan Air Asia.

45 Mereka mencoba menenangkan pihak keluarga dan kerabat yang datang di Crisis Center saat ini dan, eh, Bapak Trikora Harjo selaku manajer utama dari Angkasa Pura satu juga langsung turun tangan saat ini mencoba menenangkan sambil mengumpulkan seluruh informasi, baik dari pihak Air Asia dan juga di sini ada pihak pusat penerbang angkatan laut yang memang juga menjadi satu bagian dari area Bandara Internasional Juanda juga turut serta ada di sini dan mereka terus berkoordinasi dengan pihak di Jakarta yang menjadi pusat area dari Air Asia.

46 Kami akan mencoba lagi.

47 Pak Trikora Harjo, mungkin sedikit saja bapak, apa yang coba bapak sampaikan kepada pihak keluarga agar mereka lebih tenang, bapak?

48 T: Nggih, jadi gini bapak, eh, para pendengar sekalian atau khususnya pihak korban, kami di Bandar Udara Juanda menyiapkan Crisis Center.

49 Silakan datang ke Juanda untuk mendapatkan informasi-informasi yang tentunya akan kami berikan secepat mungkin atau se-update mungkin.

50 Mohon pada kawan-kawan wartawan ataupun ini, mohon dimengerti kawan-kawan atau pihak keluarga ini lagi kondisi lagi kayak gitu, jangan mohon maaf, jangan diterus, apa, ditanya dengan, eh, mohon diberi kesempatan mereka untuk berpikir.

51 R: Bapak, lebih teknis mungkin, mungkin sudah ada update informasi dari pusat, bapak, atau dari pemerintah terkait dengan, eh, peristiwa yang menimpa Air Asia ini?

52 T: Eh, sementara ini kami hanya diinstruksikan untuk membuka Crisis Center untuk melayani pihak keluarga korban.

53 Demikian.

(18)

55 T: Eh, sementara ini belum dari pihak keluarga, dari kedutaan, eh, apa itu, Jerman, Korea, ataupun Malaysia yang ada yang termasuk...

56 R: Atau Singapur. 57 T: Atau Singapur.

58 Belum ada konfirmasi ke kami.

59 R: Sekali lagi, bapak, mungkin bapak bisa mengulang harapan bapak kepada mungkin keluarga saat ini yang mungkin bisa lebih tepat datang ke sini atau mungkin hanya sekadar menelepon? 60 T: Nggih, kalau memang ada kesempatan datang ke sini, kami persilakan.

61 Dengan telepon pun kami layani sebaik-baiknya.

62 R: Pak Trikora Harjo, terima kasih banyak atas informasinya saat ini dan kami akan bergabung lagi tentunya bersama dengan Angkasa Pura satu yang saat ini masih terus menggali setiap informasi se-detail mungkin yang bisa di-deliver-kan kepada pihak keluarga dan juga kerabat yang terus saja berdatangan saat ini dan dering telepon juga masih terus terjadi hingga saat ini untuk menanyakan segala detail terkait dengan peristiwa yang menimpa Air Asia.

63 Zackia, kembali kepada Anda.

STOP

Keterangan

Referensi

Dokumen terkait

Abnormal Return yang signifikan akibat adanya Weekend Effect di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian pada saham pasar atau Indeks Harga Saham

Sebaran kualitas air yang di pengaruhi arah arus yang dominan ke arah barat yang menyebabkan nilai konsentrasi suhu dan logam berat di perairan bagian barat lebih tinggi

2 Pelaksanaan Replikasi (bagi kab/kota yang masih memiliki sisa kewajiban replikasi s/d 2013) a) Penyediaan dana BLM APBD. b) Penyediaan dana gaji/honor dan operasional

Ketika nilai suatu pinjaman atau investasi baik sekarang maupun masa depan diketahui, tetapi suku bunga tidak diketahui, maka fungsi RATE inilah yang digunakan

Hasil yang diperoleh ini sejalan dengan hasil penelitian Bestari dan Siregar (2012) yang menyatakan bahwa agency cost tidak berpengaruh terhadap pengungkapan

dalam rangka pelaksanaan kegiatan seksi pelayanan umum dengan cara memberi arahan sesuai dengan bidang dan

Melalui proses perubahan tersebut diharapkan seseorang siswa yang sedang belajar akan mempunyai pengetahuan fisika yang lebih lengkap dan benar, sehingga apa yang mereka pelajari

yang akan digunakan dalam penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan ini, pertama- tama dilakuan pembuatan tepung kacang koro pedang dan tepung beras merah. Selanjutnya