BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Balita
Balita adalah bayi dan anak yang berusia kurang dari lima tahun
(Marimbi, 2010). Masa balita sering disebut masa emas. Masa emas
merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam
pencapaian keoptimalan fungsinya (Supartini, 2004).
Balita kadang dianggap kelompok umur yang paling belum berguna
bagi keluarga, karena belum sanggup ikut membantu menambah kebutuhan
keluarga. Umur anak juga dapat mempengaruhi kualitas waktu ibu untuk
mengasuh, umur kurang dari dua tahun perhatian dan kasih sayang tercurah
lebih banyak kepada balita, balita belum mandiri dan masih sangat
membutuhkan bantuan ibu sebagai pengasuh utama, balita berumur diatas
dua tahun akan semakin mandiri dan mempunyai jaringan sosial yang lebih
luas dan ketergantungan sosok ibu mulai berkurang (Satoto, 1990).
B. Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu (Supariasa dkk, 2006). Menurut Almatsier (2009) status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.
Status gizi adalah keadaan kesehatan anak ditentukan oleh derajad
kebutuhan fisik, energi, dan zat-zat gizi lain, serta dampak fisiknya diukur
secara antropometri (Suhardjo, 2003). Kategori standar status gizi balita
C. Penilaian Status Gizi
Menurut Supariasa dkk (2006), penilaian status gizi dibagi menjadi dua
yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara
langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu, klinis, biokimia, biofisik,
dan antropometri sedangkan pemeriksaan status gizi tidak langsung dapat
dibagi tiga yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Penelitian ini menggunakan penilaian status gizi secara langsung,
dengan menggunakan antropometri. Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri sangat umum digunakan untuk
mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein
dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Indeks
antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks antropometri tinggi badan
menurut umur (TB/U) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan TB/U
yaitu, menurunkan indikator yang baik untuk mengetahui kekurangan gizi
pada waktu lampau, pengukuran objektif apabila diulang memberikan hasil
yang sama, peralatan dapat dibawa kemana-mana, ibu-ibu jarang merasa
keberatan apabila anaknya diukur, dan paling baik untuk anak diatas dua
tahun. Kelemahan TB/U yaitu, dalam menilai hasil intervensi harus disertai
indikator lain, seperti BB/U karena panjang badan tidak banyak terjadi dalam
waktu singkat, membutuhkan beberapa tehnik pengukuran seperti alat ukur
panjang badan untuk anak umur lebih dua tahun, lebih sulit dilakukan teliti
untuk mengukur anak, umur kadang-kadang sulit di dapat secara pasti. Tinggi
badan merupakan antropomentri yang menggambarkan tubuh sketal, pada
keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan bertambahnya umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat
gizi terhadap tinggi badan akan tampak pada waktu yang relatif lama
(Supariasa dkk, 2006).
Standar deviasi unit disebut juga z-score. WHO menyarankan
menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan
(Supariasa dkk, 2006).
Rumus perhitungan Z-score adalah :
Z score = nilai individu subjek – nilai median baku rujukan
Nilai simpanan baku rujukan
Berikut ini adalah kategori status gizi berdasarkan cara perhitungan Z-score :
Tabel 1
Klasifikasi status gizi BB/U, TB/U, BB/TB
INDEK BB/U TB/U BB/TB
>2 SD Lebih Tinggi Gemuk
-2 SD s/d +2 SD Normal Normal Normal
<-2 SD s/d -3 SD Kurang Pendek Kurus <-3 SD Buruk Sangat Pendek Sangat Kurus
Sumber : (Depkes RI, 2007).
D. Tingkat Konsumsi
Makanan yang dikonsumsi harus memperhatikan nilai gizi makanan dan
kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Hal tersebut dapat di tempuh dengan
penyajian hidangan yang bervariasi dan dikombinasi, ketersediaan pangan,
macam serta jenis bahan makanan diperlukan untuk mendukung usaha
tercukupinya kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Supariasa dkk,
2006).
Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan.
Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh
dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain
(Sediaoetama, 2006). Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah
kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan
umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal (Almatsier, 2009).
Tabel 2
Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Per Orang/Hari
No Kelompok Berat Badan Tinggi Badan Energi Protein Vitamin A
(kg) (cm) (kkal) (g) (mcg)
1 0-6 bln 5.5 60 560 12 350
2 7-12 bln 8.5 71 800 15 350
3 1-3 th 12 90 1250 23 350
4 4-6 th 18 110 1750 32 460
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2012).
