• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi, Protein, Vitamin A Dan Perilaku Kadarzi ada Anak Balita Stunting Dan Non Stunting Di Desa Kopen Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN TEORITIS Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi, Protein, Vitamin A Dan Perilaku Kadarzi ada Anak Balita Stunting Dan Non Stunting Di Desa Kopen Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Balita

Balita adalah bayi dan anak yang berusia kurang dari lima tahun

(Marimbi, 2010). Masa balita sering disebut masa emas. Masa emas

merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam

pencapaian keoptimalan fungsinya (Supartini, 2004).

Balita kadang dianggap kelompok umur yang paling belum berguna

bagi keluarga, karena belum sanggup ikut membantu menambah kebutuhan

keluarga. Umur anak juga dapat mempengaruhi kualitas waktu ibu untuk

mengasuh, umur kurang dari dua tahun perhatian dan kasih sayang tercurah

lebih banyak kepada balita, balita belum mandiri dan masih sangat

membutuhkan bantuan ibu sebagai pengasuh utama, balita berumur diatas

dua tahun akan semakin mandiri dan mempunyai jaringan sosial yang lebih

luas dan ketergantungan sosok ibu mulai berkurang (Satoto, 1990).

B. Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu (Supariasa dkk, 2006). Menurut Almatsier (2009) status gizi

adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan

zat-zat gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.

Status gizi adalah keadaan kesehatan anak ditentukan oleh derajad

kebutuhan fisik, energi, dan zat-zat gizi lain, serta dampak fisiknya diukur

secara antropometri (Suhardjo, 2003). Kategori standar status gizi balita

(2)

C. Penilaian Status Gizi

Menurut Supariasa dkk (2006), penilaian status gizi dibagi menjadi dua

yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara

langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu, klinis, biokimia, biofisik,

dan antropometri sedangkan pemeriksaan status gizi tidak langsung dapat

dibagi tiga yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Penelitian ini menggunakan penilaian status gizi secara langsung,

dengan menggunakan antropometri. Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri sangat umum digunakan untuk

mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein

dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan

proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Indeks

antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat

badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks antropometri tinggi badan

menurut umur (TB/U) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan TB/U

yaitu, menurunkan indikator yang baik untuk mengetahui kekurangan gizi

pada waktu lampau, pengukuran objektif apabila diulang memberikan hasil

yang sama, peralatan dapat dibawa kemana-mana, ibu-ibu jarang merasa

keberatan apabila anaknya diukur, dan paling baik untuk anak diatas dua

tahun. Kelemahan TB/U yaitu, dalam menilai hasil intervensi harus disertai

indikator lain, seperti BB/U karena panjang badan tidak banyak terjadi dalam

waktu singkat, membutuhkan beberapa tehnik pengukuran seperti alat ukur

panjang badan untuk anak umur lebih dua tahun, lebih sulit dilakukan teliti

(3)

untuk mengukur anak, umur kadang-kadang sulit di dapat secara pasti. Tinggi

badan merupakan antropomentri yang menggambarkan tubuh sketal, pada

keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan bertambahnya umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif

terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat

gizi terhadap tinggi badan akan tampak pada waktu yang relatif lama

(Supariasa dkk, 2006).

Standar deviasi unit disebut juga z-score. WHO menyarankan

menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan

(Supariasa dkk, 2006).

Rumus perhitungan Z-score adalah :

Z score = nilai individu subjek – nilai median baku rujukan

Nilai simpanan baku rujukan

Berikut ini adalah kategori status gizi berdasarkan cara perhitungan Z-score :

Tabel 1

Klasifikasi status gizi BB/U, TB/U, BB/TB

INDEK BB/U TB/U BB/TB

>2 SD Lebih Tinggi Gemuk

-2 SD s/d +2 SD Normal Normal Normal

<-2 SD s/d -3 SD Kurang Pendek Kurus <-3 SD Buruk Sangat Pendek Sangat Kurus

Sumber : (Depkes RI, 2007).

D. Tingkat Konsumsi

Makanan yang dikonsumsi harus memperhatikan nilai gizi makanan dan

kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Hal tersebut dapat di tempuh dengan

penyajian hidangan yang bervariasi dan dikombinasi, ketersediaan pangan,

macam serta jenis bahan makanan diperlukan untuk mendukung usaha

(4)

tercukupinya kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Supariasa dkk,

2006).

Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan.

Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh

dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain

(Sediaoetama, 2006). Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah

kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan

umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal (Almatsier, 2009).

Tabel 2

Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Per Orang/Hari

No Kelompok Berat Badan Tinggi Badan Energi Protein Vitamin A

(kg) (cm) (kkal) (g) (mcg)

1 0-6 bln 5.5 60 560 12 350

2 7-12 bln 8.5 71 800 15 350

3 1-3 th 12 90 1250 23 350

4 4-6 th 18 110 1750 32 460

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2012).

E. Konsumsi Energi

Energi adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan tubuh, cara

memperoleh energi adalah dari makanan yang dimakan, dan energi dari

makanan ini terdapat energi kimia yang diubah menjadi energi bentuk lain.

Bentuk energi yang berkaitan dengan proses-proses biologi adalah energi

kimia, energi mekanik, energi panas, dan energi listrik (Sediaoetama, 2006).

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang

pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat,

lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya

(5)

Zat gizi merupakan makanan yang diserap tubuh. Status gizi merupakan

hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya didalam tubuh sebagai

keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang

diakibatkan oleh konsumsi. Penyerapan (absorpsi) makanan dan penggunaan

(utilization) zat gizi makan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu juga

dapat mempengaruhi status gizi. Energi yang masuk kedalam tubuh dan

energi yang dikeluarkan dari tubuh mempengaruhi status gizi balita. Energi

yang masuk kedalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak,

dan zat gizi lainya (Nix, 2005).

Hasil Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa, secara nasional penduduk

Indonesia yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (kurang

dari dari 70% dari angka kecukupan energi bagi orang Indonesia yaitu

sebanyak 40,7%). Keseimbangan energi dicapai apabila energi yang masuk

ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan.

Tubuh akan mengalami ketidakseimbangan apabila konsumsi energi melalui

makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya berat badan kurang

dari berat badan seharusnya atau tidak ideal (Almatsier, 2009).

F. Konsumsi Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian

terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat

digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan

jaringan tubuh (Almatsier, 2009). Protein diperlukan untuk pembentukan dan

perbaikan jaringan tubuh termasuk darah, enzim, hormon, kulit, rambut, dan

kuku. Angka kecukupan protein tergantung dari macam dan jumlah bahan

makanan nabati dan hewani yang dikonsumsi manusia setiap harinya. Ada

(6)

mengandung lemak jenuh, sedangkan protein nabati mengandung lemak tak

jenuh (Kartasapoetra, 2005).

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam

jumlah maupun mutu, tetapi hanya 18,4% rata-rata penduduk Indonesia

mengkonsumsi protein hewani. Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya

akan protein adalah kacang-kacangan, dengan kontribusi konsumsi protein

nabati hanya 9,9% rata-rata penduduk Indonesia (Almatsier, 2009).

Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.

Kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada

anak-anak dibawah lima tahun (Almatsier, 2009).

G. Konsumsi Vitamin A

Vitamin adalah zat –zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam

jumlah sangat sedikit dan pada umumnya tidak dapat dibentuk dalam tubuh,

oleh karenanya harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok

zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin

mempunyai tugas spesifik bagi kesehatan didalam tubuh. Dasar kesehatan

seumur hidup dimulai dari masa balita. Komponen penting yang yang

menunjang kesehatan seumur hidup pada balita salah satu vitamin adalah

vitamin A (Long. et al, 2006).

Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang terbesar di

seluruh dunia, terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua

umur, terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat

menimbulkan berbagai jenis penyakit yang termasuk “Nutrition Related

Diseases”, yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari

organ tubuh, seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan

(7)

yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun, yang menjadi

penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Depkes RI, 2004).

H. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah keluarga yang berperilaku gizi

seimbang, mampu mengenal dan mengatasi masalah gizi setiap anggota

keluarganya. Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek

keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat

gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap

individu dalam keluarga dan bebas dari pencemaran (Depkes RI, 2004).

