• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk Pembuatan Etanol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk Pembuatan Etanol"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

1

Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk Pembuatan Etanol

Praswasti P.D.K Wulan, Dianursanti, dan Tino Amsal Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia,

Kampus UI Depok 16424, Indonesia E-mail : wulan@che.ui.ac.id, danti@che.ui.ac.id

Abstrak

Sebagai sumber biomass, limbah pisang (Mussa spp) dapat dimanfaatkan untuk ditingkatkan nilai keekonomisannya. Penelitian terdahulu telah menunjukkan potensi limbah pisang untuk menghasilkan etanol. Pada penelitian ini, limbah pisang dihidrolisis menggunakan H2SO4 4%

wt pada 75oC selama 1 jam dilanjutkan dengan fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cereviseae. Hasil penelitian menunjukkan jumlah maksimum etanol pada variasi komponen limbah pisang pada pulp pisang buah sebanyak 0.053 l/kg fresh wt dan pada campuran pulp dan kulit pisang buah jumlah etanol terbanyak sebesar 0.023 l/kg. Untuk komponen pisang sayur dihasilkan etanol maksimum pada pulp sebanyak 0.076 l/kg dan pada campuran pulp dan kulit pisang sayur, jumlah etanol terbanyak sebesar 0.058 l/kg. Untuk variasi kulit pisang, jumlah maksimum etanol dihasilkan dari kulit pisang kepok sebanyak 0.017 l/kg.

Abstract

As a biomass source, waste bananas (Mussa spp) can be used to increase its economic values.

The existing research has showed that waste bananas are potential for making ethanol. In this research, waste bananas was hydrolized using H2SO4 4% on 75oC for 1 hour, continued with fermentation using Saccharomyces cereviseae. Result of this research showed, maximum ethanol yield for variation component of waste banana from banana pulp was 0.053 l/kg fresh wt and whole banana was 0.023 l/kg. From plantain component, maximum ethanol yield for pulp was 0.076 l/kg and whole plantain was 0.058 l/kg. For banana peel variation, maximum ethanol yield resulted from kepok peel was 0.017 l/kg.

1. Pendahuluan

Limbah pisang biasanya dibuang saja tanpa termanfaatkan sama sekali. Limbah pisang ini berupa pisang busuk, pisang rusak, dan kulit pisang. Limbah pisang (Mussa spp), yang buahnya banyak ditanam dan menjadi konsumsi di negeri ini adalah buah dan panganan populer.

Adanya upaya pemanfaatan limbah pisang ini telah memberikan banyak pilihan untuk mendayagunakannya dari sekedar sampah saja. Kulit pisang dapat dimanfaatkan menjadi obat tradisional, kerupuk, asam asetat, dan etanol. Untuk yang terakhir ini telah dilakukan penelitian awal oleh beberapa peneliti yang telah menunjukkan potensi dihasilkannya etanol.

Produksi pisang di Indonesia tahun 2002 adalah 4,384,384 ton dengan konsumsi pisang tahun 1999 sebesar 8.27 kg/kapita/tahun (Direktorat Tanaman Buah, 2004). Besarnya konsumsi pisang di Indonesia menyebabkan potensi limbah pisang dapat didayagunakan. Data di Amerika Selatan dan Tengah menyatakan limbah pisang berjumlah 25% dari total produksi pisang (Clavijo & Manner, 1974). Limbah ini adalah pisang yang tidak memenuhi standar ekspor karena variasi ukurannya, rusak, atau karena produksi berlebih. Di Indonesia sendiri acuan standar mutu pisang yaitu SNI nomor 01-4229-1996.

Pisang sebagai salah satu biomass merupakan sumber potensial karena mengandung karbohidrat sebesar 20-30% (Sharrock & Lusty, 1999) yang merupakan sumber glukosa. Glukosa dapat difermentasi untuk dijadikan etanol.

Pada penelitian ini untuk menghasilkan etanol dari limbah pisang digunakan hidrolisis dengan asam H2SO4 dilanjutkan dengan fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cereviseae. Penggunaan asam kuat H2SO4 dikarenakan bahan tersebut murah. Adapun metode yang digunakan bertujuan memaksimalkan kadar etanol yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi.

(2)

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

2 2.Metodologi Penelitian

Prosedur Penelitian

Limbah pisang dibedakan menjadi 2 variasi. Variasi pertama adalah variasi komponen limbah pisang yaitu pulp pisang, kulit pisang, dan campuran pulp dan kulit pisang. Pisang yang digunakan adalah pisang buah (cavendish) dan pisang sayur (kepok). Untuk variasi kedua yaitu variasi kulit pisang yang menggunakan kulit pisang cavendish, kulit pisang kepok, dan kulit pisang nangka.

Tiap variasi sampel lalu ditimbang sebanyak 100 gram. Sampel dimasukkan ke dalam mixer, lalu ditambahkan akuades sebanyak 0.4 bagian berat sampel (40 gram) untuk pisang buah dan diblender agar pencampuran maksimal. Pada sampel pisang kepok dan kulit pisang nangka ditambahkan aquades sebanyak 1.5 berat sampel (150 gram). Untuk kedua sampel diatas, perbedaan komposisi penambahan air bertujuan agar sampel dapat lebih homogen dengan air.

Kemudian ditambahkan H2SO4 4% wt dari sampel sebanyak 1.25 kali berat sampel (125 gram). Campuran tersebut dipanaskan menggunkan water heater dengan agitator pada temperatur 75oC selama 60 menit. Setelah itu didinginkan ke suhu ruang dengan air dingin (quenching).

Kemudian sampel ditambahkan NaOH agar pH berubah menjadi 4.5 untuk kondisi pra fermentasi. Setelah itu ditambahkan ragi Sacharomyce cereviseae sebanyak 3 gram untuk setiap 50 ml, lalu difermentasikan pada rentang waktu 3-7 hari. Wadah fermentasi ditutup rapat untuk membuat kondisi anaerob.

Setelah fermentasi selesai, sampel disaring menggunakan corong buchner dengan kertas saring kemudian disentrifuge pada putaran 2500 rpm selama 10 menit. Terakhir, dilakukan pengukuran kadar etanol dengan Gas Chromatography.

Pengukuran Kadar Gula

Untuk penentuan kadar gula dilakukan pengukuran menggunakan polarimeter. Penentuan konsentrasi dilakukan dengan mengukur derajat optik dari larutan sampel. Untuk itu diambil sudut optik dari air murni dan larutan sampel. Adapun persamaan yang digunakan untuk mengukur konsentrasi glukosa sebagai berikut (Anumula et .al, 1987):

C

D L×

= ×α

α 100

dimana

α

D adalah sudut spesifik rotasi glukosa dalam air yaitu sebesar 56.2o /dm (g/ml),

α

adalah sudut yang diamati, L adalah panjang tabung polarimeter dalam dm, dan C adalah konsentrasi sampel dalam gram massa per ml larutan.

Penentuan Kadar Etanol

Untuk penentuan konsentrasi etanol yang dihasilkan dengan menggunakan gas chromatography (GC), data dari sampel yang didapatkan dari pengukuran tersebut dibandingkan dengan data dari kalibrasi etanol.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Proses Pembuatan Etanol

Pada saat hidrolisis terjadi pemutusan polisakarida menjadi rantai pendek glukosa. Asam H2SO4

mengkatalis dengan cepat pada proses hidrolisis karena kekuatan ion H+ sehingga terjadi pemutusan rantai polisakarida menjadi glukosa. Proses setelah hidrolisis adalah fermentasi dengan menggunakan ragi. Glukosa hasil hidrolisis diubah oleh ragi menjadi etanol. Kemampuan ragi menghasilkan etanol bergantung pada kadar glukosa, nutrisi, pH, kadar oksigen, dan faktor lingkungan lainnya.

Pentingnya pra fermentasi menyebabkan pengaturan kondisi optimum untuk lingkungan ragi dilakukan pada penelitian ini. Salah satunya adalah kadar glukosa sebagai media pertumbuhan ragi. Untuk itu pada penelitian ini, ingin dilihat kadar glukosa hasil dari proses hidrolisis. Pengukuran kadar glukosa dilakukan pada hasil hidrolisis sampel pulp pisang cavendish. Pengukuran kadar glukosa ini hanya untuk melihat kemampuan asam H2SO4 4% menghasilkan glukosa pada pulp pisang buah. Setelah dilakukan pengolahan data maka didapatkan hasil kadar glukosa sebesar 11.3276% volume. Menurut Casida (1980), kadar glukosa yang dibutuhkan pada fermentasi berada pada konsentrasi 10-18%, sehingga kadar glukosa yang dibutuhkan telah mencukupi. Konsentrasi gula diatas 25% akan memperlambat fermentasi, sedangkan diatas 70% proses fermentasi akan berhenti. Hal ini akibat adanya tekanan osmotik. Pada konsentrasi gula substrat sekitar 16%

akan mempercepat pertumbuhan ragi pada awal fermentasi. Apabila konsentrasi etanol yang dihasilkan melebihi 15% maka etanol akan merusak dinding sel dan membekukan plasma sehingga mikroorganisme mati.

