• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME MENGGUNAKAN METODE PRESENTASI KELOMPOK PADA POKOK BAHASAN LISTRIK DINAMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME MENGGUNAKAN METODE PRESENTASI KELOMPOK PADA POKOK BAHASAN LISTRIK DINAMIS"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kasus di SMP PANGUDI LUHUR I KALIBAWANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh: Nama : Eka Noviyanto Nim : 021424015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

Studi Kasus di SMP PANGUDI LUHUR I KALIBAWANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh: Nama : Eka Noviyanto Nim : 021424015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

Pokok Bahasan Listrik Dinamis. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah metode presentasi kelompok dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi listrik dinamis; (2) apakah metode presentasi kelompok dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran; serta (3) bagaimana sikap siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan.

Subyek penelitian yaitu siswa kelas IX SMP PL I Kalibawang-Yogyakarta. Sampel yang diteliti berjumlah 58 siswa, dengan rincian 29 siswa dari kelas uji dan 29 siswa dari kelas kontrol. Treatment pada kelas uji yaitu pembelajaran melalui metode presentasi kelompok, sedang pada kelas kontrol rangkaian pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah. Instrument yang dipakai yaitu: (1) test, (2) observasi, dan (3) kuesioner. Metode analisis data menggunakan metode kuantitatif, sebab data-data yang diperoleh berupa data angka.

(8)

vii

Electricity. Physics Education Study Program. Department of Mathematics and Science Education. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research was intended to know whether: (1) group presentation learning method increases student’s understanding about dynamic electricity; (2) students become more active in learning process; and (3) students have positive attitude toward this method.

The sample of this research was 58 Kalibawang-Yogyakarta SMP Pangudi Luhur students, 29 students as research sample, and 29 students as control sample. The research used test, observations, and questioner as instruments. The data was statistically analyzed using t-test.

The result of this research was: (1) the group presentation learning method increases student’s understanding about dynamic electricity, (2) students become more active in the learning process, and (3) students have positive attitude toward this method.

(9)

viii

yang selalu menaungi dan melimpahkan karunia bagi kita. Terlebih atas

terselesaikannya skripsi dengan judul ” Efektivitas Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan Konstruktivisme Menggunakan Metode Presentasi Kelompok Pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis ”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tentu tidak lepas dari

sumbang saran beberapa pihak lain. Untuk itu pada kesempatan ini penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan FKIP USD yang

telah memberikan surat ijin permohonan penelitian.

2. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si. selaku ketua jurusan pendidikan fisika

USD.

3. Romo Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T. selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu membantu dan membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

4. Staff dosen pendidikan fisika USD yang telah membantu dan

membimbing saya sebagai seorang calon guru fisika.

5. Staff sekretariat JPMIPA yang telah membantu saya selama proses

perkuliahan dan kelancaran dalam pelayanan administrasi.

6. Br. Lusius Supardji, FIC. selaku Kepala Sekolah SMP PL I Kalibawang

(10)

ix

8. Rekanku Trihandono yang telah membantu saya sebagai observer selama

proses penelitian.

9. Gisela Kusria atas segala motivasi dan dukungannya.

10. Teman-teman seperjuanganku Pfis 02; Ari Purwadi, Dwi Ariyanto,

Andreas Trihartanto, Yohanes Wisnu Asmoro, Titik Utaminingsih, Osnita

sari, serta Tri Handono, atas inspirasi serta kerjasamanya yang telah kalian

berikan selama kuliah.

11. Yoseph Asiri Dotheres, Eryanto, Darmiyono, Ariyanto, Adrianus Suada,

Salvinus Baco, Alexander San Lohat, serta Yakobus Suwardoyo atas

dukungannya.

12. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu demi satu atas kerelaan,

kerja sama, serta sumbang sarannya selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan sederhana ini tidak lepas dari keterbatasan,

untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat

membangun. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 25 November 2009

(11)

x

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB. II. DASAR TEORI A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar……… 6

(12)

xi

a. Perubahan Konsep………...……….. 15

b. Keterampilan Proses………...……... 19

c. Berpikir Kritis………...…….… 20

d. Sikap………..……….... 21

C. Metode Presentasi Kelompok……….... 23

a. Aspek Positif Metode Presentasi Kelompok………... 23

b. Aspek Negatif Metode Presentasi Kelompok……….. 24

D. Efektivitas Pembelajaran………... 24

1. Pengertian Pembelajaran yang Efektif………. 24

2. Aspek Pembelajaran yang Efektif……… 26

a. Keterlibatan Siswa Secara Aktif…..……….. 26

b. Membangkitkan Motivasi Belajar……….. 26

c. Menarik Minat dan Perhatian Siswa……...………... 27

d. Memahami Prinsip Individualitas……….. 27

e. Prestasi Belajar………... 28

E. Ringkasan Materi Pokok Bahasan Listrik Dinamis... 30

1. Rangkaian Listrik………..……….………….. 30

a. Arus Listrik……..………...………... 30

b. Saklar dan Sekring………..………... 32

(13)

xii

d. Beda Potensial………..………….. 38

e. Gaya Gerak Listrik Sumber Tegangan...………...………. 39

2. Hukum Ohm dan Hambatan Listrik…………...……….. 40

a. Hambatan dan Hukum Ohm……..…...………. 40

1) Hambatan………..………... 40

2) Hukum Ohm………..……….. 41

b. Hambatan pada Kawat Penghantar….…..………..……..…. 42

c. Kemampuan Zat Menghantarkan Arus Listrik………..….... 43

d. Arus Listrik pada Rangkaian Bercabang….……...……… 43

e. Rangkaian Hambatan Listrik………..…... 45

f. Rangkaian Sumber Tegangan……..………..………… 48

1) Rangkaian Seri………..………... 48

2) Rangkaian Paralel……….………... 49

3. Energi dan Daya Listrik………... 50

a. Perubahan Energi Listrik Menjadi Energi Panas.………... 50

b. Daya Listrik………..………... 51

F. Kaitan Dasar Teori dengan Metode Penelitian………. 53

G. Perumusan Hipotesis………. 54

(14)

xiii

E. Instrument Penelitian………. 58

1. Test………..………. 58

2. Pengamatan……….. 61

3. Kuesioner Sikap………….……….. 62

F. Validitas Instrument……….………... 62

G. Metode Analisis Data………….……….... 63

1. Analisis Skor Test………...………...……….. 63

a. Pemahaman Awal Siswa………...………. 64

b. Perbadingan Pencapaian Hasil Belajar…..……...…………. 65

c. Efektivitas Metode Pembelajaran……….. 66

2. Analisis Keterlibatan Siswa... 66

3. Analisis sikap siswa ………..……….. 68

BAB. IV. DATA DAN ANALISIS DATA A. Proses Pengambilan Data………...………...………. 70

1. Awal………. 70

2. Inti……… 70

3. Akhir……… 73

B. Data dan Analisis………... 74

1. Skor Test………...………... 74

(15)

xiv

2. Keterlibatan Siswa Selama Proses Pembelajaran…..………….. 81

3. Sikap Siswa Terhadap Penerapan Pembelajaran….……… 83

C. Pembahasan……… 87

1. Hasil Test Pemahaman………….…...………. 87

2. Keterlibatan Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran…..…….…. 89

3. Sikap Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran.………. 90

BAB. V. PENUTUP A. Kesimpulan………...………. 92

B. Saran……….. 92

DAFTAR PUSTAKA………... 94

(16)

xv

Gambar 1 : Konsepsi Skematik Sikap... 22

Gambar 2 : Rangkaian Listrik Sederhana... 30

Gambar 3 : Pemasangan Amperemeter dalam Rangkaian... 32

Gambar 4 : Rangkaian Listrik dengan Ujung Kabel sebagai Saklar... 33

Gambar 5 : Sketsa Elemen Volta... 34

Gambar 6 : Sketsa Elemen Kering... 36

Gambar 7 : Sketsa Elemen Basah/Akumulator... 37

Gambar 8 : Rangkaian Listrik dengan sebuah Baterai, Saklar, Lampu,... 39

Gambar 9 : Rangkaian Listrik tak Bercabang……….…...…………. 43

Gambar 10 : Rangkaian listrik bercabang……...……….. 44

Gambar 11 : Rangkaian Hambatan disusun secara Seri………….……….. 45

Gambar 12 : Rangkaian Hambatan disusun secara Paralel...…...…………. 46

Gambar 13 : Rangkaian Kombinasi…………...…………...……… 46

Gambar 14 : Rangkaian Sumber Tegangan……….………. 48

Gambar 15 : Sumber Tegangan disusun secara Seri………...…..………… 49

Gambar 16 : Sumber Tegangan dirangkai secara Paralel……...……... 49

Gambar 17 : Skema Pelaksanaan Penelitian... 56

Gambar 18 : Skema Pengolahan Data Pretest... 64

Gambar 19 : Skema Pengolahan Data Pretest-Posttest……..………... 65

(17)

