• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802011117 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802011117 Full text"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT ORANGTUA – REMAJA DENGAN PERILAKU SEKSUAL SISWA DI SMA “X” MAKASSAR

OLEH

GUSTI MADE JULIA DWIJAYANTI ARNAWA 802011117

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT ORANGTUA – REMAJA DENGAN PERILAKU SEKSUAL SISWA DI SMA “X” MAKASSAR

Gusti Made Julia Dwijayanti Arnawa

Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara secure attachment

orangtua – remaja dengan perilaku seksual remaja yang berpacaran di SMA “X”

Makassar. Penelitian ini dilakukan kepada siswa dan siswi kelas X – XI berusia 15 – 16

tahun yang berjumlah 210 orang yang diambil langsung di aula SMA “X” Makassar.

Metode pengumpulan data pada variabel perilaku seksual menggunakan skala tahapan

perilaku seksual yang diungkapkan oleh Soetjiningsih (2008). Pada variabel secure

attachment orang tua – remaja dengan menggunakan skala Inventory of Parent and Peer

Attachment (IPPA – R) yang berdasarkan pada aspek yang diungkapkan oleh Armsden

dan Greenberg (1987) yaitu trust (kepercayaan), communication (komunikasi), dan

alienation (keterasingan). Hasil penelitian ini diperoleh nilai korelasi Spearman-Brown

Prediction Formula, rxy = - 0.077; p = 0.133 yang berarti tidak terdapat hubungan

negatif signifikan antara secure attachment orangtua dengan perilaku seksual remaja.

(9)

ABSTRACT

This study aims to investigate the relations of secure attachment parents- teenagers to

teenage sexual behavior dating at "X" high school Makassar. This study was conducted

to 210 male and female students in grade 10 and 11,aged of 15-16, and were done

directly at the "X" high school auditorium Makassar. The data collection method on

sexual behavior variables uses the stages of sexual behavior scale, revealed by

Soetjiningsih (2008); mean while, the data collection method on the variables of secure

attachment parents - teens uses the Inventory of Parent and Peer Attachment scale

(IPPA - R), based on the aspects revealed by Armsden and Greenberg (1987), namely

trust, communication, and alienation. The research resulted the correlation values of

Spearman-Brown Prediction formula, rxy = - 0.077; p = 0.133 which means there is no

significant negative relations between secure attachment of parents- teenager and

teenage sexual behavior.

(10)

1

PENDAHULUAN

Masa remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan antara

masa kanak – kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan – perubahan

biologis, kognitif, dan emosional. Perubahan biologis, kognitif, dan

sosio-emosional yang dialami remaja dapat berkisar mulai dari perkembangan fungsi seksual,

proses berpikir abstrak hinggakemandirian. Masa remaja juga menjadi jembatan antara

anak yang aseksual dan orang dewasa yang seksual. Remaja adalah masa eksplorasi dan

eksperimen seksual, masa fantasi dan realitas seksual, masa mengintegrasikan

seksualitas ke dalam identitas seseorang (Santrock, 2007). Remaja dikenal sebagai suatu

tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangan.

Masa remaja adalah masa eksplorasi, dimana perilaku seksual baik dengan stimulasi

sendiri maupun menggunakan orang lain sebagai stimulus cenderung meningkat

(Fortenberry et al dalam Crooks & Baur,2014). Menurut Sarwono (2000) remaja adalah

periode peralihan ke masa dewasa, di mana mereka seyogyanya mulai mempersiapkan

diri menuju kehidupan dewasa, termasuk dalam aspek seksual, sehingga ia

mendefinisikan perilaku seksual sebagai tingkah laku yang di dorong oleh hasrat

seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.

Perilaku seksual pranikah adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses

pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan

masing-masing individu (Luthfie, 2002). Menurut Mayasari dan Hadjam (2000),

perilaku seksual dalam berpacaran adalah manifestasi dorongan seksual yang

diwujudkan mulai dari melirik ke arah bagian sensual pasangan sampai bersenggama

yang dilakukan oleh remaja yang sedang berpacaran. Menurut Soetjiningsih (2008),

(11)

2

dengan lawan jenisnya. Bentuk perilaku seksual bertahap dari tingkat yang kurang intim

sampai dengan hubungan seksual. Dalam penelitian ini difokuskan pada perilaku

seksual pada remaja yang berpacaran. Tahapan perilaku seksual remaja yang berpacaran

dapat dilihat dari tahap-tahap perilaku seksual yang dimodifikasi oleh Soetjiningsih

(2008) yang meliputi, berpegangan tangan, memeluk/dipeluk bahu, memeluk/dipeluk

pinggang, ciuman bibir, ciuman bibir sambil berpelukan, meraba/diraba daerah erogen

(payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian, mencium/dicium daerah erogen

dalam keadaan berpakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan

berpakaian, meraba/diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian,

mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian, saling menempelkan

alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian, dan hubungan seksual.

Dewasa ini realita yang terjadi di dalam masyarakat mengenai perilaku remaja

dalam berpacaran semakin memprihatinkan. Survei yang dilakukan oleh PKBI (Lestari,

2013) terhadap remaja di lima kota yaitu Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon

dan Tasikmalaya menunjukkan bahwa aktivitas remaja dalam berpacaran sangat

bervariasi mulai dari bersentuhan, berciuman, petting, dan berhubungan kelamin.