Dari perhitungan kadar glukosa, maka kadar glukosa hasil hidrolisis pulp telah mencukupi untuk dilanjutkan ke proses fermentasi. Adapun untuk proses fermentasi tidak hanya dibutuhkan kadar glukosa yang

(3)

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

3 cukup, namun juga faktor-faktor lain seperti suhu fermentasi, ph yang tepat, ragi, dan nutrisi yang dibutuhkan.

Nutrisi merupakan faktor yang cukup penting karena nutrisi dibutuhkan untuk pertumbuhan ragi. Ragi memerlukan beberapa unsur untuk pertumbuhannya seperti karbon, hidrogen, fosfor, kalsium, sulfur, besi, dan magnesium. Meskipun dalam jumlah kecil dibutuhkan juga mineral seperti Cu, Zn, Co, dan Mn. Faktor pertumbuhan yang juga penting adalah vitamin. Adapun untuk pemenuhan nutrisi telah dipenuhi dari kandungan pisang yang mengandung mineral dan vitamin tersebut.

Untuk kadar oksigen, maka perlakuan yang dilakukan adalah menutup rapat wadah fermentasi.

Tertutupnya wadah dibutuhkan karena ragi melakukan fermentasi dalam kondisi anaerob. Pengaturan pH dilakukan sehingga berada pada pH optimum ragi (4-4.5). Sedangkan temperatur fermentasi adalah pada temperatur ruang tempat penyimpanan yaitu 29oC.

Berhubungan dengan asal bahan baku, maka sampel kulit pisang yang merupakan limbah ini diperoleh langsung dari tempat limbahnya. Dalam penanganannya, sampel harus dibersihkan lebih dahulu dari kotoran.

Untuk pengembangan selanjutnya maka dapat lebih diteliti pengaruh umur dan kondisi lingkungan dari limbah yang akan mempengaruhi proses selanjutnya.

Hasil Fermentasi Limbah Pisang

Fermentasi limbah pisang dilakukan dengan melakukan variasi sampel selama rentang waktu 3-7 hari.

Setelah melakukan pengolahan data, maka kadar etanol hasil analisis Gas Chromatography yang diperoleh pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Gambar 1 menunjukkan kadar etanol yang dihasilkan dari variasi sampel limbah pisang oleh fermentasi Saccharomyces cerevisiae pada rentang waktu 3-7 hari.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4

2 3 4 5 6 7 8

waktu (hari)

kadar etanol (%)

pulp cavendish pulp+kulit cavendish kulit cavendish pulp kepok pulp+kulit kepok kulit kepok kulit pisang nangka

Gambar 1 Hubungan waktu fermentasi dengan kadar etanol

Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil Variasi Komponen Limbah Pisang

Fermentasi pada komponen limbah pisang mencoba untuk mengamati potensi kadar etanol yang dapat dihasilkan dari ketiga komponen yaitu pulp, campuran pulp dan kulit, serta kulit. Ketiga komponen ini dijadikan variasi komponen dari limbah pisang dengan alasan diambil dari pisang yang rejected. Dari fermentasi ketiga komponen dapat dibandingkan potensi kadar etanol diketiganya dan efektifitas penggunaan antar komponen sebagai limbah.

Pulp yang digunakan sebagai sampel kondisinya lewat matang dan rusak. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa fermentasi pulp pada pisang cavendish mencapai puncaknya pada hari ke 5. Dengan mengambil waktu optimum ragi antara 3-7 hari didapat kadar etanol maksimum dari fermentasi pulp pisang cavendish dihasilkan pada hari ke 5 dengan kadar etanol sebesar 1.91% v/v. Pada fermentasi pulp pisang kepok kadar etanol maksimum didapatkan pada hari ke 6. Kadar etanol maksimum dari fermentasi pulp kepok sebesar 1.98% v/v.

(4)

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

4 Tabel 1 Kadar etanol hasil fermentasi limbah pisang

kadar etanol (% vol)

hari

pulp cavendish

pulp+kulit cavendish

kulit cavendish

pulp kepok

pulp+kulit kepok

kulit pisang

kepok

Kulit pisang nangka 3 1.332 0.725 0.162 0.961 0.782 0.232 0.139 4 1.566 0.727 0.209 1.109 0.922 0.446 0.137 5 1.905 0.697 0.365 1.896 1.215 0.38 0.201 6 1.739 0.827 0.231 1.978 1.520 0.282 0.152 7 1.404 0.807 0.254 1.868 1.469 0.231 0.012 Pada kulit pisang cavendish terlihat kadar etanol maksimum dihasilkan pada fermentasi di hari ke 5 dengan yield 0.37% v/v. Sedangkan pada kulit pisang kepok kadar etanol maksimum dihasilkan dari fermentasi di hari ke 4 dengan yield sebesar 0.45% v/v.

Pada fermentasi campuran pulp dan kulit cavendish dihasilkan kadar etanol tertinggi pada fermentasi hari ke 6 sebesar 0.83% v/v etanol. Pada fermentasi dengan menggunakan campuran pulp dan kulit cavendish kadar etanol yang dihasilkan akan sangat bergantung pada komposisi bahannya. Sedangkan pada fermentasi campuran pulp dan kulit pisang kepok dihasilkan kadar etanol maksimum sebesar 1.52% v/v pada fermentasi harike 6.

Perbedaan yield ini disebabkan lebih besarnya kandungan karbohidrat pisang kepok (30%) dibanding pisang cavendish (25%).

Dari percobaan ini dihasilkan kadar etanol dari sampel campuran pulp dan kulit pisang yang lebih kecil dari sampel pulp pisang. Hal ini dikarenakan penggunaan basis massa sampel yang sama. Dalam pemanfatan limbah pisang kedepannya, penggunaan campuran pulp dan kulit pisang akan lebih menguntungkan karena akan dihasilkan yield yang lebih besar dibandingkan penggunaan pulp saja atau kulit pisang saja.

Dari ketiga komponen terlihat bahwa pola pembentukan etanol mengikuti fase pertumbuhan ragi. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi perlu dipercepat pertumbuhan ragi pada fase logaritmik dengan mengoptimalkan faktor-faktor pendukung pertumbuhan ragi yang lain seperti meminimalkan organisme pengganggu dengan kondisi yang lebih steril, penggunaan ragi yang aseptis dan mengkontrol nutrisi yang dibutuhkan ragi.

Hasil Variasi Kulit Limbah Pisang

Kulit pisang yang dijadikan sampel adalah kulit pisang cavendish, kulit pisang kepok dan kulit pisang nangka. Pada kulit pisang cavendish terlihat kadar etanol paling besar dihasilkan pada fermentasi di hari ke 5 dengan yield 0.37% v/v. Pada kulit pisang kepok, kadar etanol tertinggi dihasilkan pada fermentasi di hari ke 4 dengan yield 0.45% v/v. Sedangkan pada kulit pisang nangka, kadar etanol tertinggi dihasilkan di hari ke 5 dengan yield 0.20% v/v.

Dari kadar etanol yang dihasilkan terlihat bahwa fermentasi pada variasi kulit pisang mencapai kadar etanol tertinggi terjadi pada hari ke 4 dan ke 5. Perbedaan waktu terbentuknya kadar optimal dapat terjadi karena pengaruh jumlah karbohidrat dan nutrisi yang ada pada limbah pisang. Nutrisi pada pisang sayur (kepok dan nangka) lebih besar dari pisang buah (cavendish). Karbohidrat yang lebih banyak akan memperbesar yield glukosa. Sedangkan nutrisi yang cukup akan meningkatkan pertumbuhan ragi pada fase eksponensial. Dari hasil percobaan kadar etanol hasil fermentasi kulit pisang nangka yang rendah terjadi karena adanya mikroorganisme yang mengganggu pada wadah fermentasi. Ini terlihat dari adanya jamur berwarna kuning pada permukaan. Hal ini dapat terjadi karena kondisi post hidrolisis yang memungkinkan adanya mikroorganisme pada wadah fermentasi karena lembab. Mikrorganisme ini mengambil etanol untuk pertumbuhannya dan juga kemampuan ragi menurun karena persaingan tempat bertumbuh.