Lima norma atau perilaku KADARZI yaitu menimbang berat badan

secara rutin, mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, mengkonsumsi

garam beriodium, memberikan ASI eksklusif (selama 6 bulan), mendapatkan

dan memberikan suplementasi gizi untuk anggota keluarga yang

membutuhkan (Depkes, 2004). Konsumsi makanan akan menggambarkan

perubahan berat badan atau pertumbuhan. Pertumbuhan adalah perubahan

ukuran dan bentuk tubuh (fisik) dari waktu ke waktu. Perkembangan adalah

bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan

dan tanggung jawab. Kegunaan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui

pertumbuhan dan perkembangan balita, mencegah memburuknya keadaan

gizi, mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya pendarahan

pada saat melahirkan, dan mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa

dan usia lanjut.

Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam yaitu pangan yang

dikonsumsi memenuhi tiga guna makanan yaitu makanan sebagai sumber

(8)

makanan. Kelompok bahan makanan tersebut adalah makanan pokok,

sebagai sumber zat tenaga seperti beras, jagung, ubi, singkong, dan mie.

Lauk pauk, sebagai sumber zat pembangun seperti ikan, telur, ayam, daging,

tempe, kacang-kacangan, dan tahu. Sayuran dan buah-buahan sebagai

sumber zat pengatur seperti bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang

panjang, sawi, daun singkong, daun katuk, pepaya, pisang, jeruk, semangka,

dan nanas (Depkes RI, 2007).

Mengkonsumsi garam beriodium sangat penting karena iodium adalah

sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah, maupun di air dan

merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan serta

perkembangan makhluk hidup. Garam beriodium adalah garam yang telah

ditambah zat iodium yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi Iodium dalam tubuh

manusia yaitu untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan oleh tubuh

yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari

janin sampai dewasa (Depkes RI, 2007).

ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi sejak lahir

sampai bayi berusia 6 bulan tanpa minuman dan makanan lain selain ASI.

Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat, karena ASI merupakan makanan

yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah

memberikannya kepada bayi. ASI juga dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi

sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Depkes RI,

2007).

Standar pencapaian KADARZI yaitu 80% keluarga menjadi KADARZI

(Depkes RI, 2007). Target jumlah balita yang dipantau pertumbuhanya setiap

(9)

bulan yang memperoleh ASI eksklusif 80%, keluarga menggunakan garam

beryodium 90%, keluarga makan beraneka ragam 80%, balita mengkonsumsi

vitamin A usia 6-11 bulan 90% (Depkes RI, 2007).

Perilaku KADARZI akan diukur dengan lima indikator KADARZI yang

menggambarkan perilaku sadar gizi. Penggunaan lima indikator sesuai

dengan karakteristik keluarga seperti pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3

Penilaian Indikator KADARZI berdasarkan Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga Indikator KADARZI

yang berlaku.

Keterangan

1 2 3 4 5 Bila keluarga mempunyai ibu

hamil, bayi 0-6 bulan, balita 6-59 bulan

√ √ √ √ √ Indikator ke lima yang digunakan adalah balita mendapat kapsul vitamin A

Bila keluarga mempunyai bayi 0-6 bulan dan balita 6-59 bulan

√ √ √ √ √

Bila keluarga mempunyai ibu hamil, balita 6-59 bulan

√ - √ √ √ Indikator ke lima yang digunakan adalah balita mendapat kapsul vitamin A

Bila keluarga mempunyai ibu hamil

- - √ √ √ Indikator ke lima yang digunakan adalah ibu hamil mendapat TTD 90 tablet

Bila keluarga mempunyai bayi 0-6 bulan

√ √ √ √ √ Indikator ke lima yang digunakan adalah ibu nifas mendapat

suplemen gizi Bila keluarga mempunyai

balita 6-59 bulan

√ - √ √ √

Bila keluarga tidak mampunyai bayi, balita, dan ibu hamil

- - √ √ -

(10)

Keterangan :

1. Menimbang berat badan secara teratur

2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai

enam bulan (ASI eksklusif)

3. Makan beraneka ragam

4. Menggunakan garam beryodium

5. Minum suplemen gizi (TTD, kapsul vitamin A) sesuai anjuran

√ : Berlaku

- : Tidak berlaku

Menurut Gabriel, (2008) faktor yang mempengaruhi keluarga mau

berperilaku KADARZI diantaranya adalah faktor sosio demogafi. Faktor

tersebut meliputi tingkat pendidikan orang tua, umur orang tua, jumlah

anggota keluarga, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan, pengetahuan

dan sikap ibu terhadap gizi.