xvi

Tabel 1 : Distribusi Soal Test... 58

Tabel 2 : Pengelompokan Aspek Keterlibatan Siswa... 61

Tabel 3 : Aspek Keterlibatan Siswa... 67

Tabel 4 : Hasil Rekapitulasi Keterlibatan Siswa... 67

Tabel 5 : Kriteria Kualifikasi Keterlibatan Siswa... 68

Tabel 6 : Hasil Rekapitulasi Pengisian Kuesioner... 69

Tabel 7 : Kriteria Kualifikasi Sikap Siswa…... 69

Tabel 8 : Skor Pretest-Posttest Kelas Uji…………...……….…... 74

Tabel 9 : Skor Pretest-Posttest Kelas Kontrol.………...………. 75

Tabel 10 : Data Keterlibatan Siswa Kelas Uji……...…………..……….. 81

Tabel 11 : Data Keterlibatan Siswa Kelas Kontrol …....……....………... 82

Tabel 12 : Data Skor Sikap Siswa Kelas Uji……….…...…………. 84

Tabel 13 : Hasil Kualifikasi Sikap Siswa Pada Kelas Uji….…...………… 85

Tabel 14 : Data Skor Sikap Siswa Kelas Kontrol ……...………. 85

Tabel 15 : Hasil Kualifikasi Sikap Siswa Pada Kelas Kontrol ……… 86

Tabel 16 : Kriteria Penskoran Jawaban Pretest-Posttest...……...…... 116

Tabel 17 : Data Keterlibatan Siswa Kelas Uji…...……... 149

(18)

xvii

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian………... 97

Lampiran 2 : Soal Test Pemahaman…….……….………… 99

Lampiran 3 : Pedoman Jawaban Soal Test…….………... 104

Lampiran 4 : Kriteria Penskoran Pengerjaan Soal Test….……… 116

Lampiran 5 : Hasil Test Pemahaman…………..….…..……… 139

Lampiran 6 : Uji Normalitas Data Skor………...………... 147

Lampiran 7 : Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa…...……… 148

Lampiran 8 : Data Keterlibatan Siswa Pada Kelas Uji…....……….. 149

Lampiran 9 : Data Keterlibatan Siswa Pada Kelas Kontrol…....……….. 150

Lampiran 10 : Kuesioner Sikap Kelas Uji …...……..………. 151

Lampiran 11 : Kuesioner Sikap Kelas Kontrol ………..………. 155

Lampiran 12 : Hasil Pengisian Soal Kuesioner...……….………. 159

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran merupakan kesatuan dari dua konsep yaitu belajar dan

mengajar. Konsep belajar lebih tertuju pada pihak peserta didik, sedangkan

konsep mengajar lebih mengarah pada pihak pendidik. Individu-individu

yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar mempunyai dorongan dan

tujuan untuk menuju tercapainya perubahan perilaku, pengetahuan, serta

sikap positif pada peserta didik.

Pada prinsipnya kegiatan pembelajaran fisika mendasarkan pada

terciptanya proses interaksi antara peserta didik dengan sekumpulan objek

belajar. Pada saat berinteraksi dengan objek belajar siswa mempunyai

kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan situasi dan

kondisi objek belajar. Sehubungan dengan hal tersebut banyak digunakan

berbagai pendekatan terhadap kegiatan pembelajaran fisika. Berdasarkan

filsafat pengetahuan konstruktivisme, terdapat prinsip bahwa pengetahuan

(knowledge) yang dimiliki seseorang (siswa) tidak lain merupakan konstruksi dari siswa itu sendiri. Filsafat pengetahuan konstruktivisme menekankan

bahwa pada saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung, seseorang (siswa)

harus aktif mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri berdasarkan

konsep-konsep yang telah ia peroleh dari tahap sebelumnya. Proses aktif menyiratkan

pengertian bahwa seseorang (siswa) harus terlibat secara langsung dan

terus-menerus dalam hal mengeksplorasi dan mengkonstruksi sendiri

(20)

pengetahuannya melalui serangkaian kegiatan yang relevan, terlebih dalam

mendayagunakan kemampuan berpikir untuk menghadapi dan menyelesaikan

suatu persoalan yang mereka temui pada saat kegiatan belajar-mengajar

berlangsung.

Rangkaian kegiatan pembelajaran fisika dilaksanakan untuk mengerti

dan memahami konsep-konsep fisika beserta bagaimana hubungan antar

konsep yang satu dengan konsep yang lain. Setelah siswa memahami

sejumlah konsep serta hubungan keterkaitan antar konsep tersebut diharapkan

mampu menerapkannya dalam menghadapi dan memecahkan persoalan terkait

dengan pelaksanaan pembelajaran pada materi tertentu. Unsur penyajian

materi merupakan unsur penting dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran,

materi yang tergolong sulit bila proses penyampaiannya dikemas

menggunakan metode yang tepat, kesannya menjadi menarik dan

menyenangkan, sehingga siswa memiliki motivasi untuk mengikuti proses

pembelajaran dengan serius. Suasana yang sedemikian dapat membawa

mereka lebih mudah untuk mengerti dan memahami konsep-konsep fisika

beserta hubungannya antara konsep yang satu dengan yang lain, sehingga

kegiatan pembelajaran yang dilakukan dapat berlangsung dengan efektif.

Sebagai tinjak lanjut dari tujuan pembelajaran yang tersebut di atas,

maka model penyampaian materi menggunakan metode presentasi kelompok

merupakan salah satu langkah untuk membantu siswa agar mudah mengerti

dan memahami suatu konsep yang terdapat pada materi pembelajaran. Metode

(21)

dan melatih siswa untuk mampu bersikap ilmiah seperti: bekerjasama, mampu

menyampaikan ataupun menerima gagasan untuk dan dari orang lain, jujur,

berpikir kritis, bersikap positif dalam menghadapi dan menyelesaikan

persoalan terkait berlangsungnya proses pembelajaran.

Model pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan metode presentasi

kelompok merupakan metode yang sederhana untuk mengemas suasana

pembelajaran yang sedapat mungkin mampu melibatkan seluruh siswa secara

aktif dan berkesinambungan dalam membangun pengetahuannya melalui

proses belajar-mengajar. Untuk memperjelas isi materi presentasi sangat

dimungkinkan penggunaan alat peraga yang relevan. Selain hal itu untuk

memperdalam isi materi yang disajikan dilakukan melalui sesi tanya-jawab

yang diharapkan dapat memperkaya pemahaman konsep terkait materi yang

disajikan.

Sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep beserta kaitan

antara suatu konsep dengan konsep yang lain, sangatlah penting untuk

semaksimal mungkin melibatkan siswa secara aktif dan berkesinambungan

dalam serangkaian proses pembelajaran, sehingga apa yang menjadi tujuan

kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Pada penelitian ini penulis mengambil topik “ Efektivitas Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan Konstruktivisme Menggunakan Metode Presentasi Kelompok Pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis ”. Penulis membatasi pengertian pembelajaran yang efektif sebagai kegiatan

(22)

siswa; b) melibatkan siswa secara aktif; dan c) menumbuhkan sikap positif

terhadap pembelajaran.

B. Perumusan Masalah

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini:

1. Apakah metode presentasi kelompok dapat meningkatkan pemahaman

konsep yang ditandai dengan peningkatan prestasi belajar siswa?

2. Apakah metode presentasi kelompok dapat mendorong siswa untuk

terlibat aktif dalam proses pembelajaran?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat keefektifan metode presentasi kelompok dalam hal

pemahaman konsep siswa untuk materi listrik dinamis.

2. Mengetahui tingkat keterlibatan siswa terkait model pembelajaran yang

diterapkan.

3. Mengetahui sikap siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkan.

(23)

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk

kepentingan pengembangan kegiatan pembelajaran.

2. Bagi siswa

Melalui penelitian ini siswa dapat mengetahui dan mengalami secara

langsung rangkaian pembelajaran melalui metode presentasi kelompok.

3. Bagi calon guru maupun guru

Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan sejumlah informasi yang

bersifat praktis bagi calon guru maupun guru dalam menentukan alternatif

(24)

BAB II DASAR TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar

Hamalik (2003:27) menyatakan “learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing”. Menurut dia belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan diatas belajar dapat dimaknai sebagai serangkaian proses (kegiatan) yang semata-mata bukan hanya menitik-beratkan pada aspek hasil saja. Representasi belajar hendaknya tidak hanya sebatas pada rutinitas mengingat, menghafal, mencatat, akan tetapi belajar akan menjadi lebih bermakna bila melibatkan aspek proses (terjadinya suatu perubahan) misalnya dari tidak mengerti menjadi lebih mengerti, dari kurang tepat menjadi lebih tepat, dari kurang sempurna menjadi sempurna, bahkan dari tidak tahu menjadi lebih tahu.

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui serangkaian interaksi dengan lingkungan, dimana selama proses interaksi itu berlangsung terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar (Hamalik, 2003:28). Belajar dapat dimaknai sebagai serangkaian proses yang melibatkan tahap-tahap tertentu untuk mencapai sasaran yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya.

Lester dan Crow (Roestiyah, 1982:149) mendefinisikan belajar sebagai perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap”.

(25)

Seseorang dapat dikatakan belajar bila pada individu tersebut mengalami perubahan sesuatu hal, baik dari keadaan yang semula tidak tahu berubah menjadi lebih tahu, dari hal yang tidak benar menjadi benar, sehingga secara umum dapat dikatakan seseorang dikatakan belajar apabila individu yang bersangkutan mengalami proses pembiasaan tertentu terkait dengan kebiasaan, pengetahuan, serta sikap yang pada akhirnya bermuara pada proses pencapaian suatu hal menuju tingkat yang lebih baik. Konteks belajar menjadi kurang tepat apabila hanya menitik-beratkan pada salah satu aspek misalnya aspek hasil saja tanpa memperhatikan segi proses dan pola perubahan selama seseorang mengalami proses pembiasaan tertentu (belajar).

Sedangkan Gagne (Roestiyah, 1982:156-157) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses untuk memperoleh modifikasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, serta tingkah laku yang diperoleh dari instruksi. Menurut teori ini “sesuatu” yang pada umumnya dipelajari oleh manusia tersusun atas lima aspek meliputi: a) keterampilan motoris; b) informasi verbal; c) kemampuan intelektual; d) strategi kognitif; dan e) sikap.

(26)

2. Pengertian Pembelajaran

Surya (2004:7-10) merumuskan pembelajaran sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurutnya terdapat beberapa prinsip yang mendasari suatu pembelajaran seperti: a) pembelajaran sebagai usaha untuk memperoleh perubahan tingkah- laku; b) hasil dari pembelajaran diindikasikan dengan terjadinya perubahan perilaku secara keseluruhan; c) pembelajaran merupakan suatu proses yang berkesinambungan; d) proses pembelajaran terjadi karena adanya suatu dorongan serta tujuan yang akan dicapai; serta e) pembelajaran merupakan manifestasi bentuk pengalaman.

Berdasarkan perumusan tersebut di atas, penulis dapat mengatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian proses yang secara sadar dilakukan oleh seseorang (peserta didik) dan berlangsung secara terus-menerus untuk mencapai terjadinya perubahan tingkah laku selama seseorang berinteraksi dengan lingkungan fisik, individu lain, situasi, serta persoalan tertentu.

B. Filsafat Konstruktivisme dan Pengaruhnya Terhadap Pembelajaran 1. Pembelajaran Konstruktivistik

(27)

sendiri (Von Glasersfeld dalam Bettencourt dan Matthews, dalam Suparno, 1997:18). Von Glasersfeld secara sederhana menyatakan bahwa pengetahuan (knowledge) bukanlah suatu tiruan dari suatu kenyataan dan bukanlah suatu gambaran nyata dari kenyataan yang ada, akan tetapi pengetahuan merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan individual. Seseorang dapat membentuk sebuah skema, kategori, konsep beserta struktur pengetahuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya (Bettencourt, dalam Suparno, 1997:18). Menurutnya pengetahuan merupakan hasil ciptaan manusia yang dikonstruksi berdasarkan pengalaman, dimana pengalaman tersebut terbatas pada banyak sedikitnya pengalaman yang telah dialami dan didapat oleh seseorang.

(28)

Senada dengan hal di atas, Lorsbach dan Tobin (Suparno, 1997: 18), mengemukakan sebuah gagasan bahwa sarana yang dapat memungkinkan seseorang untuk mengetahui tentang “sesuatu” ialah inderanya. Dengan kemampuan inderanya seseorang dapat berinteraksi dengan obyek maupun lingkungan, sehingga setelah terjadi proses interaksi memungkinkan seseorang untuk memikirkan mengenai obyek dan lingkungan tersebut. Para konstruktivis menekankan bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang berusaha untuk mengetahui tentang sesuatu (belajar). Lorsbach dan Tobin (Suparno, 1997:19), dengan tegas menyatakan bahwa pengetahuann tidak bisa dipindahkan (ditransfer) secara langsung dari pikiran seseorang (pendidik) menuju kepikiran orang lain (peserta didik), sehingga siswa sendirilah yang harus memahami apa yang telah diajarkannya melalui proses penyesuaian dengan pengalamannya.

(29)

Kesimpulan akhir dari uraian di atas ialah: “tanpa melalui pengalaman fisik, kognitif, dan mental, maka pengetahuan tidak mungkin akan terbangun”.

Menurut Von Glasersfeld (1996 dalam Suparno, 1997:19), pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang pada waktu orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Menurut dia lingkungan dapat berupa: a) keseluruhan obyek dan semua relasi yang diabstraksikan dari pengalaman; dan b) sesuatu disekitar kita terutama hal-hal yang sedang kita isolasikan.

Von Glasersfeld dalam Matthews (1994 dalam Suparno, 1997:19), menekankan bahwa struktur konsepsi seseorang akan membentuk pengetahuan apabila struktur tersebut dapat digunakan dalam mengadapi persoalan-persoalan sehubungan dengan konsepsi tersebut. Syarat mutlak agar suatu konsepsi dan abstraksi disebut telah membentuk pengetahuan di dalam pikiran seseorang yaitu apabila konsep ataupun abstraksi terhadap “sesuatu” dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai macam persoalan yang sedang dihadapi.

(30)

akan membangun pengetahuan pada diri masing-masing. Jika seseorang (guru) bermaksud menstransfer pengetahuan baik konsep, ide, serta pengertian yang ditujukan kepikiran orang lain (siswa), maka proses transfer pengetahuan tersebut harus diinterpretasi dan dikonstruksi oleh siswa berdasarkan pengalaman yang telah ia peroleh. Menurut dia untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan diperlukan beberapa kemampuan seperti:

a. Mengingat dan mengungkapkan kembali suatu pengalaman, sebab pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

b. Membandingkan dan menjustifikasi (mengambil keputusan) mengenai persamaan dan perbedaan tentang sesuatu, sebab untuk dapat menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat persamaan dan perbedaannya untuk dapat membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan.

c. Lebih menyukai pengalaman tertentu dari pada pengalaman yang lain sehingga akan membentuk persoalan nilai dari pengetahuan yang seseorang bangun.

Dalam konteks proses pembentukan pengetahuan, Piaget (Suparno,1997: 20-21), menyatakan terdapat dua aspek berpikir yaitu:

(31)

b. Berpikir operatif yang bermakna sesuatu yang lebih cenderung dan berkaitan dengan transformasi dari satu level ke level lain, dimana aspek ini meliputi proses operasi intelektual maupun sistem transformasi.

Menurutnya aspek berpikir yang lebih esensial adalah aspek berpikir opertif, dimana dengan memanfaatkan aspek tersebut memungkinkan seseorang untuk dapat mengembangkan pengetahuannya mulai dari level satu menuju level yang lebih tinggi.

Shapiro (Suparno, 1997: 21), menegaskan tujuan dari seseorang untuk dapat mengetahui sesuatu bukanlah untuk menemukan sebuah realitas, akan tetapi untuk mengorganisasikan “pengetahuan” yang cocok dengan pengalaman hidup seseorang, sehingga dapat digunakan bila suatu saat seseorang berhadapan dengan tantangan dan pengalaman yang

bersifat baru. Tasker (Hamzah, 2006),menitik-beratkan tiga hal yang harus terjadi

dalam pembelajaran konstruktivistik yaitu:

a. Peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.

b. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.

(32)

Senada dengan pernyataan Tasker, Wheatley (Hamzah, 2006), mengajukan dua prinsip utama yang mencerminkan pembelajaran konstruktivistik yaitu:

a. Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, melainkan secara aktif oleh struktur kognitif siswa.

b. Fungsi-fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Berdasarkan gagasan Tasker dan Wheatley (Hamzah, 2006)tersebut di atas, sebuah pembelajaran dapat dikatakan konstruktivistik bila selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung melibatkan peran aktif seluruh siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya. Peran aktif itu dapat berwujud mengaitkan antara konsepsi yang sudah ia miliki dengan konsepsi yang baru ia terima, sehingga tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan ketidak-selarasan dengan hal tersebut. Dengan memanfaatkan fungsi-fungsi kognisi masing-masing anak yang tidak lepas dari bimbingan guru maupun orang lain yang berkompeten pada bidang tertentu diharapkan siswa tersebut dapat membangun pengetahuan secara mandiri.