Dari tiap variasi sampel maka dapat diambil kadar maksimum etanol yang dihasilkan. Jumlah maksimum etanol dari tiap variasi komponen limbah dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini. Dari gambar dibawah ini terlihat bahwa tiap komponen pisang kepok menghasilkan yield etanol lebih banyak dari tiap komponen pisang cavendish.

(5)

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

5 Gambar 2 Kadar etanol maksimum dari variasi sampel (%vol)

Yield Etanol Terhadap Berat Bahan

Untuk melihat potensi limbah pisang dijadikan etanol, maka dihitung perbandingan jumlah etanol yang dihasilkan terhadap massa bahan. Dari sini bisa dilihat potensi etanol yang dihasilkan dari limbah pisang.

Pada variasi komponen limbah pisang, jumlah maksimum etanol yang dihasilkan pisang buah adalah pada fermentasi pulp cavendish sebanyak 0.05 l/kg fresh wt atau 0.25 l/kg dry wt. Untuk fermentasi campuran pulp dan kulit cavendish dihasilkan etanol maksimum sebanyak 0.02 l/kg fresh wt atau 0.13 l/kg dry wt. Sedangkan pada kulit cavendish jumlah etanol maksimum sebanyak 0.01 l/kg fresh wt atau 0.09 l/kg dry wt. Bila dibandingkan antara yield etanol antara kadar terbanyak pulp pisang buah dengan kulit pisang buah yaitu 5.22 pada basis fresh dan 2.72 pada basis kering (dry wt).

Tabel 3. Jumlah etanol terhadap berat bahan

sampel hari l etanol/kg bahan (fresh wt) l etanol/kg bahan (dry wt)

pulp cavendish 5 0.05325 0.2536

pulp+kulit cavendish 6 0.02311 0.1288

kulit cavendish 5 0.0102 0.093

pulp kepok 6 0.07571 0.3605

pulp+kulit kepok 6 0.05816 0.3242

kulit pisang kepok 4 0.01706 0.1556

kulit pisang nangka 5 0.00769 0.0701

Untuk variasi komponen pada pisang kepok maka dihasilkan jumlah maksimum etanol dari pulp sebesar 0.07 l/kg fresh wt atau 0.36 l/kg dry wt. Untuk fermentasi campuran pulp dan kulit kepok dihasilkan etanol maksimum sebanyak 0.06 l/kg fresh wt atau 0.32 l/kg dry wt. Sedangkan pada kulit jumlah etanol maksimum sebanyak 0.01 l/kg fresh wt atau 0.15 l/kg dry wt. Bila dibandingkan antara yield etanol antara kadar terbanyak pulp pisang kepok dengan kulit pisang kepok yaitu 4.44 pada basis fresh dan 2.31 pada basis kering (dry wt).

Pada variasi limbah kulit pisang, maka jumlah maksimum etanol dihasilkan dari fermentasi kulit pisang kepok selama 4 hari dengan menghasilkan etanol sebanyak 0.017 l/kg fresh wt atau 0.16 l/kg dalam dry wt. Ini lebih tinggi dari kulit cavendish (0.010 l/kg fresh wt atau 0.09 l/kg dry wt) dan kulit nangka (0.007 l/kg fresh wt atau 0.07 l/kg dry wt). Tingginya hasil etanol pada kulit pisang kepok dibandingkan kulit cavendish dan kulit pisang nangka disebabkan kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dari pisang sayur (kepok) bila dibandingkan pisang buah (cavendish), ini dengan asumsi yield etanol kulit pisang nangka lebih sedikit karena adanya jamur.

Untuk melihat yield etanol dalam basis massa bahan maka dapat dilihat pada Tabel 3.

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

variasi komponen limbah pisang

pulp cavendish pulp+kulit cavendish kulit cavendish pulp kepok pulp+kulit kepok kulit kepok

(6)

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

6 Dari yield maksimum pulp kepok dan kulit pisang kepok dari berat kering (dry wt), maka potensi limbah pisang, terutama kulit pisang kepok, berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku untuk dibuat menjadi etanol.

Apalagi dilihat dari nilai keekonomisannya.

