SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Agribisnis
untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Oleh :
FIRDAUS HARAHAP
NPM : 0824010012
K e p a d a
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAWA
TIMUR
S U R A B A Y A
Dengan mengucapkan puji syukuratas kehadirat Tuhan Yang MahaKuasa
yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya,sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul“KEBERHASILAN PROGRAM URBAN FARMING DI KOTA SURABAYA”.
Penyusunan
skripsi
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syaratpenyusunan skripsi strata-1 diJurusan Agribisnis di Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur.
Penulis sangat menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan
tidak terlepas dari tuntunan Tuhan dan juga tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :Dr. Ir. Endang Yektiningsih, MP selaku dosen pembimbing utama begitu
juga kepada : Dr.Ir. Sumartono, SU selaku dosen pembimbing pendamping yang
telah banyak memberikan pengarahan, motivasi, masukan serta meluangkan
waktu dan tenaganya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk
membimbing penulis hingga mampu menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih juga kepada sahabat-sahabatku serta teman-teman Jurusan
Agribisnis 2008, serta semua pihak baik dari kelompok tani di Kecamatan
Semampir yang telah mengizinkan serta menerima penulis untuk melakukan
penelitian,begitu juga kepada tim dosen penguji, yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan koreksi dan masukan yang sangat membantu peneliti
menjadikan proposal penelitian ini layak untuk dijadikan alat penelitian atau
skripsi, tak lupa juga kepada semua dosen Fakultas Pertanian khususnya
Surabaya, Juni2014
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 6
2.2 Urban Farming ... 7
2.1.1 Pengertian ... 7
2.2.2 Sejarah ... 9
2.2.3 Penerapan ... 11
2.3 Landasan Teori ... 16
2.3.1 Pengertian Kelompok Tani ... 16
2.3.2 Ciri Ciri Kelompok Tani ... 19
2.3.3 Unsur Pengikat Kelompok Tani ... 19
2.3.4 Fungsi Kelompok Tani ... 20
2.3.5 Analisis Regresi Linear Berganda ... 21
2.3.6 Analisis Crosstab ... 23
3.2 Penentuan Populasi Dan Sampel ... 28
3.3 Pengumpulan Data ... 29
3.5 Analisis Data ... 29
3.4 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Surabaya ... 35
4.1.1 Geografis Kota Surabaya ... 36
4.1.2 Demografis Kota Surabaya ... 39
4.1.2 Ekonomis Kota Surabaya ... 43
4.2 Gambaran Umum Program Urban Farming di Kota Surabaya ... 45
4.3 Kelompok Tani di Kecamatan Semampir Kelurahan Ujung Kota Surabaya ... 46
4.4 Karakteristik Kelompok Tani di Kecamatan Semampir Kelurahan Ujung ... 48
4.3.1 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Usia ... 48
4.3.2 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pendidikan ... 49
4.3.3 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51
4.3.4 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 51
4.3.5 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pendapatan ... 52
4.3.6 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Lama Mengikuti Urban Farming ... 54
4.3.9 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan
Lama Menjadi Kelompok Tani ... 57
4.3.10 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pekerjaan ... 58
4.3.11 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pengeluaran Rumah Tangga ... 60
4.3.12 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pertimbangan dalam Mengikuti program Urban Farming ... 61
4.5 PelaksanaanProgram Urban Farming di Kecamatan Semampir ... 62
4.6 Hubungan Antara Varabel keberhasilan Program Urban Farming dengan Variabel Pengetahuan (X1), Ketrampilan (X2), dan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan (X3) dengan Variabel keberhasilan program Urban Farming (Y) ... 66
4.6.1 Hubungan Antara Variabel Pengetahuan (x1) dengan Variabel Keberhasilan Program Urban Farming (Y) ... 67
4.6.2 Hubungan Antara Variabel Ketrampilan (x2) dengan Variabel Keberhasilan Program Urban Farming (Y) ... 69
Firdaus Harahap 1) Endang Yektiningsih 2) Sumartono
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
UPN “Veteran” Jawa Timur
ABSTRAK
Negara Indonesia adalah termasuk negara berkembang, pada negara berkembang banyak yang harus dilakukan dan diperhatikan dengan fokus oleh pemerintah dalam melakukan pengembangan dan perwujudan dalam mencapai suatu negara yang lebih maju. Kota Surabaya adalah kota terbesar kedua setelah Jakarta yang merupakan Ibukota negara Indonesia. Urban farming adalah suatu aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar perkotaan yang melibatkan ketrampilan, keahlian dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan makanan. Di Surabaya, gerakan urban farming yang dibangun berdasarkan ide dan inovasi warga kota, serta didukung pemerintah yang diharapkan memberikan kontribusi positif.
Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi karakteristik kelompok tani yang mendukung program Urban Farming di Kota Surabaya. Mengidentifikasi pelaksanaan Urban Farming. Menganalisis pengaruh hubungan antara keberhasilan program Urban Farming.Penelitian ini dilaksanakan di PT. Rolas Nusantara Mandiri Surabaya dengan dengan obyek penelitian pemasaran kopi produksi PT. Rolas Nusantara Mandiri Surabaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan alat analisis Crosstab. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Sedangkan metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.
Adapun hasil dari penelitian ini menggunakan analisis crosstab antara varabel pengetahuan (X1) dengan varabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki ketrampilan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat terampil memiliki keberhasilan sebesar 97,5 %. Antara varabel ketrampilan (X2) dengan variabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki pengetahuan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat memiliki pengetahuan memiliki keberhasilan sebesar 85 %. Antara variabel frekuensi mengikuti penyuluhan (X3) dengan variabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki frekuensi mengikuti penyuluhan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat sering mengikuti penyuluhan memiliki keberhasilan sebesar 82,5 %
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia adalah termasuk negara berkembang, pada negara
berkembang banyak yang harus dilakukan dan diperhatikan dengan fokus oleh
pemerintah dalam melakukan pengembangan dan perwujudan dalam mencapai
suatu negara yang lebih maju. Dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia untuk membangun suatu negara yang lebih maju seperti dengan lebih
memperhatikan masalah pembangunan suatu negara seperti halnya masalah
kemiskinan, masalah distribusi pendapat, masalah pembangunan manusia,
masalah utang luar negeri dan banyak lagi masalah yang bisa menghambat
kemajuan suatu negara berkembang.
Kota Surabaya adalah kota terbesar kedua setelah Jakarta yang merupakan
Ibukota negara Indonesia, semakin besar kota tersebut semakin banyak masalah
yang sangat signifikan yang bisa dan akan menghambat jalannya pertumbuhan
ekonomi. Seperti halnya masalah penduduk yang menganggur akibat dari jumlah
penduduk yang sangat melonjak tinggi dan melonjaknya angka kelahiran yang
ada di Kota Surabaya tidak seimbang dengan jumlah lapangan kerja yang
berada di Kota Surabaya tersebut. Dengan melonjaknya angka kelahiran yang
ada pada Kota Surabaya tersebut semakin banyaknya masalah yang bisa
menghambat suatu pembangunan perekonomian yang berhubungan langsung
atau secara tidak langsung dengan masalah kemiskinan yang terjadi pada
daerah tersebut.
Kota Surabaya merupakan Kota besar kedua setelah Jakarta. Tahun demi
tahun perkembang Kota Surabaya semakin pesat, ciri khas Kota besar selama ini
identik dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Seiring maraknya
untuk bercocok tanam. Sempitnya lahan tidak menjadikan penghalang untuk
tidak bercocok tanam. Sebagai kota terbesar kedua, perkembangan Surabaya
semakin pesat. Ciri khas kota besar selama in identik dengan hutan beton alias
gedung-gedung pencakar langit. Seiring maraknya pembangunan gedung dan
perumahan di Surabaya berdampak pada kurangnya lahan untuk bercocok
tanam. Namun, sempitnya lahan tidak menjadikan pengahalang untuk tidak
bercocok tanam. Dinas pertanian kota Surabaya mengungkapkan saat ini lahan
pertanian tinggal 1.200 hektar, sedangkan lahan pekarangan masih cukup luas
yakni Sekitar 13.000 hektar. (Yulian 2010).
Kota Surabaya memiliki luas wilayah sebesar 374,36 km2. Wilayah Kota
Surabaya dibagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan. Surabaya berada pada
dataran rendah, ketinggian antara 3 – 6 m di atas permukaan laut kecuali di
bagian Selatan terdapat 2 bukti landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan
ketinggiannya antara 25 – 50 m diatas permukaan laut dan di bagian barat sedikit
bergelombang. Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan
Sungai Brantas. Sesuai dengan visi Kota Surabaya cerdas dan peduli, Dinas
Pertanian Kota Surabaya melihat kondisi masyarakat pertanian di Surabaya yang
sebagian besar merupakan buruh tani. Merasa perlu melakukan suatu
perubahan suatu perubahan yang signifikan.
Urban farming adalah suatu aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar
perkotaan yang melibatkan ketrampilan, keahlian dan inovasi dalam budidaya
dan pengolahan makanan. Hal utama yang menyebabkan munculnya aktivitas ini
adalah upaya memberikan kontribusi pada ketahanan pangan, menambah
penghasilan masyarakat sekitar juga sebagai sarana rekreasi dan hobi (Enciety,
2011).
Di Surabaya, gerakan urban farming yang dibangun berdasarkan ide dan
kontribusi positif, seperti meningkatkan jumlah variasi makanan yang tersedia
dan memungkinkan sayuran, buah-buahan segar diproduksi di kota.
Konsep Urban Farming (Pertanian Perkotaan) merupakan suau konsep
kegiatan pertanian yang tidak membutuhkan lahan luas. Konsep ini merupakan
salah satu alternatif yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya. Tanaman yang
biasa ditanam dalam program ini meliputi dari tanaman hias, tanaman sayuran,
tanaman obat keluarga (toga), dan tanaman buah.
Menurut definisi Badan Pusat Statisik, sektor pertanian adalah salah satu
sektor dari sembilan sector lapangan usaha lainnya dalam penghitungan produk
domestik regional bruto (PDRB) yang penyajiannya dibedakan dalam 9 sektor
meliputi Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri
Pengolahan, SektorListrik, Gas, dan Air Bersih, Sektor Konstruksi, Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Sektor Angkutan dan Komunikasi, Sektor
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan.
Berdasarkan definisi BPS tersebut, Sektor pertanian terdiri dari 5 subsektor
meliputi Subsektor Tanaman Bahan Makanan (Tabama), Subsektor Perkebunan,
Subsektor Peternakan, Subsektor Kehutanan, dan Subsektor Perikanan.
Subsektor tanaman bahan makanan mencakup komoditi tanaman bahan
makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah,
kacang kedele, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, kacang hijau, tanaman
pangan lainnya, dan hasil produk ikutannya. Termasuk pula di sini hasil dari
pengolahan yang dilakukan secara sederhana oleh petani yang bersangkutan
seperti beras tumbuk, gaplek, dan sagu. Termasuk dalam kategori di sini adalah
usaha tanaman hias.
Studi mengenai pertanian kota pada saat ini berkembang cukup pesat
serta untuk mengantisipasi permasalahan ketahanan pangan, banjir, penurunan
panas kota, efisiensi energi, kualitas udara, perubahan iklim, hilangnya habitat,
dan pencegahan kejahatan (Mazeereuw, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
Penduduk di kota Surabaya setiap tahun semakin bertambah, bisa dlihat dari
semakin banyaknya pembangunan perumahan baru yang bahkan sampai
pinggiran kota. Hal tersebut yang mengakibatkan semakin sempitnya lahan di
kota Surabaya, padahal perluasan lahan untuk pertanian sudah tidak
memungkinkan lagi.
Urban Farming yang ada di kota Surabaya saat ini kurang berjalan dengan
baik dikarenakan beberapa faktor antar lain Keterampilan, Pengetahuan,
frekuensi mengikuti penyuluhan.
Berdasarkan uraian diatas ada permasalahan yang cukup menarik untuk
dikaji adalah :
1. Bagaimana karakteristik kelompok tani yang mendukung program Urban
Farming di Kota Surabaya?
2. Bagaimana pelaksanaan Urban Farming ?
3. Faktor apakah yang mempengaruhi kelompok tani dalam mendukung
keberhasilan program Urban Farming?
1.3 Tujuan
Setelah mengetahui permasalahan yang ada, maka selanjutnya dapat dibuat
tujuan penelitian yang meliputi :
1. Mengidentifikasi karakteristik kelompok tani yang mendukung program
Urban Farming di Kota Surabaya.
3. Menganalisis faktor yang mempengaruhi keberhasilan program Urban
Farming.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penlitian ini adalah:
1. Penulis berharap dapat memberikan sumbangan pemikirannya bagi
perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi bahan studi
perbandingan bagi penulis dimasa yang akan datang.
2. Penerapan dan perbandingan teori-teori yang pernah penulis terima dibangku
kuliah terhadap kenyataan yang sebenarnya.
3. Menambah bahan pustaka (literature) di perpustakaan.
4. Menjadi sumber pendukung bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemerintah
Kota Surabaya (2010) berjudul Evaluasi Pelaksanaan Urban Farming dapat
dibuat kesimpulan pelaksanaan urban farming bermanfaat bagi masyarakat.
Tingkat keberhasilan juga ditandai dengan keberhasilan panen yang mencapai
64,7% . Pemanfaatan 38,3% hasil panen dikonsumsi sendiri, 2,3% dijual, serta
kombinasi dijual dan dikonsumsi sendiri mencapai 38,3%. Meski urban farming
tidak ditujukan untuk produksi masal namun dari program tersebut telah
menghasilkan/memberi tambahan pendapatan rata-rata >Rp. 90.000 (26,3%)
dan rata-rata tambahan pendapatan <Rp. 10.000 (24,1 %) setiap panen.
Penelitian oleh Jaegopal Hutapea dan Ali Zum Mashar (2009), dengan judul
Ketahanan Pangan dan Teknologi Produktivitas Menuju Kemandirian Pertanian
Indonesia dapat disimpulkan :
1. Laju pertumbuhan produksi pangan nasional dalam dasa warsa terakhir
rata-rata cenderung terus menurun sedangkan laju pertumbuhan jumlah
penduduk terus meningkat yang berarti semakin meningkat ketergantungan
pangan nasional pada impor merupakan bahaya laten bagi kemandirian dan
ketahanan pangan nasional.
