• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN Gaya Hidup Konsumtif Pada Santri Pondok Pesantren Modern.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN Gaya Hidup Konsumtif Pada Santri Pondok Pesantren Modern."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN

NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi

Diajukan Oleh :

TIRTHA SEGORO F 100 090 134

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN

NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi

Diajukan Oleh :

TIRTHA SEGORO F 100 090 134

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)

ABSTRAKSI

GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN

Tirtha Segoro

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Gaya hidup konsumtif adalah pola hidup seseorang dalam membeli barang-barang berlebih dan tidak dibutuhkan secara terencana, hanya untuk memenuhi kepuasan dan kenyaman individu tersebut yang dilakukan secara konsisten. Gaya hidup konsumtif banyak terjadi pada remaja, tak terkecuali santri. Santri yang diharapkan mampu melakukan perubahan sosial di kalangan masyarakat justru kurang mampu dalam menghadapi gaya hidup konsumtif yang merupakan dampak negatif dari globalisasi.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan latar belakang, faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif dan solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern. Informan utama dalam penelitian ini adalah remaja awal berusia 10-14 tahun, santri pondok pesantren modern dan memiliki pengeluaran lebih dari Rp. 500.000,00 perbulan. Metode pengambilan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner terbuka dan wawancara.

Hasil menunjukkan bahwa secara umum keluarga sudah memberikan peran yang penting dalam mengajarkan pemahaman tentang mengatur keuangan informan setiap bulan dengan mengajarkan cara berhemat dan memberikan contoh langsung. Faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern adalah orang lain/lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan usia santri yang tergolong remaja, yaitu 10-14 tahun dimana masa remaja adalah masa pencarian identitas diri yang cenderung mengikuti kelompok acuan remaja tersebut. Solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern berasal dari tiga pihak yang saling terkait, yaitu diri santri sendiri, keluarga dan pondok pesantren modern.

(6)

1

Pendahuluan

Dewasa ini telah banyak

ditemukan corak pondok pesantren

sebagai salah satu lembaga

pendidikan yang mencoba

mengimbangi tuntutan modernisasi

dengan beragam pembenahan dengan

membangun pondok pesantren

modern. Namun tak jarang pula

karena kurang mampu dalam

mengadopsi modernisasi pendidikan

dengan baik, maka hal tersebut dapat

mengancam daya saing dari peserta

didik pondok pesantren modern.

Misalnya saja fenomena yang terjadi

saat ini, yaitu gaya hidup konsumtif

yang terjadi di kalangan santri. Gaya

hidup konsumtif tersebut dapat

terlihat dari cara santri dalam

memutuskan barang-barang yang

hendak dibeli, digunakan dan

dikonsumsi baik pada saat di dalam

dan di luar komplek pondok

pesantren modern.

Pondok pesantren modern

diharapkan mampu mengembangkan

sistem belajar mengajar, kurikulum

yang berlaku serta sikap mental yang

harus dimiliki oleh santri sesuai

dengan kebutuhan dalam

menghadapi persaingan zaman saat

ini. Para santri yang rata-rata berusia

tiga belas sampai dua puluh tahun

sebagai generasi muda yang

menimba pendidikan di madrasah

dapat menjadi agen perubahan sosial

pada masa kini maupun di masa

mendatang.

Santri diharapkan mampu

menuntut ilmu agama dan umum

guna meningkatkan kemampuan

bersaing di era globalisasi sesuai

dengan tujuan didirikannya pondok

pesantren modern. Kemudian santri

juga mampu melakukan perubahan

sosial dan menularkan perilaku

positif di kalangan masyarakat

dengan memberikan contoh yang

baik dan membanggakan dari segi

akademik dan sosial kepada

masyarakat.

Sebagaimana pendapat

Yaqub (dalam Diponegoro, 2005),

yaitu melalui kapabilitas sebagai

agen perubahan sosial, santri dapat

menularkan perilaku positif kepada

masyarakat di sekelilingnya. Jika

dilihat dari usia para santri yang

dapat dikatakan remaja, yakni usia

(7)

2

merupakan masa pencarian identitas

diri. Di satu sisi remaja ingin diakui

sebagai individu, sementara pada

saat yang sama remaja harus

mempertahankan identitas dirinya

terhadap kelompok sebayanya.

