GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN
NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi
Diajukan Oleh :
TIRTHA SEGORO F 100 090 134
FAKULTAS PSIKOLOGI
GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN
NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi
Diajukan Oleh :
TIRTHA SEGORO F 100 090 134
FAKULTAS PSIKOLOGI
ABSTRAKSI
GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN
Tirtha Segoro
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Gaya hidup konsumtif adalah pola hidup seseorang dalam membeli barang-barang berlebih dan tidak dibutuhkan secara terencana, hanya untuk memenuhi kepuasan dan kenyaman individu tersebut yang dilakukan secara konsisten. Gaya hidup konsumtif banyak terjadi pada remaja, tak terkecuali santri. Santri yang diharapkan mampu melakukan perubahan sosial di kalangan masyarakat justru kurang mampu dalam menghadapi gaya hidup konsumtif yang merupakan dampak negatif dari globalisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan latar belakang, faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif dan solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern. Informan utama dalam penelitian ini adalah remaja awal berusia 10-14 tahun, santri pondok pesantren modern dan memiliki pengeluaran lebih dari Rp. 500.000,00 perbulan. Metode pengambilan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner terbuka dan wawancara.
Hasil menunjukkan bahwa secara umum keluarga sudah memberikan peran yang penting dalam mengajarkan pemahaman tentang mengatur keuangan informan setiap bulan dengan mengajarkan cara berhemat dan memberikan contoh langsung. Faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern adalah orang lain/lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan usia santri yang tergolong remaja, yaitu 10-14 tahun dimana masa remaja adalah masa pencarian identitas diri yang cenderung mengikuti kelompok acuan remaja tersebut. Solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern berasal dari tiga pihak yang saling terkait, yaitu diri santri sendiri, keluarga dan pondok pesantren modern.
1
Pendahuluan
Dewasa ini telah banyak
ditemukan corak pondok pesantren
sebagai salah satu lembaga
pendidikan yang mencoba
mengimbangi tuntutan modernisasi
dengan beragam pembenahan dengan
membangun pondok pesantren
modern. Namun tak jarang pula
karena kurang mampu dalam
mengadopsi modernisasi pendidikan
dengan baik, maka hal tersebut dapat
mengancam daya saing dari peserta
didik pondok pesantren modern.
Misalnya saja fenomena yang terjadi
saat ini, yaitu gaya hidup konsumtif
yang terjadi di kalangan santri. Gaya
hidup konsumtif tersebut dapat
terlihat dari cara santri dalam
memutuskan barang-barang yang
hendak dibeli, digunakan dan
dikonsumsi baik pada saat di dalam
dan di luar komplek pondok
pesantren modern.
Pondok pesantren modern
diharapkan mampu mengembangkan
sistem belajar mengajar, kurikulum
yang berlaku serta sikap mental yang
harus dimiliki oleh santri sesuai
dengan kebutuhan dalam
menghadapi persaingan zaman saat
ini. Para santri yang rata-rata berusia
tiga belas sampai dua puluh tahun
sebagai generasi muda yang
menimba pendidikan di madrasah
dapat menjadi agen perubahan sosial
pada masa kini maupun di masa
mendatang.
Santri diharapkan mampu
menuntut ilmu agama dan umum
guna meningkatkan kemampuan
bersaing di era globalisasi sesuai
dengan tujuan didirikannya pondok
pesantren modern. Kemudian santri
juga mampu melakukan perubahan
sosial dan menularkan perilaku
positif di kalangan masyarakat
dengan memberikan contoh yang
baik dan membanggakan dari segi
akademik dan sosial kepada
masyarakat.
Sebagaimana pendapat
Yaqub (dalam Diponegoro, 2005),
yaitu melalui kapabilitas sebagai
agen perubahan sosial, santri dapat
menularkan perilaku positif kepada
masyarakat di sekelilingnya. Jika
dilihat dari usia para santri yang
dapat dikatakan remaja, yakni usia
2
merupakan masa pencarian identitas
diri. Di satu sisi remaja ingin diakui
sebagai individu, sementara pada
saat yang sama remaja harus
mempertahankan identitas dirinya
terhadap kelompok sebayanya.