Campbell (2002) menyatakan bahwa pendidikan formal sangat penting

karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik.

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan

berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Rahmawati

(2006) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting

dalam proses tumbuh kembang anak. Orang tua yang memiliki tingkat

pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan

kesehatan anak. kategori tingkat pendidikan orang tua dalam 3 kategori yaitu

1) rendah, jika ≤SMP ; 2) sedang jika tamat hingga SMU ; dan 3) tinggi jika

(11)

Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak dan emosi seseorang.

Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih stabil

dibandingkan usia yang lebih muda Orang tua muda, terutama ibu, cenderung

kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak

sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada

pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, usia muda juga cenderung

menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri

daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan

terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur

cenderung akan menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh

hati (Arif, 2006). Umur orang tua dikategorikan pada 3 kelompok yaitu : 1)

remaja (< 20 tahun) ; 2) dewasa (21-49 tahun) dan 3) dewasa lanjut (≥ 50

tahun) ( Yuliyanti, 2010).

Besar keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga

karena mempengaruhi luas penghuni dalam suatu bangunan rumah yang

akan mempengaruhi pula kesehatan anak balita. Jumlah anggota yang

banyak, menyebabkan perhatian orang tua terutama ibu terhadap

anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan

perhatian ibu terhadap dirinya sendiri jumlah anggota keluarga (besar

keluarga) juga berhubungan dengan pembagian ruang dan konsumsi zat gizi

per penghuni rumah (Arif, 2006). Berdasarkan rujukan dari BKKBN (2012)

besar keluarga dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu 1) keluarga besar

(≥7 orang) ; 2) keluarga sedang (5-6 orang) ; dan 3) keluarga kecil (≤ 4 orang).

Peran orang tua sangat penting dalam pemenuhan gizi karena pada

(12)

dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

Untuk mendapatkan gizi yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik dari

orang tua agar sikap ibu terhadap gizi menjadi lebih baik sehingga dapat

menyediakan menu pilihan yang seimbang (Devi, 2012).

Tingkat pendapatan Keluarga sangat mempengaruhi tercukupi atau

tidaknya kebutuhan primer dan skunder, hal tersebut sangat bekaitan dengan

ketersedian pangan, apabila pendapatan yang rendah ketersediaan pangan

keluarga menjadi berkurang. Ketersedian pangan yang kurang ankan

menyebabkan konsumsi makanan bagi anak balita menjadi berkurang yang

akan mengakibatkan gizi kurang (Supariasa, 2006).

I. Hubungan Konsumsi Energi, Protein dan Vitamin A Terhadap Status Gizi Faktor penyebab langsung terjadinya masalah gizi adalah konsumsi

makan (Supariasa dkk, 2002). Konsumsi makan balita akan berpengaruh

terhadap keadaan gizinya, terutama konsumsi energi, protein dan vitamin A

meskipun tidak dapat secara langsung menggambarkan status gizi anak

karena status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya penyakit

infeksi serta kondisi metabolisme zat gizi dalam tubuh, tetapi konsumsi makan

ini sangat penting dalam menentukan tingkat konsumsi zat gizi anak balita

(Moehji, 2002).

Energi di dalam tubuh dihasilkan oleh karbohidrat, protein, lemak dan

zat gizi lainya. Energi yang utama dihasilkan oleh karbohidrat yang dikonversi

menjadi glukosa. Glukosa ini kemudian akan berperan sebagai salah satu

molekul utama bagi pembentukan energi didalam tubuh. Glukosa akan

digunakan untuk mensintesis molekul ATP yang merupakan molekul-molekul

(13)

dari total kebutuhan energi tubuh, apabila konsumsi kabohidrat tidak

mencukupi kebutuhan dalam tubuh, maka energi akan dihasilkan oleh lemak

di dalam tubuh, dalam kurun waktu tertentu tubuh akan mengalami devisit

lemak dan mengakibatkan status gizi kurang ( Imwari, 2003).