Berikut adalah yield etanol yang dihasilkan dari beberapa bahan baku dalam basis berat kering yaitu jagung sebesar 0.403 l/kg, apel sebesar 0.406 l/kg, kentang sebesar 0.451 l/kg, kentang manis sebesar 0.409 l/kg (Badger et.al,1982). Sedangkan untuk pisang buah, yield pulp sebesar 0.543 l/kg, campuran buah dan kulit pisang sebesar 0.499 l/kg dan kulit pisang sebesar 0.181 l/kg (Hammond et.al, 1996). Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka untuk yield pulp pisang buah (0.254 l/kg) dan pisang sayur (0.361 l/kg) lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian yang telah ada. Namun untuk yield dari kulit pisang, maka yield pisang buah sebesar 0.093 l/kg dan kulit pisang kepok sebesar 0.156 l/kg cukup menguntungkan karena pada percobaan digunakan asam H2SO4 sebagai katalis pada hidrolisis.

4. KESIMPULAN

1. Jumlah maksimum etanol yang dihasilkan pada variasi komponen limbah pisang buah adalah dari fermentasi pulp cavendish selama 5 hari dengan menghasilkan etanol sebanyak 0.053 l/kg fresh wt. Pada campuran pulp dan kulit pisang buah, jumlah etanol terbanyak didapatkan dari fermentasi selama 6 hari sebesar 0.023 l/kg.

2. Frmentasi pulp kepok selama 6 hari menghasilkan etanol sebanyak 0.076 l/kg. Pada campuran pulp dan kulit pisang sayur, jumlah etanol terbanyak didapatkan dari fermentasi selama 6 hari sebesar 0.058 l/kg.

3. Jumlah maksimum etanol dihasilkan dari fermentasi kulit pisang sayur (kepok) selama 4 hari menghasilkan etanol sebanyak 0.017 l/kg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badger, P.C., Pile, R.S., Burch, D.W., Mays, D.A. & Lewis, J.W. (1982). TVA/DOE Integrated On-farm Alcohol Production System Progress Report, Phase 2: October 198l-February 1982. Circular Z-134.

Tennessee Valley Authority, NFDC, Muscle Shoals, AL.

2. Casida (1980). didalam Sijabat, H.R. (2001). Pemanfaatan Air Kelapa Sebagai Media Dasar Pertumbuhan untuk Memproduksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

3. Clavijo, H. & Maner, J.H. (1974). The Use of Waste Bananas for Swine Feed: Series EE-No.6. CIAT ( Centro International de Agricultura Tropical), Cali, Columbia.

4. Hammond et.al, (1996). Alcohol From Bananas, Bioresourece Technology 56, page 125-130. Elsevier, Great Britain.

5. Juni Nugrahani et.al, (1990). Pembuatan Alkohol dari Kulit Pisang Kepok. Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan.

6. Sharrock, S. & Lusty, C. (1999). Nutritive Value of Banana, page 28-31: INIBAP Annual Report 2000.

Montpellier, France.

7. von Loesecke, H.W. (1949). Bananas. Interscience Publishers Inc., New York.

Gambar

Gambar 1 Hubungan waktu fermentasi dengan kadar etanol  Pembahasan Hasil Penelitian
Tabel 3. Jumlah etanol terhadap berat bahan

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan fenomena penurunan swasembada beras, pemerintah perlu mengubah kebijakan harga pangan pokok dari beras ke nonberas. Namun masalah- nya petani palawija masih

Hasil penelitian ini yang menunjukkan Desa Hargotirto dan Desa Hargomulyo terdapat perbedaan dalam hal jenis spesies vektor dan infektifitasnya (indeks sporozoit) berimplikasi

Berdasarkan hasil meta analisis dari 14 jurnal yang telah ditemukan mengenai hubungan antara stres kerja dan kepuasan kerja, maka peneliti akan mengkaji beberapa hasil

Latar Belakang. Asupan purin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian artritis gout. Risiko gout pada wanita mulai meningkat sejak umur 45 tahun

In addition the strengths and the weaknesses of method of teaching stories for children based on the teacher‟s perspective in gen erally is those method is make the

Usaha tidak harus membutuhkan modal yang besar, jika memang kita mempunyai niat dan tekad yang besar usaha kecilpun nantinya akan menjadi usaha yang besar, yaitu seperti

Maka sistem informasi dapat didefinisikan sebagai suatu susunan dari orang, data, proses dan teknologi informasi yang saling berhubungan untuk mengumpulkan, memproses,

Melalui pemanfaatan media sosial edmodo ini, keterbatasan waktu untuk melatihkan keterampilan argumentasi mahasiswa di kelas dapat teratasi dengan adanya interaksi mahasiswa dalam