(33)

membiasakan siswa untuk berani menyampaikan pendapat, konsepsi, ide-ide serta gagasan yang telah dimiliki masing-masing siswa; d) membangun peta konsep; e) merancang dan melaksanakan percobaan; f) menganalisis data dan menarik kesimpulan; g) memilih dan menentukan sendiri kegiatan (belajar) yang akan dilakukan; h) eksperimen dan demonstrasi; i) belajar dalam kelompok; serta j) penyelesaian soal-soal secara sistematis. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa semakin banyak aspek yang dilakukan (muncul) selama proses belajar mengajar berlangsung, maka kegiatan pembelajaran yang dilakukan disebut sebagai pembelajaran konstruktivistik.

2. Aspek Pembelajaran Konstruktivistik 1. Perubahan konsep

Suparno (2000:15), secara sederhana menjelaskan bahwa suatu pembelajaran dapat dikatakan baik apabila selama proses pembelajaran berlangsung, membantu terjadinya perubahan konsep pada diri siswa. Menurut dia perubahan tersebut dapat berupa semakin lengkapnya suatu konsep maupun semakin benarnya suatu konsep, dimana perubahan yang terjadi dapat bersifat pelan-pelan yang lazim disebut proses “asimilasi”, selain itu perubahan yang terjadi juga dapat bersifat drastis disebut dengan proses “akomodasi”.

(34)

pada diri anak yang sedang belajar. Secara umum perubahan itu dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu:

a. Pengembangan konsep yang telah dimiliki seseorang siswa dari yang belum lengkap menjadi lebih lengkap ataupun dari yang belum sempurna menjadi lebih sempurna.

b. Pembetulan konsep dari yang tidak tepat atau salah menjadi konsep yang benar dan atau sesuai dengan apa yang telah menjadi kesepakatan para ahli di bidang ilmu fisika (Suparno, 2000: 15).

Melalui proses perubahan tersebut diharapkan seseorang siswa yang sedang belajar akan mempunyai pengetahuan fisika yang lebih lengkap dan benar, sehingga apa yang mereka pelajari pada saat tertentu pada akhirnya dapat berguna untuk memenuhi tuntutan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang siswa yang sedang menuntut ilmu pengetahuan pada jenjang dan periode tertentu, ataupun juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mempelajari suatu konsep yang memiliki taraf lebih tinggi dari apa yang sedang mereka pelajari saat itu.

Posner, dkk (Suparno, 2000: 16), menekankan bahwa dalam proses belajar terdapat dua fase dari perubahan konsep yaitu:

(35)

persoalan, dan menentukan kriteria untuk melakukan penyelesaian suatu persoalan.

b. The central commitment in need of modification, berdasar ungkapan ini tersirat pengertian bahwa ilmuwan harus mengubah “central commitment” jika ternyata hal tersebut bertentangan dengan asumsi dasar mereka (ilmuwan).

Menurut Suparno (2000:16), suatu perubahan konsep harus dilakukan apabila definisi, strategi, maupun kriteria yang digunakan ternyata masih menghasilkan akibat-akibat yang berlawanan dengan anggapan dasar para ilmuwan, dapat dikatakan pula secara konkret perubahan konsep harus dilakukan apabila definisi, strategi, dan kriteria yang digunakan masih belum berguna pada saat seseorang (siswa) menemui suatu persoalan yang terkait dengan tuntutan tugas dan tanggung jawabnya sebagai individu yang sedang belajar.

Selain kedua fase di atas Posner, dkk (Suparno, 2000:16), menyatakan bahwa dalam proses belajar terdapat dua proses yang memiliki sifat hubungan kedekatan terhadap “central commitment dan the central commitment in need of modification” dari perubahan konsep yaitu:

(36)

perubahan kecil, dimana perubahan tersebut masuk dalam taraf penyesuaian.

b. Tahap “akomodasi”, dalam tahap ini seseorang (siswa) harus mengganti atau mengubah konsep-konsep lama yang masih mereka pertahankan dari suatu waktu tertentu hingga saat itu, sebab konsep-konsep lama yang mereka punyai tersebut sudah tidak relevan lagi jika digunakan untuk menghadapi situasi maupun persoalan yang bersifat baru.

Posner dkk (Suparno, 2000:17), menekankan bahwa diperlukan beberapa keadaan lain agar proses “akomodasi” dapat terjadi seperti:

a. Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada, sehingga seseorang yang sedang belajar akan mengubah konsep yang telah mereka punyai jika ternyata sudah tidak relevan lagi terhadap situasi, gejala, dan pengalaman yang mereka hadapi saat itu, sehingga sebagian maupun keseluruhan konsep dan pengalaman yang telah mereka miliki sampai waktu itu sudah usang (tidak sesuai) untuk menghadapi situasi, gejala, dan pengalaman yang bersifat baru.

(37)

2. Keterampilan proses

Pendekatan terhadap keterampilan proses merupakan usaha untuk memperoleh informasi mengenai seberapa dalam perolehan belajar siswa secara menyeluruh baik pengetahuan, sikap, konsep, serta nilai (Usman, 1997: 42). Menurutnya dengan pendekatan keterampilan proses maka sekaligus dapat dikembangkan sikap lain seperti: a) kreatif; b) kerja sama; c) tanggung jawab; dan d) disiplin sesuai penekanan pada bidang ilmu yang terkait. Selanjutnya secara sederhana dia menjelaskan bahwa pendekatan keterampilam proses merupakan salah satu pendekatan dalam proses belajar-mengajar yang tertuju pada pengembangan kemampuan-kemampuan fisik dan sosial yang sangat mendasar sebagai daya penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam setiap individu. Selebihnya Usman (1997: 42-43), memberikan batasan mengenai aspek-aspek yang terkait dalam keterampilan proses antara lain kemampuan untuk:

a. Mengamati yaitu keterampilan mengumpulkan data maupun informasi dengan memanfaatkan kepekaan indera.

b. Merencanakan penelitian yaitu keterampilan menentukan hal-hal seperti: obyek yang akan diteliti, tujuan dan ruang lingkup penelitian, sumber data atau informasi, cara analisis, alat dan bahan yang diperlukan, maupun sumber acuan yang diperlukan. c. Menginterpretasikan yaitu keterampilan menafsirkan sesuatu

(38)

informasi yang telah diperoleh berdasarkan hasil pengamatan, analisis, serta eksperimen.

d. Mengklasifikasikan yaitu keterampilan menggolongkan sesuatu yang dapat berupa benda, konsep, atau nilai melalui peninjauan terhadap persamaan dan perbedaan sesuatu baik berupa benda, kenyataan, maupun konsep sebagai dasar penggolongan.

e. Memprediksi yaitu keterampilan mengantisipasi dan atau menyimpulkan suatu hal yang akan terjadi berdasrkan perkiraan atas kecenderungan pola tertentu maupun hubungan antar data serta informasi.

f. Menerapkan yaitu keterampilan menggunakan hasil belajar yang dapat berupa informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, ataupun keterampilan tertentu.

g. Mengkomunikasikan yaitu keterampilan menyampaikan suatu perolehan ataupun hasil belajar terhadap individu (siswa) yang lain baik dalam bentuk tulisan, gambar, peragaan, serta tindakan. 3. Berpikir kritis

(39)

“mengiyakan” suatu gagasan atau pernyataan yang sedang ataupun yang telah dikemukakan oleh guru maupun orang lain. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan jalan membiasakan mereka untuk selalu bertanya tentang suatu hal, misalnya; mengapa bisa demikian? Selain hal tersebut perlu juga membiasakan mereka untuk dapat memberikan suatu alasan yang rasioanal pada saat mereka akan mengungkapkan suatu gagasan maupun ide-idenya sehubungan dengan segala sesuatu yang sedang dihadapi.

4. Sikap

Thurstone, dkk (Azwar, 2005: 5), mendefinisikan “sikap” sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, dimana reaksi tersebut pada umunya nampak dalam hal perasaan memihak (favorable) atau perasaan tidak memihak (unfavorable). Lebih lanjut Thurstone memformulasikan definisi mengenai “sikap” sebagai “derajad efek positif ataupun efek negatif yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek”.

(40)

Selebihnya Rosenberg dan Hovland membuat skema mengenai konsepsi sikap sebagai berikut:

Gambar 1. Konsepsi skematik sikap menurut Rosenberg dan Hovland (sumber; Azwar: 2005, hal 8)

(41)

C. Metode Presentasi Kelompok

Menurut tim penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988: 700), kata “presentasi” dibatasi pada konteks: 1) pemberian; 2) penyajian. Sedangkan kelompok dibatasi pada sekumpulan “siswa” yang tergabung dalam satu kesatuan (tujuan atau tanggung jawab) yang sama untuk kepentingan proses belajar-mengajar.Berdasarkan kedua batasan di atas serta ruang lingkup penelitian ini istilah “presentasi kelompok” dimaknai sebagai penyajian materi pembelajaran oleh sekelompok siswa terhadap siswa yang lain yang mana dipandu oleh guru sebagai moderator.

Cilstrap dan Martin (Roestiyah, 2001: 15) mendefinisikan model pembelajaran kelompok sebagai kegiatan se-kelompok kecil siswa yang dikoordinasi dalam rangka kepentingan belajar. Roestiyah, (2001: 17) mengungkapkan sebagai berikut; sebagai model pembelajaran, metode presentasi memiliki aspek positif dan negatif.

1. Aspek Positif Metode Presentasi Kelompok

a. Memberikan kesempatan yang luas untuk mendayagunakan keterampilan bertanya dan pembahasan lebih lanjut terkait hal yang sedang dihadapi.

b. Sebagai media untuk mengembangkan kemampuan mengemukakan gagasan pribadi maupun menerima gagasan dari individu lain.

(42)

d. Siswa lebih berpeluang untuk terlibat aktif dalam iklim pembelajaran. e. Peluang untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap masalah

yang sedang dihadapi lebih terbuka.

f. Membina tanggung jawab terhadap suatu pendapat, keputusan maupun kesimpulan yang telah diambil.

2. Aspek Negatif Metode Presentasi Kelompok

a. Presentasi seringkali didominasi oleh siswa yang memiliki bakat dan kemampuan keterampilan berbicara.

b. Tidak semua materi dapat disajikan dengan metode presentasi kelompok.

c. Memerlukan alokasi waktu yang lebih banyak, pengaturan tempat duduk yang berbeda, serta membutuhkan persiapan yang lebih.

d. Tingkat keberhasilan sangat bergantung pada kemampuan anggotanya.

D. Efektivitas Pembelajaran

1. Pengertian pembelajaran yang efektif

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan atau tidaknya serangkaian proses pembelajaran memerlukan suatu ukuran yang dapat merepresentasikan dari keseluruhan hasil proses pembelajaran yang telah dilakukan, pada umumnya ukuran berhasil atau tidaknya kegiatan belajar-mengajar disebut dengan istilah “Efektivitas”.

(43)

b) kondisi; c) kemudahan; dan d) memberi pengarahan serta bimbingan yang mengantar siswa untuk dapat melakukan serangkaian proses secara berkesinambungan untuk membangun sendiri konsepsi dan mampu mendefinisikannya. Sehingga suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif, apabila apa yang dikerjakan selama proses pembelajaran, yaitu apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya sesuai dengan hakikat pembelajaran, materi, serta tujuan pembelajaran.

Kauchak (Kartika Budi, 2001: 48), mengemukakan pembelajaran dapat dinilai efektif apabila serangkaian kegiatan belajar-mengajar merupakan kesatuan dari beberapa aspek seperti: a) keterampilan; b) perasaan; c) penguasaan materi; dan d) pemahaman arti belajar yang bermuara pada satu perilaku, yang secara nyata dapat diwujudkan dalam hal kemampuan dan mengembangkan proses belajar secara optimal.

Menurut Kartika Budi (2001: 48), strategi pembelajaran disebut efektif jika selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dapat melibatkan siswa secara aktif, yang pada akhirnya tujuan dari pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.

(44)

a. Adanya kesesuaian antara proses dengan tujuan yang akan dicapai yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

b. Adanya banyak tugas-tugas yang dievaluasi untuk mengetahui perkembangan siswa dan memperoleh umpan balik.

c. Tugas-tugas tersebut diarahkan untuk mendukung pencapaian tujuan; d. Adanya beberapa variasi metode pembelajaran.

e. Proses pemantauan dan evaluasi perkembangan siswa dilaksanakan secara berkesinambungan.

2. Aspek pembelajaran yang efektif a. Keterlibatan siswa secara aktif

Kegiatan mengajar merupakan membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar (Usman, 1997: 21-27). Aktivitas belajar yang dimaksud adalah aktivitas mental dan jasmani meliputi: 1) aktivitas visual seperti membaca, menulis, dan melakukan ekperimen; 2) aktivitas lisan seperti menceritakan sesuatu, diskusi, dan tanya-jawab; 3) aktivitas mendengarkan seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, dan pengarahan; 4) aktivitas motorik seperti melukis, dan memperagakan sesuatu; serta 5) aktivitas menulis seperti membuat makalah atau karangan karya ilmiah.

b. Membangkitkan motivasi belajar

(45)

mencapai suatu tujuan tertentu (Usman: 28-30). Menurutnya tugas seorang guru harus dapat membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan proses belajar. Motivasi dapat bersifat intrinsik apabila motivasi muncul akibat dari dalam diri seseorang tanpa dipengaruhi oleh adanya dorongan dari orang lain. Sedangkan motivasi dapat bersifat ekstrinsik bila motivasi yang muncul sebagai akibat adanya dorongan dari luar (orang lain) sehingga dengan demikian seseorang (siswa) mau melakukan sesuatu (proses belajar). c. Menarik minat dan perhatian siswa

Dalam sebuah pembelajaran faktor minat dan perhatian siswa memiliki peranan penting. Minat adalah suatu sifat yang bersifat relatif menetap pada diri seseorang (Usman, 1997: 27). Dengan adanya minat seseorang akan melakukan apa yang diminatinya. Senada dengan hal tersebut William James (Usman, 1997: 27-28) mengemukakan bahwa minat siswa untuk belajar merupakan faktor utama yang menetukan derajad keaktifan siswa. Sedangkan perhatian merupakan suatu sifat yang bersifat relatif menetap pada diri seseorang tetapi lebih bersifat sementara.

d. Memahami prinsip individualitas

(46)

siswa dalam kelas dengan mengakui memahami adanya perbedaan kemampuan masing-masing individu sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal (Usman: 1997: 30-31).

e. Prestasi belajar

Menurut tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988: 700) kata “prestasi” dimaknai sebagai hasil yang telah dicapai, dari apa yang telah dilakukan. Sedangkan kata “belajar” dimaknai sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui penyelenggaraan mata pelajaran. Berdasarkan kedua batasan tersebut maka “prestasi belajar” dapat dimengerti sebagai “suatu hasil yang dikumpulkan berdasarkan penguasaan pengetahuan atau keterampilan (bersifat akademik) yang pada umumnya diwujudkan dengan nilai atau angka-angka”.

(47)

Nawawi (Rosalina, 2007: 16-17), mendefinisikan “prestasi belajar” sebagai wahana yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa, pada umunya dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil evaluasi dari sejumlah mata pelajaran tertentu. Suratinah (Rosalina, 2007: 16-17), menyatakan makna prestasi belajar sebagai suatu penilaian hasil usaha kegiatan belajar-mengajar yang umumnya dinyatakan dalam bentuk simbol angka, huruf maupun kalimat yang secara sah dapat merepresentasikan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa selama periode tertentu. Sedangkan Sunaryo (Rosalina, 2007: 16-17), memaknai “prestasi belajar” sebagai hasil perubahan kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif, kemampuan afektif serta kemampuan yang bersifat psikomotorik.

(48)

E. Ringkasan Materi Pokok Bahasan Listrik Dinamik 1. Rangkaian Listrik

a. Arus listrik

Gambar 2. Rangkaian listrik sederhana (sumber; Purwanto: 2001 hal 2)

Pada gambar di atas, jika kedua kutub dihubungkan menggunakan kabel dan lampu, maka elektron mengalir dari kutub negatif baterai menuju kutub positif baterai. Mengalirnya elektron menyebabkan terjadi arus listrik, arahnya dari kutub positif menuju kutub negatif diluar baterai. Adanya arus listrik ditandai dengan lampu menyala. Dalam keadaan seperti itu baterai berfungsi sebagai sumber tegangan sebab baterai memiliki dua kutub yang beda potensialnya tidak sama. Syarat agar terjadi arus listrik yaitu terdapat sumber tegangan, penghantar, dan beban yang membentuk sebuah rangkaian tertutup.

(49)

Kuat arus diberi simbol (I), muatan listrik diberi simbol (Q), waktu diberi simbol (t). Sehingga secara matematis dapat dinyatakan:

I = t Q

…………atau Q = I x t.

Keterangan:

I = kuat arus, satuannya amper (A); Q = muatan listrik satuannya coulomb (C) ; t = waktu satuannya sekon (s).

Secara teoritis kuat arus dapat ditentukan dengan menggunakan perumusan di atas, tetapi kuat arus juga dapat diukur dengan amperemeter. Hal yang perlu kita perhatikan saat melakukan pengukuran arus listrik dengan amperemeter yaitu: amperemeter harus dipasang seri dengan beban yang akan diketahui kuat arusnya, atau antara amperemeter dan beban hanya membentuk satu jalan arus.