Alasan remaja melakukan hubungan seksual pada umumnya sebagai ungkapan rasa

cinta. Penelitian yang dilakukan oleh Suwarni (2009) yang dilakukan pada remaja SMA

di Pontianak menyatakan bahwa sebagian besar responden (56,9%) melakukan kissing;

(30,7%) necking; (13,8%) petting; (7,2%) oral seks; (5,5%) anal seks; dan (14,7%)

intercourse. Kondisi ini menurut Pangkahila (dalam Soejoeti, 2001), disebabkan karena

sejak lebih satu dekade ini telah terjadi perubahan dalam pandangan dan perilaku seks

(12)

3

tersebut. Pola pergaulan menjadi semakin bebas yang didukung oleh fasilitas seksual

yang mudah dilakukan, bahkan mudah berlanjut menjadi hubungan seksual.

Meskipun banyak remaja laki-laki dan perempuan saling berinteraksi melalui

kelompok kawan yang bersifat formal maupun informal, kontak yang lebih serius

diantara mereka hanya berlangsung dalam relasi pacaran (Bouchey dkk dalam Santrock

2007). Pacaran merupakan fenomena yang cukup banyak dijumpai di zaman sekarang

dan memiliki fungsi utama yaitu untuk memilih dan mendapatkan seorang pasangan

(Santrock, 2007). Remaja cenderung menjadikan rekreasi dan pencapaian status teman

sebaya sebagai alasan untuk pacaran. Pencapaian keintiman antara sepasang kekasih

biasanya terjadi belakangan setelah pencapaian keintiman antara teman (Berk, 2012). Di

awal relasi romantis, banyak remaja belum termotivasi untuk memenuhi kebutuhan

kemelekatan atau bahkan kebutuhan seksual. Relasi romantis pada remaja hanya

berfungsi untuk bereksplorasi mengenai seberapa menariknya diri mereka, bagaimana

berinteraksi secara romantis, dan bagaimana kesan dirinya bagi kelompok kawan

sebaya. Setelah remaja memperoleh sejumlah kompetensi dasar dalam berinteraksi

dengan pacarnya, maka pemenuhan kebutuhan kelekatan dan kebutuhan seksual

menjadi hal yang utama dalam sebuah relasi (Furman & Werner dalam Santrock 2007).

Masalah seksualitas pada masa remaja selalu menjadi pembicaraan yang menarik

bagi siapa saja. Banyaknya remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum

menikah menjadi pemikiran serius bagi orangtua, masyarakat, pendidik, agamawan dan

bahkan remaja itu sendiri. Suatu fenomena yang menarik adalah bahwa hubungan

seksual sebelum menikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Hal ini

terlihat dari data yang diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2008

(13)

4

telah melakukan hubungan seks pranikah. Dari jumlah itu terdapat 11,2% diantaranya

berakhir dalam kehamilan dan 67,8% hamil tidak meneruskan kehamilannya dengan

cara pengguguran kandungan (dalam Listyaningsih, 2012). Menurut survey yang

diperoleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah tentang

perilaku seksual remaja saat berpacaran menunjukkan saling mengobrol 100%,

berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%,

mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan

hubungan seks 7,6% (dalam Andriana, 2014). Meskipun tidak semua remaja yang

berpacaran melakukan hal tersebut tetapi dari fakta tersebut menunjukkan

kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Rahman dan Hirmaningsih

(dalam Mayasari & Hadjam, 2000) mengungkapkan adanya dorongan seksual dan rasa

cinta membuat remaja ingin selalu dekat dan mengadakan kontak fisik dengan pacar.

Kedekatan fisik maupun kontak fisik yang terjadi antara remaja yang sedang pacaran

akan berbeda dengan kedekatan fisik atau kontak fisik antara remaja dengan teman atau

keluarga. Kedekatan fisik inilah yang akhirnya akan mengarah pada perilaku seksual

dalam pacaran.

Fenomena ini juga terjadi di SMA “X” salah satu sekolah terkenal di kota

Makassar. Beberapa waktu yang lalu sekolah ini baru saja mengeluarkan salah satu

muridnya dari sekolah karena didapatkan menyebarkan video porno salah satu teman

sekolahnya ke teman yang lainnya. Kasus lainnya terjadi beberapa tahun yang lalu

terdapat siswi yang dikeluarkan dari sekolah karena hamil diluar nikah. Sekolah ini juga

sedang fokus untuk menangani mengenai masalah kedekatan siswa yang berpacaran.

Menurut salah satu guru yang mengajar di sekolah tersebut, kelekatan antara orangtua

(14)

5

mengandalkan babysitter atau pengasuh untuk mengurus keperluan anak-anak mereka

karena alasan sibuk bekerja sehingga anak merasa kurang memiliki kelekatan dengan

orangtua mereka. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor anak-anak melakukan

perilaku beresiko seperti merokok, minum minuman keras, narkoba dan seks bebas serta

perilaku seksual lainnya.

Berdasarkan dengan fenomena yang dikemukakan di atas, menurut Miller dkk

(dalam Santrock 2007) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja

meliputi faktor sosial ekonomi, kedekatan/keterjalinan orangtua dan remaja,

pengawasan atau pengaturan terhadap aktivitas remaja dari orangtua, nilai-nilai

orangtua untuk menentang hubungan seksual di masa remaja dan regulasi diri. Sejalan

dengan factor-faktor yg di ungkapkan Miller dkk, Sanderowitz dan Paxman (dalam

Sarwono, 2000) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual

remaja meliputi faktor sosial – ekonomi, taraf pendidikan, besarnya jumlah keluarga,

rendahnya nilai agama, hubungan antara orangtua dan anak, citra diri yang menyangkut

keadaan tubuh dan Kontrol diri. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh

Puspitadesi, dkk (2013) melihat bahwa terdapat hubungan antara secure attachment

orangtua dan remaja dengan perilaku seksual remaja.