Pada masa remaja cenderung

loyal pada kelompok acuan mereka,

baik dalam menentukan pilihan atau

pengambilan keputusan.

Fenomena-fenomena di atas mendorong peneliti

untuk merumuskan masalah yaitu

bagaimana gaya hidup konsumtif

pada santri pondok pesantren

modern. Penelitian ini penting

dilakukan untuk mengetahui latar

belakang dan faktor-faktor penyebab

dari gaya hidup konsumtif pada

santri serta solusi untuk mengurangi

perilaku konsumtif yang telah

menjadi gaya hidup santri. Dengan

rumusan masalah tersebut penelitian

ini memfokuskan tentang: Gaya

Hidup Konsumtif Pada Santri

Pondok Pesantren Modern.

Nafisah (dalam Sugiyarto,

dalam Yuliani, 2009) menyatakan

bahwa gaya hidup konsumtif adalah

kecenderungan seseorang secara

berlebihan dalam membeli sesuatu

atau membeli secara tidak terencana.

Kemudian menurut Subandy (dalam

Ramadhan, 2012), gaya hidup

konsumtif merupakan pola hidup

untuk mengkonsumsi secara

berlebihan barang-barang yang

sebenarnya kurang diperlukan untuk

mencapai kepuasaan yang maksimal.

Dari beberapa pendapat yang

telah dikemukakan, maka dapat

disimpulkan bahwa gaya hidup

konsumtif adalah pola hidup

seseorang dalam membeli

barang-barang berlebih dan tidak dibutuhkan

secara tak terencana hanya untuk

memenuhi kepuasan dan kenyaman

individu tersebut yang dilakukan

secara konsisten.

Menurut Sarwono (dalam

Sugiyarto, dalam Yuliani, 2009) ada

lima faktor yang mempengaruhi gaya

hidup konsumtif, yaitu minat, umur,

status sosial, tingkat ekonomi dan

adat istiadat. Pendapat dari

Suwanvijit (2009) pun tak jauh

berbeda, yaitu karakteristik penting

dari gaya hidup adalah bahwa gaya

hidup berasal dari personal melalui

pembelajaran sosial dan budaya dan

(8)

3

konsumen (yaitu usia, pekerjaan),

sebagai faktor-faktor personal yang

mempengaruhi gaya hidup

konsumen.

Berdasarkan uraian yang

telah dikemukakan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi gaya

hidup konsumtif adalah faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor

internal meliputi minat dan usia.

Faktor eksternal meliputi adat

istiadat, budaya, status sosial, tingkat

ekonomi dan pekerjaan.

Santri yang dianggap sebagai

agen perubahan sosial dan

diharapkan mampu melakukan

perubahan-perubahan sosial yang

positif di masyarakat seperti yang

diungkapkan oleh Yacub (dalam

Diponegoro, 2005), pada

kenyataannya justru kurang mampu

dalam mengadopsi arus globalisasi

yang berdampak negatif yaitu santri

terlihat kurang mampu dalam

mengontrol gaya hidup konsumtif.

Gaya hidup konsumtif pada

santri pondok pesantren modern

dapat dikatakan dipengaruhi oleh

usia para santri yang dapat dikatakan

remaja, yakni usia tiga belas sampai

dua puluh tahun. Masa remaja adalah

masa pencarian identitas diri. Di satu

sisi remaja ingin diakui sebagai

individu, sementara pada saat yang

sama remaja harus mempertahankan

identitas dirinya terhadap kelompok

sebayanya. Dalam masa ini, remaja

cenderung loyal pada referensi

kelompok atau kelompok acuan

mereka.

Munandar (dalam Meilaratri

dan Zulkarnain, 2004) menuturkan

bahwa sifat-sifat remaja yang amat

mudah terbujuk iklan dan penjual,

suka ikut-ikutan teman, tidak

realistik dan cenderung boros dalam

menggunakan uangnya, serta senang

mengikuti trend, dimanfaatkan oleh

sebagian produsen untuk memasuki

pasar remaja.