2. Produksi pangan yang terus menurun lebih disebabkan karena: produktivitas
hasil budi daya petani rata-rata masih rendah dan perluasan areal lahan
pertanian stagnan serta lahan yang ada cenderung menurun kualitasnya
sehingga perlu upaya mengatasi permasalahan tersebut dengan terobosan
Hasil penelitian dari Muhtar Sarman (2011) dengan judul Program
Pengentasan Kemiskinan menyebutkan bahwa terdapat empat pokok masalah
yang dihadapi dalam program pengentasan kemiskinan yakni: Pertama,
penentuan kelompok sasaran program masih sangat dipengaruhi oleh vested
interest dari aparat pemerintah. Kedua pilihan usaha yang dikembangkan oleh
kelompok cenderung hanya terbatas pada jenis usaha telah dikenali dan tanpa
melihat prospek usaha maupun pasar. Ketiga, tidak ada cara untuk
mengantisipasi kasus kegagalan usaha yang dialami oleh anggota pokmas.
Keempat peran pendamping pokmas yang tidak maksimal.
2.2 Urban Farming
Urban Farming adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan
memanfaatkan lahan di perkotaan.Kegiatan Urban Farming mencakup kegiatan
produksi, distribusi, hingga pemasaran produk-produk pertanian yang dihasilkan.
Umumnya Urban Farming dilakukan sebagai kegiatan untuk menghasilkan
pendapatan bagi petani, meski di beberapa tempat Urban Farming juga
dilakukan sebagai kegiatan rekreasional saja.
2.2.1 Pengertian
Urban farming adalah suatu aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar
perkotaan yang melibatkan ketrampilan, keahlian dan inovasi dalam budidaya
dan pengolahan makanan.Hal utama yang menyebabkan munculnya aktivitas ini
adalah upaya memberikan kontribusi pada ketahanan pangan, menambah
penghasilan masyarakat sekitar juga sebagai sarana rekreasi dan hobi
(anonymus.2011).
Definisi Urban Farming sendiri menurut Balkey Mailkey (2010) adalah Rantai
memenuhi kebutuhan konsumen kota. Semua kegiatan dilakukan dengan
metoda using dan re-using sumber alam dan Limbah perkotaan.
Pertanian kota atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Urban
farming adalah praktek pertanian (meliputi kegiatan tanaman pangan,
peternakan, perikanan, kehutanan) di dalam atau di pinggir kota. Urban farming
juga dapat dikatakan sebagai aktifitas pertanian di dalam atau di sekitar kota
yang melibatkan ketrampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya pengolahan
makanan bagi masyarakat (keluarga miskin) melalui pemanfaatan pekarangan,
lahan-lahan kosong guna menambah gizi, meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan keluarga serta memotivasi keluarga miskin untuk membentuk
suatu kelompok pertanian guna untuk membangun dirinya sendiri agar lebih
mandiri dan maju di Kota Surabaya. Kegiatan dimaksud merupakan salah satu
proyek yang bersifat spesifik dalam memacu peningkatan taraf hidup masyarakat
miskin.
Berdasarkan dari Buku Petunjuk Pelaksanaan Program Urban Farming tahun
2012 Kota Surabaya, tujuan dari program ini yakni :
1. Mengurangi kemiskinan melalui penumbuhan dan pengembangan
kegiatan usaha budidaya sayuran disesuaikan dengan potensi yang ada
di wilayahnya.
2. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan sempit di perkotaan.
3. Mengembangkan dan memperluas kesempatan berusaha dan
kesempatan kerja produktif, serta kepentingan pembelajaran bagi
masyarakat miskin.
4. Mengembangkan pola pembinaan yang partisipatif dan berkelanjutan
buruk sekaligus dapat meningkatkan pendapatan keluarga secara
mandiri.
5. Pembelajaran dan peningkatan SDM di bidang Pertanian.
Dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Program Urban Farming 2012 Kota
Surabaya terdapat beberapa manfaat dari Program Urban Farming. Menurut
Buku tersebut manfaat dari urban farming yakni: (1) Urban Farming memberikan
kontribusi penyelamatan lingkungan dengan pengelolaan sampah Reuse dan
Recyde, (2) Membantu menciptakan kota yang bersih dengan pelaksaan 3 R
(reuse, reduse, recyde) untuk pengelolaan sampah kota,(3) Dapat menghasilkan
0² dan meningkatkan kualitas lingkungan kota, (4) Meningkatkan Estetika
Kota,(5) Menjadi penghasilan tambahan penduduk kota.
Menurut Buku Pelaksanaan urban farming tahun 2012 Kota Surabaya,
terdapat model-model dari urban farming. Model-model urban farming tersebut
yaitu :
1. Memanfaatkan lahan tidur dan lahan kritis.
2. Memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau (Privat dan Publik).
3. Mengoptimalkan kebun sekitar rumah.
4. Menggunakan ruang (vertikultur).
2.2.2 Sejarah
Urban Farming sudah ada sejak zaman dulu di Persia, tepatnya di Machu
Pichu di mana sampah-sampah rumah tangga dikumpulkan menjadi satu dan
dijadikan pupuk. Air yang telah digunakan masyarakat dikumpulkan menjadi
sumber pengairan melalui sistem drainase yang telah dirancang khusus oleh
para arsitek kota di masa itu. Pada Perang Dunia II di Amerika dicanangkan
program tersebut pemerintah Amerika Serikat mampu menyediakan 40%
kebutuhan pangan warganya pada waktu itu(Martin).
Perhatian akan manfaat Urban Farming menjadi berkembang ketika
masyarakat di berbagai belahan dunia menyadari bahwa semakin hari
pertumbuhan penduduk semakin besar dan kebutuhan akan makanan
bertambah sementara luas lahan pertanian semakin berkurang. Maka mulailah
lahan-lahan kosong di daerah perkotaan dipakai sebagai tempat untuk bercocok
tanam. Mulai dari lahan satu meter persegi di depan rumah hingga atap-atap
gedung-gedung pencakar langit kini telah mulai dimanfaatkan sebagai tempat
untuk melaksanakan kegiatan Urban Farming.
Dengan melakukan kegiatan urban farming banyak manfaat yang bisa
didapat, seperti :
1) Membantu peningkatan ketahanan pangan masyarakat karena dengan
adanya kegiatan pertanian di lahan perkotaan membantu meningkatkan
produksi pertanian yang semakin turun akibat konversi lahan pertanian
yang terjadi. Apalagi jika kegiatan Urban Farming dilakukan secara
vertikal sehingga tidak membutuhkan banyak lahan tetapi produksi tetap
banyak.
2) Membantu upaya pelestarian lingkungan, karena sampah-sampah rumah,
tangga masyarakat perkotaan dapat-dijadikan kompos dan digunakan
sebagai pupuk untuk bercocok tanam. Selain itu karena produk pertanian
yang dihasilkan ada di kota, tidak perlu biaya transportasi untuk
mengangkutnya ke pasar sehingga menghemat penggunaan bahan bakar
3) Membantu peningkatan kondisi ekonomi masyarakat. Dengan adanya
kegiatan urban farming memberi kesempatan berwirausaha, menambah
lapangan pekerjaan baru bagi penduduk perkotaan, serta membantu
penyediaan makanan bagi masyarakat miskin perkotaan.
4) Menjembatani perbedaan-perbedaan sosial di masyarakat. Di beberapa
negara Urban Farming mampu menjadi kegiatan yang mempersatukan
masyarakat perkotaan untuk menciptakan lingkungan dan kualitas hidup
bersama yang lebih baik. (Martin Bailkey) .