Berikut ini akan dikemukakan teori attachment yang dikemukakan oleh beberapa

ahli. Attachment (kelekatan) adalah ikatan afeksi kuat yang seseorang miliki dengan

orang tertentu dalam hidupnya sehingga membuatnya merasa senang bila berinteraksi

dengan mereka dan nyaman bila mereka berada di dekatnya di masa – masa tertekan

(Berk,2012). Bowlby (1977) attachment sebagai bentuk perilaku seseorang untuk

mencapai atau mempertahankan kedekatan dengan beberapa individu yang berbeda.

(15)

6

perkembangan Amerika Mary Ainsworth (1979) menyatakan bahwa kelekatan yang

aman di masa bayi penting bagi perkembangan kompetensi sosial (Santrock, 2007).

Menurut Santrock, terdapat 2 macam kelekatan yang dikemukakan oleh Santrock yaitu

kelekatan yang aman (secure attachment) dan kelekatan yang tidak aman (insecure

attachment).

Kelekatan berkembang sejak masa bayi. Dalam kelekatan yang aman (secure

attachment) bayi menggunakan pengasuhnya sebagai basis yang aman untuk

mengeksplorasi lingkungannya (Santrock, 2007). Kelekatan yang aman pada masa bayi

sebagai landasan yang penting bagi perkembangan kelekatan selanjutnya di masa

kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Menurut Morrison (dalam Maentiningsih, 2008)

secure attachment orangtua – anak yaitu ikatan berupa kasih sayang yang diberikan

orangtua pada anak secara konsisten dan responsif sehingga menumbuhkan rasa aman

pada anak. Kelekatan pada remaja ditandai dengan perubahan penting dalam sistem

kognitif, perilaku, dan emosional. Remaja mengembangkan pandangan mereka sendiri

terhadap sesuatu dan memisahkan diri mereka dengan orangtua mereka. (Bowlby dalam

Guarnieri dkk, 2010). Namun hal ini tidak berarti mengganggu hubungan keterikatan

remaja dengan orangtua. Otonomi yang dibangun di dalam diri remaja, tidak merugikan

ikatan kelekatan di dalam keluarga. Dengan kata lain, remaja dapat mengeksplorasi

kemandirian mereka dari orangtua karena remaja tahu bahwa orangtua adalah tokoh

kelekatan utama yang tersedia ketika remaja mencari dukungan dalam hal kebutuhan

nyata (Allen dkk dalam Guarnieri dkk, 2010).

Menurut Armsden dan Greenberg, secure attachment yaitu adanya ikatan

orangtua dan anak yang dinampakkan dari adanya trust, communication, rendahnya

(16)

7

secure attachment menurut Armsden dan Greenberg (dalam Guarnieri dkk, 2010) yaitu,

pertama trust yang mengacu pada adanya kepercayaan remaja sehingga orangtua dan

teman sebaya dapat memahami dan menghormati kebutuhan dan keinginan mereka,

kedua communication, yang mengacu pada adanya persepsi remaja pada orangtua dan

teman sebaya yang sensitif dan tanggap terhadap kondisi emosional mereka dan menilai

tingkat dan kualitas keterlibatan dan komunikasi verbal mereka, ketiga alienation,

mengacu pada kurang adanya perasaan isolasi, kemarahan, dan pengalaman

keterpisahan yang dialami oleh remaja dalam hubungan kelekatan dengan orangtua dan

teman sebaya. Dari ketiga aspek yang diungkapkan oleh Armsden dan Greenberg

(1987), seorang remaja dikatakan memiliki secure attachment dengan orangtuanya

ketika terdapat tingkat saling pengertian dan menghormati yang tinggi antara anak dan

orangtua serta terjadi kualitas komunikasi yang baik di dalam keluarga dan kurangnya

perasaan marah dan keterasingan antar pribadi yang terjadi antara orangtua dan anak.

Komunikasi yang dibangun di antara remaja dan orangtua akan cenderung membuat

remaja tidak memiliki masalah dalam perilaku seperti rendahnya perilaku seksual

seperti yang dikemukakan oleh Smith dan Walsh (dalam Fenney, 2000) yaitu

Attachment yang lemah dengan orangtua, lebih memungkinkan remaja untuk terlibat

dalam aktifitas seksual dini dan memiliki banyak pasangan seksual.

Komunikasi anak dan orangtua yang konsisten dan dapat diprediksi, serta

kesiapan orangtua memenuhi kebutuhan anak baik dari segi fisik maupun emosional

akan mempengaruhi perilaki anak-anak. Perilaku dengan pola kelekatan ini melibatkan

emosional dan kognitif, dengan menggunakan orangtua mereka sebagai basis yang

aman untuk menjelajahi lingkungan mereka (Creeden, 2004). Kelekatan dicirikan

(17)

8

orangtua (Turner, dalam Lestari, 2013). Offer (dalam Bowbly, 1988), membuktikan

remaja yang sehat, bahagia, mandiri dan dewasa muda adalah produk dari rumah yang

stabil, dimana kedua orangtua memberikan banyak waktu dan perhatian pada

anak-anak. Allen dan Kuperminc dkk (dalam Satrock 2007), mengungkapkan kedekatan

remaja dengan orangtua akan mampu memfasilitasi remaja dalam kecakapan dan

kesejahteraan sosial seperti yang tercermin dalam harga diri, penyesuaian emosi dan

kesehatan fisik. Kedekatan antara remaja dan orangtua mampu menghasilkan hubungan

yang baik dengan teman sebaya, pacar, atau kekasih dan juga lingkungan sosialnya.