Namun jika dilihat dampak

negatif yang ditimbulkan dari gaya

hidup konsumtif, maka kita akan

melihat bahwa santri sebagai agen

perubahan sosial cenderung tidak

berfokus pada tanggungjawab yang

sebenarnya. Rahardjo dan Saifullah

(9)

4

mengemukakan bahwa dalam

lingkungan pondok pesantren, secara

umum para santri mempelajari

banyak ragam pengetahuan yang

berhubungan dengan nilai-nilai

agama yang bersifat positif bagi

kehidupannya, baik dalam hubungan

dengan Sang Pencipta, sesama

manusia, maupun dengan alam

lingkungannya. Nilai-nilai itu

misalnya adalah sikap adil, hemat

dan tidak berlebihan, serta suka

menolong sesama manusia. Sehingga

jelaslah bahwa gaya hidup konsumtif

tidak sesuai dengan nilai-nilai yang

diajarkan di dalam pondok pesantren

modern yang didalamnya sangat

memegang teguh tentang ajaran

agama Islam.

Metode Penelitian

Informan dalam penelitian ini

ditetapkan berdasarkan remaja

berusia 10-14 tahun, santri pondok

pesantren modern dan memiliki

pengeluaran lebih dari Rp.

500.000,00 perbulan. Pada penelitian

ini, peneliti menambahkan informan

pendukung, yaitu keluarga dari santri

pondok pesantren modern dan

pengelola pondok pesantren modern

yang terdiri dari dewan pimpinan

pondok pesantren modern dan dewan

pembina yaitu ustadz ustadzah

kesantrian pondok pesantren modern.

Metode pengumpulan data

dalam penelitian ini adalah kualitatif

yang diungkap dengan metode

kuisioner terbuka dan wawancara.

Kuisioner terbuka dibuat berdasarkan

tujuan dan pertanyaan penelitian

yang dibagikan kepada informan

utama. Sedangkan wawancara pada

penelitian kali ini dilakukan kepada

informan pendukung dengan tujuan

untuk menambah referensi dalam

hasil penelitian, khususnya dari segi

solusi yang paling efektif untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif

pada santri pondok pesantren

modern.

Hasil dan Pembahasan

Mengenai latar belakang gaya

hidup konsumtif pada santri pondok

pesantren modern, berdasarkan hasil

penelitian menggunakan kuesioner diketahui prosentase tertinggi

informan untuk kebiasaan dalam

keluarga informan ketika berbelanja

(10)

5

yaitu sebesar 65,8%. Prosentase

tertinggi peran keluarga dalam

mengajarkan pemahaman tentang

mengatur keuangan informan setiap

bulan prosentase tertinggi adalah

mengajarkan cara berhemat, yaitu

sebesar 38,03%.

Melihat dari uraian tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa

keluarga sudah memberikan peran

yang penting dalam mengajarkan

pemahaman tentang mengatur

keuangan informan setiap bulan

dengan mengajarkan cara berhemat

dan memberikan contoh langsung

seperti kebiasaan membeli sesuai

kebutuhan ketika berbelanja.

Kebiasaan dan peran keluarga

dalam mengajarkan pemahaman

sosial tentang mengatur keuangan

terhadap santri sangat berpengaruh

pada gaya hidup konsumtif pada

santri. Hal ini sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Suwanvijit

(2009), yaitu karakteristik penting

dari gaya hidup adalah bahwa gaya

hidup berasal dari personal melalui

pembelajaran sosial sebagai salah

satu dari faktor-faktor personal yang

mempengaruhi gaya hidup

konsumen.

Pembelajaran sosial tersebut

mampu didapatkan oleh santri dari

ruang lingkup terkecil santri yaitu

keluarga. Ketika keluarga mampu

memberikan pembelajaran sosial yang

baik, maka gaya hidup konsumen, yaitu

santri, dapat dikontrol dengan baik pula.

Faktor-faktor yang

mempengaruhi gaya hidup konsumtif

dapat dilihat dari hasil kuesioner

yang menunjukkan faktor-faktor

yang menjadi pertimbangan

informan sendiri ketika berbelanja

adalah faktor kebutuhan, yaitu

sebesar 34%. orang yang paling

berpengaruh pada keputusan

informan sendiri ketika berbelanja

adalah orang sekitar/lingkungan,

yaitu sebesar 62,5%.

Melihat dari penjabaran di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi

gaya hidup konsumtif pada santri

pondok pesantren modern adalah

orang lain/lingkungan. Hal ini juga

berkaitan dengan usia santri yang

tergolong remaja, yaitu 10-14 tahun

(11)

6

pencarian identitas diri. Di satu sisi

remaja ingin diakui sebagai individu,

sementara pada saat yang sama

remaja harus mempertahankan

identitas dirinya terhadap kelompok

sebayanya.

