commit to user
PENGARUH
ZINC
PADA KADAR NETROFIL SPUTUM DAN
LAMA RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI
Mujang Giri Rahadar, dr, Prof. Dr. Suradi, dr. SpP(K).MARS, Dr. Budiyanti W, dr., Sp.GK, M.Kes
Magister kedokteran Keluarga Program Pasca Sarjana UNS
Email : dr.emgeer@gmail.com
ABSTRAK
Pendahuluan: Eksaserbasi pada PPOK merupakan suatu keadaan dimana inflamasi kronis yang terjadi menjadi
lebih berat dibanding kondisi pada PPOK stabil. Eksaserbasi pada PPOK ditandai dengan ditemukannya peningkatan sel inflamasi netrofil pada sputum. Netrofil sputum pada PPOK bisa menjadi marker dan pemikiran untuk ditemukannya target baru pada penatalaksanaan PPOK, yaitu dengan cara menurunkan netrofil sputum sehingga elastase dapat dikurangi dan diharapkan akan mengurangi progresifitas pada PPOK.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemberian zinc sebagai antiinflamasi, pengaruh pemberian zinc pada kadar netrofil sputum dan menganalisis peran pemberian zinc pada lama rawat inap penderita PPOK eksaserbasi..
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain quasi experimental studies. Subjek penelitian adalah
pasien PPOK eksaserbasi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Rumah sakit paru Ariowirawan Salatiga. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama adalah kelompok perlakuan/zinc (n=15) yang mendapatkan zinc 1x20mg perhari selama rawat inap sebagai tambahan terapi standar dan kelompok kedua adalah kelompok kontrol (n=15) yang hanya mendapatkan terapi standar. Pemeriksaan kadar netrofil sputum dilakukan saat pertama didiagnosis dengan PPOK eksaserbasi dan setelah kriteria pemulangan pasien terpenuhi. Lama rawat inap dihitung dari awal terdiagnosis PPOK eksaserbasi sampai kriteria pulang terpenuhi.
Hasil: Penurunan kadar netrofil sputum (p=0,000*) kelompok perlakuan didapatkan hasil yang signifikan.
Penurunan kadar netrofil sputum (p=0,002*) kelompok kontrol didapatkan hasil yang signifikan. Penurunan kadar netrofil sputum (p=0,101 dan lama rawat inap (0,607) kelompok perlakuan terhadap kelompok kontrol didapatkan hasil yang tidak signifikan.
Kesimpulan: Zinc berpengaruh menurunkan kadar netrofil sputum dan menurunkan lama rawat inap penderita
penderita PPOK eksaserbasi.
Kata kunci: Zinc, netrofil sputum, lama rawat inap, PPOK eksaserbasi.
commit to user
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Data
epidemiologi pada tiap negara memperlihatkan
angka yang berbeda-beda (Maranatha D 2010).
Data epidemiologi PPOK di Indonesia tidak
terdokumentasi dengan baik. Angka mortalitas
PPOK pada tahun 2010 menurut World Health
Organization (WHO) diperkirakan ada pada
peringkat empat dan diperkirakan pada dekade
kedepan akan menduduki peringkat ketiga.
Kejadian ini memperlihatkan bahwa angka
mortalitas pasien PPOK menunjukkan adanya
peningkatan (Suradi 2007).
Penyakit paru obstruktif kronik memiliki
karakteristik terjadinya obstruksi pada saluran
napas kecil yang bersifat tidak sepenuhnya
reversible dan remodelling struktur paru (Chung et
al 2008). Inflamasi yang bersifat kronis terjadi pada
penyakit ini. Eksaserbasi pada PPOK merupakan
suatu keadaan dimana inflamasi kronis yang terjadi
menjadi lebih berat dibanding kondisi pada PPOK
stabil. Eksaserbasi pada PPOK ditandai dengan
ditemukannya peningkatan sel inflamasi netrofil
pada sputum (PDPI 2011). Netrofil sputum pada
PPOK bisa menjadi marker dan pemikiran untuk
ditemukannya target baru pada penatalaksanaan
PPOK, yaitu dengan cara menurunkan netrofil
sputum sehingga elastase dapat dikurangi dan
diharapkan akan mengurangi progresifitas pada
PPOK (Chung KF et al 2008, Larsson K 2007).
Netrofil merupakan 70% dari jumlah
lekosit dalam sirkulasi yang akan bertahan selama
10 jam dalam darah. Netrofil banyak ditemukan di
sputum atau melalui broncho alveolar lavage
(BAL) penderita PPOK dan akan menempati
jaringan selama 1-2 hari. (Baratawidjaja KG 2006)
Makrofag yang teraktivasi akibat paparan asap
rokok akan menghasilkan neutrophilic
chemoattractants. Mediator-mediator inilah yang
bertugas menarik netrofil dari pembuluh darah ke
saluran napas (White AJ et al 2003, Stockley RA
2002). Penghitungan netrofil sputum bisa menjadi
marker untuk menilai beratnya PPOK (Chung KF
et al 2008). Enzim protease yang dihasilkan oleh
netrofil akan menyebabkan destruksi dinding alveol
(emfisema) dan hipersekresi mukus (bronkitis
kronik) (Barnes PJ 2008, Shapiro et al 2010).
Eksaserbasi pada PPOK merupakan
keadaan perburukan gejala respirasi dari kondisi
sehari-hari. Eksaserbasi dapat menyebabkan
penurunan fungsi paru dan menurunkan kualitas
hidup. Kejadian ini akan menyebabkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas sehingga memerlukan
perubahan pengobatan (GOLD 2014). Pengobatan
dapat melibatkan pemberian mineral dikarenakan
ditemukannya defisiensi zinc pada PPOK (Herzog
et al 2011). Zinc memiliki peran sebagai
antiinflamasi dengan cara menghambat aktivasi
NF-kβ. Inflamasi yang lebih berat pada PPOK
eksaserbasi akan menyebabkan kerusakan pada
epitel saluran pernapasan, sehingga zinc yang
terdapat pada epitel saluran napas akan berkurang.
Keadaan eksaserbasi akan menurunkan nafsu
makan dan asupan makanan sehingga akan
memperberat defisiensi zinc yang terjadi pada
PPOK. Penelitian ini dilakukan untuk
membuktikan peran pemberian terapi tambahan
zinc pada PPOK eksaserbasi sebagai antiinflamasi
melalui penilaian kadar netrofil sputum dan lama
rawat inap.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan uji klinis dengan
desain quasi experimenta l studies dengan
pendekatan pre test dan post test pada kelompok
intervensi dan kontrol. Penelitian dilakukan di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Rumah sakit
paru Ariowirawan Salatiga pada bulan September
commit to user
Populasi target penelitian adalah pasienPPOK eksaserbasi. Populasi terjangkau adalah
pasien PPOK eksaserbasi yang menjalani
perawatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan
Rumah sakit paru Ariowirawan Salatiga.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
cousecutive sampling yaitu memilih subjek
penelitian yang datang dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Besar
sampel ditentukan berdasarkan jenis penelitian
eksperimental dan didapatkan jumlah sampel 30
terdiri dari 15 subjek untuk kelompok perlakuan
(zinc) dan 15 subjek kelompok kontrol.
Kriteria inklusi adalah penderita
terdiagnosis PPOK eksaserbasi secara klinis
dengan umur lebih dari 30 tahun, bersedia ikut
dalam penelitian dan menandatangani lembar
persetujuan. Diagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan radiologis. Gejala klinis
penderita PPOK eksaserbasi: Perburukan gejala
respiratorik (peningkatan sesak, peningkatan
produksi sputum, purulensi dahak) dibandingkan
dengan kondisi sehari-hari. Ronsen toraks
memperlihatkan paru hiperinflasi, corakan
bronkovaskuler meningkat. Tipe eksaserbasi
menurut kriteria Winnipeg yaitu bila terdapat tiga
gejala meliputi peningkatan sesak, peningkatan
volume dahak dan purulensi dahak.Kriteria ekslusi
adalah penderita PPOK yang memerlukan
perawatan di ICU dan menggunakan ventilasi
mekanis, mempunyai penyakit kanker paru,
diabetes mellitus, gagal ginjal kronik dan sirosis
hepatis. Kriteria diskontinyu adalah penderita
meninggal selama follow up, mengundurkan diri,
dan muncul efek samping terhadap zinc selama
penelitian berlangsung.
Variabel penelitian berupa variabel
tergantung yaitu kadar netrofil sputum dan lama
rawat inap, serta variabel bebas berupa jenis terapi
zinc dengan dosis 1x20 mg diberikan selama rawat
inap sampai kriteria pulang (discharge criteria)
terpenuhi.
Zinc merupakan salah satu mikronutrien
yang berperan dalam metabolisme manusia. Zinc
mempunyai efek antiinflamasi. Suplementasi zinc
dengan memberikan tablet zinc dosis 1x20 mg/ hari
selama hari perawatan. Tablet zinc adalah tablet
dispersibel yang berisi mineral zinc sulfate 54,9 mg
setara dengan zinc 20 mg.
Netrofil sputum merupakan salah satu sel
inflamasi yang terlibat pada PPOK. Netrofil banyak
ditemukan di sputum penderita PPOK. Netrofil
akan menghasilkan mediator yang akan
menyebabkan destruksi jaringan paru.
Penghitungan netrofil sputum bisa menjadi marker
PPOK. Pemeriksaan netrofil menggunakan metode
Romanowsky. Skala pengukuran menggunakan
skala numerik (rasio).
Lama rawat inap merupakan lama hari
perawatan penderita PPOK eksaserbasi. Jumlah
hari dihitung sejak penderita terdiagnosis PPOK
eksaserbasi sampai diperbolehkan pulang. Kriteria
pulang menurut GOLD 2014 yaitu mampu
menggunakan bronkodilator kerja panjang dengan
atau tanpa steroid inhalasi, membutuhkan
bronkodilator jangka pendek lebih dari tiap 4 jam,
mampu bergerak sekitar ruangan, mampu makan
dan minum tanpa sesak, pasien stabil secara klinis
12-24 jam, analisis gas darah stabil 12-24 jam dan
pasien mampu menggunakan pengobatan di rumah.
Lama rawat inap dihitung dalam hari. Skala
pengukuran menggunakan skala numerik (rasio).
Subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok pertama mendapat zinc dosis 1x20mg
dan terapi sesuai standar selama rawat inap, grup
kedua yang hanya mendapatkan terapi standar
PPOK eksaserbasi selama rawat inap. Setelah
terdiagnosis PPOK secara klinis, memenuhi kriteria
commit to user
informed consent dilakukan pengambilan sputumuntuk pemeriksaan netrofil sputum awal. Pasien
kemudian di follow-up sampai kriteria discharge
terpenuhi. Pasien diambil lagi sputum untuk
pemeriksaan netrofil sputum akhir. Respons terapi
setelah pemberian zinc diukur berdasarkan
penurunan kadar netrofil sputum dan lama rawat
inap.
Penulis mengajukan persetujuan penelitian
ke Panitia Kelaikan Etik Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta sebelum
dilakukan penelitian. Uji beda adalah hasil uji
untuk melihat perbedaan dua sampel. Penelitian ini
menggunakan sampel berpasangan dengan uji
parameter paired t test. Uji t untuk sampel yang
tidak berpasangan. Perbedaan kadar netrofil sputum
sebelum dan sesudah pemberian zinc dianalisis
dengan uji t berpasangan. Lama rawat inap pada
penderita yang mendapat zinc dibanding kontrol
menggunakan uji t tidak berpasangan. Batas
kemaknaan nilai p>0,05=tidak bermakna, nilai
p≤0,05=bermakna (Dahlan, 2013).
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini melibatkan 30 penderita
PPOK eksaserbasi yang di rawat di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta dan Rumah sakit paru
Ariowirawan Salatiga mulai 21 September 2015
sampai 29 Oktober 2015. Subjek dibagi menjadi
kelompok zinc dan kelompok kontrol. Karakteristik
dasar subjek penelitian (tabel 1).
Uji normalitas untuk mengetahui sebaran
data apakah normal atau tidak normal secara
analitik dan akan menentukan uji statistik yang
sesuai. Uji normalitas menggunakan uji
Shapiro-Wilk dengan pertimbangan jumlah sampel relatif
sedikit yaitu kurang dari 50. Sebaran data normal
apabila didapatkan nilai p>0,05 dan akan
dilanjutkan dengan uji t (parametrik). Apabila
sebaran data tidak normal maka akan dilanjutkan
dengan uji nonparametrik.
Tabel 1 Karakteristik dasar subjek penelitian
.
Karakteristik Kelompok
Keterangan: IMT=Indeks Masa Tubuh, IB=Indeks Brinkman, PJK=Penyakit jantung coroner, AKG=Angka kecukupan gizi.
Deskripsi hasil kadar netrofil sputum awal
dan akhir pada kelompok perlakuan (zinc) dan
kelompok kontrol (tabel 2).
Tabel 2. Deskripsi hasil kadar netrofil sputum awal (sebelum) dan akhir (setelah) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Variabel
Kelompok zinc Kelompok kontrol
commit to user
Pengujian perbedaan penurunan kadarnetrofil sputum dan lama rawat inap antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
digunakan independent samples t test (tabel 3).
Tabel 3. Analisis uji beda perubahan pre-post kadar netrofil sputum & lama rawat inap pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Variabel
Perubahan pre-post
p
Kelompok zinc
Kelompok Kontrol
Kadar netrofil sputum (%)
26,00 15,98 15,87 16,72 0,101
Lama rawat inap (hari)
3,80 ± 1,21 4,13 ± 2,17 0,607
Keterangan: * p < 0,05 = pengujian signifikan pada taraf ketelitian 5%.
Faktor risiko pada PPOK merupakan
faktor yang kompleks yang melibatkan genetik dan
lingkungan. Faktor-faktor risiko pada PPOK antara
lain umur, jenis kelamin, pertumbuhan dan
perkembangan paru, pajanan partikel (terutama
asap rokok), sosioekonomi, hiperreaktivitas
bronkus dan infeksi (GOLD 2014).