Pada masa remaja cenderung
loyal pada kelompok acuan mereka,
baik dalam menentukan pilihan atau
pengambilan keputusan.
Fenomena-fenomena di atas mendorong peneliti
untuk merumuskan masalah yaitu
bagaimana gaya hidup konsumtif
pada santri pondok pesantren
modern. Penelitian ini penting
dilakukan untuk mengetahui latar
belakang dan faktor-faktor penyebab
dari gaya hidup konsumtif pada
santri serta solusi untuk mengurangi
perilaku konsumtif yang telah
menjadi gaya hidup santri. Dengan
rumusan masalah tersebut penelitian
ini memfokuskan tentang: Gaya
Hidup Konsumtif Pada Santri
Pondok Pesantren Modern.
Nafisah (dalam Sugiyarto,
dalam Yuliani, 2009) menyatakan
bahwa gaya hidup konsumtif adalah
kecenderungan seseorang secara
berlebihan dalam membeli sesuatu
atau membeli secara tidak terencana.
Kemudian menurut Subandy (dalam
Ramadhan, 2012), gaya hidup
konsumtif merupakan pola hidup
untuk mengkonsumsi secara
berlebihan barang-barang yang
sebenarnya kurang diperlukan untuk
mencapai kepuasaan yang maksimal.
Dari beberapa pendapat yang
telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan bahwa gaya hidup
konsumtif adalah pola hidup
seseorang dalam membeli
barang-barang berlebih dan tidak dibutuhkan
secara tak terencana hanya untuk
memenuhi kepuasan dan kenyaman
individu tersebut yang dilakukan
secara konsisten.
Menurut Sarwono (dalam
Sugiyarto, dalam Yuliani, 2009) ada
lima faktor yang mempengaruhi gaya
hidup konsumtif, yaitu minat, umur,
status sosial, tingkat ekonomi dan
adat istiadat. Pendapat dari
Suwanvijit (2009) pun tak jauh
berbeda, yaitu karakteristik penting
dari gaya hidup adalah bahwa gaya
hidup berasal dari personal melalui
pembelajaran sosial dan budaya dan
3
konsumen (yaitu usia, pekerjaan),
sebagai faktor-faktor personal yang
mempengaruhi gaya hidup
konsumen.
Berdasarkan uraian yang
telah dikemukakan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi gaya
hidup konsumtif adalah faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi minat dan usia.
Faktor eksternal meliputi adat
istiadat, budaya, status sosial, tingkat
ekonomi dan pekerjaan.
Santri yang dianggap sebagai
agen perubahan sosial dan
diharapkan mampu melakukan
perubahan-perubahan sosial yang
positif di masyarakat seperti yang
diungkapkan oleh Yacub (dalam
Diponegoro, 2005), pada
kenyataannya justru kurang mampu
dalam mengadopsi arus globalisasi
yang berdampak negatif yaitu santri
terlihat kurang mampu dalam
mengontrol gaya hidup konsumtif.
Gaya hidup konsumtif pada
santri pondok pesantren modern
dapat dikatakan dipengaruhi oleh
usia para santri yang dapat dikatakan
remaja, yakni usia tiga belas sampai
dua puluh tahun. Masa remaja adalah
masa pencarian identitas diri. Di satu
sisi remaja ingin diakui sebagai
individu, sementara pada saat yang
sama remaja harus mempertahankan
identitas dirinya terhadap kelompok
sebayanya. Dalam masa ini, remaja
cenderung loyal pada referensi
kelompok atau kelompok acuan
mereka.
Munandar (dalam Meilaratri
dan Zulkarnain, 2004) menuturkan
bahwa sifat-sifat remaja yang amat
mudah terbujuk iklan dan penjual,
suka ikut-ikutan teman, tidak
realistik dan cenderung boros dalam
menggunakan uangnya, serta senang
mengikuti trend, dimanfaatkan oleh
sebagian produsen untuk memasuki
pasar remaja.