Kelekatan dengan orangtua mampu menciptakan pengendalian emosi serta

pengendalian diri pada remaja (Puspitadesi dkk, 2013).

Penelitian yang dilakukan di SMA 11 Yogyakarta menemukan hubungan yang

signifikan dari figur kelekatan orangtua yang aman (secure attachment) dengan perilaku

seksual remaja (Puspitadesi dkk, 2013). National Longitudinal Study mengungkapkan

remaja yang tidak makan malam bersama orangtuanya minimal lima hari per-minggu,

secara drastis memperlihatkan peningkatan jumlah dalam hal merokok, mengkonsumsi

alkohol, menggunakan marijuana, terlibat dalam perkelahian, dan melakukan aktivitas

seksual (Council of Economi Advisor, 2000 dalam Santrock, 2012). Penelitian yang

dilakukan oleh Ybarra dan Mitchell menemukan bahwa remaja yang sengaja melihat

pornografi (online dan offline) melaporkan mempunyai tingkat depresi yang tinggi dan

tingkat kelekatan (attachment) yang buruk dengan pengasuhnya (dalam Schuler 2014).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pitaloka (2013) kepada sejumlah

mahasiswa di Yogyakarta mengungkapkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan

antara kelekatan dengan perilaku seksual, sehingga penting untuk diteliti kembali

(18)

9

yang bertolak belakang, sejauh penelusuran peneliti penelitian mengenai hubungan

kedua variabel ini masih jarang dijumpai.

Berdasarkan uraian diatas jelas dikemukakan bahwa orangtua memiliki peran

penting dalam mempengaruhi perilaku seksual remaja, terutama dalam segi kelekatan

antara remaja dan orangtua (attachment). Oleh karena itu peneliti ingin meneliti apakah

ada hubungan antara secure attachment orangtua dan remaja dengan perilaku seksual

siswa yang berpacaran di SMA “X” Makassar.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan negatif yang signifikan

antara secure attachment orangtua – remaja dengan perilaku seksual siswa yang

berpacaran di SMA “X” Makassar. Makin tinggi secure attachment antara orangtua

dan remaja maka semakin rendah perilaku seksualnya.

(19)

10

METODE

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional.Varibel

dependent pada penelitian ini adalah Perilaku Seksual, sedangkan variabel independent

pada penelitian ini adalah Secure attachment Orangtua – remaja.

Definisi Operasional

Definisi operasional secure attachment menurut Armsden dan Greenberg, yaitu

adanya ikatan orangtua dan anak yang dinampakkan dari adanya trust, communication,

rendahnya alienation sehingga menumbuhkan rasa aman pada anak. Terdapat 3 aspek

dalam secure attachment menurut Armsden dan Greenberg (dalam Guarnieri dkk, 2010)

yaitu, pertama trust, communication, rendahnya alienation. Variabel ini ungkap dengan

skala secure attachment. Makin tinggi skor total yang diperoleh maka makin tinggi

secure attachment yang dimiliki begitu pula sebaliknya, makin rendah total skor yang

diperoleh maka makin rendah secure attachment yang dimiliki oleh subjek.

Definisi operasional perilaku seksual yaitu segala tingkah laku seksual yang

didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya. Bentuk perilaku seksual bertahap

dari tingkat yang kurang intim sampai dengan hubungan seksual (Soetjiningsih,2008).

Variabel ini diungkap dengan skala tahap-tahap perilaku seksual yang disusun oleh

Soetjiningsih (2008).

Partisipan

Pada awalnya peneliti akan melakukan penelitian pada siswa kelas X-XII yang

(20)

11

hanya dilakukan kepada seluruh siswa kelas X dan kelas XI SMA “X” yang berjumlah

210 siswa yang berusia 15-16 tahun. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sampling jenuh, dimana teknik penentuan sampel bila semua anggota

populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2012).

Alat Ukur Penelitian

Data secure attachment diungkap dengan menggunakan skala Inventory of

Parent and Peer AttachmentRevised (IPPA-R). Skala IPPA ini semula disusun oleh

Armsden and Greenberg (1987), berdasarkan aspek yang diungkapkan oleh Armsden

and Greenberg (1987) yaitu trust (kepercayaan), communication (komunikasi), dan

alienation (keterasingan). Skala ini direvisi kembali oleh Gullone dan Robinson (2005)

agar dapat digunakan untuk melihat attachment subjek yang berusia dibawah 18 tahun.