Subjek penelitian ini secara keseluruhan
terdiri dari 30 orang yang terbagi 15 orang
kelompok perlakuan dan 15 kelompok kontrol.
Jenis kelamin pada penelitian ini sebagian besar
laki-laki yaitu 13 orang pada kelompok perlakuan
dan 10 orang kelompok kontrol dengan total subjek
penelitian perempuan sebanyak 7 orang. Prevalensi
dan kematian karena PPOK berdasarkan survei
terbaru di negara berkembang hampir sama antara
laki-laki dan perempuan. (GOLD 2014).
Rerata umur pada kelompok zinc adalah
62,47±13,92 tahun dan 59,60±8,92 tahun pada
kelompok kontrol. Umur merupakan salah satu
faktor risiko PPOK dengan mekanisme yang belum
jelas dipahami, diperkirakan dengan pertambahan
umur akan berkembang menjadi PPOK.(GOLD
2014).
Indeks massa tubuh (IMT) subjek
penelitian sebagian besar memiliki nilai normal
(IMT=18,5-25) yaitu 9 (60,0 %) baik pada
kelompok zinc maupun kelompok kontrol. Indeks
massa tubuh rendah meningkatkan risiko untuk
terjadinya PPOK. Berdasarkan penelitian ini maka
subjek dengan IMT normal dan lebih harus
dipertahankan dengan cara pemberian asupan
makanan yang cukup untuk mencegah terjadinya
penurunan IMT yang akan menyebabkan
perburukan PPOK.
Tingkat pendidikan subjek penelitian
terbanyak baik kelompok zinc maupun kontrol
adalah sekolah dasar (SD), kelompok zinc
sebanyak 9 orang (60%) dan kelompok kontrol 8
orang (53,3%). Sekolah menengah pertama (SMP)
kelompok zinc 1 orang (6,7%) dan kelompok
kontrol ada 4 orang (26,7%), sekolah menengah
atas (SMA) hanya terdapat pada kelompok zinc 2
orang (13,3%). Tingkat pendidikan dan riwayat
pekerjaan menggambarkan status sosioekonomi
pasien. Subjek penelitian ini sebagian besar
berstatus sosioekonomi rendah. Sosioekonomi
rendah merupakan salah satu faktor risiko PPOK
yang berhubungan terhadap kepatuhan pengobatan
dan nutrisi (GOLD 2014).
Subjek penelitian terbanyak dari
kelompok zinc yaitu dengan IB sedang sebanyak 9
orang (60,0%). Subjek penelitian terbanyak dari
kelompok kontrol yaitu pada kelompok tidak
merokok sebanyak 6 orang (40,0%). Rokok
meliliki keterkaitan dengan PPOK dalam hal
hubungan dose response, yaitu makin banyak
rokok yang dihisap dan lebih lama akan
meningkatkan risiko terhadap PPOK. (GOLD
2014). Hubungan antara kejadian PPOK pada
subjek penelitian ini dengan riwayat merokok dapat
juga dipengaruhi oleh genetik (defisiensi α1
antitrypsin) dimana subjek yang tidak merokok
commit to user
Komorbid subjek penelitian ini antara lainstroke iskemik, hipokalemia, penyakit jantung
koroner, depresi, kardiomiopati dan lain-lain.
Faktor komorbid pada PPOK dapat mempengaruhi
prognosis dari pasien PPOK dan komorbid juga
merupakan manifestasi sistemik dari PPOK
(GOLD 2014).
Subjek penelitian pada kelompok zinc dan
kontrol sebagian besar tidak menderita gagal napas
yaitu masing-masing 9 orang (60%) dan 6 orang
(40%). Subjek dengan gagal napas yang
menggunakan ventilator dieksklusi dari penelitian
ini. Gagal napas dapat dipengaruhi oleh derajat
berat dari PPOK eksaserbasi.
Inflamasi pada PPOK akan menyebabkan
kerusakan jaringan paru (Scanion PD 2004).
Inflamasi ini bersifat kronis. Penyakit paru
obstruktif kronik eksaserbasi merupakan kejadian
akut ditandai perburukan gejala respirasi
dibandingkan gejala normal harian dan
membutuhkan medikasi. Infeksi dan polutan dapat
menyebabkan inflamasi akut paru dan saluran
napas sehingga inflamasi berkembang lebih berat
dibanding kondisi stabil (PDPI 2011). Eksaserbasi
pada PPOK ditandai dengan ditemukannya
peningkatan sel inflamasi netrofil pada sputum
(PDPI 2011). Netrofil sputum pada PPOK bisa
menjadi marker dan pemikiran untuk
ditemukannya target baru pada penatalaksanaan
PPOK, yaitu dengan cara menurunkan netrofil
sputum sehingga elastase dapat dikurangi dan
diharapkan akan mengurangi progresifitas pada
PPOK (Chung KF et al 2008, Larsson K 2007).
Netrofil merupakan 70% dari jumlah
lekosit dalam sirkulasi yang akan bertahan selama
10 jam dalam darah. Netrofil memiliki peran untuk
fagositosis. Netrofil banyak ditemukan di sputum
atau melalui broncho alveolar lavage (BAL)
penderita PPOK dan akan menempati jaringan
selama 1-2 hari. (Baratawidjaja KG 2006) Netrofil
mampu melepaskan radikal bebas, elastase dan
sitokin yang berperan pada patogenesis PPOK
(Rennard SI et al 2002). Penghitungan netrofil
sputum bisa menjadi marker untuk menilai
beratnya PPOK (Chung KF et al 2008).
Zinc memiliki peran sebagai antiinflamasi
dan antioksidan. Zinc menurunkan pembentukan
sitokin inflamasi dengan menghambat aktivasi
makrofag yaitu melalui hambatan aktivasi NF-kβ. Nuclear factor kβ merupakan faktor transkripsi yang mengontrol gen respon inflamasi, namun
mekanisme yang ini terjadi saat ini tidak begitu
jelas. Zinc menghambat aktivasi NF-κβ dengan
menghalangi fosforilasi dan degradasi protein inhibitor kappa β (Iκβ) yang merupakan protein penting untuk aktivasi NF-κβ. Zinc mengakibatkan
penurunan infiltrasi neutrofil dari pembuluh darah
ke saluran napas karena aktivasi NF-κβ makrofag
dihambat sehingga faktor kemotaktik untuk netrofil
akan berkurang.
Penyakit paru obstruktif kronik
eksaserbasi sebelum mendapatkan terapi yang
adekuat disertai dengan peningkatan netrofil
sputum. Pemberian zinc 1 x 20 mg secara
signifikan (p=0,000*) menurunkan kadar netrofil
sputum 26,00±15,98. Pemberian terapi standar
tanpa zinc juga menurunkan secara signifikan
(p=0,002*) kadar netrofil sputum 15,87±16,72.
Hasil ini menunjukkan pemberian zinc pada PPOK
eksaserbasi mempunyai efek antiinflamasi sehingga
produksi dari faktor kemotaksis akan menurun
yang akan menyebabkan penurunan migrasi
netrofil sebagai salah satu sel inflamasi dari
pembuluh darah menuju paru.
Penurunan kadar netrofil sputum
kelompok perlakuan bila dibandingkan dengan
penurunan kadar netrofil kelompok kontrol tidak
bermakna secara statistik (p=0,101). Kejadian ini
dapat disebabkan kemungkinan karena subjek
berbeda-commit to user
beda sehingga dapat mempengaruhi kadar netrofilsputum, di awal penelitian tidak dilakukan
pemeriksaan kadar zinc sehingga tiap subjek
kemungkinan memiliki kadar zinc yang berbeda,
penelitian ini tidak melakukan intervensi terhadap
jenis makanan yang mengandung zinc dikarenakan
kedatangan pasien yang tidak pasti sehingga jenis
makanan yang dikonsumsi tiap subjek
berbeda-beda tiap harinya. Ini terbukti karena walaupun
penurunan kadar netrofil sputum antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol tidak bermakna
tetapi bila dilihat dari tiap kelompok terlihat bahwa
penurunan yang lebih besar terjadi pada kelompok
perlakuan sebesar 26,00±15,98 dibandingkan
kelompok kontrol yang hanya sebesar 15,87±16,72
(gambar 1).
Gambar 1. Penurunan kadar netrofil sputum kelompok perlakuan dan kontrol
Zinc memiliki mekanisme kerja
menurunkan kadar netrofil sputum yaitu dengan
cara menghambat aktivasi NF-κβ pada makrofag
sehingga produksi faktor kemotaktik oleh makrofag
akan menurun (Barnes PJ 2008). Penurunan kadar
netrofil sputum setelah pemberian zinc 1x20 mg
pada PPOK eksaserbasi diharapkan dapat
menurunkan produksi elastase sehingga dapat
mencegah progresifitas penurunan fungsi paru serta
mencegah prognosis buruk dan peningkatan angka
mortalitas.
Hasil perhitungan jumlah zinc dari
makanan yang dimakan oleh subjek selama
penelitian baik pada kelompok perlakuan maupun
kelompok kontrol didapatkan bahwa tidak ada
subjek yang memenuhi kebutuhan zinc yang
direkomendarikan perhari. Berdasarkan hasil
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penurunan
kadar netrofil sputum disebabkan oleh asupan
tambahan zinc 1x20mg. Berdasarkan temuan
tersebut maka pada pasien PPOK eksaserbasi dapat
disarankan untuk memenuhi kebutuhan zinc/ hari
dengan asupan makanan yang banyak mengandung
zinc antara lain daging sapi, keju dan daging ayam.