(50)

Gambar 3. Pemasangan Amperemeter dalam rangkaian (sumber; Purwanto: 2001, hal 4)

Saat mengetahui kuat arus yang mengalir pada rangkaian, tidak bisa serta-merta mengetahui hasil pengukuran dari skala yang ditunjukkan oleh jarum amperemeter, sebab amperemeter memiliki beberapa batas ukur tertentu, nilai dari batas ukur tersebut dapat disesuaikan dengan kuat arus yang mau diukur, harus diingat jika mengukur arus listrik, batas ukur ditetapkan harus lebih besar dari pada kuat arus yang akan diukur. Ketentuan yang digunakan dalam mengukur besarnya arus listrik sebagai berikut:

Jika tidak bisa memperkirakan besar arus yang mau diukur sebaiknya memilih batas ukur yang paling besar, bila besar arus belum terbaca, kecilkan sedikit demi sedikit batas ukurnya sampai kuat arusnya dapat terbaca.

b. Saklar dan sekering

(51)

dapat menyambung dan memutus arus listrik dengan cepat dan mudah tanpa harus mengubah susunan rangkaian. Penerapan saklar dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menyalakan maupun memadamkan lampu, prinsip kerja dari sebuah saklar adalah sebagai berikut; perhatikan gambar dibawah ini:

Gambar 4. Rangkaian listrik dengan ujung kabel sebagai saklar (sumber; Purwanto: 2001, hal 6)

Bila saklar dibuka, dalam rangkaian tidak ada arus listrik yang mengalir, sedangkan jika saklar ditutup, dalam rangkaian terdapat arus listrik yang mengalir sehingga lampu menyala.

Sering kali kita mendapati rangkaian listrik (instalasi) di rumah maupun pada alat-alat elektronika, saat tertentu arus listriknya kurang stabil. Sebagai langkah antisipasi dibuat alat yang berfungsi sebagai pengaman dan sekaligus berfungsi sebagai pembatas arus, baik pada rangakaian listrik bolak-balik (AC) maupun rangkaian listrik searah (DC) yang disebut sekring.

(52)

sekring mudah terbakar (putus) jika dalam rangkaian terjadi hubungan pendek arus listrik (korsleting).

c. Sumber Tegangan 1) Elemen Volta

Elemen Volta tersusun dari sejumlah pelat tembaga (Cu) yang berfungsi sebagai kutub positif dan sejumlah pelat yang terbuat dari seng (Zn) yang berfungsi sebagai kutub negatif, dan larutan elektrolit asam sulfat (H2SO4). Dalam H2SO4 pelat seng

mengalami reaksi kimia, sedangkan pelat tembaga tidak mengalami reaksi kimia, sehingga pelat tembaga memiliki potensial yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pelat seng.

Gambar 5. Sketsa elemen Volta (sumber; Purwanto: 2001, hal 8)

(53)

aliran elektron dari pelat seng menuju pelat tembaga melalui larutan elektrolit menyebabkan adanya aliran listrik dari pelat tembaga menuju pelat seng diluar larutan elektrolit.

Apabila antara kedua kutubnya dihubungkan lampu melalui penghantar (kabel) maka lampu menyala, jika keadaan tersebut dibiarkan selama waktu tertentu, perlahan-lahan nyala lampu menjadi redup sebab selama terjadi reksi kimia lambat-laun pelat tembaga yang terendam dalam larutan elektrolit tertutup oleh gelembung-gelembung gas hidrogen yang berasal dari pelat seng, peristiwa menempelnya gelembung-gelembung gas hidrogen dari pelat seng pada pelat tembaga disebut dengan polarisasi. Apabila pelat tembaga yang terendam dalam larutan elektrolit sudah tertutup oleh gelembung-gelembung gas hidrogen semakin tebal menyebabkan elemen tersebut menjadi sulit untuk dialiri arus listrik.

2) Elemen kering (baterai)

(54)

Gambar 6. Sketsa elemen kering /baterai (sumber; Purwanto: 2001, hal 9)

Saat baterai digunakan terjadi reaksi antara kutub positif dan kutub negatif. Pada keping seng (Zn) terjadi pelepasan elektron yang mengakibatkan terbentuknya ion seng yang mengandung muatan positif. Elektron yang dilepaskan oleh kutub negatif ditangkap oleh kutub positif (mangan dioksida dan larutan amonium klorida). Sewaktu digunakan pelat seng bereaksi dengan amonium klorida dan menghasilkan seng klorida+gas hidrogen. Terjadinya reaksi mengakibatkan jumlah amonium klorida akan berkurang. Bila reaksi terjadi terus-menerus mengakibatkan perbedaan potensial antara kedua pelat bernilai nol.

3) Elemen basah (akumulator)

Akumulator tersusun dari: pelat timbal, pelat timbal dioksida, larutan elektrolit (H2SO4). Pemasangan pelat timbal dan

(55)

digunakan kedua pelat berubah menjadi timbal sulfat, sebab kedua pelat tersebut bereaksi dengan larutan elektrolit (H2SO4).

Gambar 7. Sketsa Elemen basah (akumulator) (sumber; Purwanto: 2001, hal 9)

Saat terjadi reaksi pelat timbal melepaskan elektron, sehingga timbul arus listrik dari pelat timbal dioksida menuju pelat timbal. Setelah akumulator digunakan dalam waktu yang lama kedua elektrode menjadi tertutup oleh timbal sulfat sehingga antara kedua pelat tersebut tidak ada lagi beda potensial, dalam keadaan tersebut akumulator dikatakan tidak dapat dimuati muatan listrik.

(56)

akumulator, sehingga elektron akumulator masuk kembali menuju elemen semula.

d. Beda potensial

Beda potensial sumber tegangan dapat diukur besarnya. Alat yang digunakan untuk mengukur besarnya beda potensial disebut voltmeter. Voltmeter harus dipasang secara paralel dengan sumber tegangan ataupun peralatan listrik yang akan diukur tegangannya, kutub positif voltmeter dihubungkan dengan kutub positif sumber tegangan atau alat listrik, sedangkan kutub negatif voltmeter dihubungkan dengan kutub negatif sumber tegangan atau alat listrik.

Saat menggunakan voltmeter, arahkan selektor pada posisi DC, dan tentukan batas ukur tegangan yang mau diukur, batas ukur harus lebih besar dari tegangan yang mau diukur. Ketentuan membaca hasil pengukuran beda potensial:

1) Mengukur beda potensial

Beda potensial antara dua titik dapat diukur menggunakan voltmeter, voltmeter secara paralel dengan sumber listrik ataupun alat-alat listrik yang akan dukur besar beda potensialnya.

2) Cara memasang amperemeter dan volmeter

(57)

rangkaian, dapat dikatakan bahwa amperemeter dipasang seri dengan beban yang mau diukur. Untuk memasang voltmeter, rangkaian tidak perlu diputus terlebih dahulu, volmeter dipasang diujung-ujung beban atau komponen dalam rangkaian, dapat dikatakan bahwa volmeter dipasang paralel dengan beban yang akan diukur beda potensialnya.

3) Mengukur beda potensial antara ujung-ujung alat listrik

Arus listrik yang mengalir pada beban dalam rangkaian mengakibatkan adanya selisih potensial antara ujung-ujung beban, dan sebaliknya beda potensial antara ujung-ujung beban menghasilkan arus listrik dalam suatu beban.

Syarat mutlak yang harus dipenuhi agar terdapat beda potensial pada ujung-ujung beban maka ujung-ujung beban tersebut harus dihubungkan secara langsung atau tidak langsung dengan sumber tegangan maupun dengan sumber listrik yang akan menyebabkan beban tesebut akan dialiri arus listrik.

e. Gaya gerak listrik sumber tegangan

(58)

Angka yang ditunjuk jarum voltmeter ketika saklar terbuka atau saat baterai tidak mengalirkan arus listrik disebut gaya gerak listrik. Sedangkan angka yang ditunjuk jarum voltmeter ketika saklar dalam keadaan tertutup atau ketika baterai dalam keadaan menghantarkan arus listrik disebut dengan tegangan jepit. Pada saat menghantarkan arus listrik sumber tegangan kehilangan energi potensial, energi yang hilang tersebut digunakan oleh elektron untuk bergerak dari kutub positif sumber tegangan dan memanaskan penghantar yang dilewatinya. Sehingga yang dimaksud dengan gaya gerak listrik sumber tegangan adalah beda potensial antara ujung-ujung sumber tegangan ketika sumber tegangan dalam keadaan tidak menghantarkan arus.

2. Hukum Ohm dan Hambatan Listrik a. Hambatan dan hukum Ohm

1) Hambatan

(59)

besar maka daya hantarnya kecil. Daya hantar adalah besaran yang menyatakan kemampuan suatu penghantar untuk dapat menghantarkan arus listrik. Komponen yang dipergunakan utnuk menghambat atau membatasi arus listrik disebut dengan resistor. 2) Hukum Ohm

Hasil bagi tegangan antara ujung-ujung beban dengan kuat arus yang mengalir dalam rangkaian merupakan besar hambatan dari beban yang digunakan. Hasil bagi antara kuat arus dalam suatu beban dengan beda potensial (tegangan) antara ujung-ujung beban tersebut merupakan besarnya daya hantar dari beban yang dipakai. Bila hambatan disimbolkan dengan R, beda potensial (tegangan) disebut V, daya hantar listrik disebut K, dan kuat arus disebut I, maka berlaku hubungan sebagai berikut:

I V R= atau

R V

I = atau V = I x R

V I K = atau

K I

V = atau I = V x K

R K = 1 atau

K

R= 1 atau 1 = K x R

Keterangan:

R = hambatan, satuannya ohm (Ω); I = kuat arus, satuannya ampere (A); V = tegangan, satuannya volt (V); K = daya hantar listrik,

satuannya ( ohm

(60)

b. Hambatan pada kawat penghantar

Faktor – faktor yang menentukan besarnya hambatan penghantar: 1) Bila jenis dan penampang sama, makin panjang penghantar makin

besar hambatanya, percobaan yang sangat teliti membuktikan bahwa hambatan sebanding atau berbanding lurus dengan panjang kawat penghantar. Berarti bila panjang kawat n kali semula, maka hambatan juga menjadi n kali semula, sehingga R ≈ L

2) Bila dan jenis panjangnya sama, makin besar penampang kawat, makin kecil hambatanya. Percobaan yang ideal menunjukan bahwa hambatan berbanding terbalik dengan penampang kawat. Berarti

bila penampang kawat n kali, maka hambatan menjadi kali n 1

,

sehingga R ≈ A 1

3) Bila panjang dan luas penampangnya sama, maka hambatanya ditentukan oleh jenisnya. Pengaruhnya pada besar hambatan dinyatakan dengan hambatan sejenis, yang diberi simbol ρ (dibaca rho). Hambatan kawat sebanding dengan hambatan jenis, sehingga R ≈ρ

secara matematis hubungan dari ke tiga faktor di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :

A L R= ρ atau

(61)

Keterangan:

R = hambatan kawat, satuannya ohm (Ω); ρ = hambatan jenis kawat, satuannya ohm mm2 dalam SI adalah ohm. m2/m = ohm m; L = panjang kawat satuannya meter (m); A = luas penampang kawat, satuanya mm2/m2.

Dapat dikatakan hambatan jenis merupakan besarya hambatan dari suatu materi tertentu yang panjangnya 1 meter dan luas penampangnya 1 mm2.

c. Kemampuan zat menghantarkan arus listrik

Benda atau materi yang dapat menghantarkan arus listrik disebut penghantar atau konduktor, sedangkan yang sulit atau tidak dapat menghantarkan arus listrik disebut bukan penghantar yang baik atau isolator.

d. Arus listrik pada rangkaian tak bercabang dan bercabang

Gambar 9. Rangkaian listrik tak bercabang (sumber; Purwanto: 2001, hal 25)

(62)

besarnya sama. Sehingga ketiga amperemeter tersebut menunjukkan angka yang sama.

Sedangkan pada rangkaian bercabang, juga dapat dianalogikan sebagai air yang mengalir pada sungai yang bercabang. Aliran air yang mengalir melalui seluruh cabang jumlahnya sama dengan jumlah air yang mengalir sebelum masuk titik percabangan. Perhatikan gambar di bawah ini:

Gambar 10. Rangkaian listrik bercabang (sumber; penulis; pengembangan dari Prasodjo, dkk: 2001, hal 42)

Pada gambar rangkaian diatas berlaku hubungan arus yang mengalir pada amperemeter 2, 3, 4, dan 5 jika dijumlahkan besarnya sama dengan arus yang mengalir melalui titik A. Dapat dikatakan pula arus pada titik B merupakan jumlah dari arus yang mengalir melalui lampu 1, 2, 3, dan 4.

(63)

keluar dari titik cabang. Pernyataan ini disebut dengan hukum I Kirchoff. Secara matematis pernyataan itu dapat ditulis dengan:

Imasuk titik cabang = Ikeluar dari titik cabang e. Rangkaian hambatan listrik

Cara menyambung resistor dalam suatu rangkaian listrik dapat dilakukan secara seri maupun paralel.

Perhatikan rangkaian lampu pada gambar (11; baik pada rangkaian P, Q, dan R), arus yang mengalir melalui titik X menuju Y melalui R1,

R2, dan R3 hanya ada satu jalan arus dan tidak ada titik cabangnya.

Hambatan yang dirangkai demikian membentuk rangkaian seri.

Dua beban atau lebih terangkai secara seri bila beban-beban tersebut hanya membentuk satu jalan arus, yaitu tidak ada titik pada terminal yang bersekutu, cermati gambar rangkaian di bawah ini!

Gambar 11. Rangkaian hambatan disusun secara seri (sumber: penulis; pengembangan dari Prasodjo: 2002, hal 45)

(64)

Gambar 12. Rangkaian hambatan disusun secara paralel (sumber: penulis; pengembangan dari Prasodjo: 2002, hal 45)

Perhatikan gambar rangkaian di atas, Arus listrik yang mengalir melalui titik P menuju titik Q (baik pada rangkaian X, Y dan Z) jalannya bercabang, yaitu melalui R1, dan R2, dan R3 kemudian jalanya

menyatu kembali. R1 berhubungan langsung dengan R2, dan R3 serta

terminal R1 yang lain menjadi satu atau berhubungan dengan yang

lain. Rangkaian yang demikian disebut rangkaian paralel.

Gambar 13. Rangkaian kombinasi (sumber: penulis)

Pada gambar rangkaian di atas R1 dan R4 terangkai secara seri

karena hanya membentuk satu jalan arus. R2 dan R 3 terangkai secara

(65)

Sifat-sifat rangkaian seri :

1) Pada beberapa hambatan (resistor) yang dipasang seri, hanya ada satu macam arus sehingga dalam rangkaian seri, kuat arus dimana-mana sama.

2) Dalam rangkaian seri, bila ada satu bagian yang terputus maka seluruh rangkaian tidak ada arus.

3) Bila dua penghambat yang hambatanya masing-masing R1 dan R2

dirangkai secara seri maka hambatan secara keseluruhan sama dengan jumlah hambatan kedua resistor tersebut.

4) N resistor yang hambatanya R1,R2,R3,…Rn dapat diganti dengan

sebuah resistor Rp dengan catatan nilainya Rp = R1+ R2 ... +Rn. Sifat-sifat rangkaian paralel :

1) Antara ujung-ujung beberapa hambatan yang dirangkai secara paralel hanya ada satu beda potensial.

2) Jumlah arus yang massuk titik cabang sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik cabang, Imasuk = Ikeluar, hubungan ini

disebut dengan hukum I Kirchoff.

3) Pada rangkaian paralel, putusnya salah satu cabang tidak menyebabkan arus pada cabang lain terputus.

4) Bila dua penghambat masing–masing R1 dan R2 dirangkai secara

paralel dan hambatan secara keseluruhan Rp maka berlaku

hubungan

2 1

1 1 1

R R

(66)

5) N resistor yang hambatannya R1,R2,R3,…Rn dapat diganti dengan

sebuah resistor Rp asalkan nilainya

n

P R R R

R

1 ... 1 1 1

2 1

+ +

= .

f. Rangkaian sumber tegangan

Beberapa sumber tegangan dapat dirangkai secara seri maupun paralel. Setiap sumber tegangan memiliki nilai hambatan yang disebut dengan hambatan dalam (dilambangkan dengan r). Hambatan dalam inilah yang menyebabkan mengapa ggl sumber tegangan selalu lebih besar daripada tegangan jepitnya, hambatan dalam (r) selalu tersusun seri dengan hambatan luar (R), Berdasarkan hukum Ohm maka dapat dituliskan:

Gambar 14. Rangkaian sumber tegangan (sumber; Purwanto: 2001, hal 32)

E = I ( R + r) Keterangan:

E = ggl sumber tegangan, I = kuat arus listrik, R = hambatan luar, r = hambatan dalam, IR = V = tegangan jepit.