Namun jika dilihat dampak
negatif yang ditimbulkan dari gaya
hidup konsumtif, maka kita akan
melihat bahwa santri sebagai agen
perubahan sosial cenderung tidak
berfokus pada tanggungjawab yang
sebenarnya. Rahardjo dan Saifullah
4
mengemukakan bahwa dalam
lingkungan pondok pesantren, secara
umum para santri mempelajari
banyak ragam pengetahuan yang
berhubungan dengan nilai-nilai
agama yang bersifat positif bagi
kehidupannya, baik dalam hubungan
dengan Sang Pencipta, sesama
manusia, maupun dengan alam
lingkungannya. Nilai-nilai itu
misalnya adalah sikap adil, hemat
dan tidak berlebihan, serta suka
menolong sesama manusia. Sehingga
jelaslah bahwa gaya hidup konsumtif
tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
diajarkan di dalam pondok pesantren
modern yang didalamnya sangat
memegang teguh tentang ajaran
agama Islam.
Metode Penelitian
Informan dalam penelitian ini
ditetapkan berdasarkan remaja
berusia 10-14 tahun, santri pondok
pesantren modern dan memiliki
pengeluaran lebih dari Rp.
500.000,00 perbulan. Pada penelitian
ini, peneliti menambahkan informan
pendukung, yaitu keluarga dari santri
pondok pesantren modern dan
pengelola pondok pesantren modern
yang terdiri dari dewan pimpinan
pondok pesantren modern dan dewan
pembina yaitu ustadz ustadzah
kesantrian pondok pesantren modern.
Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah kualitatif
yang diungkap dengan metode
kuisioner terbuka dan wawancara.
Kuisioner terbuka dibuat berdasarkan
tujuan dan pertanyaan penelitian
yang dibagikan kepada informan
utama. Sedangkan wawancara pada
penelitian kali ini dilakukan kepada
informan pendukung dengan tujuan
untuk menambah referensi dalam
hasil penelitian, khususnya dari segi
solusi yang paling efektif untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif
pada santri pondok pesantren
modern.
Hasil dan Pembahasan
Mengenai latar belakang gaya
hidup konsumtif pada santri pondok
pesantren modern, berdasarkan hasil
penelitian menggunakan kuesioner diketahui prosentase tertinggi
informan untuk kebiasaan dalam
keluarga informan ketika berbelanja
5
yaitu sebesar 65,8%. Prosentase
tertinggi peran keluarga dalam
mengajarkan pemahaman tentang
mengatur keuangan informan setiap
bulan prosentase tertinggi adalah
mengajarkan cara berhemat, yaitu
sebesar 38,03%.
Melihat dari uraian tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa
keluarga sudah memberikan peran
yang penting dalam mengajarkan
pemahaman tentang mengatur
keuangan informan setiap bulan
dengan mengajarkan cara berhemat
dan memberikan contoh langsung
seperti kebiasaan membeli sesuai
kebutuhan ketika berbelanja.
Kebiasaan dan peran keluarga
dalam mengajarkan pemahaman
sosial tentang mengatur keuangan
terhadap santri sangat berpengaruh
pada gaya hidup konsumtif pada
santri. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Suwanvijit
(2009), yaitu karakteristik penting
dari gaya hidup adalah bahwa gaya
hidup berasal dari personal melalui
pembelajaran sosial sebagai salah
satu dari faktor-faktor personal yang
mempengaruhi gaya hidup
konsumen.
Pembelajaran sosial tersebut
mampu didapatkan oleh santri dari
ruang lingkup terkecil santri yaitu
keluarga. Ketika keluarga mampu
memberikan pembelajaran sosial yang
baik, maka gaya hidup konsumen, yaitu
santri, dapat dikontrol dengan baik pula.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya hidup konsumtif
dapat dilihat dari hasil kuesioner
yang menunjukkan faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan
informan sendiri ketika berbelanja
adalah faktor kebutuhan, yaitu
sebesar 34%. orang yang paling
berpengaruh pada keputusan
informan sendiri ketika berbelanja
adalah orang sekitar/lingkungan,
yaitu sebesar 62,5%.