Penelitian tentang hubungan zinc dengan
lama rawat inap belum penulis temukan. Zinc
sebagai antiinflamasi mengurangi inflamasi
sehingga mempercepat pemulihan gejala PPOK
eksaserbasi (Tran AQ 2001). Pemberian zinc 1x20
mg selama perawatan PPOK eksaserbasi dapat
menurunkan lama rawat inap 3,80±1,21 hari
dibandingkan dengan kontrol 4,13±2,17 hari.
Penurunan lama rawat inap ini tidak bermakna
secara statistik (p=0,607), keadaan ini
memungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih
lanjut dengan jumlah subjek yang lebih banyak.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa zinc berpengaruh menurunkan kadar netrofil
sputum penderita PPOK eksaserbasi dan
menurunkan lama rawat inap penderita penderita
PPOK eksaserbasi.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui peran zinc pada PPOK eksaserbasi
dengan pemeriksaan awal kadar zinc dan
pengaturan terhadap jenis makanan yang
dikonsumsi, perlu dipertimbangkan penelitian
dengan derajat PPOK eksaserbasi yang sama pada
setiap subjek dan zinc dapat diberikan sebagai
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Agin KH, Namavary D, 2012. Inflammatory
biomarker of peripheral CRP and
analyzing serum trace elements like zinc,
copper and Cu to Zn ratios in stable
chronic obstructive pulmonary disease.
International Journal of Medical
Toxicology and Forensic Medicine.
2:116-23.
Baratawidjaja KG, 2006. Sistem imun nonspesifik.
In: Baratawidjaja KG, editor. Imunologi
dasar. Edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. p. 34-45.
Barker BL, Brightling CE, 2013. Phenotyping the
heterogeneity of chronic obstructive
pulmonary disease. Clinical Science.
124:371-87.
Barnes PJ, 2004. Mediators of chronic obstructive
pulmonary disease. Pharmacol Rev.
56:515-48.
Barnes PJ, 2008a. Emerging pharmacotherapies for
COPD. Chest. 134:1278-86.
Barnes PJ, 2008b. Immunology of asthma and
chronic obstructive pulmonary disease.
Nature Publishing Group. 8:183-92.
Barnes PJ, 2010. Inhaled corticosteroids.
Pharmaceuticals. 3:514-40.
Beeh KM, Kornmann O, Buhl R, 2003. Neutrophil
chemotactic activity of sputum from
patients with COPD. Chest. 123:1240-7.
Bellini LM, 2008. Nutrition in acute respiratory
failure. In: Fishman AP, Elias AP,
Fishman JA, Grippi MA, Senior RM,
Pack AI, editors. Fishman’s pulmonary disease and disorders. 4th ed. USA:
McGraw-Hill company Inc. p. 2691-99.
Brody JS, Spira A, 2006. Chronic obstructive
pulmonary disease, inflammation, and
lung cancer. Proc Am Thorac Soc.
3:535-8.
Budiasih SK, 2011. Interferensi ion cd (II) dan hg
(II) terhadap biofungsi persenyawaan
seng (II) pada tubuh manusia.
Proceeding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas Mipa, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Burns AR, Smith CW, Walker DC, 2003. Unique
structural features that influence
neutrophil emigration into the lung.
Physiol Rev. 83:309-36.
Cavalcante AG, Bruin PF, 2009. The role of
oxidative stress in COPD current
concepts and perspectives. J Bras
Pneumol. 35:1227-37.
Chung KF, Adcock IM, 2008. Multifaceted
mechanism in COPD: Inflammation,
immunity, and tissue repair and
destruction. Eur Respir J. 31:1334-56.
Cosio MG, Saetta M, Agusti A, 2009.
Immunologic aspects of chronic
obstructive pulmonary disease. The N
England J Med. 360:2445-52.
Danusantoso H, 2000. Bronkitis kronis dan PPOM.
In: Rachmah L, editor. Buku saku ilmu
penyakit paru. Cetakan 1. Jakarta:
Penerbit Hipokrates. p. 179-85.
Demedts IK, Demoor T, Bracke KR, Joos GF,
Brusselle GG, 2006. Role of apoptosis in
the pathogenesis of COPD and
pulmonary emphysema. Respiratory
Research. 7:1-10.
Depkes, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 tahun
2013 tentang angka kecukupan gizi yang
dianjurkan bagi bangsa Indonesia. 1-6.
Drost EM, Skwarski KM, Sauleda J, Soler N, Roca
commit to user
Oxidative stress and airwayinflammation in severe exacerbation of
COPD. Thorax. 60:293-300.