E. Konsumsi Energi
Energi adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan tubuh, cara
memperoleh energi adalah dari makanan yang dimakan, dan energi dari
makanan ini terdapat energi kimia yang diubah menjadi energi bentuk lain.
Bentuk energi yang berkaitan dengan proses-proses biologi adalah energi
kimia, energi mekanik, energi panas, dan energi listrik (Sediaoetama, 2006).
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat,
lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya
Zat gizi merupakan makanan yang diserap tubuh. Status gizi merupakan
hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya didalam tubuh sebagai
keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang
diakibatkan oleh konsumsi. Penyerapan (absorpsi) makanan dan penggunaan
(utilization) zat gizi makan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu juga
dapat mempengaruhi status gizi. Energi yang masuk kedalam tubuh dan
energi yang dikeluarkan dari tubuh mempengaruhi status gizi balita. Energi
yang masuk kedalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak,
dan zat gizi lainya (Nix, 2005).
Hasil Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa, secara nasional penduduk
Indonesia yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (kurang
dari dari 70% dari angka kecukupan energi bagi orang Indonesia yaitu
sebanyak 40,7%). Keseimbangan energi dicapai apabila energi yang masuk
ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan.
Tubuh akan mengalami ketidakseimbangan apabila konsumsi energi melalui
makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya berat badan kurang
dari berat badan seharusnya atau tidak ideal (Almatsier, 2009).
F. Konsumsi Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat
digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan
jaringan tubuh (Almatsier, 2009). Protein diperlukan untuk pembentukan dan
perbaikan jaringan tubuh termasuk darah, enzim, hormon, kulit, rambut, dan
kuku. Angka kecukupan protein tergantung dari macam dan jumlah bahan
makanan nabati dan hewani yang dikonsumsi manusia setiap harinya. Ada
mengandung lemak jenuh, sedangkan protein nabati mengandung lemak tak
jenuh (Kartasapoetra, 2005).
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam
jumlah maupun mutu, tetapi hanya 18,4% rata-rata penduduk Indonesia
mengkonsumsi protein hewani. Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya
akan protein adalah kacang-kacangan, dengan kontribusi konsumsi protein
nabati hanya 9,9% rata-rata penduduk Indonesia (Almatsier, 2009).
Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.
Kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada
anak-anak dibawah lima tahun (Almatsier, 2009).
G. Konsumsi Vitamin A
Vitamin adalah zat –zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam
jumlah sangat sedikit dan pada umumnya tidak dapat dibentuk dalam tubuh,
oleh karenanya harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok
zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin
mempunyai tugas spesifik bagi kesehatan didalam tubuh. Dasar kesehatan
seumur hidup dimulai dari masa balita. Komponen penting yang yang
menunjang kesehatan seumur hidup pada balita salah satu vitamin adalah
vitamin A (Long. et al, 2006).
Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang terbesar di
seluruh dunia, terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua
umur, terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat
menimbulkan berbagai jenis penyakit yang termasuk “Nutrition Related
Diseases”, yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari
organ tubuh, seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan
yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun, yang menjadi
penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Depkes RI, 2004).
H. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah keluarga yang berperilaku gizi
seimbang, mampu mengenal dan mengatasi masalah gizi setiap anggota
keluarganya. Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek
keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat
gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap
individu dalam keluarga dan bebas dari pencemaran (Depkes RI, 2004).
Lima norma atau perilaku KADARZI yaitu menimbang berat badan
secara rutin, mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, mengkonsumsi
garam beriodium, memberikan ASI eksklusif (selama 6 bulan), mendapatkan
dan memberikan suplementasi gizi untuk anggota keluarga yang
membutuhkan (Depkes, 2004). Konsumsi makanan akan menggambarkan
perubahan berat badan atau pertumbuhan. Pertumbuhan adalah perubahan
ukuran dan bentuk tubuh (fisik) dari waktu ke waktu. Perkembangan adalah
bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan
dan tanggung jawab. Kegunaan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan balita, mencegah memburuknya keadaan
gizi, mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya pendarahan
pada saat melahirkan, dan mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa
dan usia lanjut.
Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam yaitu pangan yang
dikonsumsi memenuhi tiga guna makanan yaitu makanan sebagai sumber
makanan. Kelompok bahan makanan tersebut adalah makanan pokok,
sebagai sumber zat tenaga seperti beras, jagung, ubi, singkong, dan mie.
Lauk pauk, sebagai sumber zat pembangun seperti ikan, telur, ayam, daging,
tempe, kacang-kacangan, dan tahu. Sayuran dan buah-buahan sebagai
sumber zat pengatur seperti bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang
panjang, sawi, daun singkong, daun katuk, pepaya, pisang, jeruk, semangka,
dan nanas (Depkes RI, 2007).