Skala ini terdiri dari 2 subskala yang didalamnya dari masing-masing 28 aitem untuk

orangtua, dan teman sebaya. Dalam penelitian ini, hanya akan menggunakan subskala

orangtua yang kemudian dibuat menjadi satu yang berjumlah 28 aitem, sedangkan

subskala teman sebaya tidak digunakan, karena dalam penelitian ini akan fokus pada

attachment terhadap orangtua. Skala ini terdiri dari 28 aitem yang terdiri dari 12 aitem

favorable (aitem yang mendukung pernyataan) dan 16 aitem unfavorable (aitem yang

tidak mendukung pernyataan). Skala Inventory of Parent and Peer Attachment

Revised (IPPA-R) yang tersusun dalam skala Likert. Berdasarkan seleksi aitem skala

attachment yang semula tersusun 28 aitem sesudah dilakukan pengujian daya

diskriminasi sebanyak 3 kali maka aitem menjadi 22 aitem (6 aitem yang gugur) dan

reliabilitas skala attachment sebesar 0,909.

Untuk mengukur perilaku seksual digunakan skala tahap – tahap perilaku

(21)

12

Guttman. Skala ini terdiri dari 12 tahap perilaku seksual. Perhitungan analisis aitem

menghasilkan 12 butir yang memiliki daya diskriminasi yang baik dengan nilai r hitung

≥ 0.3 (Azwar, 2012) r berkisar antara 0.484-0.775 dan reliabilitas skala tahap perilaku

seksual sebesar 0,826. Setelah menyeleksi aitem-aitem yang gugur, kemudian dilakukan

perhitungan reliabilitas Alfa Cronbach untuk mendapatkan reliabilitas skala yang

digunakan sebagai alat ukur.

Prosedur Pengambilan Data

Pengumpulan data dimulai pada hari Senin 04 Mei 2015 – 08 Mei 2015 dengan

cara penulis datang langsung ke sekolah SMA “X” Makassar untuk bertemu dengan

subjek penelitian. Penelitian dilakukan kepada 210 subjek, dan semua skala terisi. Pada

penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai yaitu subjek yang digunakan untuk

try out digunakan sekaligus untuk penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian

kemudian diolah menggunakan bantuan program komputer SPSS 17.0 for windows.

Teknik Analisa Data

Metode analisis menggunakan uji korelasi pearson product moment untuk melihat

hubungan yang signifikan antara secure attachment dengan perilaku seksual remaja

yang berpacaran di SMA “X” di Makassar. Analisis data dilakukan dengan bantuan

(22)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Deskriptif

Secure attachment

Berdasarkan jumlah aitem secure attachment (22aitem) dengan 5 alternatif jawaban maka kategorinya sebagai berikut

Tabel 1.4 Kategorisasi Pengukuran Skala Secure attachment

No. Interval Kategori Mean N Presentase

1. 22≤ x < 39.6 Sangat Rendah 0 0%

2. 39.6≤ x < 57.2 Rendah 3 1.4%

3. 57.2≤ x < 74.8 Sedang 48 22.9%

4. 74.8≤ x < 92.4 Tinggi 83.02 113 53.4%

5. 92.4≤ x < 110 Sangat Tinggi 46 21,9%

Jumlah 210 100%

Berdasarkan Tabel 1.4 di atas, sebagian besar siswa yaitu 113 siswa (53,4%) memiliki

secure attachment dengan orangtua pada kategori tinggi.

Perilaku Seksual.

Tabel 1.7 Tahap Perilaku Seksual yang Dilakukan

Tahap Perilaku Seksual Banyaknya

Subjek

Persentase

0 - 118 56.2%

1 Berpegangan Tangan 29 13.7%

2 Memeluk/dipeluk di bahu 14 6.7 %

3 Memeluk.dipeluk di pinggang 37 17.6 %

4 Ciuman bibir 2 1.0 %

5 Ciuman bibir sambil berpelukan 3 1.4 %

6 Meraba/di raba daerah erogen (alat kelamin/payudara) dalam keadaan berpakaian.

1 0.5%

7 Menciumi/dicium daerah erogen (alat kelamin/payudara) dalam keadaan berpakaian

(23)

14

8 Saling menempelkan alat kelamin

dalam keadaan berpakaian

0 0%

9 Meraba/ Diraba daerah erogen (alat kelamin/ payudara) dalam keadaan tanpa berpakaian

0 0%

10 Menciumi/dicium daerah erogen (alat kelamin/payudara) dalam keadaan tanpa berpakaian

1 0.5%

11 Saling menempelkan alat kelamin

dalam keadaan tanpa berpakaian.

1 0.5%

12 Hubungan Seksual 4 1.9%

Pada tabel 1.7 diketahui bahwa terdapat 4 siswa (1,9%) yang sudah sampai

pada tahap hubungan seksual.

2. Uji Asumsi

Uji Normalitas

Tabel 1.1 : Hasil Uji Normalitas Secure attachment Orangtua-Anak dan Perilaku Seksual Remaja yang Berpacaran.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

secure_attachme

nt perilaku_seksual

N 210 210

Normal Parametersa,,b Mean 82.9381 1.2667

Std. Deviation 11.93607 2.21031

Most Extreme Differences Absolute .067 .283

Positive .041 .279

Negative -.067 -.283

Kolmogorov-Smirnov Z .964 4.105

Asymp. Sig. (2-tailed) .311 .000

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada tabel 1.1 di atas, salah satu

variabel yaitu attachment memiliki signifikansi p > 0.05. Variabel Secure attachment

(24)