2.2.3 Penerapan
Di berbagai belahan dunia kegiatan Urban Farming semakin marak, pertama
kali muncul di Amerika Serikat kegiatan Urban Farming kini telah ada di
negara-negara maju dan berkembang seperti Inggris, China, Jepang, India, Thailand,
Mesir, Kuba dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri kegiatan Urban Farming
mulai hadir baik dalam skala besar yang terorganisir secara profesional maupun
dalam skala kecil yang berbasis perseorangan maupun komunitas lokal.
Urban Farming saat ini dianggap sebagai salah satu solusi untuk menjawab
permasalahan global terkait menipisnya persediaan pangan akibat pertumbuhan
penduduk dan konversi lahan pertanian yang terjadi. Saya sendiri tertarik untuk
mencobanya di depan kos-kosan saya dengan bermodalkan polybag dan lahan
seadanya, siapa tahu dari hal kecil ini saya bisa memberi makna yang besar bagi
orang-orang di sekitar saya dan turut berperan dalam menjaga ketersediaan
pangan global. (Martin Bailkey. 2010).
Perkotaan pertanian umumnya dilakukan untuk menghasilkan pendapatan
atau makanan dan kegiatan yang menghasilkan, meskipun dalam beberapa
memberikan kontribusi untuk keamanan pangan dan keamanan pangan ada
dalam dua cara : pertama, meningkatkan jumlah makanan yang tersedia bagi
orang yang tinggal di kota, dan kedua, memungkinkan sayuran segar dan
buah-buahan dan produk daging yang akan dibuat tersedia untuk konsumen
perkotaan. Bentuk umum dan efisien perkotaan pertanian adalah biointensive
metode. Karena pertanian perkotaan mempromosikan hemat energi produksi
pangan lokal ,perkotaan dan pinggiran kota pertanian umumnya dipandang
sebagai pertanian berkelanjutan.
Pengakuan degradasi lingkungan di dalam kota melalui relokasi sumber daya
untuk melayani penduduk perkotaan telah mengilhami pelaksanaan skema yang
berbeda pertanian perkotaan di seluruh dunia maju dan berkembang. Dari model
bersejarah seperti Machu Picchu untuk desain untuk produktif baru pertanian,
kota, ide lokasi, pertanian di atau sekitar kota mengambil banyak karakteristik.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertanian
kota (urban agriculture) mengandung arti yaitu suatu aktivitas pertanian yang
dapat berupa kegiatan bertani, beternak, perikanan, kehutanan, yang berlokasi di
dalam kota atau di pinggiran suatu kota, dengan melakukan proses pengolahan,
menghasilkan, dan menjual serta mendistribusikan berbagai macam hasil produk
makanan dan non-makanan dengan menggunakan sumber daya manusia dan
sumber daya alam (tanah, air, unsur hara, udara dan sinar matahari) serta
bertujuan untuk menyediakan dan memenuhi konsumsi produk pangan bagi
masyarakat yang tinggal di suatu kota.
Selain itu, karakteristik dari pertanian kota diantaranya adalah kedekatannya
dengan pasar, kompetisi tinggi untuk lahan, lahan yang sangat terbatas,
rendahnya tingkat organisasi petani, mengandalkan produk yang dapat terurai,
dan memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi.
Berdasarkan literatur, terdapat beberapa peranan dari pertanian kota (urban
agriculture) terhadap pertumbuhan dan perkembangan kota, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) Meningkatkan ekonomi lokal dengan menciptakan lapangan pekerjaan
baru.
2) Meningkatkan efisiensi biaya transportasi.
3) Penyediaan kebutuhan pangan bagi penduduk kota dan sekitarnya
sehingga ketahanan pangan dapat berkelanjutan.
4) Peningkatan taraf hidup masyarakat.
5) Peningkatan pendapatan daerah kota dengan adanya diversifikasi dari
kegiatan pertanian, diantaranya kegiatan wisata pertanian, kegiatan
pengolahan hasil pertanian dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengertian simanjuntak Urban Farming tersebut selain di
lakukan di Kota Surabaya adapun program dan kebijakan yang diterapkan dalam
pengembangan pertanian kota dapat dilihat di beberapa kota di negara lain yang
menggunakan konsep pertanian kota, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Kota Beijing, China. Kota Beijing menggunakan pertanian kota untuk
membantu dalam peningkatan dan keseimbangan sektor ekonomi,
keseimbangan sosial, dan perlindungan lingkungan. Kebijakan yang
diterapkan pemerintah Kota Beijing dan didukung oleh RUAF China
(anggota Jaringan Internasional dari Pusat Penelitian tentang pertanian
kota dan Ketahanan Pangan) dalam mengembangkan pertanian kota
dua pilar utama dari program tersebut, yaitu peningkatan kebutuhan
kualitas pangan serta perbaikan lahan pertanian dan sumberdaya air di
Kota Beijing. Dua pilar tersebut digunakan untuk menggerakkan dua input
pendukung yaitu modal dan teknologi serta menciptakan satu kerangka
informasi yang digunakan untuk menyebarkan teknologi, pengalaman dan
hasil praktik terbaik dari pelaksanaan program tersebut, salah satu
bentuknya adalah pembuatan website.
2) Lokal membuat suatu peraturan yaitu kebijakan mengenai penggunaan
lahan publik yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian oleh
masyarakat. Selain itu, pemerintah kota juga menyediakan beberapa
kebutuhan petani kota diantaranya Kota Rosario, Argentina. Kota Rosario
menerapkan konsep pertanian kota sebagai tanggapan dari krisis
ekonomi yang melanda kotanya. Pada akhir tahun 2001, Negara
Argentina mengalami krisis ekonomi dimana terdapat hutang yang besar,
produk domestik bruto yang menurun, peningkatan tingkat pengangguran
sebesar, 25%, nilai mata uang peso Argentina yang mengalami
penurunan sebesar 75%, dan tingkat inflasi yang meningkat. Hal tersebut
berdampak juga terhadap perkembangan Kota Rosario, yang merupakan
kota terbesar ketiga di Negara Argentina, Dengan kondisi ekonomi yang
memburuk, sebagian besar penduduk Kota Rosario mulai melakukan
kegiatan pertanian untuk tetap bertahan hidup dengan menyediakan
kebutuhan pangan bagi mereka sendiri dan keluarganya. Melihat hal
tersebut, pemerintah yaitu peralatan pertanian, benih-benih, dan
kebutuhan, penting lainnya yang berkiatan dengan kegiatan pertanian.
Dalam mendukung aktivitas pertanian tersebut, pemerintah kota membuat
Program Pertanian kota (PAU-Programa de Agricultura Urabana), dimana
pemetintah kota, tenaga ahli pertanian dan perwakilan dari organisasi
non-pemerintah. Program PAU telah membantu para petani kota untuk
mengamankan dan mempertahankan lahan pertanian mereka,
memberikan keuntungan nilai tambah dari produk , pertanian, dan
menciptakan market dan sitem pasar baru.