Mengkonsumsi garam beriodium sangat penting karena iodium adalah
sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah, maupun di air dan
merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan serta
perkembangan makhluk hidup. Garam beriodium adalah garam yang telah
ditambah zat iodium yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi Iodium dalam tubuh
manusia yaitu untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan oleh tubuh
yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari
janin sampai dewasa (Depkes RI, 2007).
ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan tanpa minuman dan makanan lain selain ASI.
Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat, karena ASI merupakan makanan
yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah
memberikannya kepada bayi. ASI juga dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi
sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Depkes RI,
2007).
Standar pencapaian KADARZI yaitu 80% keluarga menjadi KADARZI
(Depkes RI, 2007). Target jumlah balita yang dipantau pertumbuhanya setiap
bulan yang memperoleh ASI eksklusif 80%, keluarga menggunakan garam
beryodium 90%, keluarga makan beraneka ragam 80%, balita mengkonsumsi
vitamin A usia 6-11 bulan 90% (Depkes RI, 2007).
Perilaku KADARZI akan diukur dengan lima indikator KADARZI yang
menggambarkan perilaku sadar gizi. Penggunaan lima indikator sesuai
dengan karakteristik keluarga seperti pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3
Penilaian Indikator KADARZI berdasarkan Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga Indikator KADARZI
yang berlaku.
Keterangan
1 2 3 4 5 Bila keluarga mempunyai ibu
hamil, bayi 0-6 bulan, balita 6-59 bulan
√ √ √ √ √ Indikator ke lima yang digunakan adalah balita mendapat kapsul vitamin A
Bila keluarga mempunyai bayi 0-6 bulan dan balita 6-59 bulan
√ √ √ √ √
Bila keluarga mempunyai ibu hamil, balita 6-59 bulan
√ - √ √ √ Indikator ke lima yang digunakan adalah balita mendapat kapsul vitamin A
Bila keluarga mempunyai ibu hamil
- - √ √ √ Indikator ke lima yang digunakan adalah ibu hamil mendapat TTD 90 tablet
Bila keluarga mempunyai bayi 0-6 bulan
√ √ √ √ √ Indikator ke lima yang digunakan adalah ibu nifas mendapat
suplemen gizi Bila keluarga mempunyai
balita 6-59 bulan
√ - √ √ √
Bila keluarga tidak mampunyai bayi, balita, dan ibu hamil
- - √ √ -
Keterangan :
1. Menimbang berat badan secara teratur
2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai
enam bulan (ASI eksklusif)
3. Makan beraneka ragam
4. Menggunakan garam beryodium
5. Minum suplemen gizi (TTD, kapsul vitamin A) sesuai anjuran
√ : Berlaku
- : Tidak berlaku
Menurut Gabriel, (2008) faktor yang mempengaruhi keluarga mau
berperilaku KADARZI diantaranya adalah faktor sosio demogafi. Faktor
tersebut meliputi tingkat pendidikan orang tua, umur orang tua, jumlah
anggota keluarga, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan, pengetahuan
dan sikap ibu terhadap gizi.
Campbell (2002) menyatakan bahwa pendidikan formal sangat penting
karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik.
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan
berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Rahmawati
(2006) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting
dalam proses tumbuh kembang anak. Orang tua yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan
kesehatan anak. kategori tingkat pendidikan orang tua dalam 3 kategori yaitu
1) rendah, jika ≤SMP ; 2) sedang jika tamat hingga SMU ; dan 3) tinggi jika
Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak dan emosi seseorang.
Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih stabil
dibandingkan usia yang lebih muda Orang tua muda, terutama ibu, cenderung
kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak
sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada
pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, usia muda juga cenderung
menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri
daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan
terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur
cenderung akan menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh
hati (Arif, 2006). Umur orang tua dikategorikan pada 3 kelompok yaitu : 1)
remaja (< 20 tahun) ; 2) dewasa (21-49 tahun) dan 3) dewasa lanjut (≥ 50
tahun) ( Yuliyanti, 2010).
Besar keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga
karena mempengaruhi luas penghuni dalam suatu bangunan rumah yang
akan mempengaruhi pula kesehatan anak balita. Jumlah anggota yang
banyak, menyebabkan perhatian orang tua terutama ibu terhadap
anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan
perhatian ibu terhadap dirinya sendiri jumlah anggota keluarga (besar
keluarga) juga berhubungan dengan pembagian ruang dan konsumsi zat gizi
per penghuni rumah (Arif, 2006). Berdasarkan rujukan dari BKKBN (2012)
besar keluarga dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu 1) keluarga besar
(≥7 orang) ; 2) keluarga sedang (5-6 orang) ; dan 3) keluarga kecil (≤ 4 orang).