Garina LA, 2009. Kadar seng plasma dan
interleukin-12 pada anak usia 6-14 tahun
di daerah endemis malaria. Tesis.
Program Pasca Sarjana Magister Ilmu
Biomedik dan Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Anak
Universitas Diponegoro. Semarang.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease, 2014. Global strategy for the
diagnosis, management, and prevention
of chronic obstructive pulmonary
disease. United State of America: Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease Inc.
Goshal AG, Dhar R, Kundu S, 2012. Treatment of
acute exacerbation of COPD.
Supplement To Japi. 60:38-43.
Hamadani JD, Fuchs GJ, Osendarp SJ, Khatun F,
Huda SN, Mc Gregor SM, 2001.
Randomized controlled trial of the effect
of zinc supplementation on the mental
development of Bangladeshi infants. The
American Journal of Clinical Nutrition.
74:381-6.
Hambidge M, 2000. Human zinc deficiency. J.
Nutr. 130:1344-9.
Hambidge M, 2003. Biomarkers of trace mineral
intake and status. J. Nutr. 133:948-55.
Herman S, 2009. Review on the problem of zinc
deficiency, program prevention and its
prospect. Media Peneliti dan
Pengembang Kesehat. 19:S75-S83.
Herzog R, Rundles SC. 2011. Immunologic impact
of nutrient depletion in stable chronic
obstructive pulmonary disease. Current
Drug Targets. 12:489-500.
Hidayat A, 1999. Seng (Zinc): Esensial bagi
kesehatan. J Kedokteran Trisakti. 18:1-9.
Hiemstra PS, 2002. The adaptive response of
smokers to oxidative stress. Am J Respir
Crit Care Med. 166:635-6.
Isik B, Isik RS, Ceylan A, Calik O, 2005. Trace
elements and oxidative stress in chronic
obstructive pulmonary disease. Saudi
Med J. 26:1882-5.
Kasjono HS, Yasril, 2009. Teknik sampling untuk
penelitian kesehatan. Yogyakarta: Graha
ilmu.
Kirkham P, Rahman I, 2006. Oxidative stress in
asthma and COPD antioxidants as a
therapeutic strategy. Pharmacology &
Therapeutics. 111:476-94.
Kirkil G, Muz MH, Seckin D, Sahin K, Kucuk O,
2008. Antioxidant effect of zinc
picolinate in patients with chronic
obstructive pulmonary disease.
Respiratory Medicine. 102:840-4.
Kodgule R, Vaidya A, Salvi S, 2012. Newer
therapies for chronic obstructive
pulmonary disease. Supplement To Japi.
60:8-13.
Lane N, Robins RA, Corne J, Fairclough L, 2010.
Regulation in chronic obstructive
pulmonary disease the role of regulatory
T cells and Th 17 cells. Clinical Science.
119:75-86.
Larsson K, 2007. Aspect on pathophysiological
mechanism in COPD. Journal of Internal
Medicine. 262:311-40.
Macnee W, 2005a. Pathogenesis of chronic
obstructive pulmonary disease. Proc Am
Thorac Soc. 2:258-66.
Macnee W, 2005b. Treatment of stable COPD:
Antioxidants. Eur Respir Rev. 14:12-22.
Macnee W, 2006. ABC of chronic obstructive
commit to user
pathogenesis and pathophysiology.British Medical Journal. 332:1202-4.
Macnee W, Tuder RM, 2009. New paradigms in
the pathogenesis of chronic obstructive
pulmonary disease. Proc Am Thorac
Soc. 6:527-31.
Maranatha D, 2010. Penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). In: Wibisono MJ, Winariani,
Hariadi S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit paru. Edisi 1. Surabaya:
Departemen ilmu penyakit paru FK
Unair-RSUD Dr. Soetomo. p. 37-54.
McDonagh M, Bell EB, 1995. The survival and
turnover of mature and immature CD8 T
cells. Immunology. 84:514-20.
Morgan CI, Ledford JR, Zhou P,Page K, 2011.
Zinc supplementation alters airway
inflammation and airway
hyperresponsiveness to a common
allergen. Journal of inflammation.
8:1-10.
Mroz RM, Noparlik J, Chyczewska E, Braszko JJ,
Holownia A, 2007. Molecular basis of
chronic inflammation in lung diseases
new therapeutic approach. Journal of
Physiology and Pharmacology.
58:453-60.
Murgia C, 2011. Apical localization of zinc
transporter zn t4 in human airway
epithelial cells and its loss in a murine
model of allergic airway inflammation.
Nutrients. 3:910-28.
Ngom PT, Howie S, Ota MO, Prentice AM, 2011.
The potential role and possible
immunological mechanisms of zinc
adjunctive therapy for severe pneumonia
in children. The Open Immunology
Journal. 4:1-10.
Nriagu J, 2007. Zinc deficiency in human health.
Dietary Supplement Journal. 1:1-8.
Oschner YN, Rabe KF, 2011. Systemic
manifestations of COPD. Chest.
139:165-72.
Overbeck S, Rink L, Haase H, 2008. Modulating
the immune response by oral zinc
supplementation a single approach for
multiple disease. Arch Immunol Ther.
56:15-30.
Prasad AS, 2008. Zinc in human health effect of
zinc on immune cells. Mol Med.
14:353-7.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. p.
1-88.
Prasad AS, 2009. Zinc role in immunity, oxidative
stress and chronic inflammation. Curr
Opin Clin Nutr Metab Care. 12:646-52.
Rahman I, 2006. Antioxidant therapies in COPD.
International Journal of COPD. 1:15-29.
Rahman I, 2006a. Oxidative stress and redox
regulation of lung inflammation in
COPD. Eur Respir J. 28:219-42.
Reilly JJ, 2008. Chronic obstructive pulmonary
disease. In: Fauci AS, Longo DL, Kasper
DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. New York:
McGraw-Hill Companies. p. 1347.
Rennard SI, Barnes PJ, 2002. Pathogenesis of
COPD. In: Barnes PJ, Drazen JM,
Rennard S, Thomson NC, editors.
Asthma and COPD basic mechanism and
clinical management. 1st ed. London:
Elsevier Science Ltd. p. 361-79.
Repine JE, Bast A, Lankhorst I, 1997. Oxidative
stress in chronic obstructive pulmonary
disease. Am J Respir Crit Care Med.
commit to user
Rink L, Gabriel P, 2000. Zinc and the immunesystem. Proceedings of the Nutrition
Society. 59:541-52.
Scanion PD, 2004. The pathogenesis and pathology
of COPD identifying risk factors and
improving morbidity and mortality.
Advanced Studies in Medicine. 4:745-9.
Senior RM, Atkinson JJ, 2008. Chronic obstructive
pulmonary disease: Epidemiology,
pathophysiology and pathogenesis. In:
Fishman AP, Elias AP, Fishman JA,
Grippi MA, Senior RM, Pack AI, editors. Fishman’s pulmonary disease and disorders. 4th ed. USA:
McGraw-Hill company Inc. p. 707-27.
Shankar AH, Prasad AS, 1998. Zinc and immune
function: The biological basis of altered
resistance to infection. Am J Clin Nutr.
68:447-63.
Shapiro SD, Ingenito EP, 2005. The pathogenesis
of chronic obstructive pulmonary
disease. AM J Respir Cell Mol Biol.
32:367-72.
Shapiro SD, Reilly JJ, Rennard SI, 2010. Chronic
bronchitis and emphysema. In: Mason
RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA, editors. Murray and Nadel’s textbook of respiratory medicine. 5th ed.
Philadelphia: Elseiver Inc. p. 919-55.
Stedeford T, Donohue J, 2005. Toxicological
review of zinc and compounds.
Washington DC: US. Enviromental
Protection Agency. p. 1-63.
Stockley RA, 2002. Neutrophils and the
pathogenesis of COPD. Chest.
121:151S-155S.
Suradi, 2007. Pengaruh rokok pada penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Tinjauan
patogenesis, klinis dan sosial (pidato
pengukuhan guru besar). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Tran AQ, Carter J, Ruffin R, Zalewski PD, 2001.
New insight into the role of zinc in the
respiratory epithelium. Immunology and
Cell Biology. 79:170-7.
Tubby C, Harrison T, Todd I, Fairclough L, 2011.
Immunological basis of reversible and
fixed airways disease. Clinical Science.
121:285-96.
Walsh CT, 1994. Zinc health effects and research
priorities for the 1990s. Enviromental
Health Perspective. 102:5-46.
Walravens PA, 2009. Zinc metabolism and its
implications in clinical medicine. The
Western Journal of Medicine.
130:133-42.
Wapnir RA, 2000. Zinc deficiency, malnutrition
and the gastrointestinal tract. The
Journal of Nutrition. 130:1388-92.
White AJ, Gompertz S, Stockley RA, 2003.
Chronic obstructive pulmonary disease 6
The aetiology of exacerbations of
chronic obstructive pulmonary disease.
Thorax. 58:73-80.
Wood AM, Stockley RA, 2006. The genetic of
chronic obstructive pulmonary disease.
Respiratory Research. 7:1-14.
Woolhouse IS, Bayley DL, Stockley RA, 2002.
Sputum chemotactic activity in chronic
obstructive pulmonary disease effect of α1 antitrypsin deficiency and the role of leukotriene B4 and interleukin 8.
Thorax. 57:709-14.
Yoshida T, Tuder RM, 2007. Patobiology of
cigarette smoke-induced chronic
obstructive pulmonary disease. Physiol