Protein mempunyai tiga fungsi dalam tubuh yaitu zat pembangun bagi

pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, sebagai pengatur kelangsungan

proses di dalam tubuh, dan pemberi tenaga dalam kondisi kurang tercukupi

(Kartasapoetra, 2005). Protein adalah monomer asam amino yang diletakkan

oleh ikatan yang bernama peptide, jika diuraikan protein terdiri dari karbon,

oksigen, nitrogen, dan hydrogen yang merupakan senyawa penting bagi

pertumbuhan balita. Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila

keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.

Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan

transportasi zat-zat gizi. Asupan protein yang rendah akan menyebabkan

defisiensi zat gizi yang mengakibatkan status gizi kurang (Winarno, 2002).

Vitamin A mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas untuk tubuh

dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. Vitamin A berpengaruh

terhadap sintetis protein dan pertumbuhan sel. Proses sintesis protein adalah

vitamin A diserap usus dan sebagian besar disimpan di dalam hati. Vitamin A

diserap oleh usus dari micelle secara difusi pasif, kemudian digabungkan

dengan kilomikron dengan diserap melalui saluran limfatik. Vitamin A di hati

akan digabungkan dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinil

palmitat. Sel-sel tubuh jika memerlukan retinil palmitat diikatkan oleh protein

(14)

kadar retinol dalam darah dipengaruhi jumlah protein dalam tubuh. Anak yang

berstatus gizi kurang terdapat retinol yang rendah dalam sirkulasi darah

karena kurangnya protein dalam tubuh, sehingga anak dengan status gizi

kurang akan sering mengalami defisiensi vitamin A (Linder, 2010).

Menurut Asrar dkk (2009) ada hubungan antara asupan energi, protein

yang rendah dengan stunting pada balita. Balita dengan asupan energi, protein yang rendah akan beresiko 3,7 kali lebih besar mengalami stunting

dibandingkan dengan balita yang konsumsi energinya cukup. Penelitian West

dkk (1998) di Aceh menyatakan bahwa pemberian suplementasi vitamin A

sebesar 60.000 µg RE dapat meningkatkan pertumbuhan.

J. Hubungan KADARZI dengan Status Gizi

Keluarga dikatakan KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik

secara terus menerus. Perilaku sadar gizi diharapkan terwujud terutama

menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja

sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI esklusif), makan beraneka ragam,

menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi sesuai anjuran

(Depkes RI, 2007).

Tujuan umum program KADARZI adalah seluruh keluarga berperilaku

sadar gizi, sedangkan tujuan khususnya yaitu agar meningkatkan kemudahan

keluarga dan masyarakat memperoleh informasi serta agar meningkatnya

kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi yang

berkualitas agar tercapainya status gizi yang normal (Depkes RI, 2004).

Keluarga telah dikatakan berperilaku KADARZI apabila menerapkan lima

norma kadarzi yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan air

(15)

beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, suplemen gizi sesuai

anjuran.

Hasil penelitian Karolina dkk (2012) berdaraskan uji chi square

menunjukkan bahwa ada hubungan antara KADARZI dengan status gizi

berdasarkan indikator BB/TB (p=0,014). Hasil penelitian Zahraini (2009) juga

menyatakan bahwa ada hubungan antara KADARZI dengan status gizi balita

berdasarkan indeks BB/U dan TB/U.

K. Menginternalisasi Nilai-Nilai Islami Dalam Konsumsi Energi, Protein, Vitamin A dan KADARZI

Pola hidup sehat Rasulullah berpusat pada pengendalian gizi/makanan.

Rasulullah juga mengkonsumsi energi, protein dan vitamin A. Sebagaimana

hadits Nabi, “Hendaknya kalian menggunakan makanan yang sehat dan

bergizi (HR Ibnu Majah dan Hakim). Hal ini diterangkan dalam firmanNya

dalam surat Al Mukminun ayat 52: Hai rasul-rasul, makanlah dari

makanan-makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shaleh. Surat ini

menunjukan bahwa makanan bergizi dan halal akan menjadikan hidup sehat .

Islam menganjurkan manusia mengkonsumsi makanan yang halal,

bersih dan sehat. Islam juga melarang makan berlebih-lebihan. Hal yang

demikian, islam menegaskan bahwa makanan mempengaruhi moral dan

mental manusia, kita membutuhkan makanan dan minuman lebih baik dari

mahluk Tuhan yang lainnya . Menurut Al-quran dan hadits, jiwa manusia

terutama tubuh membutuhkan makanan yang baik. Surat Abassa

menegaskan makanan bergizi yang bersih dan sehat bagi jiwa manusia. Surat

Abassa ayat 27-32, berbunyi : Lalu kami tumbuhkan biji-bijian itu (sumber

(16)

di kebun sumber (karbohidra)t. Ayat ini menjelaskan jenis makanan yang baik

bagi tubuh manusia.

Perilaku hidup sehat juga di ajarkan dalam islam. Ajaran islam

menentukkan untuk hidup sehat baik secara jasmani maupun rohani, oleh

sebab itu perilaku KADARZI baik dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar Ra,ad ayat 11, yang arinya :

sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaumnya sebelum

mereka mengubah keadaan yang ada pada dirinya sendiri. Ayat ini

menerangkan bahwa perilaku yang baik harus berawal dari diri sendiri.

K. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori Status Anak Balita Menurut TB/U

modifikasi dari UNICEF, 1998 dan Depkes RI, 2007. 1. Jumlah anggota keluarga

2. Pendapatan keluarga 3. Ketersediaan pangan

Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) 1. Makan beraneka

ragam

2. Penimbangan rutin BB balita

3. Penggunaan garam beriodium

4. Pemberian ASI eksklusif

5. Suplementasi gizi

Konsumsi zat gizi balita

Status Gizi Infeksi penyakit Pengetahuan gizi

1. Umur orang tua

2. Tingkat pendidikan orang tua

(17)

L. Kerangka Konsep

Gambar 2 . Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

1. Ada perbedaan antara tingkat konsumsi energi pada anak balita

Stunting dan non Stunting

2. Ada perbedaan antara tingkat konsumsi protein pada anak balita Stunting dan non Stunting

3. Ada perbedaan antara tingkat konsumsi vitamin A pada anak balita Stunting dan non Stunting

4. Ada perbedaan antara perilaku KADARZI pada anak balita Stunting dan non Stunting

Konsumsi

1. Energi 2. Protein 3. Vitamin A

Status gizi anak balita

1. Stunting 2. Non Stunting Perilaku KADARZI

1. Makan beraneka ragam.

2. Penimbangan rutin BB balita.

3. Penggunaan garam beriodium.

Gambar

Tabel 3 Penilaian Indikator KADARZI berdasarkan Karakteristik Keluarga
Gambar 2 . Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

tentang gizi balit, asupan energi dan protein balita dengan status gizi. balita di wiayah kerja Puskesmas Banyudono I,

Data distribusi balita berdasarkan status gizi TB/U menunjukkan persentase balita dengan status gizi pendek sebesar 29.0%.. Data distribusi balita berdasarkan asupan protein

Meskipun beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan asupan protein dengan status gizi balita, namun mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi status gizi dan pada

Tulisan ini menyajikan hasil analisis data konsumsi makanan Riskesdas 2010 untuk mengetahui gambaran keragaman makanan dan sumbangannya terhadap konsumsi energi

Tulisan ini menyajikan hasil analisis data konsumsi makanan Riskesdas 2010 untuk mengetahui gambaran keragaman makanan dan sumbangannya terhadap konsumsi energi

Tulisan ini menyajikan hasil analisis data konsumsi makanan Riskesdas 2010 untuk mengetahui gambaran keragaman makanan dan sumbangannya terhadap konsumsi energi

Demikian juga penelitian Aridiyah tahun 2015 menyatakan hubungan tingkat kecukupan energi dengan kejadian stunting pada anak balita menunjukkan hasil bahwa tingkat kecukupan energi

Hubungan Antara Konsumsi Mie Instan, Asupan Energi, Protein, Vitamin A dan Fe dan Status Gizi Laki-Laki Usia 19- 29 Tahun di Pulau Sumatra Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010 Pada