Melihat dari penjabaran di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi
gaya hidup konsumtif pada santri
pondok pesantren modern adalah
orang lain/lingkungan. Hal ini juga
berkaitan dengan usia santri yang
tergolong remaja, yaitu 10-14 tahun
6
pencarian identitas diri. Di satu sisi
remaja ingin diakui sebagai individu,
sementara pada saat yang sama
remaja harus mempertahankan
identitas dirinya terhadap kelompok
sebayanya.
Dalam masa ini, remaja
cenderung loyal pada referensi
kelompok atau kelompok acuan
mereka. Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh
Sarwono (dalam Sugiyarto, dalam
Yuliani, 2009) dan Suwanvijit (2009)
yang mengemukakan bahwa usia
merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gaya hidup
konsumtif. Usia santri yaitu 10-14
tahun digolongkan pada masa
remaja.
Menurut Ahava dan Palojoki
(2004) mengkonsumsi adalah
fenomena sosial yang kompleks,
khususnya pada remaja. Remaja
menyampaikan pesan-pesan melalui
gaya konsumsi mereka. Pesan-pesan
ini menunjukkan komitmen pada
grup (teman sebaya) yang berbeda,
gaya hidup yang berbeda dan aspek
politik atau ekologi.
Melihat gaya hidup
konsumtif pada santri, maka perlu
adanya solusi dalam menghadapi
gaya hidup konsumtif pada santri
pondok pesantren modern.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui prosentase tertinggi untuk
cara informan mengatur keuangan
setiap bulan adalah dengan berhemat,
yaitu sebesar 20,5%. Selanjutnya
prosentase tertinggi untuk cara
informan menyiasati pengaruh teman
untuk mencegah perilaku boros
adalah dengan mengingatkan, yaitu
sebesar 39,1%.
Melihat uraian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa solusi dari
diri santri sendiri dalam menghadapi
gaya hidup konsumtif pada santri
pondok pesantren modern adalah
dengan cara berhemat. Berhemat
dapat dilakukan dengan cara
membuat daftar belanja sebelum
membeli sehingga pengeluaran dapat
terencana dengan baik setiap
bulannya dan membeli barang sesuai
kebutuhan.
Kemudian cara menyisati
pengaruh teman untuk mencegah
7
mengingatkan. Hal ini senada dengan
kesimpulan dari hasil wawancara
kepada informan pendukung bahwa
cara yang seharusnya dilakukan oleh
diri santri sendiri untuk mengurangi
gaya hidup konsumtif pada santri
adalah belajar berhemat dan
mengontrol keinginan. Belajar
berhemat dapat dilakukan dengan
cara menabung, sedangkan
mengontrol keinginan dapat
dilakukan dengan membeli sesuai
dengan kebutuhan.
Solusi dari diri santri sendiri
dalam menghadapi gaya hidup
konsumtif tak terlepas dari cara
santri dalam menyiasati pengaruh
dari teman untuk mencegah perilaku
boros dimana masa remaja
merupakan masa pencarian identitas
diri dan remaja cenderung loyal pada
teman sebaya/kelompok mereka.
Menurut santri, hal tersebut dapat
disiasati dengan cara mengingatkan.
Santri juga dapat meningkatkan
kegiatan positif seperti ibadah dan
belajar serta lebih peka terhadap
lingkungan sekitar untuk menyisati
pengaruh dari teman.
Kemudian berdasarkan hasil
penelitian diketahui prosentase
tertinggi untuk cara yang seharusnya
dilakukan oleh keluarga untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif
pada santri adalah dengan
mengajarkan cara mengatur
keuangan, yaitu sebesar 58,4%.
Mengatur keuangan meliputi
mengirimkan uang sesuai kebutuhan,
mengajarkan cara menabung,
mengurangi uang saku, mengajarkan
cara mengatur keuangan,
mengirimkan jatah perbulan,
menjadwal pengiriman uang,
mengajarkan cara berhemat,
menyuruh menitipkan uang pada
ustadzah, membatasi uang saku,
mengajarkan kesederhanaan dan
mengajarkan untuk bersedekah.