1) Rangkaian seri

(67)

Gambar 15. Sumber tegangan disusun secara seri (sumber; Purwanto: 2001, hal 32)

E = E1+E2+E3

Jika ada n buah baterai sejenis yang dirangkai secara seri maka Etot = nE

Jika baterai dirangkai secara seri, maka hambatan dalamnya pasti terangkai secara seri. Jika ada n buah baterai sejenis yang dirangkai seri hambatan dalam totalnya:

Rtotal = n r

maka kuat arus (I) yang mengalir pada rangkaian tersebut sebesar:

r n R

E n I

+ =

2) Rangkaian paralel

Tiga buah baterai yang dirangkai secara paralel, pada rangkaian dibawah ini, ggl tiap-tiap baterai sama dengan ggl totalnya, sehingga besarnya ggl adalah:

(68)

E1 = E2 = E3 = EXY = E

Bila terdapat n buah baterai sejenis yang dirangkai paralel, hambatan dalamnya pasti terangkai secara paralel dengan

demikian:

n

p r r r

r

1 ... 1 1 1

2 1

+ + +

= sehingga

n r rp =

Bila terdapat beberapa baterai yang dirangkai secara paralel, gglnya berharga tetap. Tetapi kemampuan menghasilkan arus listrik menjadi lebih besar sebab hambatan totalnya menjadi lebih kecil. Sehingga kuat arus listrik yang mengalir pada rangkaian

diatas sebesar:

n r R

E I

+ =

3. Energi dan Daya Listrik

a. Perubahan energi listrik menjadi energi panas

Terjadinya perubahan energi listrik menjadi kalor (energi panas) disebabkan oleh kalor, adanya kalor akan menyebabkan terjadinya kenaikan suhu benda yang dilalui arus listrik, besarnya kalor yang digunakan untuk menaikan suhu benda sebesar:

Q = m c ∆T Keterangan:

(69)

Secara umum energi listrik yang timbul dalam rangkaian yang dilalui arus listrik sebanding dengan beda potensial (V), kuat arus (I) ,dan waktu (t) sehingga secara matematis dapat ditulis:

W = V I t Keterangan:

W = energi listrik (joule); V = tegangan (volt); I = kuat arus (amper); t = waktu (s).

Berdasarkan hukum Ohm V = I R, sehingga persamaan yang menyatakan besar energi listrik dapat dinyatakan menjadi:

W = I2 R t

Keterangan: 1 joule = 0,24 kal atau 1 kal 4,2 joule. b. Daya listrik

Energi yang dihasilkan atau yang digunakan setiap satuan waktu disebut daya atau power. Jika selama t sekon arus listrik menghasilkan energi sebesar W maka besarnya daya listrik dapat dinyatakan:

P = t w

Keterangan:

P = Daya (watt), W = usaha ( joule ), t = waktu (sekon).

dari persamaan energi listrik W = V x I x t, dan definisi daya P= t w

(70)

Keterangan:

P = daya (watt), V = tegangan (volt), I = kuat arus (amper)

Berdasarkan hukum Ohm, V = I x R, persamaan yang menyatakan daya listrik dapat dituliskan menjadi :

P = V x I, oleh karena V = I x R maka P = I2 x R

P = V x I, oleh karena V = I x R, maka I = R V

, maka :

P = R V2

Pada alat-alat listrik biasanya tertulis besarnya daya listrik dan tegangan yang harus digunakan misalnya pada sebuah bola lampu tertulis 220 V - 25 W, artinya bola lampu dapat menghasilkan energi sebesar 25 W jika dipasang pada tegangan 220 V. Jika dipasang pada tegangan kurang dari 220 V bola lampu tersebut akan menyala redup dan jika dipasang pada tegangan lebih dari 220 V bola lampu tersebut akan menyala terang, namun filamennya lebih cepat putus.

Daya dan tegangan pada suatu alat listrik sangat bervariasi nilainya, tetapi hambatan dalam yang terdapat dalam alat tersebut besarnya tetap. Jika nilai tegangan dan daya listrik pada suatu alat listrik tidak diketahui, besarnya hambatan dalam yang terdapat dalam

alat tersebut dapat ditentukan dengan: R = P V2

Keterangan:

(71)

F. Kaitan Dasar Teori dengan Metode Penelitian

Sebagai bahan kajian dan rujukan penelitian ini melibatkan beberapa teori. Kajian teori yang diangkat merupakan sumber inspirasi dalam merancang penelitian ini.

Kajian teori belajar dan pembelajaran melatar-belakangi dalam pemilihan sampel penelitian serta perancangan treatment, tepatnya pada identifikasi metode pembelajaran yang akan diterapkan pada sampel penelitian.

Kajian filsafat konstruktivisme direalisasikan melalui penerapan model belajar dengan metode presentasi kelompok, melalui model ini siswa berpeluang lebih banyak untuk menggali dan mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Selain hal tersebut melalui metode presentasi peluang siswa untuk melibatkan diri secara aktif juga semakin luas.

(72)

direalisasikan melalui pretest-posttest. Sedangkan untuk mengukur kuantitas keterlibatan siswa selama pembelajaran dikontrol melalui proses pengamatan oleh observer.

Pada dasarnya sains merupakan kesatuan antara aspek proses, hasil, serta sikap. Pada penelitian ini aspek hasil dan proses telah diidentifikasi berdasarkan kajian filsafat konstruktivisme. Sedangkan kajian kecenderungan sikap siswa diidentifikasi melalui beberapa teori sikap yang memiliki relevansi dengan konteks penelitian ini. Kajian teori sikap melatar-belakangi dalam perancangan lembar kuesioner dalam rangka menghimpun data sikap yang melandasi siswa terhadap penerapan metode pembelajaran.

Kristalisasi dari beberapa kajian teori yang melatar-belakangi penelitian ini bermuara pada perancangan dan penyusunan metodologi penelitian yang didalamnya memuat sejumlah hal seperti: perancangan dan penyusunan instrument penelitian, analisis data, pembahasan hasil analisis data, serta perancangan penarikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian ini.

G. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang terdapat pada bagian awal, hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

(73)

2. Pembelajaran dengan metode presentasi kelompok lebih mendorong siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran, dibandingkan dengan metode ceramah.

(74)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Tahap Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus “hipotesis inferensial”. Hal yang mendukung antara lain: proses olah data melibatkan hipotesis sebagai dasar penarikan kesimpulan, selain itu pengukuran variabel menghasilkan data angka, selanjutnya penarikan kesimpulan dilandasi hasil uji statistik.

Penelitian ini melibatkan dua kelas dan dua model pembelajaran. Pembelajaran pada kelas uji ditempuh melalui metode presentasi kelompok, sedangkan pada kelas kontrol kegiatan pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah.

Diagram pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

Gambar 17. Skema pelaksanaan penelitian.

(75)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Pangudi Luhur I Kalibawang Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 21 Juli 2008 sampai dengan tanggal 20 November 2008.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi penelitian yaitu siswa-siswi kelas IX SMP Pangudi Luhur I Kalibawang Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.

2. Sampel

Penelitian melibatkan siswa-siswi kelas IX A sebagai kelas uji dan kelas IX B sebagai kelas kontrol, dengan jumlah seluruhnya 58 partisipan yang terdiri dari 27 siswa dan 31 siswi.

D. Treatment

1. Pada Kelas Uji

Rangkaian pembelajaran ditempuh dengan pendekatan konstruktivistik yang diwujud-nyatakan melalui metode presentasi kelompok.

2. Pada Kelas Kontrol

(76)

E. Instrument Penelitian

1. Test (Pretest dan Posttest)

Instrument ini dipakai untuk mengukur hasil belajar siswa. Berhasil dan tidaknya belajar siswa dikaji melalui ada tidaknya perbedaan hasil p

Gambar

Gambar 1. Konsepsi skematik sikap menurut Rosenberg dan Hovland (sumber; Azwar: 2005, hal  8)
Gambar 2. Rangkaian listrik sederhana (sumber;  Purwanto: 2001 hal 2)
Gambar 3. Pemasangan Amperemeter dalam rangkaian                                 (sumber; Purwanto: 2001, hal 4)
Gambar 5. Sketsa elemen Volta (sumber; Purwanto: 2001, hal 8)
+7

Referensi

Dokumen terkait

3) This line is oblique. 4) These lines are curved. 5) These two lines are parallel. They are equidistans at all. points. 7) The broken line

Data yang disajikan selain data primer atas hasil kegiatan langsung pembangunan perkebunan di Kalimantan Timur, juga data yang bersumber dari instansi terkait

Setelah dilakukan analisa golongan, ternyta sampel 3 termasuk golongan 1 yang berwarna putih kuning serta tidak larut dalam asam nitrat 1M (setelah ditambahkan 1 ml AgNO 3 ) dan

Apabila keputusan penanggalan Hak istimewa dan kekebalan itu turun saat diplomat tersebut sedang berada di negara ketiga, negara ketiga tersebut berhak untuk bersikap sama

[r]

Kesimpulan : hasil penelitian ini mendapatkan adanya kadar total kolesterol yang tinggi, LDL, Trigliserida dan kadar HDL yang rendah dan peningkatan indeks massa tubuh pada

Based pre-test data and post-test data means that Problem Based Learning with social media assistance is more effective to teach statistics than

Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that mathematics learning outcomes to the eighth grade students of Junior High School