Peran orang tua sangat penting dalam pemenuhan gizi karena pada
dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Untuk mendapatkan gizi yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik dari
orang tua agar sikap ibu terhadap gizi menjadi lebih baik sehingga dapat
menyediakan menu pilihan yang seimbang (Devi, 2012).
Tingkat pendapatan Keluarga sangat mempengaruhi tercukupi atau
tidaknya kebutuhan primer dan skunder, hal tersebut sangat bekaitan dengan
ketersedian pangan, apabila pendapatan yang rendah ketersediaan pangan
keluarga menjadi berkurang. Ketersedian pangan yang kurang ankan
menyebabkan konsumsi makanan bagi anak balita menjadi berkurang yang
akan mengakibatkan gizi kurang (Supariasa, 2006).
I. Hubungan Konsumsi Energi, Protein dan Vitamin A Terhadap Status Gizi Faktor penyebab langsung terjadinya masalah gizi adalah konsumsi
makan (Supariasa dkk, 2002). Konsumsi makan balita akan berpengaruh
terhadap keadaan gizinya, terutama konsumsi energi, protein dan vitamin A
meskipun tidak dapat secara langsung menggambarkan status gizi anak
karena status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya penyakit
infeksi serta kondisi metabolisme zat gizi dalam tubuh, tetapi konsumsi makan
ini sangat penting dalam menentukan tingkat konsumsi zat gizi anak balita
(Moehji, 2002).
Energi di dalam tubuh dihasilkan oleh karbohidrat, protein, lemak dan
zat gizi lainya. Energi yang utama dihasilkan oleh karbohidrat yang dikonversi
menjadi glukosa. Glukosa ini kemudian akan berperan sebagai salah satu
molekul utama bagi pembentukan energi didalam tubuh. Glukosa akan
digunakan untuk mensintesis molekul ATP yang merupakan molekul-molekul
dari total kebutuhan energi tubuh, apabila konsumsi kabohidrat tidak
mencukupi kebutuhan dalam tubuh, maka energi akan dihasilkan oleh lemak
di dalam tubuh, dalam kurun waktu tertentu tubuh akan mengalami devisit
lemak dan mengakibatkan status gizi kurang ( Imwari, 2003).
Protein mempunyai tiga fungsi dalam tubuh yaitu zat pembangun bagi
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, sebagai pengatur kelangsungan
proses di dalam tubuh, dan pemberi tenaga dalam kondisi kurang tercukupi
(Kartasapoetra, 2005). Protein adalah monomer asam amino yang diletakkan
oleh ikatan yang bernama peptide, jika diuraikan protein terdiri dari karbon,
oksigen, nitrogen, dan hydrogen yang merupakan senyawa penting bagi
pertumbuhan balita. Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila
keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.
Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan
transportasi zat-zat gizi. Asupan protein yang rendah akan menyebabkan
defisiensi zat gizi yang mengakibatkan status gizi kurang (Winarno, 2002).
Vitamin A mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas untuk tubuh
dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. Vitamin A berpengaruh
terhadap sintetis protein dan pertumbuhan sel. Proses sintesis protein adalah
vitamin A diserap usus dan sebagian besar disimpan di dalam hati. Vitamin A
diserap oleh usus dari micelle secara difusi pasif, kemudian digabungkan
dengan kilomikron dengan diserap melalui saluran limfatik. Vitamin A di hati
akan digabungkan dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinil
palmitat. Sel-sel tubuh jika memerlukan retinil palmitat diikatkan oleh protein
kadar retinol dalam darah dipengaruhi jumlah protein dalam tubuh. Anak yang
berstatus gizi kurang terdapat retinol yang rendah dalam sirkulasi darah
karena kurangnya protein dalam tubuh, sehingga anak dengan status gizi
kurang akan sering mengalami defisiensi vitamin A (Linder, 2010).
Menurut Asrar dkk (2009) ada hubungan antara asupan energi, protein
yang rendah dengan stunting pada balita. Balita dengan asupan energi, protein yang rendah akan beresiko 3,7 kali lebih besar mengalami stunting
dibandingkan dengan balita yang konsumsi energinya cukup. Penelitian West
dkk (1998) di Aceh menyatakan bahwa pemberian suplementasi vitamin A
sebesar 60.000 µg RE dapat meningkatkan pertumbuhan.