Dalam masa ini, remaja

cenderung loyal pada referensi

kelompok atau kelompok acuan

mereka. Hal ini sesuai dengan

pendapat yang dikemukakan oleh

Sarwono (dalam Sugiyarto, dalam

Yuliani, 2009) dan Suwanvijit (2009)

yang mengemukakan bahwa usia

merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi gaya hidup

konsumtif. Usia santri yaitu 10-14

tahun digolongkan pada masa

remaja.

Menurut Ahava dan Palojoki

(2004) mengkonsumsi adalah

fenomena sosial yang kompleks,

khususnya pada remaja. Remaja

menyampaikan pesan-pesan melalui

gaya konsumsi mereka. Pesan-pesan

ini menunjukkan komitmen pada

grup (teman sebaya) yang berbeda,

gaya hidup yang berbeda dan aspek

politik atau ekologi.

Melihat gaya hidup

konsumtif pada santri, maka perlu

adanya solusi dalam menghadapi

gaya hidup konsumtif pada santri

pondok pesantren modern.

Berdasarkan hasil penelitian

diketahui prosentase tertinggi untuk

cara informan mengatur keuangan

setiap bulan adalah dengan berhemat,

yaitu sebesar 20,5%. Selanjutnya

prosentase tertinggi untuk cara

informan menyiasati pengaruh teman

untuk mencegah perilaku boros

adalah dengan mengingatkan, yaitu

sebesar 39,1%.

Melihat uraian di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa solusi dari

diri santri sendiri dalam menghadapi

gaya hidup konsumtif pada santri

pondok pesantren modern adalah

dengan cara berhemat. Berhemat

dapat dilakukan dengan cara

membuat daftar belanja sebelum

membeli sehingga pengeluaran dapat

terencana dengan baik setiap

bulannya dan membeli barang sesuai

kebutuhan.

Kemudian cara menyisati

pengaruh teman untuk mencegah

(12)

7

mengingatkan. Hal ini senada dengan

kesimpulan dari hasil wawancara

kepada informan pendukung bahwa

cara yang seharusnya dilakukan oleh

diri santri sendiri untuk mengurangi

gaya hidup konsumtif pada santri

adalah belajar berhemat dan

mengontrol keinginan. Belajar

berhemat dapat dilakukan dengan

cara menabung, sedangkan

mengontrol keinginan dapat

dilakukan dengan membeli sesuai

dengan kebutuhan.

Solusi dari diri santri sendiri

dalam menghadapi gaya hidup

konsumtif tak terlepas dari cara

santri dalam menyiasati pengaruh

dari teman untuk mencegah perilaku

boros dimana masa remaja

merupakan masa pencarian identitas

diri dan remaja cenderung loyal pada

teman sebaya/kelompok mereka.

Menurut santri, hal tersebut dapat

disiasati dengan cara mengingatkan.

Santri juga dapat meningkatkan

kegiatan positif seperti ibadah dan

belajar serta lebih peka terhadap

lingkungan sekitar untuk menyisati

pengaruh dari teman.

Kemudian berdasarkan hasil

penelitian diketahui prosentase

tertinggi untuk cara yang seharusnya

dilakukan oleh keluarga untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif

pada santri adalah dengan

mengajarkan cara mengatur

keuangan, yaitu sebesar 58,4%.

Mengatur keuangan meliputi

mengirimkan uang sesuai kebutuhan,

mengajarkan cara menabung,

mengurangi uang saku, mengajarkan

cara mengatur keuangan,

mengirimkan jatah perbulan,

menjadwal pengiriman uang,

mengajarkan cara berhemat,

menyuruh menitipkan uang pada

ustadzah, membatasi uang saku,

mengajarkan kesederhanaan dan

mengajarkan untuk bersedekah.

Selain itu penting pula

adanya pembatasan uang saku

perbulan dan tidak memanjakan anak

dengan memberikan semua yang

diinginkan. Keluarga berperan

penting dalam memberikan solusi

untuk menghadapi gaya hidup

konsumtif pada santri pondok

(13)

8

Hal ini sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Suwanvijit

(2009), yaitu karakteristik penting

dari gaya hidup adalah bahwa gaya

hidup berasal dari personal melalui

pembelajaran sosial sebagai salah

satu dari faktor-faktor personal yang

mempengaruhi gaya hidup

konsumen. Pembelajaran sosial

tersebut mampu didapatkan oleh

santri dari ruang lingkup terkecil

santri yaitu keluarga.