15

signifikansi sebesar 0.311 (P > 0.05).Oleh karena nilai signifikansi p > 0.05, maka

distribusi data secure attachment orangtua – anak berdistribusi normal. Sedangkan

variabel perilaku seksual memiliki nilai K-S-Z sebesar 4.105 dan probabilitas (p) atau

signifikansi sebesar 0.000 maka distribusi data perilaku seksual remaja yang berpacaran

tidak berdistribusi normal. Sehingga untuk menguji hipotesis mengenai hubungan

secure attachment orangtua – anak dengan perilaku seksual remaja pada siswa SMA

“X” Makassar, digunakan teknik korelasi Spearman-Brown Prediction Formula dengan

bantuan program SPSS versi 17 for windows

Uji Linearitas

Tabel 1.2 : Hasil Uji Linearitas Attachment dengan Perilaku Seksual Remaja yang Berpacaran

ANOVA Table

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

perilaku_seksual * secure_attachment

Between Groups

(Combined) 386.378 48 8.050 2.042 .001

Linearity 18.219 1 18.219 4.621 .033

Deviation from Linearity

368.159 47 7.833 1.987 .001

Within Groups 634.689 161 3.942

Total 1021.067 209

Dari hasil uji linearitas, maka diperoleh nilai F sebesar 4.621 dengan sig 0.033

(p < 0.05) yang menunjukkan hubungan linear antara secure attachment orangtua –

(25)

16

3. Uji Korelasi

Tabel 1.3 : Hasil Uji Korelasi antara Attachment Orangtua – Anak dengan Perilaku Seksual Remaja yang Berpacaran

Correlations

secure_attachme

nt perilaku_seksual

Spearman's rho secure_attachment Correlation Coefficient 1.000 -.077

Sig. (1-tailed) . .133

N 210 210

perilaku_seksual Correlation Coefficient -.077 1.000

Sig. (1-tailed) .133 .

N 210 210

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara

attachment orangtua – anak dengan perilaku seksual sebesar -0.077 dengan sig = 0.133

(p > 0.05) yang berarti tidak terdapat hubungan negatif signifikan antara secure

attachment orangtua – anak dengan perilaku seksual remaja.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian, diperoleh hasil bahwa

hipotesis yang diajukan ditolak. Hasil uji hipotesis menunjukkan koefisien korelasi

(r) = -0.077 dengan sig. = 0,133 (p < 0,05), yang berarti tidak ada hubungan yang

signifikan antara secure attachment dan perilaku seksual remaja. Hasil penelitian ini

tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mendukung adanya hubungan yang

signifikan antara secure attachment dan perilaku seksual remaja (Puspitadesi dkk,

2013), dimana secure attachment yang dianggap mampu menghindari remaja dari

(26)

17

norma yang berlaku dalam masyarakat. Lebih lanjut, Offer (dalam Bowbly, 1988),

membuktikan remaja yang sehat, bahagia, mandiri dan dewasa muda adalah produk

dari rumah yang stabil, dimana kedua orangtua memberikan banyak waktu dan

perhatian. Allen dan Kuperminc dkk (dalam Santrock, 2007), juga menyatakan

kedekatan antara remaja dan orangtua mampu menghasilkan hubungan yang baik

dengan teman sebaya, pacar, atau kekasih dan juga lingkungan sosialnya. Selanjutnya

Smith dan Walsh (dalam Fenney, 2000) menyatakan attachment yang lemah dengan

orangtua, lebih memungkinkan remaja untuk terlibat dalam aktifitas seksual dini dan

memiliki banyak pasangan seksual. Tetapi, penelitian ini menemukan hasil yang

berbeda.

Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Pitaloka (2013) yang

menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kelekatan dengan

perilaku seksual remaja. Menurut Pitaloka (2013), perilaku seksual lebih dipengaruhi

oleh faktor usia pubertas, pengetahuan, sikap, status perkawinan orangtua, jumlah

pacar, lama pertemuan dengan pacar dan paparan media elektronik, media cetak, dan

religiusitas. Hal ini juga didukung oleh pendapat Buhrmester dan Furman (dalam

Lemelin dkk, 2014) yang menyebutkan bahwa semakin tua remaja, mereka akan

semakin menjauhkan diri dari orangtua mereka dan semakin berpaling kepada mitra

romantis untuk mendapatkan dukungan emosional. Terjadi proses pergeseran

kelekatan dari orangtua ke pasangan. Remaja bahkan lebih cenderung untuk memilih

dan merujuk kepada pasangan romantis mereka sebagai sosok kelekatan utama

mereka khususnya pada remaja yang sudah menjalani hubungan pacaran selama dua

tahun atau lebih sehingga menggantikan orangtua dalam hubungan interpersonalnya

(27)

18

Pada masa remaja juga tidak hanya dicirikan dengan pertumbuhan fisik dan

perkembangan otak yang signifikan. Remaja memiliki rasa ingin tahu dan seksualitas

yang hampir tidak dapat dipuaskan. Remaja memikirkan apakah dirinya secara

seksual menarik, bagaimana cara melakukan hubungan seks, dan bagaimana nasib

kehidupan seksualitas mereka (Santrock, 2012). Informasi mengenai seks yang

didapatkan remaja lebih banyak melalui media seperti majalah, koran dan remaja juga

cenderung membicarakan masalah mengenai seks dengan teman sebaya atau pasangan

romantisnya. Suatu studi eksplorasi mengungkapkan bahwa teman sebaya menjadi

sumber informasi yang paling banyak dipilih oleh remaja laki – laki dan perempuan

dalam memilih sumber informasi tentang seks. Remaja perempuan memilih teman

(41,6%), sebagai sumber pertama, berikutnya orangtua (14,2%), buku (6,9 %),

internet (6,9%), guru dan media (3,4%), kakak (2,7%), dan ahli (2,3%) Pada remaja

laki – laki pilihan untuk urutan pertama sumber informasi tentang seks juga teman,

namun urutan berikutnya yang menonjol adalah internet, urutan berikutnya adalah

guru (8,6%), media dan buku (masing – masing 3,3%), orangtua (1,9%), ahli (1,5%),

dan kakak (0,7%). (Lestari, Suparno dan Restu dalam Lestari, 2013). Rasa

keingintahuan dari remaja ini dapat berdampak buruk bagi diri remaja dan orang lain

ketika tidak diberikan informasi yang tepat mengenai masalah seksual.