3) Kota Vancouver, Canada. Kota Vancouver terletak pada zona pertanian
yang sangat produktif di Negara Kanada, dengan kondisi iklim yang baik
untuk pertanian dan kondisi tanah yang subur. Hal itu yang membuat
Kota Vancouver merupakan kota yang ideal untuk mengembangkan
berbagai macam produk pertanian, diantaranya sayur-sayuran dan
buah-buahan. Kebijakan yang telah diterapkan di kota tersebut adalah
meningkatkan keberlanjutan pembangunan diantaranya yaitu penerapan
konsep pertanian kota. Untuk menciptakan kesatuan konsep antara
pertanian kota dalam perencanaan kota dan proses pengembangan kota,
pemerintah kota mendirikan Badan Kebijakan Pangan Kota Vancouver
(VFPC). Selain itu, VFPC juga melibatkan beberapa kelompok,
diantaranya para petani, ahli gizi, penjual bahan pangan dan perwakilan
kelompok masyarakat. Peran utama dari badan ini adalah meningkatkan
dan mendukung kegiatan dari organisasi lokal, diantaranya dengan
melakukan penguatan kelompok komunitas melalui pendidikan dan
pelatihan dalam rangka mencapai tujuan dan manfaat dari aspek sosial,
lingkungan dan ekonomi dari suatu komunitas.,
4) Kota Kampala, Negara Uganda. Kegiatan pertanian kota di Kota Kampala
diperkuat dengan kebijakan kota dengan menyatukan kegiatan pertanian
dalam perencanaan kotanya. Penyatuan kebijakan pertanian kota dalam
perencanaan kota terkait erat dengan kebijakan politik dari kewenangan
dalam mendukung ketahanan pangan. Kota ini merupakan salah satu
contoh yang menerangkan bahwa penerapan konsep pertanian kota
memliki kaitan dengan peran/kewenangan dari pembuat suatu kebijakan
atau pemberi keputusan di suatu kota. (Jekson)
2.3 Landasan teori
2.3.1 Pengertian Kelompok Tani
Pada dasarnya pengertian kelompok tani tidak bisa dilepaskan dari
pengertian kelompok itu sendiri. Menurut Mulyana (2005) kelompok adalah
sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu
samalain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan
memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok pada
dasarnya adalah gabungan dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk
mencapai tujuan bersama, dimana interaksi yang terjadi bersifat relatif tetap dan
mempunyai struktur tertentu. Menurut Polak (1976) maksud struktur sebuah
kelompok adalah susunan dari pola antar hubungan intern yang agak stabil, yang
terdiri atas: (1) suatu rangkaian status-status atau kedudukan kedudukan para
anggotanya yang hirarkis; (2) peranan-peranan sosial yang berkaitan dengan
status-status itu; (3) unsur-unsur kebudayaan (nilai-nilai), norma-norma, model)
yang mempertahankan, membenarkan dan mengagungkan struktur.
Menurut Sukanto (1986) ada beberapa hal yang harus menjadi ciri kelompok
yaitu; setiap anggota kelompok harus sadar sebagai bagian dari kelompok ada
hubungan timbal balik antara sesama anggota, dan terdapat suatu faktor yang
dimiliki bersama oleh para anggota sehingga hubungan diantara mereka semakin
kuat. Perry dan Perry (Winardi, 2004) mengemukakan bahwa yang menjadi
ciri-ciri suatu kelompok adalah: (1) ada interaksi antar anggota yang berlangsung
bahwa ia merupakan bagian dari kelompok, dan sebaliknya kelompoknyapun
mengakuinya sebagai anggota; (3) adanya kesepakatan bersama antar anggota
mengenai norma-norma yang berlaku, nilai-nilai yang dianut dan tujuan atau
kepentingan yang akan dicapai; (4) adanya struktur dalam kelompok, dalam arti
para anggota mengetahui adanya hubungan-hubungan antar peranan, norma
tugas, hak dan kewajiban yang semuanya tumbuh di dalam kelompok
itu.Departemen pertanian RI (1980) memberi batasan bahwa kelompok tani
adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa
pria dan wanita maupun petani taruna atau pemuda tani yang terikat secara
informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan
bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan kontak tani.
Dalam rangka pembangunan sub sektor pertanian, kelompok tani adalah
sebagai berikut:
1. Anggota pengurus kelompok tani pertanian, baik yang merupakan
kegiatan proyek maupun kegiatan pembangunan swadaya.
2. Merupakan pengorganisasian petani yang mengatur kerjasama dan
pembagian tugas anggota maupun pengurus dalam kegiatan usahatani
kelompok di hamparan kebun.
3. Besaran kelompok tani disesuaikan dengan jenis usahatani dan kondisi di
lapangan, dengan jumlah anggota berkisar 20-30 orang.
4. Keanggotaan kelompok tani bersifat non formal.Pemilihan pengurus tiap
kelompok tani dan anggotanya dilakukan secara musyawarah sehingga
diperoleh kesepakatan kelompok dan dukungan masyarakat dan instansi
terkait. Susunan kepengurusan kelompok tani minimal terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Bendahara serta dapat dikembangkan sesuai dengan
Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Kelompok Tani
1. Bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan usahatani.
2. Wajib mengikuti dan melaksanakan petunjuk pengurus kelompok tani
dan petugas/penyuluh serta kesepakatan yang berlaku.
3. Wajib bekerja sama dan akrab antar sesama anggota, penggurus
maupun dengan petugas/penyuluh.
4. Hadir pada pertemuan berkala dan aktif memberikan masukan, saran
dan pendapat demi berhasilnya kegiatan usaha tani kelompok.
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Kelompok Tani.
1. Membina kerjasama dalam melaksanakan usahatani dan kesepakatan
yang berlaku dalam kelompok tani. Dalam hal ini pengurus melakukan
koordinasi terhadap anggota dengan mengidentifikasi jumlah anggota
kelompok tani yang bertambah atau berkurang.
2. Wajib mengikuti petunjuk dan bimbingan dari petugas/penyuluh untuk
selanjutnya diteruskan pada anggota kelompok. Pengurus wajib
menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penyuluh kepada
kelompok taninya.
3. Bersama petugas/penyuluh membuat rencana kegiatan kelompok dalam
bidang produksi, pengolahan, pemasaran dan lain-lain.Mendorong dan
menggerakkan aktivitas, kreativitas dan inisiatif anggota.Yakni dengan
menumbuhkan swadaya dan swakarsa anggota.
4. Secara berkala, minimal satu bulan sekali mengadakan pertemuan/
musyawarah dengan para anggota kelompok yang dihadiri oleh petugas
5. Mempertanggung jawabkan tugas-tugas yang telah dilaksanakan kepada
anggota, selanjutnya membuat rencana dan langkah perbaikan.
(Anonimous, 2007)
Kelompok tani pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan
yang ditumbuhkembangkan “dari, oleh dan untuk petani “, memiliki karakteristik
sebagai berikut:
2.3.2 Ciri Kelompok Tani
1. Saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota.
2. Mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha
tani.
3. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan atau pemukiman, hamparan usaha,
jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa, pendidikan dan
ekologi.
4. Ada pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota berdasarkan
kesepakatan bersama.
2.3.3 Unsur Pengikat Kelompok Tani
1. Adanya kepentingan yang sama diantara para anggotanya.
2. Adanya kawasan usaha tani yang menjadi tanggung jawab bersama
diantara para anggotanya.
3. Adanya kader tani yang berdedikasi untuk menggerakkan para petani dan
kepemimpinannya diterima oleh sesama petani lainnya.
4. Adanya kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh sekurang
5. Adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakat setempat untuk
menunjang program yang telah ditentukan.
2.3.4 Fungsi Kelompok Tani
1. Kelas Belajar
Kelompok Tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya
guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta
tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga
produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan
yang lebih sejahtera.
2. Wahana Kerjasama
Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara
sesama petani dalam kelompoktani dan antar kelompoktani serta dengan
pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usaha taninya akan lebih
efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan.