J. Hubungan KADARZI dengan Status Gizi
Keluarga dikatakan KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik
secara terus menerus. Perilaku sadar gizi diharapkan terwujud terutama
menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja
sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI esklusif), makan beraneka ragam,
menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi sesuai anjuran
(Depkes RI, 2007).
Tujuan umum program KADARZI adalah seluruh keluarga berperilaku
sadar gizi, sedangkan tujuan khususnya yaitu agar meningkatkan kemudahan
keluarga dan masyarakat memperoleh informasi serta agar meningkatnya
kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi yang
berkualitas agar tercapainya status gizi yang normal (Depkes RI, 2004).
Keluarga telah dikatakan berperilaku KADARZI apabila menerapkan lima
norma kadarzi yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan air
beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, suplemen gizi sesuai
anjuran.
Hasil penelitian Karolina dkk (2012) berdaraskan uji chi square
menunjukkan bahwa ada hubungan antara KADARZI dengan status gizi
berdasarkan indikator BB/TB (p=0,014). Hasil penelitian Zahraini (2009) juga
menyatakan bahwa ada hubungan antara KADARZI dengan status gizi balita
berdasarkan indeks BB/U dan TB/U.
K. Menginternalisasi Nilai-Nilai Islami Dalam Konsumsi Energi, Protein, Vitamin A dan KADARZI
Pola hidup sehat Rasulullah berpusat pada pengendalian gizi/makanan.
Rasulullah juga mengkonsumsi energi, protein dan vitamin A. Sebagaimana
hadits Nabi, “Hendaknya kalian menggunakan makanan yang sehat dan
bergizi (HR Ibnu Majah dan Hakim). Hal ini diterangkan dalam firmanNya
dalam surat Al Mukminun ayat 52: Hai rasul-rasul, makanlah dari
makanan-makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shaleh. Surat ini
menunjukan bahwa makanan bergizi dan halal akan menjadikan hidup sehat .
Islam menganjurkan manusia mengkonsumsi makanan yang halal,
bersih dan sehat. Islam juga melarang makan berlebih-lebihan. Hal yang
demikian, islam menegaskan bahwa makanan mempengaruhi moral dan
mental manusia, kita membutuhkan makanan dan minuman lebih baik dari
mahluk Tuhan yang lainnya . Menurut Al-quran dan hadits, jiwa manusia
terutama tubuh membutuhkan makanan yang baik. Surat Abassa
menegaskan makanan bergizi yang bersih dan sehat bagi jiwa manusia. Surat
Abassa ayat 27-32, berbunyi : Lalu kami tumbuhkan biji-bijian itu (sumber
di kebun sumber (karbohidra)t. Ayat ini menjelaskan jenis makanan yang baik
bagi tubuh manusia.
Perilaku hidup sehat juga di ajarkan dalam islam. Ajaran islam
menentukkan untuk hidup sehat baik secara jasmani maupun rohani, oleh
sebab itu perilaku KADARZI baik dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar Ra,ad ayat 11, yang arinya :
sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaumnya sebelum
mereka mengubah keadaan yang ada pada dirinya sendiri. Ayat ini
menerangkan bahwa perilaku yang baik harus berawal dari diri sendiri.
K. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori Status Anak Balita Menurut TB/U
modifikasi dari UNICEF, 1998 dan Depkes RI, 2007. 1. Jumlah anggota keluarga
2. Pendapatan keluarga 3. Ketersediaan pangan
Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) 1. Makan beraneka
ragam
2. Penimbangan rutin BB balita
3. Penggunaan garam beriodium
4. Pemberian ASI eksklusif
5. Suplementasi gizi
Konsumsi zat gizi balita
Status Gizi Infeksi penyakit Pengetahuan gizi
1. Umur orang tua
2. Tingkat pendidikan orang tua
L. Kerangka Konsep
Gambar 2 . Kerangka Konsep Penelitian
D. Hipotesis
1. Ada perbedaan antara tingkat konsumsi energi pada anak balita
Stunting dan non Stunting
2. Ada perbedaan antara tingkat konsumsi protein pada anak balita Stunting dan non Stunting
3. Ada perbedaan antara tingkat konsumsi vitamin A pada anak balita Stunting dan non Stunting
4. Ada perbedaan antara perilaku KADARZI pada anak balita Stunting dan non Stunting
Konsumsi
1. Energi 2. Protein 3. Vitamin A
Status gizi anak balita
1. Stunting 2. Non Stunting Perilaku KADARZI
1. Makan beraneka ragam.
2. Penimbangan rutin BB balita.
3. Penggunaan garam beriodium.