Hasil dari penelitian ini mungkin tidak berhubungan antara variabel secure

attachment dengan perilaku seksual karena butir-butir aitem di antara 2 variabel ini

yang tidak berhubungan dan konsisten. Pada aitem secure attachment mungkin saja

siswa dapat menghasilkan tingkat kategori secure attachment yang tinggi tetapi ketika

kita melihat aitem pada skala kedua yaitu skala perilaku seksual, walaupun diperoleh

(28)

19

terdapat siswa juga yang mempunyai perilaku seksual hingga pada tahap yang terakhir

yaitu hubungan seksual. Hal ini dikarenakan karena pada skala secure attachment

hanya memaparkan pernyataan-pernyataan mengenai secure attachment yang dimiliki

remaja dengan orangtuanya tanpa menyinggung mengenai komunikasi orangtua dan

anak mengenai seks. Sehingga sebaiknya dalam membuat aitem, sebaiknya membuat

aitem yang benar-benar merepresentasikan atribut-atribut yang diukur secara

konsisten dan sebelum mengambil data, kita bisa melakukan simulasi dengan

menjadikan diri sendiri sebagai subjek penelitian untuk memperkirakan gambaran

data yang didapatkan (Widhiarso,2012).

Masa remaja adalah masa seseorang mencari jati diri, dimana remaja mengalami

eksplorasi seksual serta mengintegrasikan seksualitas kedalam identitas seseorang

(Santrock, 2007). Oleh sebab itu walaupun remaja mempunyai kualitas kelekatan yang

aman dengan orangtua, bisa saja remaja tetap melakukan perilaku seksual. Hal ini dapat

dilihat pada hasil penelitian yang telah dilakukan, menjelaskan bahwa tidak terdapat

hubungan signifikan antara secure attachment antara orangtua dan anak tidak dengan

perilaku seksual remaja yang berpacaran di SMA “X” Makassar. Selain itu dalam

penelitian ini juga daitemukan bahwa sebagian besar siswa yaitu 113 siswa (53,4%)

memiliki kelekatan aman dengan orangtua (secure attachment) yang berada pada

kategori tinggi dan berdasarkan skor yang diperoleh dalam skala perilaku seksual

(29)

20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara secure

attachment orangtua – anak dengan perilaku seksual remaja yang berpacaran di SMA

“X” Makassar, maka dapat disimpulkan :

1. Tidak ada hubungan negatif signifikan antara secure attachment orangtua –

anak dengan perilaku seksual remaja yang berpacaran di SMA “X”

Makassar.

2. Sebagian besar siswa memiliki gaya kelekatan yang aman (secure

attachment) yaitu 113 siswa (53.4%) berada pada kategori tinggi.

3. Pada skala perilaku seksual menunjukkan bahwa dari ke-12 tahapan perilaku

seksual, terdapat 4 siswa yang sudah sampai pada tahap hubungan seksual.

Saran

1. Dalam penelitian ini ditemukan 4 orang remaja yang sudah melakukan perilaku

seksual pranikah sampai pada tahap hubungan seksual dan terdapat 5 siswa

(2,4%) yang sudah sampai pada tahap menempelkan alat kelamin tanpa

berpakaian yang menjurus pada hubungan seksual artinya walaupun kelekatan

siswa tergolong aman dengan orangtua, sehingga walaupun orangtua memiliki

kelekatan yang aman dengan anak, sebaiknya dalam komunikasi dengan anak,

orangtua dapat memberikan pengetahuan mengenai seks kepada anak sehingga

anak tidak memperoleh informasi yang tidak tepat mengenai perilaku seks dan

(30)

21

mengadakan penyuluhan mengenai perilaku berpacaran yang baik kepada siswa

sehingga siswa terhindar dari seks bebas.

2. Bagi peneliti selanjutnya lebih memperhatikan lagi cara pengambilan sampel

dan pembagian skala psikologi kepada subjek. Sebaiknya dilakukan di dalam

kelas bukan di dalam aula sehingga siswa dapat lebih serius lagi dalam

memberikan jawaban dan dapat menghasilkan hasil yang lebih representatif dan

lebih baik.

3. Selain itu, peneliti selanjutnya juga dapat melihat perilaku seksual tidak hanya

dari faktor secure attachment orangtua – anak, tetapi dari beberapa faktor lain

yang mempengaruhi perilaku seksual remaja seperti paparan media elektronik,

kelekatan remaja dengan teman sebaya, pengetahuan mengenai seks, dan

religiusitas sehingga dapat menambah wawasan mengenai perilaku seksual

(31)

22

Daftar Pustaka

Armsden, G.C., & Greenberg, M.T. (1987). The inventory of parent and peer attachment: individual differences and their relationship to psychological well-being in adolescence. Journal of Youth and Adolescene, 16, 427 – 454. Retrieved from http://link.springer.com/article/10.1007%2FBF02202939#close

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Ed.2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berk, L. E. (2012). Development through the lifespan : dari prenatal sampai remaja (transisi menjelang dewasa). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bowlby, J. (1988). A Secure base : parent – child attachment and healthy human Development. U.S.A: Basic Books

Bowlby, J. (1977). The making and breaking of affectional bonds : I aetiology and psychopathology in the light of attachment theory. An expanded version of fiftieth maudsley lecture, delivered before the royal college of psychiatrists. The British Journal of Psychiatry 130 : 201-210. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/843768

Creeden, K. (2004). The neurodevelopmental impact of early trauma and insecure attachment: re- thinking our understanding and treatment of sexual behavior problems. Sexual Addiction dan Compulsivity, 11:223-247. Retrieved from http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=5e4c35d1-67c7-4e0c-b076-cb720bb15217%40sessionmgr115danvid=6danhid=110

Crooks, R. & Baur, K. (2014). Our sexuality. United States: Wadsworth, Cengage Learning

Feeney, J. A., Peterson, C., Gallois, C., Terry, D. J. (1991). Attachment style as a predictor of sexual attitudes and behavior in late adolescene. Psychology and Health, 14, 1105 1122. Retrieved from http://thescipub.com/PDF/jssp.2013.42.47.pdf

Guarnieri, S., Ponti, L., & Tani, F. (2010). The inventory of parent and peer attachment (IPPA): a study on the validity of style of adolescent attachment to parents and peers in an Italian sample. TPM, 17, 103-130. Retrieved from http://www.tpmap.org/wp-content/uploads/2014/11/17.3.1.pdf

Gullone, E. & Robinson, K. (2005). The inventory of parent peer attachment – revised (IPPA-R) for children: A psychometric investigation. Clinical Psychology and Psychotherapy 12, 67 69. Retrieved from http://web.a.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=5dansid=9dd5d75f-ab6f-44b3-a215-1d04bb375e2b%40sessionmgr4002danhid=4201

Lestari, S. (2013). Psikologi keluarga : penanaman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga. Jakarta: Kencana.

(32)

23

Luthfie, R. E. (2002). Fenomena Perilaku Seksual Pada Remaja. Jakarta: Erlangga

Maentiningsih, D. (2008). Hubungan antara secure attachment dengan motivasi berprestasi pada remaja (Skripsi).Diunduh dari

http://www.gunadarma.ac.id/library/abstract/gunadarma_10599046-skripsi_fpsi.pdf

Mayasari, F. & Hadjam, M.N.R. (2000). Perilaku seksual remaja dalam berpacaran ditinjau dari harga diri berdasarkan jenis kelamin. Jurnal Psikologi No.2, 120-127. Diunduh dari http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/138/129

Lemelin, C.,Lussier, Y.,Sabourin, S.,Brassard, A.,Naud, C, (2014). Risky sexual behaviours: The role of substance use, psychopathic traits, and attachment insecurity among adolescents and young adults in Quebec. The Canadian Journal of Human Sexuality 23(3), 189–199. Retrieved from : http://muse.jhu.edu/login?auth=0dantype=summarydanurl=/journals/the_canadian _journal_of_human_sexuality/v023/23.3.lemelin.html.

Pitaloka, S. (2013). Hubungan antara kelekatan dengan perilaku seksual pada mahasiswa (Skripsi). Diunduh dari digilib.uin-suka.ac.id/.../BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

Puspitadesi, D. I., dkk. (2013). Hubungan antara figur kelekatan orangtua dan kontrol diri dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri 11 Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa Vol.1, No.4. Diunduh dari http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/article/view/40

Santrock, J. W. (2007). Remaja .Ed 11. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J.W. (2012). Life – span development: perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga

Sarwono, S. W. (2000). Psikologi remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sugiyono, (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r & d. Bandung: Alvabeta.

Suwarni, L. (2009). Monitoring parental dan perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja SMA Di Kota Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia

Vol.4 No.2. Di Unduh dari

:ejournal.undip.ac.id/index.php/jpki/article/download/2350/2072

Soetjiningsih. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada

remaja.

(33)

24

Gambar

Tabel 1.4 Kategorisasi Pengukuran Skala Secure attachment
Tabel 1.1 : Hasil Uji Normalitas Secure attachment Orangtua-Anak dan Perilaku
Tabel 1.2 : Hasil Uji Linearitas Attachment dengan Perilaku Seksual Remaja yang
Tabel 1.3 : Hasil Uji Korelasi antara Attachment Orangtua – Anak dengan Perilaku Seksual Remaja yang Berpacaran

Referensi

Dokumen terkait

• Argumentasi secara syar’i terhadap perintah ibadah yang berkaitan dengan posisi matahari pada saat awal waktu salat dan posisi hilal di atas ufuk pada saat matahari

[r]

Tabel 4.3 Descriptive Statistics Kondisi Orientasi Kognitif Pemilih Pemula Siswa SLTA di Kabupaten Cianjur

[r]

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Program Strata 1 Pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro

[r]

(2014).Hubungan antara pola asuh dengan kesulitan makan pada anak prasekolah (3 - 5 tahun) di TK Leyangan Kabupaten Semarang Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo.. Diunduh

Judul penelitian : Perilaku Ibu dalam Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak. Prasekolah di Desa Sei Musam Kendit