3. Unit Produksi
Usahatani yang dilaksanakan oleh masing masing anggota kelompoktani,
secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang
dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari
segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.
Pengembangan kelompoktani diarahkan pada peningkatan kemampuan
kelompoktani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para
anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompoktani menjadi
1. Adanya pertemuan/rapat anggota/rapat pengurus yang diselenggarakan
secara berkala dan berkesinambungan;
2. Disusunannya rencana kerja kelompok secara bersama dan dilaksanakan
oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap
akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi.
3. Memiliki aturan/norma yang disepakati dan ditaati bersama.
4. Memiliki pencatatan/pengadministrasian organisasi yang rapih.
5. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir.
6. Memfasilitasi usaha tani secara komersial dan berorientasi pasar.
7. Sebagai sumber serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha
para petani umumnya dan anggota kelompoktani khususnya.
8. Adanya jalinan kerja sama antara kelompoktani dengan pihak lain.
9. Adanya pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau
penyisihan hasil usaha/kegiatan kelompok.
2.3.5 Analisi regresi Linear Berganda
Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika
yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel
dan meramal suatu variabel (Kutner, Nachtsheim dan Neter, 2004). Istilah
“regresi” pertama kali dikemukakan oleh Sir Francis Galton (1822-1911), seorang
antropolog dan ahli meteorologi terkenal dari Inggris. Dalam makalahnya yang
berjudul “Regression towards mediocrity in hereditary stature”, yang dimuat
dalam Journal of the Anthropological Institute, volume 15, hal.246-263, tahun
induknya dalam hal besarnya, namun lebih medioker (lebih mendekati rata-rata)
lebih kecil daripada induknya kalau induknya besar dan lebih besar daripada
induknya kalau induknya sangat kecil (Draper dan Smith, 1992).Dalam mengkaji
hubungan antara beberapa variabel menggunakan analisis regresi, terlebih
dahulu peneliti menentukan satu variabel yang disebut dengan variabel tidak
bebas dan satu atau lebih variabel bebas. Jika ingin dikaji hubungan atau
pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model regresi
yang digunakan adalah model regresi linier sederhana. Kemudian Jika ingin
dikaji hubungan atau pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel
tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi linier
berganda (multiple linear regression model). Kemudian untuk mendapatkan
model regresi linier sederhana maupun model regresi linier berganda dapat
diperoleh dengan melakukan estimasi terhadap parameter-parameternya
menggunakan metode tertentu.Adapun metode yang dapat digunakan untuk
mengestimasi parameter model regresi linier sederhana maupun model regresi
linier berganda adalah dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least
square/OLS) dan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood
estimation/MLE) (Kutner et.al, 2004).
Regresi artinya peramalan penaksiran atau pendugaan pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galtoon (1822-1911).Analisis
regresi digunakan untuk menentukan bentuk dari hubungan antar variabel.
Tujuan utama dalam penggunaan analisis itu adalah untuk meramalkan atau
memperkirakan nilai dari suatu variabel dalam hubungannya dengan variabel
yang lain. Disamping hubungan linear dua variabel, hubungan linear dari dua
variabel bisa juga terjadi misalnya; hubungan antara hasil penjualan dengan
2.3.6. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada
analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Jadi
analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan
asumsi klasik, misalnya regresi logistikatau regresi ordinal. Demikian juga tidak
semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis regresi linear, misalnya uji
multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis regresi linear sederhana dan uji
autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional.
Uji asumsi klasik juga tidak perlu dilakukan untuk analisis regresi linear yang
bertujuan untuk menghitung nilai pada variabel tertentu. Misalnya nilai return
saham yang dihitung dengan market model, atau market adjusted model.
Perhitungan nilai return yang diharapkan dapat dilakukan dengan persamaan
regresi, tetapi tidak perlu diuji asumsi klasik.
Uji asumsi klasik yang sering digunakan yaitu uji multikolinearitas, uji
heteroskedastisitas, uji normalitas, uji autokorelasi dan uji linearitas. Tidak ada
ketentuan yang pasti tentang urutan uji mana dulu yang harus dipenuhi. Analisis
dapat dilakukan tergantung pada data yang ada. Sebagai contoh, dilakukan
analisis terhadap semua uji asumsi klasik, lalu dilihat mana yang tidak memenuhi
persyaratan. Kemudian dilakukan perbaikan pada uji tersebut, dan setelah
memenuhi persyaratan, dilakukan pengujian pada uji yang lain.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang
terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing
variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu
dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya
bukan pada masing-masing variabel penelitian.
Pengertian normal secara sederhana dapat dianalogikan dengan sebuah
kelas. Dalam kelas siswa yang bodoh sekali dan pandai sekali jumlahnya hanya
sedikit dan sebagian besar berada pada kategori sedang atau rata-rata. Jika
kelas tersebut bodoh semua maka tidak normal, atau sekolah luar biasa. Dan
sebaliknya jika suatu kelas banyak yang pandai maka kelas tersebut tidak normal
atau merupakan kelas unggulan. Pengamatan data yang normal akan
memberikan nilai ekstrim rendah dan ekstrim tinggi yang sedikit dan kebanyakan
mengumpul di tengah. Demikian juga nilai rata-rata, modus dan median relatif
dekat.
Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram, uji normal P Plot, uji Chi
Square, Skewness dan Kurtosis atau uji Kolmogorov Smirnov. Tidak ada metode
yang paling baik atau paling tepat. Tipsnya adalah bahwa pengujian dengan
metode grafik sering menimbulkan perbedaan persepsi di antara beberapa
pengamat, sehingga penggunaan uji normalitas dengan uji statistik bebas dari
keragu-raguan, meskipun tidak ada jaminan bahwa pengujian dengan uji statistik
lebih baik dari pada pengujian dengan metode grafik.
Jika residual tidak normal tetapi dekat dengan nilai kritis (misalnya
signifikansi Kolmogorov Smirnov sebesar 0,049) maka dapat dicoba dengan
metode lain yang mungkin memberikan justifikasi normal. Tetapi jika jauh dari
nilai normal, maka dapat dilakukan beberapa langkah yaitu: melakukan
transformasi data, melakukan trimming data outliers atau menambah data
observasi. Transformasi dapat dilakukan ke dalam bentuk Logaritma natural,
akar kuadrat, inverse, atau bentuk yang lain tergantung dari bentuk kurva
normalnya, apakah condong ke kiri, ke kanan, mengumpul di tengah atau
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang
tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda.
Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka
hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu.
Sebagai ilustrasi, adalah model regresi dengan variabel bebasnya motivasi,
kepemimpinan dan kepuasan kerja dengan variabel terikatnya adalah kinerja.
Logika sederhananya adalah bahwa model tersebut untuk mencari pengaruh
antara motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja. Jadi tidak
boleh ada korelasi yang tinggi antara motivasi dengan kepemimpinan, motivasi
dengan kepuasan kerja atau antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja.
Alat statistik yang sering dipergunakan untuk menguji gangguan
multikolinearitas adalah dengan variance inflation factor (VIF), korelasi pearson
antara variabel-variabel bebas, atau dengan melihat eigenvalues dan condition
index (CI).
Beberapa alternatif cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah
sebagai berikut:
1) Mengganti atau mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi yang
tinggi.
2) Menambah jumlah observasi.
3) Mentransformasikan data ke dalam bentuk lain, misalnya logaritma
natural, akar kuadrat atau bentuk first difference delta.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat
ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang
kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap
atau disebut homoskedastisitas.
Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot
dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan SRESID (nilai
residualnya). Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada
grafik, seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau
sebaliknya melebar kemudian menyempit. Uji statistik yang dapat digunakan
adalah uji Glejser, uji Park atau uji White.
Beberapa alternatif solusi jika model menyalahi asumsi heteroskedastisitas
adalah dengan mentransformasikan ke dalam bentuk logaritma, yang hanya
dapat dilakukan jika semua data bernilai positif. Atau dapat juga dilakukan
dengan membagi semua variabel dengan variabel yang mengalami gangguan
heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu
periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah bahwa
analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data
observasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah pengaruh antara tingkat inflasi
bulanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar. Data tingkat inflasi pada
bulan tertentu, katakanlah bulan Februari, akan dipengaruhi oleh tingkat inflasi
bulan Januari. Berarti terdapat gangguan autokorelasi pada model tersebut.
Contoh lain, pengeluaran rutin dalam suatu rumah tangga. Ketika pada bulan
Januari suatu keluarga mengeluarkan belanja bulanan yang relatif tinggi, maka
Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu) dan
tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner di mana
pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang
bersamaan. Model regresi pada penelitian di Bursa Efek Indonesia di mana
periodenya lebih dari satu tahun biasanya memerlukan uji autokorelasi.
Beberapa uji statistik yang sering dipergunakan adalah uji Durbin-Watson, uji
dengan Run Test dan jika data observasi di atas 100 data sebaiknya
menggunakan uji Lagrange Multiplier. Beberapa cara untuk menanggulangi
masalah autokorelasi adalah dengan mentransformasikan data atau bisa juga
dengan mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum
(generalized difference equation). Selain itu juga dapat dilakukan dengan
memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel
bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1.
e. Uji Linearitas
Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun
mempunyai hubungan linear atau tidak. Uji ini jarang digunakan pada berbagai
penelitian, karena biasanya model dibentuk berdasarkan telaah teoretis bahwa
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya adalah linear.
Hubungan antar variabel yang secara teori bukan merupakan hubungan linear
sebenarnya sudah tidak dapat dianalisis dengan regresi linear, misalnya masalah
elastisitas.
Jika ada hubungan antara dua variabel yang belum diketahui apakah linear
atau tidak, uji linearitas tidak dapat digunakan untuk memberikan adjustment
bahwa hubungan tersebut bersifat linear atau tidak. Uji linearitas digunakan untuk
mengkonfirmasikan apakah sifat linear antara dua variabel yang diidentifikasikan
dapat menggunakan uji Durbin-Watson, Ramsey Test atau uji Lagrange
Multiplier.
2.3.7. Kerangka Pemikiran
Urban Farming merupakan suatu kegiatan pertanian yang dilakukan dengan
memanfaatkan lahan di perkotaan. Urban Farming merupakan suatu program
yang dicanangkan oleh perintah kota Surabaya sebagai suatu kegiatan untuk
menghasilkan pendapatan bagi petani. Namun pada kenyataannya program
urban farming di Kota Surabaya belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Keberhasilan Program Urban Farming sangat tergantung oleh kelompok tani.
Kelompok Tani adalah sekumpulan petani yang mempunyai tujuan bersama
yang berinteraksi satu samalain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu
sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Dalam mencapai keberhasilan program urban farming, anggota kelompok tani
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu ketrampilan, sikap, pengetahuan, serta
banyaknya bantuan. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
ketrampilan, sikap, pengetahuan, serta banyaknya bantuan terhadap
keberhasilan program Urban farming digunakan analisis regresi linear berganda.
Analisis regresi linear berganda merupakan salah satu teknik analisis data dalam
statistika yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Keberhasilan Program
Urban Farming
Kelompok tani
Karakteristik Kelompok Tani
Ketrampilan Pengetahuan
Analisis regresi Linier Berganda
Berpengaruh Tidak Berpengaruh
Frekuensi mengikuti
3.1 Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Surabaya tepatnya di Kecamatan Semampir.
Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa Kecamatan Semampir merupakan salah satu lokasi yang melaksanakan
program urban farming selama 2 tahun.
3.2 Penentuan Populasi Dan Sample
Populasi pada penelitian ini adalah anggota kelompok tani yang
melaksanakan program Urban Farming di Kecamatan Semampir kota Surabaya.
Jumlah kelompok tani di wilayah Kelurahan Ujung Kota Surabaya sebanyak 12
kelompok dengan rata-rata jumlah anggota kelompok sebanyak 42 orang
sebagaimana yang tersaji dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Nama Kelompok Tani dan Jumlah Anggota Kelompok Tani di Wilayah Kelurahan Ujung Kecamatan Semampir, Kota Surabaya.
No Nama Kelompok Tani Jumlah Anggota
1 Harum Abadi 42 orang
Sumber : Ketua Pelaksana ( diolah )
Dari 12 kelompok tani tersebut diatas yang melaksanakan Program Urban
Farming secara terus menerus selama 3 (tiga) tahun hanya 8 kelompok, dan
yang mempunyai kesempatan lomba Urban Farming ada 2 kelompok yaitu
kelompok tani yang diambil dalam penelitian ini adalah kedua kelompok tani
tersebut. Jumlah anggota kelompok tani Bougenvil sebanyak 38 dan kelompok
tani anggrek sebanyak 42 Dari jumlah tersebut yang diambil sebagai sampel
penelitian masing-masing sebanyak 40 orang (50%).
3.3 Pengumpulan Data
Untuk memeperoleh data yang di butuhkan dam penelitian ini dilakukan
dengan cara :
Wawancara.:
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan
wawancara langsung dengan daftar pertanyaan dan catatan pada masyarakat
yang mengikuti dan yang tidak mengikuti program Urban Farming untuk
memperoleh serta menunjang penulisan.
Observasi:
Observasi merupakan tehnik pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan secara langsung atau tidak langsung terhadap kondisi kegiatan
masyarakat miskin mengikuti program Urban Farming
3.4 Analisis data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan metode yang disesuaikan
dengan tujuan penelitian.
1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu Mengidentifikasi karakteristik
kelompok tani mendukung program Urban Farming di Kota Surabaya
dengan digunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif
kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data
dengan sekedar angka-angka. Langkah-langkahnya adalah reduksi data,
penyajian data dengan bagan dan teks, kemudian penarikan kesimpulan
2. Untuk menjawab tujuan kedua yaitu mengidentifikasi pelaksanaan program
urban farming yang ada di kelurahan ujung kota surabaya menggunakan
metode analisis deskriptif. Cara menganalisis dengan mendeskripsikan atau
menggambarkan pelaksanaan program Urban Farming di kelurahan ujung
sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum
atau generalisasi,
3. Untuk menjawab tujuan ketiga yaitu menganalisis faktor yang mempengaruhi
keberhasilan program Urban Farming di Kelurahan Ujung Kota Surabaya.
digunakan analisis regresi linier berganda. Dengan variabel independen
dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan banyak
bantuan sedangkan yang menjadi variabel dependen yaitu keberhasilan
program Urban Farming. Analisis regresi linier berganda adalah hubungan
secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,….Xn)
dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen apakah
masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk
memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen
mengalami kenaikan atau penurunan. Persamaan regresi linear berganda
sebagai berikut:
Y’
= a + b
1.X
1+ b
2.X
2+ b
3.X
3+ e
Keterangan:
Y’ = Keberhasilan
X1 = Keterampilan
X3 = frekuensi mengikuti penyuluhan
a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2, X3 = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
e = Error
3.5 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel
1. Urban Farming adalah memanfaatkan lahan tidur di perkotaan yang
dikonversi menjadi lahan pertanian produktif hijau yang di lakukan oleh
masyarakat dan komunitas sehingga dapat memberikan manfaat bagi
mereka
2. Kelompok tani adalah para petani di Kecamatan Semampir yang dibentuk
atas dasar kesamaan kepentingan kesamaan kondisi lingkungan (sosial,
ekonomi, sumber daya) keakraban dan keserasian yang dipimpin oleh
seorang ketua. Terdapat 12 kelompok tani di Kecamatan Semampir.