Selain itu penting pula
adanya pembatasan uang saku
perbulan dan tidak memanjakan anak
dengan memberikan semua yang
diinginkan. Keluarga berperan
penting dalam memberikan solusi
untuk menghadapi gaya hidup
konsumtif pada santri pondok
8
Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Suwanvijit
(2009), yaitu karakteristik penting
dari gaya hidup adalah bahwa gaya
hidup berasal dari personal melalui
pembelajaran sosial sebagai salah
satu dari faktor-faktor personal yang
mempengaruhi gaya hidup
konsumen. Pembelajaran sosial
tersebut mampu didapatkan oleh
santri dari ruang lingkup terkecil
santri yaitu keluarga.
Kemudian berdasarkan hasil
penelitian diketahui prosentase
tertinggi untuk cara yang seharusnya
dilakukan oleh pondok pesantren
modern untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif pada santri adalah
dengan mentertibkan kantin, yaitu
sebesar 58,4%. Menertibkan kantin
meliputi menurunkan harga makanan
di kantin, mempersingkat jam buka
kantin, mengurangi pasokan
makanan di kantin, mengurangi toko
yang ada di dalam pondok dan
membuka koperasi khusus santri.
Selain itu, perlu adanya peningkatan
kontrol terhadap uang saku santri dan
adanya pelajaran dan contoh tentang
hidup sederhana seperti adanya
pengawasan ketika santri keluar
komplek mulai dari batasan uang
saku sampai jenis barang yang akan
dibeli oleh santri.
Hal ini senada dengan
pendapat Rahardjo dan Saifullah
(dalam Hanurawan, 2005) bahwa
dalam lingkungan pondok pesantren,
secara umum santri banyak diajarkan
ragam pengetahuan yang
berhubungan dengan nilai-nilai
agama yang bersifat positif bagi
kehidupannya, baik dalam hubungan
dengan Sang Pencipta, sesama
manusia, maupun dengan alam
lingkungannya. Nilai-nilai itu
misalnya adalah sikap adil, hemat
dan tidak berlebihan, serta suka
menolong sesama manusia.
Namun diketahui bahwa
prosentase tertinggi untuk cara yang
paling efektif dalam mengurangi
gaya hidup konsumtif pada santri
adalah adanya manajemen diri, yaitu
sebesar 39%. Manajemen diri
meliputi berhemat, membatasi
perilaku jajan, melakukan aktifitas
positif dan membeli sesuai
9
Kesimpulan
Mengenai latar belakang gaya
hidup konsumtif pada santri pondok
pesantren modern, dapat disimpulkan
bahwa keluarga sudah memberikan
peran yang penting dalam
mengajarkan pemahaman tentang
mengatur keuangan informan setiap
bulan dengan mengajarkan cara
berhemat dan memberikan contoh
langsung seperti kebiasaan membeli
sesuai kebutuhan ketika berbelanja.
Faktor yang mempengaruhi
gaya hidup konsumtif pada santri
pondok pesantren modern
dipengaruhi oleh orang
lain/lingkungan. Hal ini juga
berkaitan dengan usia santri yang
tergolong remaja, yaitu 10-14 tahun
dimana masa remaja adalah masa
pencarian identitas diri yang
cenderung loyal pada referensi
kelompok atau kelompok acuan
mereka.
Solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri
pondok pesantren modern berasal
dari tiga pihak yang saling terkait,
yaitu diri santri sendiri, keluarga dan
pondok pesantren modern. Namun
solusi yang paling efektif untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif
pada santri menurut santri sendiri
adalah adanya manajemen diri.
Manajemen diri meliputi berhemat,
membatasi perilaku jajan, melakukan
aktifitas positif dan membeli sesuai
kebutuhan.