Kemudian berdasarkan hasil

penelitian diketahui prosentase

tertinggi untuk cara yang seharusnya

dilakukan oleh pondok pesantren

modern untuk mengurangi gaya

hidup konsumtif pada santri adalah

dengan mentertibkan kantin, yaitu

sebesar 58,4%. Menertibkan kantin

meliputi menurunkan harga makanan

di kantin, mempersingkat jam buka

kantin, mengurangi pasokan

makanan di kantin, mengurangi toko

yang ada di dalam pondok dan

membuka koperasi khusus santri.

Selain itu, perlu adanya peningkatan

kontrol terhadap uang saku santri dan

adanya pelajaran dan contoh tentang

hidup sederhana seperti adanya

pengawasan ketika santri keluar

komplek mulai dari batasan uang

saku sampai jenis barang yang akan

dibeli oleh santri.

Hal ini senada dengan

pendapat Rahardjo dan Saifullah

(dalam Hanurawan, 2005) bahwa

dalam lingkungan pondok pesantren,

secara umum santri banyak diajarkan

ragam pengetahuan yang

berhubungan dengan nilai-nilai

agama yang bersifat positif bagi

kehidupannya, baik dalam hubungan

dengan Sang Pencipta, sesama

manusia, maupun dengan alam

lingkungannya. Nilai-nilai itu

misalnya adalah sikap adil, hemat

dan tidak berlebihan, serta suka

menolong sesama manusia.

Namun diketahui bahwa

prosentase tertinggi untuk cara yang

paling efektif dalam mengurangi

gaya hidup konsumtif pada santri

adalah adanya manajemen diri, yaitu

sebesar 39%. Manajemen diri

meliputi berhemat, membatasi

perilaku jajan, melakukan aktifitas

positif dan membeli sesuai

(14)

9

Kesimpulan

Mengenai latar belakang gaya

hidup konsumtif pada santri pondok

pesantren modern, dapat disimpulkan

bahwa keluarga sudah memberikan

peran yang penting dalam

mengajarkan pemahaman tentang

mengatur keuangan informan setiap

bulan dengan mengajarkan cara

berhemat dan memberikan contoh

langsung seperti kebiasaan membeli

sesuai kebutuhan ketika berbelanja.

Faktor yang mempengaruhi

gaya hidup konsumtif pada santri

pondok pesantren modern

dipengaruhi oleh orang

lain/lingkungan. Hal ini juga

berkaitan dengan usia santri yang

tergolong remaja, yaitu 10-14 tahun

dimana masa remaja adalah masa

pencarian identitas diri yang

cenderung loyal pada referensi

kelompok atau kelompok acuan

mereka.

Solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri

pondok pesantren modern berasal

dari tiga pihak yang saling terkait,

yaitu diri santri sendiri, keluarga dan

pondok pesantren modern. Namun

solusi yang paling efektif untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif

pada santri menurut santri sendiri

adalah adanya manajemen diri.

Manajemen diri meliputi berhemat,

membatasi perilaku jajan, melakukan

aktifitas positif dan membeli sesuai

kebutuhan.

Saran

1. Bagi informan penelitian (Santri

pondok pesantren modern)

Informan penelitian

diharapkan mampu mengurangi

gaya hidup konsumtif dan mulai

berfokus pada peningkatan

kualitas diri dan mampu

memberikan pengaruh positif

kepada masyarakat. Cara untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif

dapat dilakukan dengan berhemat

yang dilakukan dengan cara

membuat daftar belanja sebelum

membeli sehingga pengeluaran

dapat terencana dengan baik

setiap bulannya dan menabung.

Selain berhemat, santri dapat pula

mengontrol keinginan dengan cara

membeli barang sesuai kebutuhan.

(15)

10

pengaruh teman untuk mencegah

perilaku boros adalah dengan cara

mengingatkan, meningkatkan

kegiatan positif seperti ibadah dan

belajar serta lebih peka terhadap

lingkungan sekitar.