3. Analisis deskriptif adalah cara menganalisis dengan mendeskripsikan
atau mengambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi,
dalam penelitian analisis data terhadap 40 responden.
4. Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua
atau lebih variabel independen yang meliputi pengetahuan, ketrampilan,
frekuensi penyuluhan dengan variabel dependen keberhasilan program.
5. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data dengan cara sebagai
berikut :
Kuesioner, untuk mendapatkan data kualitatif tentang
variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan program Urban Farming yaitu
untuk memperoleh gambaran deskriptif mengenai responden berkaitan
dengan variabel penelitian yang digunakan maka digunakan angka indeks
menggunakan angka indeks. Angka indeks ini digunakan untuk
mengetahui persepsi umum responden mengenai sebuah variabel yang
diteliti. Seluruh variabel independen akan menggunakan skala Likert 1-6
dengan penilaian Skala Likert merupakan skala yang dipakai untuk
mengukur keberhasilan, ketrampilan, pengetahuan dan frekuensi
mengikuti penyuluhan seseorang/sekelompok orang tentang fenomena
social. (Sugiyono, 2001)
Indikator-indikator yang telah ditentukan diukur dengan skala
penilaian Likert yang memiliki lima tingkat preferensi jawaban yang
masing-masing mempunyai skor 1-5 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2. Pengukuran Skala Likert
No Tingkat jawaban
responden Simbol Skor jawaban
1 Sangat Setuju SS 5
2 Setuju S 4
3 Cukup Setuju CS 3
4 Tidak Setuju TS 2
5 Sangat Tidak setuju STS 1
Sumber : Metode Penelitian (Sugiyono, 2001)
Dilihat pada tabel 3.1 diatas, deskripsi pengukuran variabel Penelitian
Faktor-Faktor yang mempengaruhi keberhasilan program Urban Farming
dengan skala likert berdasarkan skor jawaban yang dipilh oleh responden.
6. Keberhasilan adalah suatu keadaan dimana usaha program Urban
Farming di Kecamatan Semampir mengalami peningkatan dari hasil yang
sebelumnya .
Indikator dalam menentukan keberhasilan program Urban Farming
seseorang/kelompok diberi skor skala likert 5 poin, antara lain:
1. Melaksanakan program Urban Farming
3. Mengikuti terus menerus kegiatan Urban Farming
4. Melaksanakan hasil pelatihan dan penyuluhan Urban Farming
5. Mempunyai perencanaan terkait dengan Urban Farming
6. Menularkan pengetahuan dan ketrampilan Urban Farming
7. Keterampilan adalah kelebihan atau kecakapan yang dimiliki oleh
masing-masing anggota kelompok tani di Kecamatan Semampir untuk mampu
menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitasnya dalam mengerjakan
atau menyelesaikan sesuatu.
Indikator dalam menentukan ketrampilan seseorang/kelompok diberi skor
skala likert 5 poin, antara lain:
a. Ketrampilan dalam memilih bibit sendiri untuk ditanam
b. Ketrampilan dalam menanam sendiri tanaman yang akan ditanam
c. Ketrampilan dalam memupuk sendiri tanaman yang ditanam
d. Ketrampilan dalam merawat sendiri tanaman yang ditanam
e. Ketrampilan dalam memanen sendiri tanaman yang ditanam
f. Ketrampilan dalam mengolah sendiri hasil panen
g. Ketrampilan dalam memasarkan sendiri hasil panen
8. Pengetahuan adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan
pikiran masing-masing anggota kelompok tani di Kecamatan Semampir
dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan
lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi,
keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran.
Indikator dalam menentukan pengetahuan seseorang/kelompok diberi
skor skala likert 5 poin, antara lain:
a. Pengetahuan tentang semua jenis tanaman obat
c. Pengetahuan tentang semua jenis tanaman yang termasuk dalam
sayur – sayuran
d. Pengetahuan tentang tentang Pengendalian hama dan penyakit
e. Pengetahuan tentang cara pembibitan
f. Pengetahuan tentang Langkah apa saja dilakukan pra tanam?
g. Pengetahuan tentang tehnik perawatan tanaman
9. Frekuensi mengikuti penyuluhan adalah mediator bagi kelompok tani
untuk mendapatkan informasi serta pengetahuan yang didapat dari pihak
– pihak yang dianggap memahami menegenai program Urban Farming.
Indikator dalam menentukan frekuensi mengikuti penyuluhan
seseorang/kelompok diberi skor skala likert 5 poin, antara lain:
a. Anggota kelompok tani sangat antusias dalam mengikuti
penyuluhan
b. Menurut anggota kelompok tani tim penyuluh adalah orang yang
benar-benar memahami mengenai program Urban farming
c. Anggota kelompok tani mengikuti penyuluhan dari awal sampai
akhir pertemuan
d. Penyuluhan yang dilakukan selama ini sangat efektif
e. Kelompok tani sering melakukan diskusi kelompok sendiri tanpa
menunggu adanya tim penyuluh
f. Anggota kelompok tani mengikuti penyuluhan
g. Pertemuan rutin antar kelompok tani terus dilaksanakan bahkan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kota Surabaya
Kota Surabaya memiliki visi yaitu “Menuju Surabaya Lebih Baik Sebagai Kota
Jasa Dan Perdagangan Yang Cerdas, Manusiawi, Bermartabat, Dan
Berwawasan Lingkungan” merupakan kalimat yang memiliki makna strategis dan
cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan,
keinginan, dan harapan masyarakat. Perubahan di tengah jumlah penduduk
yang terus bertambah membawa tuntutan untuk meningkatkan daya dukung kota
secara berkelanjutan, karakteristik penduduk yang terus mengalami dinamika,
Derajat sumber daya manusia yang harus terus didukung oleh peningkatan
kualitas lingkungan kota, Pertumbuhan ekonomi yang harus diimbangi dengan
penguatan struktur ekonomi lokal yang mampu bersaing di kawasan regional dan
internasional, Peningkatan partisipasi masyarakat, reformasi birokrasi, serta
peningkatan aksesibilitas, kapasitas, dan kualitas pelayanan publik merupakan
tiga tantangan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Adapun misi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Misi membangun kehidupan kota yang lebih cerdas melalui peningkatan
sumber daya manusia yang didukung oleh peningkatan kualitas
intelektual, mental-spiritual, ketrampilan, serta kesehatan warga secara
terpadu dan berkelanjutan.
2. Misi menghadirkan suasana kota yang manusiawi melalui peningkatan
aksesibilitas, kapasitas, dan kualitas pelayanan publik, reformasi
birokrasi, serta pemanfaatan sumber daya kota untuk sebesar-besar
kesejahteraan warga.
3. Misi mewujudkan peri kehidupan warga yang bermartabat melalui