Saran
1. Bagi informan penelitian (Santri
pondok pesantren modern)
Informan penelitian
diharapkan mampu mengurangi
gaya hidup konsumtif dan mulai
berfokus pada peningkatan
kualitas diri dan mampu
memberikan pengaruh positif
kepada masyarakat. Cara untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif
dapat dilakukan dengan berhemat
yang dilakukan dengan cara
membuat daftar belanja sebelum
membeli sehingga pengeluaran
dapat terencana dengan baik
setiap bulannya dan menabung.
Selain berhemat, santri dapat pula
mengontrol keinginan dengan cara
membeli barang sesuai kebutuhan.
10
pengaruh teman untuk mencegah
perilaku boros adalah dengan cara
mengingatkan, meningkatkan
kegiatan positif seperti ibadah dan
belajar serta lebih peka terhadap
lingkungan sekitar.
2. Bagi orang tua (keluarga)
Orang tua dan keluarga
diharapkan mampu berperan serta
dalam mengurangi gaya hidup
konsumtif pada santri pondok
pesantren modern. Peran orang
tua dan keluarga dapat dilakukan
dengan cara mengajarkan cara
mengatur keuangan meliputi
mengirimkan uang sesuai
kebutuhan, mengajarkan cara
menabung, mengajarkan cara
mengatur keuangan, mengirimkan
jatah perbulan, menjadwal
pengiriman uang, mengajarkan
cara berhemat, menitipkan uang
pada ustadzah, membatasi uang
saku,mengajarkan kesederhanaan
dan mengajarkan untuk
bersedekah.
3. Bagi pondok pesantren modern
Pondok pesantren modern
juga diharapkan mampu berperan
serta dalam mengurangi gaya
hidup konsumtif pada santri, salah
satunya dengan cara mentertibkan
kantin yang terdapat di dalam
pondok. Mentertibkan kantin
meliputi menurunkan harga
makanan di kantin,
mempersingkat jam buka kantin,
mengurangi pasokan makanan di
kantin, mengurangi toko yang ada
di dalam pondok dan membuka
koperasi khusus santri. Selain
mentertibkan kantin, perlu adanya
peningkatan kontrol terhadap
uang saku santri dan adanya
pelajaran dan contoh tentang
hidup sederhana seperti adanya
pengawasan ketika santri keluar
komplek mulai dari batasan uang
saku sampai jenis barang yang
akan dibeli oleh santri.
4. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai tambahan
informasi agar selanjutnya dapat
meneliti gaya hidup konsumtif
pada seluruh santri pondok
pesantren modern, mulai dari MTs
sampai dengan MA dan melihat
11
berpengaruh seperti adat istiadat,
status sosial dan status ekonomi
dari santri.
Daftar Pustaka
Ahava, A., & Palojoki, P. 2004.
Adolescent consumers:
reaching them, border
crossings and pedagogical
challenges. International Journal of Consumer Studies, 28, 371-378.
Diponegoro, A. M. 2005. Afek dan
kepuasaan hidup santri. Jurnal Psikologi Islami. Vol. 1 No. 2.
Hanurawan, F. 2005. Perbedaan
sikap santri perempuan dan
santri laki-laki terhadap
perilaku pro-lingkungan hidup.
Jurnal Psikologi Islami. Vol.1 No.2.
Meilaratri, B., & Zulkarnain. 2004.
Konsep diri dan kecenderungan
pengambilan keputusan dalam
membeli pakaian pada remaja
wanita. Insight. Tahun II No.1.
Ramadhan, A. S. 2012. Hubungan
Gaya Hidup Konsumtif dengan
Harga Diri Mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas “X”.
Skripsi (Tidak Diterbitkan). Jakarta: Fakultas Ilmu
Keperawatan UI.
Suwanvijit, W. 2009. The insight
study of consumer life-styles
and purchasing behaviors in
Songkla Province, Thailand.
International Journal of Marketing Studies. Vol. 1 No.2.
Yuliani, H. 2009. Hubungan Antara
Gaya Hidup Konsumtif dan
Persepsi Terhadap Citra
Perusahaan Dengan Perilaku
Membeli Pada Yogya Chicken.
Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi