LIMBAH KULIT PISANG KEPOK
SEBAGAI BAHAN BAKU
PEMBUATAN ETHANOL
OLEH :
LIMBAH KULIT PISANG KEPOK SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ETHANOL
Hak Cipta © pada Penulis, hak penerbitan ada pada Penerbit UPN Press
Penulis : Retno Dewati
Diset dengan : MS - Word Font Times New Roman 12
Halaman Isi : 46
Ukuran Buku : 16 x 23 cm
Cetakan I : 2008
Penerbit : UPN ”Veteran” Jatim
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT., karena atas
karunia-Nya Monograf yang berjudul Limbah Kulit Pisang Kepok
sebagai Bahan Baku Pembuatan Ethanol ini dapat tersusun dengan
baik.
Monograf ini membahas tentang pemanfaatan limbah kulit pisang
kepok yang dapat diproses menjadi Ethanol .
Kulit pisang Kepok diambil patinya yang mengandung karbohidrat
untuk diolah menjadi Ethanol dimulai dengan proses hidrolisis yang
dilanjutkan dengan proses fermentasi.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk lebih menyempurnakan buku ini, baik bagi
mahasiswa maupun pembaca yang lain. Semoga buku ini bermanfaat,
dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan teknologi pada
umumnya di Indonesia.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga buku ini diterbitkan
Surabaya, Juli 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
1. Pendahuluan ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
2. Tanaman Pisang ... 4
2.1 Kegunaannya ... 5
2.2 Komposisi Kulit Pisang... 6
2.3 Pengambilan Pati dari Kulit Pisang... 7
3. Proses Hidrolisis ... 9
3.1 Faktor –faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Hidrolisis. 10 3.2 Analisa Kadar Gula Reduksi (DE) ... 12
3.3 Analisa Kadar Glukosa Dengan Metode Luff Schrool ... 13
4. Proses Fermentasi ... 20
4.1 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Fermentasi 21 4.2 Tahap Fermentasi ... 23
4.3 Pertumbuhan Mikrobial... 25
4.4 Analisis Kadar Ethanol... 27
4.5 Analisa Dengan Menggunakan Metode Pour Plate... 29
5. Kesimpulan ... 37
Daftar Pustaka ... 38
Lampiran A ... 39
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Kulit Pisang Kepok... 6
Tabel 2. Kadar Glukosa Awal (sebelum fermentasi)... 16
Tabel 3. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-1... 16
Tabel 4. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-2... 17
Tabel 5. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-3... 17
Tabel 6. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-4... 18
Tabel 7. Kadar Glukosa Setelah Fermentasi Hari ke-5... 18
Tabel 8. Fase Pertumbuhan... 20
Tabel 9. Kadar Ethanol dan Jumlah Biomassa Pada hari ke-1 ... 30
Tabel 10. Kadar Ethanol dan Jumlah Biomassa Pada hari ke-2 ... 30
Tabel 11. Kadar Ethanol dan Jumlah Biomassa Pada hari ke-3 ... 31
Tabel 12. Kadar Ethanol dan Jumlah Biomassa Pada hari ke-4 ... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Alir Proses Hidrolisis ... 15
Gambar 2. Grafik Hub. Jumlah Nutrient thd Kadar Glukosa ... 19
Gambar 3. Diagram Alir Proses Fermentasi ... 24
Gambar 4. Diagram Alir Proses Distilasi... 25
Gambar 5. Diagram Alir Analisa Kadar Ethanol ... 28
Gambar 6. Grafik Hub. Jumlah Nutrient thd. Kadar Ethanol ... 33
Gambar 7. Grafik Hub.Waktu Fermentasi thd. Kadar Ethanol... 33
Gambar 8. Grafik Hub. Jumlah Nutrient thd. Jumlah Biomassa . 34
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah pisang masih belum mendapatkan penanganan yang
cukup karena pada limbah pisang masih mengandung pati, protein,
dan serat yang cukup tinggi. Masalah yang sering dihadapi pada
industri kimia adalah pemanfaatan bahan-bahan tidak berguna yang
murah menjadi bahan-bahan yang lebih berguna dan bernilai tinggi.
Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar
sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang
dipakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu adanya bahan
alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pemecahan
masalah energy pada saat ini.
Alkohol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak
mengandung senyawa selulosa dengan menggunakan bantuan dari
aktivitas mikroba. Penggunaan alkohol khususnya ethanol sebagai
bahan bakar merupakan salah satu pemecahan masalah energi dewasa
ini. Karena pemakaian energi dari tahun ketahun sangat meningkat
sedangkan bahan bakar yang dipakai semakin menipis, sehingga
diperlukan alternatif lain dalam mencari sumber bahan bakar yang
baru.
Kulit pisang merupakan limbah selulosik dimana pembuatan
alkohol dari limbah selulosik merupakan rangkaian dari proses
pembuatan glucose, dimana tahap awalnya dengan menghidrolisis
menggunakan asam kuat (HCl) pada limbah selulosa tersebut (kulit
ketahui pada umumnya tebal kulit pisang adalah 41 bagian dari
buahnya, oleh karena itu diperlukan pemikiran usaha untuk
memanfaatkannya.
Etanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme .
Produksi etanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat
dilakukan melalui proses konversi karbohidart menjadi gula atau
glukosa dengan beberapa metode diantaranya dengan hidrolisis asam
dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara enzimatis lebih sering
digunakan karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan
katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses
fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi
sehingga diperoleh etanol.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat ethanol dari pati
kulit pisang kapok serta mencari kondisi yang terbaik dari pembuatan
ethanol.
Manfaat Penelitian
- Mengetahui proses pembuatan ethanol dari pati kulit pisang
dengan cara fermentasi
- Dapat memberikan nilai tambah pada pemecahan masalah dari
limbah selulosik sehingga mengurangi sampah
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka timbul beberapa masalah
yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh waktu dan suhu hidrolisis terhadap kadar
ethanol ?
2. Perlakuan manakah yang optimal pada proses fermentasi dan
II. TANAMAN PISANG
Pisang merupakan tanaman asli daerah asia tenggara
termasuk Indonesia. Nama latinnya adalah Musa Paradisiaca. Nama
ini diberikan sejak sebelum masehi, diambil dari nama dokter kaisar
Romawi Octavianus Augustus (63 SM – 14 M) yang bernama
Antonius Musa. (Munadjim,1988). Tanaman pisang ini oleh
masyarakat dapat dimanfaatkan mulai dari bunga, buah, daun, batang
sampai bonggolpun dapat dimanfaatkan untuk dibuat sayur. Pisang
merupakan tanaman hortikultura yang penting karena potensi
produksinya yang cukup besar dan produksi pisang berlangsung tanpa
mengenal musim.
Sejak lama pisang sudah dikenal sebagai buah yang lezat dan
berkhasiat bagi kesehatan, karena pisang mengandung gizi sangat
baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibanding dengan
buah2an lain. Walaupun demikian, pemanfaatan pisang masih
terbatas. Selain dapat dimakan langsung sebagai buah segar, pisang
juga dapat diolah dalam keadaan mentah maupun matang. Pisang
mentah dapat diolah menjadi gaplek, tepung dan keripik, sedangkan
pisang matang dapat diolah menjadi anggur, sari buah, pisang goreng,
pisang rebus, kolak, getuk dan lain sebagainya.
Dalam proses pengolahan buah pisang seperti disebutkan
diatas tentunya terdapat limbah kulit pisang. Masyarakat pedesaan
memanfaatkan kulit pisang sebagai pakan ternak. Padahal kulit pisang
mengandung 18,90 g karbohidrat pada setiap 100 g bahan (Susanto
menjadi alcohol. Untuk mengurangi limbah kulit pisang dan seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini kulit pisang
dapat difermentasi menjadi minuman. Caranya kulit pisang diolah
dengan bantuan Saccharomyces Cereviceae.(Lintal Muna, 2007)
2.1. Kegunaanya
Tanaman pisang merupakan tanaman yang serba guna, mulai dari
akar sampai daun dapat digunakan.
a. Umbi batang (Bonggol)
Pati yang terkandung dalam umbi batang pisang dapat
dipergunakan sebagai sumber karbohidrat bahkan bisa
dikeringkan untuk menjadi abu. Dimana abu dari umbi ini
mengandung soda yang dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan sabun dan pupuk. (Munadjim,1988)
b. Batang pohon
Dapat digunakan sebagai makanan ternak dimusim
kekurangan air dan secara sederhana dapat dipergunakan
sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos yang
bernilai humusnya sangat tinggi. (Munadjim,1988)
c. Daun pisang
Daun yang segar dapat digunakan sebagai makanan ternak
dimusim kering dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
pembungkus makanan secara tradisional. (Munadjim,1988)
Bunga pisang yang masih segar (jantung pisang) bisa
dijadikan makanan sebagai sayur. (Munadjim,1988)
e. Buah pisang
Selain enak dimakan secara langsung, bisa dijadikan selai
pisang yang daya awetnya tinggi dan dapat menghasilkan
uang yang lebih serta juga bisa dibuat tepung pisang dari
buah yang tua yang belum masak. (Munadjim,1988)
f. Kulit buah pisang
Kulitnya pun bisa untuk makanan ternak, selain itu bisa
untuk menghasilkan alkohol yaitu ethanol karena
mengandung gula yang mempunyai aroma yang menarik.
(Munadjim,1988)
2.2. Komposisi Kulit Pisang
Tabel 1 Komposisi kulit pisang kepok
2.3. Pengambilan Pati Dari Kulit Pisang
Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat
dalam berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang disimpan dalam akar,
batang buah, dan sebagai cadangan makanan. Pati adalah polimer
D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam
tumbuh-tumbuhan, misalnya ketela pohon, pisang, jagung dan lain-lain
(Poedjiadi A, 1994).
Kulit pisang kapok digunakan karena mengandung karbohidrat.
Karbohidrat tersebut diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis
kemudian difermentasi dengan menggunakan Saccharomyces
cereviceae menjadi alcohol.
Pengambilan pati dari kulit pisang kepok (persiapan bahan untuk
penelitian) :
1. Buah pisang dikupas dan diambil kulitnya
2. Kulit pisang dicuci bersih lalu diiris kecil – kecil lalu
dimasukkan kedalam oven untuk dikeringkan pada
suhu 105 °C sampai kering
3. Lalu ditumbuk halus sampai menjadi serbuk
Hasil analisis kandungan pati didalam kulit pisang kepok ( air
7,8 % , pati 10,32 % , gula reduksi 3,4 % , protein 2,05 %) , yang
akan digunakan sebagai bahan baku untuk penelitian ini.
Kondisi yang ditetapkan antara lain adalah: pati kulit pisang
kepok = 25 gram, aquadest 200 ml, waktu hidrolisa = 50 menit,
kecepatan pengadukan = 100 rpm, mikrooranisme yang digunakan
gelombang = 610 nm, jumlah biomassa awal = 266x 105 cfu/ml), pH
fermentasi = 5,57 , suhu hidrolisa = 90 oC , katalis yang digunakan
HCl 0,5 N = 15 ml.
Kondisi berubah : waktu fermentasi : 1,2,3,4,5 hari, Nutrient
Ammonium Phosphat : 1 ; 2,5 ;4 ; 5,5 ; 7 gram.
Pada penelitian ini menggunakan bahan utama pati dari kulit
pisang kepok , bakteri Saccharomyces Cereviceae, HCl 0,5 N dan
bahan pembantu aquadest, ammonium Phosphat, PDA (potato
dexrtrose agar ) dan SDA (saboro dextrose agar).
Secara umum produksi ethanol ini mencakup tiga rangkaian
proses yaitu: pertama persiapan bahan. Kemudian tahap kedua adalah
hidrolisis pati kulit pisang kepok dengan ditambah larutan HCl 0,5 N
dengan berat tertentu. Hasil hidrolisis kemudian dilakukan tahap
ketiga yaitu fermentasi. Secara lengkap bisa dilihat pada bab proses
3. PROSES HIDROLISA
Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain
yang menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi
suatu larutyan dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan
pengionan molekul air ataupun peruraian senyawa yang lain
(Pudjatmaka dan Qodratillah, 2002).
Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi
sebagai berikut :
(C6H10O5)n + n H2O n(C6H12O6)
Pati air glukosa
Karena reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat
lambat, maka untuk memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan
penambahan katalisator. Penambahan katalisator ini berfungsi untuk
memperbesar keaktifan air, sehingga reaksi hidrolisis tersebut berjalan
lebih cepat. Katalisator yang sering digunakan adalah asam sulfat,
asam nitrat dan asam khlorida.
Dalam reaksi ini menggunakan katalis asam klorida
sehingga persamaan reaksi yang terbentuk sebagai berikut :
(C6H10O5)n + n H2O n(C6H12O6)
Pati air glukosa
3.1. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Hidrolisa
Hidrolisis adalah suatu proses kimia yang menggunakan H2O
sebagai pemecah suatu persenyawaan proses hidrolisis dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu:
a. Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku: Jumlah
kandungan karbohidrat pada bahan baku sangat berpengaruh
terhadap hasil hidrolisis asam, dimana bila kandungan
karbohidrat sedikit maka jumlah gula yang terjadi juga sedikit,
dan sebaliknya bila suspensi terlalu tinggi mengakibatkan
kekentalan campuran akan semakin meningkat, sehingga
tumbukan antara molekul karbohidrat dan air akan semakin
berkurang, dengan demikian maka reaksi pembentukan glukosa
semakin berkurang. Bahan yang hendak dihidrolisa diaduk
dengan air panas dan jumlah bahan kering umumnya sekitar 18 –
22%.
b. pH: pH berpengaruh terhadap jumlah produk hirolisa. pH ini erat
hubungannya dengan konsentrasi asam yang digunakan pada
umumnya. pH terbaik sekitar 2,3.
c. Tekanan: Tekanan berpengaruh terhadap jumlah produk
hidrolisis. Pada umumnya waktu hidrolisa yang dibutuhkan
sekitar 40 – 50 menit. Untuk hidrolisis yang berlangsung pada
tekanan atmosfer titik didih larutan 100°C. (Soebijanto,1986)
d. Suhu: Pengaruh suhu terhadap kecepatan hidrolisa karbohidrat
akan mengikuti persamaan Arhenius, bahwa semakin tinggi
terlalu tinggi konversi yang diperoleh akan menurun. Hal ini
disebabkan oleh adanya glukosa yang pecah menjadi arang, yang
ditunjukkan oleh makin tuanya warna hasil. Disamping itu pada
suhu yang tidak terlalu tinggi (tidak melebihi titik didih air) air
sebagai zat penghidrolisa tetap berada pada fasa cair, sehingga
terjadi kontak yang baik antara molekul – molekul serbuk kulit
pisang dengan sebagian air. Dengan demikian reaksi dapat
berjalan dengan baik. (Soebijanto,1986)
e. Konsentrasi Katalis: Pada proses hidrolisa, air akan menyerang
pati tetapi reaksi antara air dan pati jalannya sangat lambat,
sehingga diperlukan katalisator untuk memperbesar kereaktifan
air (H2O). Dalam hidrolisa pati menjadi glukosa (C6H12O6)
katalisator yang digunakan makin cepat jalannya reaksi
hidrolisa. Dalam hubungan ini yang memegang peranan penting
adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) dimana penggunaan asam
ini sedapat – dapatnya terbatas pada nilai yang sekecil –
kecilnya, agar garam yang tertinggal didalam hasil akhir proses
hidrolisa nantinya tidak banyak. Di dalam industry umumnya
dipakai katalisator asam klorida (HCl).
Proses Hidrolisis yang dilakukuan dalam penelitian ini :
1. Pati ditimbang 25 gram.
2. Dimasukkan kedalam labu leher tiga ditambah air 200
ml.
3. Kemudian ditambahkan HCl 0,5 N sebagai katalis
4. Proses hidrolisis berlangsung sesuai dengan kondisi
yang ditetapkan yaitu 50 menit dan pada suhu 90 °C
dengan kecepatan pengadukan 100 rpm.
5. Diamkan selama 24 jam dalam keadaan tertutup, lalu
disaring.
6. Diambil cuplikan hasil hidrolisis untuk dianalisa kadar
glukosanya.
3.2. Analisa kadar gula reduksi ( Dextrose Equivalent / DE )
1. Hasil hidrolisis pati kulit pisang kapok diambil 3 ml
sebagai sample cuplikan, larutan kemudian diencerkan
dengan aquadest menjadi 50 ml.
2. Larutan ini diambil 10 ml kemudian ditambahkan 15
ml larutan luff-schrool
3. Erlenmeyer yang berisi larutan tersebut dihubungkan
dengna pendingin tegak kemudian dididihkan,
diusahakan 2 menit sudah mendidih.
4. Kemudian didinginkan dengan bantuan air kran.
5. Ditambahkan larutan KI 30% 15 ml setelah mendidih
dan ditambahkan juga H2SO4 4N dengan hati – hati sebanyak 25 ml.
6. Kemudian dititrasi dengan Natrium Thiosulfat sampai
warna menjadi coklat muda, kemudian diberi indikator
amylum sampai berubah warna lalu dititrasi kembali
7. Perlakuan yang sama juga untuk blanko, dimana 25 ml
aquadest ditambahkan 10 ml larutan luff schrool
dikerjakan dengan cara yang sama seperti langkah –
langkah diatas.
Pembuatan indikator pati:
- Pati ( ± 1 sendok ) dilarutkan dalam 100 ml aquadest
kemudian dididihkan setelah itu didinginkan.
8. Perhitungan : S = ( V titrasi blanko – V titrasi filtrat )
“ Penentuan glukosa, fruktosa, dan gula invert dalam
suatu bahan dengan metode Luff-Schrool “
Dari hasil ini dapat diketahui DE / mgr gula reduksi
yang terkandung melalui tabel 4 (Sudarmadji).
3.3. Analisa kadar glukosa dengan metode luff schrool
1. Hasil hidrolisa pati kulit pisang (filtrat) diambil sebanyak 3
ml, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml.
2. Ambil 10 ml filtrate dan ditambahkan 10 ml larutan
Luff-Schrool dalam Erlenmeyer.
3. Dibuat pula perlakuan blanko yaitu 10 ml larutan
Luff-Schrool dengan 25 ml aquadest.
4. Setelah itu ditambahkan beberapa butir batu didih, kemudian
didihkan diusahakan 2 menit sesudah mendidih.
5. Selanjutnya cepat – cepat didinginkan dan ditambahkan 15 ml
6. Kemudian dititrasi dengan Natrium Thiosulfat sampai warna
menjadi coklat muda, kemudian diberi indikator amylum
sampai berubah warna lalu dititrasi kembali sampai larutan
menjadi jernih.
Indikator pati : pati (± 1 sendok) dilarutkan dalam 100 ml air
Gambar 1. Diagram alir proses Hidrolisis Pati kulit pisang
25 gr
Masukkan dalam labu leher tiga
Setting : Suhu = 90 °C
Waktu = 50 menit
Kecepatan pengdukan = 100 rpm
Diamkan selama 24 jam
Disaring
Filtrat Endapan
Cek pH dan kadar glukosa
Dibuang 15 ml HCl 0,5 N
Tabel 2. Kadar glukosa awal ( sebelum fermentasi )
14,7 5,57 37,66 6,215
Tabel 3. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 1
Jumlah blanko sampel Rata
Tabel 4. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 2 blanko sampel Rata
-rata
Tabel 5. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 3
Jumlah blanko sampel Rata
Tabel 6. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 4 blanko sampel Rata
-rata
Tabel 7. Kadar glukosa setelah fermentasi pada hari ke 5
Jumlah blanko sampel Rata
Grafik kadar glukosa setelah proses fermentasi
0 1 2 3 4 5 6 7
1 2.5 4 5.5 7
K
a
d
a
r
G
lu
k
o
sa
(%
)
Jumlah Nutrient (gram)
hari 1
hari 2
hari 3
hari 4
hari 5
4. PROSES FERMENTASI
Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob
jenih atau sebagian.
Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti Natrium
Khlorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme
pembusuk dan mencegah pertumbuhan sebagian besar organism yang
lain. Suatu fermentasi yang busuk biasanya adalah fermentasi yang
mengaklami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah
perubahan karbohidrat menjadi alkohol.
Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari
makanan tersebut dan dibuat pemupukan terhadapnya. Tetapi cara
tersebut biasanya berlangsung agak lambat dan banyak menanggung
resiko pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki lebih cepat.
Maka untuk mempercepat perkembangbiakan biasanya ditambahkan
mikroba dari luar dalam bentuk kultur murni ataupun starter (bahan
yang telah mengalami fermentasi serupa).
Saccharomyces cereviceae dimanfaatkan untuk
melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam
minuman yang mengandung alcohol. Jenis mikroba ini mampu
mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan gas
4.1. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Fermentasi
Proses fermentasi gula menjadi alkohol dengan bantuan ragi
tergantung dari faktor – faktor yang mempengaruhi antara lain:
a. Kadar gula
Hampir semua mikroorganisme dapat memfermentasikan glukosa,
fruktosa, sukrosa, dan galaktosa sampai kadar gula optimum, massa
sel akan bertambah sesuai dengan kadar oksigen yang tersedia hal
ini penting dalam proses pembuatan starter dan ragi roti, konsentrasi
gula yang baik antara 10 – 18%, apabila dipergunakan konsentrasi
lebih dari 18% akan mengakibatkan pertumbuhan ragi terhambatdan
waktu fermentasi lama mengakibatkan banyak guka yang tidak
terfermentasi, sehingga hasil alkohol akan rendah begitu jug bila
konsentrasi kurang dari 10%, maka alkohol yang dihasilkan juga
rendah.(D.Syamsul Bahri,1973)
b. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal yaitu:
Secara langsung mempengaruhi aktifitas enzim mikroorganisme dan
secara tidak langsung mengurangi hasil alkohol karena penguapan,
suhu yang baik untuk fermentasi sekitar 31 – 33°C, pertumbuhan
mikroorganisme, pembentukan produk, reaksi pertumbuhan
mikrobial juga dipengaruhi oleh suhu. Pembentukan produk juga
c. pH
pH untuk proses fermentasi berkisar 4,5 – 5. pH adalah pH yang
cocok untuk saccharomyces cereviseae dan pada pH ini dapat
mencegah pertumbuhan bakteri jenis lain. Pertumbuhan organisme
sebagian besar sangat peka terhadap perubahan pH, akan tetapi
setiap kelompok organisme mempunyai nilai optimum yang
tertentu. Pada keasaman dibawah pH 3 proses fermentasi akan
berkurang kecepatannya karena adanya aktifitas fermentasi.
d. Nutrient yang dibutuhkan
Bahan nutrient yang ditambahkan kedalam bahan yang difermentasi
adalah zat – zat yang mengandung phosphor dan nitrogen seperti
super phosphat, ammonium sulfat, ammonium phosphat, urea, dan
lain – lain. Selain itu juga biasa ditambahkan magnesium sulfat.
Karena bakteri terdiri dari unsur – unsur C,H,O,N, dan P, maka
dapat dipastikan bahwa bila kekurangan unsur – unsur tersebut maka
bakteri tidak akan tumbuh dengan baik atau berkembang biak. Hal
ini mempengaruhi produk fermentasi, bila nutrient yang
ditambahkan terlalu banyak maka akan terjadi kejenuhan yang akan
menghambat pertumbuhan sel yang berakibat produk fermentasi
terpengaruhi.
e.Waktu fermentasi
Waktu fermentasi diperlukan dipengaruhi oleh temperature,
konsentrasi gula, dan faktor – faktor lainnya tetapi biasanya waktu
4.2. Tahap Fermentasi
1. Alat – alat yang akan digunakan sebelumnya disterilkan
terlebih dahulu dalam autoclave dengan suhu 121 °C
selama 20 menit.
2. Kemudian ditambahkan nutrisi Ammonium phosphat
kedalam larutan hasil hidrolisis sesuai dengan variabel
peubah.
3. Untuk menentukan jumlah biomassa awal:
- Siapkan aquadest steril sebanyak 50 ml
- Ambil biakan saccharomyces cereviceae dengan
menggunakan ose lalu masukkan ke dalam erlenmeyer
yang berisi air steril 50 ml.
- Ambil 3 ml larutan tersebut masukan dalam tabung
spektofotometri dan set panjang gelombang 610 nm dan
ukur OD sampai 0,5.
- Siapkan air steril masing – masing 9 ml dalam 5 tabung
reaksi.
- Pipet 1 ml hasil larutan yang berisi bakteri
saccharomyces cereviceae kedalam tabung reaksi 1 lalu
homogenkan, dan beri label 101.
- Dari tabung reaksi pertama ambil 1 ml masukan dalam
tabung reaksi ke dua lalu homogenkan, dan beri label
102.
- Pengenceran diteruskan sampai pada tabung ke 5 pada
label 105, lalu ambil 1 ml tuangkan ke dalam petridist
goyang searah angka 8 agar tersebar merata dipetrisit
dan tidak menumpuk, lalu tumbuhkan selama 1 – 2 hari.
- Dan hitung jumlah koloni yang terdapat pada petridist
tersebut.
4. Volume hidrolisis yang sudah ditambahkan nutrient
ditambahkan juga biakan saccharomyces sebanyak 10%
dari volume fermentasi kemudian ditutup rapat.
5. Fermentasi dilakukan sesuai dengan variabel yang telah
ditentukan.
Gambar 3. Diagram alir Proses Fermentasi Larutan hasil
hidrolisis 50 ml
Difermentasikan sesuai waktu yang telah
ditentukan Nutrient ammonium phosphat
Gambar 4. Diagram alir Proses Distilasi
4.3. Pertumbuhan Mikrobial
Istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan
mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan didalam
hasil panen sel (pertambahan total massa sel) dan bukan perubahan
individu organisme. Inokulum hampir selalu mengandung ribuan
organism; pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah dan atau Larutan hasil fermentasi
25 ml
Dalam labu leher tiga dan pasang alat distilasi
Setting suhu 78 – 80 °C Aquadest 100 ml
Hasil distilasi didinginkan pada suhu 20 °C
Selama ± 15 – 20 menit
massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya.Selama fase
pertumbuhan seimbang (balance growth) pertambahan massa bakteri
berbanding lurus (proposional) dengan pertambahan komponen selular
yang lain seperti protein.
Tabel 8. Fase Pertumbuhan
Fase Pertumbuhan Ciri - ciri
Lamban ( lag )
Logaritma atau eksponensial
Statis
Penurunan atau kematian
Tidak ada pertambahan populasi
Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi
Bertambah ukurannya substansi intraselular bertambah
Sel membelah dengan laju konstan
Massa menjadi dua kali lipat dengan laju sama
Aktivitas metabolik konstan
Penumpukan produk beracun dan / atau kehabisan nutrient
Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah
Jumlah sel hidup menjadi tetap
Sel menjadi mati lebih cepat daripada terbentuknya sel – sel baru
Laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial
Bergantung pada spesiesnya, semua sel mati dalam waktu
4.4. Analisa Kadar Ethanol
Analisis kadar Ethanol
1. Ambil 25 ml filtrat hasil lalu ditambahkan 100 ml
aquadest.
2. Suhu distilasi diatur sesuai dengan titik didih ethanol
yaitu sebesar ± 78 °C. Hasil dari distilasi ditampung
dengan Erlenmeyer. Distilasi dianggap selesai bila
dalam 15 menit tidak ada lagi tetesan.
3. Dinginkan pada suhu 20 °C.
4. Kemudian ditimbangkan dengan menggunakan
piknometer untuk diukur berat jenis ethanol yang
terbentuk. Kemudian masuk dalam perhitungan:
Timbangan piknometer kosong = A gr
Timbangan piknometer + isis = B gr
Volume piknometer = 10 ml
Menghitung berat jenis (ρ)
5. Setelah diketahui ρ lalu lihat pada tabel Perry (edisi 5
Gambar 5. Diagram alir Analisa kadar Ethanol
Diambil 10 ml Larutan hidrolisa
Ambil 3 ml 50 ml aquadest
Larutan luff school 10 ml Batu didih
Larutan didinginkan
Titrasi dengan N2S2O3
15 ml larutan KI 30% 25 ml H2SO44N
Dididihkan
Ditambahkan indikator pati 2 -3 ml
Dititrasi kembali
Sampai berubah warna
4.5. Analisa dengan Menggunakan Metode Pour Plate
Menghitung jumlah biomassa saccharomyces cereviceae pada proses
fermentasi (metode pour plate)
1. Siapkan 10 tabung reaksi yang berisi masing – masing 9 ml
air steril.
2. Ambil 1 ml hasil fermentasi masukan dalam tabung reaksi
1 lalu homogenkan dan beri label 101.
3. Dari tabung reaksi 1 ambil 1 ml lagi masukan kedalam
tabung reaksi ke 2 lalu homogenkan dan beri label 102.
4. Pengenceran dilakukan sampai tabung reaksi ke 10 dan
beri label 1010.
5. Lalu ambil 1 ml dari tabung reaksi ke 10 masukan kedalam
petridist steril dan tambahkan 10 ml media SDA, goyang
searah angka 8 agar mikroba tersebar merata didalam
petridist dan tidak menumpuk.
Tabel 9. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 1
Tabel 10. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 2
Tabel 11. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 3
Tabel 12. Kadar ethanol dan jumlah biomassa pada hari ke 4
0
Jumlah Nutrient (gram)
hari 1
hari 2
hari 3
hari 4
hari 5
Gambar 6. Grafik hubungan Jumlah Nutrient terhadap kadar Ethanol
0
Waktu Fermentasi (hari)
Grafik Kadar Ethanol
nutrient 1gr
nutrient 2.5gr
nutrient 4 gr
nutrient 5.5
nutrient 7gr
Gambar 7. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Kadar
0 50 100 150 200 250 300 350
1 2.5 4 5.5 7
Ju
m
la
h
B
io
m
a
ss
a
(1
0
1
0cf
u
/m
l)
Jumlah nutrient (gram)
hari 1
hari 2
hari 3
hari 4
hari 5
Gambar 8. Grafik Hubungan Jumlah Nutrient terhadap Jumlah
0
Waktu Fermentasi (hari)
nutrient 1
nutrient 2
nutrient 3
nutrient 4
nutrient 5
Gambar 9. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Jumlah
Biomassa saccharomyces cereviceae
Keterangan:
Jumlah biomassa 1010cfu/ml
Dari gambar grafik 6 dan 7 terlihat bahwa kadar ethanol
tertinggi diperoleh pada waktu fermentasi 3 hari dan dengan jumlah
nutrient 5,5 gram. Kenaikkan kadar ethanol bergerak cepat pada awal
fermentasi dari waktu fermentasi 1 hari sampai 3 hari, namun begitu
memasuki waktu fermentasi 4 hari dan 5 hari kadar ethanol yang di
dapat mulai menurun. Hal ini sesuai dengan yang tertulis di landasan
Dari gambar grafik 8 dan 9 jumlah saccharomyces cereviceae
pada waktu fermentasi 1 hari sampai 3 hari dapat tumbuh dan
berkembang biak dengan baik sehingga dapat menghasilkan enzim
zimase yang berfungsi merombak glukosa menjadi ethanol. Glukosa
sebagai vitamin C dan ammonium phosphate sebagai sumber nutrisi
masih terdapat di dalam media fermentasi ammonium phosphate
adalah zat yang mengandung phosphor dan nitrogen. Nutrient yang
ditambahkan tidak boleh terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu
sedikit akan mempengaruhi perkembangan saccharomyces dalam
mengubah menjadi ethanol karena bakteri terdiri dari C, H, O, N, dan
P maka unsur yang diperlukan seimbang dan tepat. Terlalu banyak
pada media fermentasi terjadi kejenuhan yang akan menghambat
pertumbuhan sel yang berakibat penurunan kadar ethanol.
Hasil terbaik dari fermentasi adalah pada 3 hari dengan jumlah
nutrient yang ditambahkan 5,5 gr. Jumlah biomassa saccharomyces
5. KESIMPULAN
1. Kulit pisang kepok dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan ethanol
2. Fermentasi dalam pembuatan ethanol dipengaruhi oleh suhu
dan waktu hidrolisis, jumlah nutrient yang ditambahkan dan
waktu fermentasi.
3. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kadar ethanol yang
didapat dari pati kulit pisang dengan proses hidrolisis dan
fermentasi akan mencapai hasil yang terbaik pada kondisi:
- Jumlah biomassa = 329 x 1010cfu / ml
- Jumlah nutrient = 5,5 gram
- Waktu fermentasi = 3 hari
- Kadar ethanol = 9,06%
5.1 Saran
1. Pembutan ethanol dapat dilakukan dengan mencoba
menggunakan mikroorganisme selain saccharomyces
cereviceae supaya didapatkan kadar ethanol yang lebih besar.
2. Penggunaan bahan – bahan hasil limbah buangan perlu
diperhatikan untuk dapat diolah menjadi produk yang lebih
bermanfaat, ramah lingkungan dan terlebih penting lagi yaitu
DAFTAR PUSTAKA
1. Dwidjoseputro,Dr,“Dasar-dasar Mikrobiologi”, Penerbit Djambatan, cetakan ke-6, 1982.
2. Hari Purnomo, Adiono, “Ilmu Pangan”, Penerbit Universitas Indonesia, 1982.
3. John M de Man, “Kimia Makanan”, edisi ke-2, Penerbit ITB Bandung, 1957.
4. Munadjim,Drs,” Teknologi Pengolahan Pisang”, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
5. Pelczar, MJ and R.D.Reid,” Microbiology”, Mc Graw Hill Book Co.Inc, New York, 1959.
6. Perry ,Robert H, Don W green,”Perry’s Chemical Engineer’s hand book”,5ed, Mc Graw Hill, New York.
7. Prescot, S.C and G Dunn,”Industrial Microbiology”, 3rded, Mc graw Hill Book Co Inc, New York, 1958.
8. Said,E,Gumbira,” Bio Industry Penerapan Teknologi Fermentasi”, PT Mediyatna Sarana Perkasa ,Jakarta.
9. Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono , Suhardi,” Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian,” Penerbit Liberty..
10. Tjokrodikoesoema, P Soebijanto,” HFS dan Industri Kayu Lainnya”, PT Gramedia, Jakarta.
LAMPIRAN A
1. Pembuatan larutan luff-schrool
50 gram asam sitrat (C6H8O7.H2O) dalam 50 ml aquadest
(larutan I) kemudian larutkan 388 gr soda murni (Na2CO3.10H2O)
dalam 300 ml aquadest mendidih (larutan II). Asam sitrat
dituangkan kedalam larutan soda yang sudah mendidih dan
ditambahkan 125 gr cupri sulfat (CuSO4.5H2O) dalam 10 ml
aquadest (larutan III). Campuran tersebut diencerkan denga
aquadest sampai 1000 ml dan disaring.
2. Pembuatan larutan Na2S2O3(Thio) 0,1 N
Sebanyak 25 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dalam labu takar
1000 ml dengan aquadest yang dididihkan dan ditambahkan
aquadest tersebut sampai tanda garis.
3. Standarisasi larutan thio 0,1 N
140 – 150 mg kalium yodat (KIO3 BM = 214,016) dilarutkan
dalam 24 ml aquadest dan ditambahkan 2 gr KI. Tambahkan 10 ml
HCl 2N larutan dititrasi dengan Na2S2O3yang akan distandarisasi
sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning pucat.
Kemudian ditambahkan 3 tetes larutan pati dan titrasi dilanjutkan
sampai warna biru hilang. Dihitung normalitas Na2S2O3dari hasil
rata – rata 2 kali ulangan.
a. Berat KIO3= 0,1426 gr
V Na2S2O3= 39,2 ml
N Na2S2O3= 0,1020
b. berat KIO3= 0,1447
V Na2S2O3= 39,5 ml
N Na2S2O3= 0,1046
4. Pembuatan larutan KI 30%
Timbangan 30 gram KI masukkan dalam labu ukur 1000 ml
dan tambahkan aquadest sampai tanda garis, kocok pelan agar KI
dapat larut sempurna.
5. Pembuatan larutan HCl 0,5 N
HCl pekat dengan kadar 37% pada 20 C mempunyai berat
jenis = 1,19 gr/cm3. (Perry tab 2-57 edisi 7); BM (berat molekul
= 36,5) dan valensi (n = 1).
37% = persen berat HCl dalam 100 gr larutan.
Vlarutan=
= 84,0336 ml
N =
N =
Rumus pengenceran:
V1x N1= V2x N2
0,5 x 500 = V2x 12,06
V2= 27,73 ml
Dengan demikian 27,73 ml HCl pekat 37% dilarutkan
dengan aquadest sampai volume 500 ml.
6. Standarisasi HCl 0,5 N
Timbang kira – kira 0,75 gram natrium tetraboraks
(Na2B4O7.10H2O) BM = 381,2; ek = 2 dengan ketelitian 0,001 gr
dalam gelas arloji kemudian dipindahkan dalam erlenmeyer 250
ml larutkan dengan air suling, kemudian tambahkan 3 tetes metil
merah dan dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna merah muda,
lakukan titrasi sebanyak 2 kali.
Perhitungan:
N =
Dimana:
W = berat natrium tetraborak (mg)
V = volume HCl 0,5 N yang digunakan
Diketahui:
- Volume titrasi (1) = 7,8 ml
- Volume titrasi (2) = 8,0 ml
- Volume titrasi rata – rata = 7,9 ml
N = 0,4981
Jadi normalisasi HCl yang sebenarnya adalah 0,4981 N.
7. Pembuatan H2SO44 N
H2SO4pekat dengan kadar 98% pada suhu 20 °C mempunyai
berat jenis (1,8361 gr/cm3) BM H2SO498 dan valensi (n) = 2.
98% = % berat 98 gram H2SO4dalam 100 gram larutan.
=
= 54,4633 ml
N =
N =
N =
N = 36,72 N
Rumus pengenceran:
V1x N1= V2x N2
V1x 36,72 = 1000 ml x 4 N
V1= 108,93246 ml
Dengan demikian 108,93246 ml H2SO4pekat 98% dilarutkan dalam
LAMPIRAN B
1. Contoh perhitungan Dextrose ekivalen (pada kadar glukosa awal)
Titrasi blanko :
I. 37 ml
II. 38 ml
III. 39 ml
Rata-rata titrasi blanko = 38 ml
Titrasi sample :
I.24 ml
II.22 ml
III.24 ml
Rata-rata titrasi sample = 23,3 ml
Selisih titrasi = (titrasi blanko – titrasi sample)
∆V = 38 ml – 23,3 ml = 14,7 ml
Dari tabel 4 Sudarmadji didapat mgr glukosa (DE) dari selisih thio
dengan cara interpolasi :
( X – X1)/ (X2-X1) = (Y – Y1)/(Y2– Y1)
(14,7 – 14 ) / (15 – 14) = (Y2– 35,7 )/ (38,5 – 35,7 )
Y2= 37,66
Jadi dextrose ekivalen atau mgr glukosanya adalah 37,66 mgr.
2. Contoh perhitungan berat sample pada suhu 20º C
Berat piknometer kosong = 9,8746 gr
Selisih berat piknometer = piknometer isi – piknometer kosong
= ( 19,9732 - 9,8746 ) gr
= 10,0986 gram
Volume piknometer = 10 cc ( pada suhu 20 ºC)
ρ Cairan = massa/volume
= 10,0986 / 10 cc
= 1,0986 gr/cm3
Jadi densitas dari cairan pati adalah 1,0986 gr/cm3
Untuk massa liquid volume 3 ml:
Massa Liquid = ρ x Volume
= 1,0986 x 3 ml
= 3,02958 gram
Jadi massa liquid dengan volume 3 ml adalah 3,02958 gram.
3. Contoh perhitungan glukosa awal
Diketahui : factor pengenceran : 50/10 = 5
Mgr glukosa = 37,66 gram
Berat sample = 3,02958 gram
Rumus perhitungan kadar glukosa :
Kadar glukosa = (37,66 gram x 5) / (3,02958 gr x 1000 mgr) x 100%
4. Contoh Perhitungan Kadar Alkohol
Perhitungan kadar alcohol pada jumlah nutrient 1 gram pada
fermentasi hari ke – 1
Berat piknometer kosong = 9,8746 gr
Berat piknometer isi = 19,9711 gr
Selisih berat piknometer = piknometer isi – piknometer kosong
= ( 19,9711 - 9,8746 ) gr
= 9,9165 gram
Volume piknometer = 10 cc
ρ Cairan = massa/volume
= 9,9165 / 10 cc
= 0,99165 gr/cm3
Dari table Perry (edisi 5 tabel 3-110) didapat kadar ethanol dengan
cara interpolasi : ( pada suhu 20ºC)
( X – X1)/ (X2-X1) = (Y – Y1)/(Y2– Y1)
(0,99165 – 0,99275) / (0,99103 – 0,99275) = (Y2– 3 )/ (4 – 3 )
Y2= 3,64 %
Jadi kadar alcohol untuk jumlah nutrient 1 gram dan lama waktu
5 . Tabel Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan gula invert dalam suatu
bahan dengan metode luff- schrool.