2. Bagi orang tua (keluarga)

Orang tua dan keluarga

diharapkan mampu berperan serta

dalam mengurangi gaya hidup

konsumtif pada santri pondok

pesantren modern. Peran orang

tua dan keluarga dapat dilakukan

dengan cara mengajarkan cara

mengatur keuangan meliputi

mengirimkan uang sesuai

kebutuhan, mengajarkan cara

menabung, mengajarkan cara

mengatur keuangan, mengirimkan

jatah perbulan, menjadwal

pengiriman uang, mengajarkan

cara berhemat, menitipkan uang

pada ustadzah, membatasi uang

saku,mengajarkan kesederhanaan

dan mengajarkan untuk

bersedekah.

3. Bagi pondok pesantren modern

Pondok pesantren modern

juga diharapkan mampu berperan

serta dalam mengurangi gaya

hidup konsumtif pada santri, salah

satunya dengan cara mentertibkan

kantin yang terdapat di dalam

pondok. Mentertibkan kantin

meliputi menurunkan harga

makanan di kantin,

mempersingkat jam buka kantin,

mengurangi pasokan makanan di

kantin, mengurangi toko yang ada

di dalam pondok dan membuka

koperasi khusus santri. Selain

mentertibkan kantin, perlu adanya

peningkatan kontrol terhadap

uang saku santri dan adanya

pelajaran dan contoh tentang

hidup sederhana seperti adanya

pengawasan ketika santri keluar

komplek mulai dari batasan uang

saku sampai jenis barang yang

akan dibeli oleh santri.

4. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat

dimanfaatkan sebagai tambahan

informasi agar selanjutnya dapat

meneliti gaya hidup konsumtif

pada seluruh santri pondok

pesantren modern, mulai dari MTs

sampai dengan MA dan melihat

(16)

11

berpengaruh seperti adat istiadat,

status sosial dan status ekonomi

dari santri.

Daftar Pustaka

Ahava, A., & Palojoki, P. 2004.

Adolescent consumers:

reaching them, border

crossings and pedagogical

challenges. International Journal of Consumer Studies, 28, 371-378.

Diponegoro, A. M. 2005. Afek dan

kepuasaan hidup santri. Jurnal Psikologi Islami. Vol. 1 No. 2.

Hanurawan, F. 2005. Perbedaan

sikap santri perempuan dan

santri laki-laki terhadap

perilaku pro-lingkungan hidup.

Jurnal Psikologi Islami. Vol.1 No.2.

Meilaratri, B., & Zulkarnain. 2004.

Konsep diri dan kecenderungan

pengambilan keputusan dalam

membeli pakaian pada remaja

wanita. Insight. Tahun II No.1.

Ramadhan, A. S. 2012. Hubungan

Gaya Hidup Konsumtif dengan

Harga Diri Mahasiswa Fakultas

Psikologi Universitas “X”.

Skripsi (Tidak Diterbitkan). Jakarta: Fakultas Ilmu

Keperawatan UI.

Suwanvijit, W. 2009. The insight

study of consumer life-styles

and purchasing behaviors in

Songkla Province, Thailand.

International Journal of Marketing Studies. Vol. 1 No.2.

Yuliani, H. 2009. Hubungan Antara

Gaya Hidup Konsumtif dan

Persepsi Terhadap Citra

Perusahaan Dengan Perilaku

Membeli Pada Yogya Chicken.

Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Yuniar dkk (2005) menunjukkan bahwa setiap tahunnya 5-10% dari santri baru di Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalam Surakarta mengalami

Peran Kyai dalam membina perilaku religius santri di Pondok Pesantren.. Modern Raden

Peran Kyai dalam membina perilaku qonaa’ah santri di Pondok Pesantren Modern Raden Paku Trenggalek ... Peran Kyai dalam membina perilaku sabar santri di Pondok Pesantren Modern

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian pada tesis ini, peneliti dapat mengambil kesimpulan yakni Analisis Proxemics di Kalangan Santri Pondok Pesantren Modern

Pelaksanaan manajemen pesantren modern di bidang kurikulum yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Arqam dalam rangka pembentukan karakter Islami Santri mulai dari

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 5 orang santri di pondok pesantren As’ad dan 5 orang santri Pondok Pesantren Al-Hidayah didapat hasil bahwa masih

Santri mukmin Yaitu santri-santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren, Santri kalongYaitu santri -santri yang berasal dari desa-desa sekitar pondok

Keadaan Prestasi Belajar Yang Diperoleh Santri di Pondok Pesantren Modern Darul 'Ulum Al-Muhajirin Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat No Alternatif Jawaban Frekwensi Jawaban F