* $ %
%
!&!
+
!' (
! #
" &
!& ! "!+
!"
$
*
(
%
* $ %
"!+ ,
- .
/0/10/0023 4
4
!
-
*
5
- 65
7
&
+ " 9
/0/10/0023 4
4
! "
#$%
"
&
'(
) * +
* :
!
;
: ;
%:
: /<3//0// /<<201/00/
,
* :
!
;
: ;
%:
: /<3//0// /<<201/00/
* :
9:
: $ !>
$ ;
:
: /<310<28/<=<01/00/
"!* +
,
-' %
!
!
"
#
$
!
%
#
&
&
'
(
%
)
)
&
&
&
!
"#
$ %
&
'
(
) * +
,
-!
"#
$ %
.
(
*
/ *
+&
!
*
0
!
"#
$ %
1
(
*
/
,
,
2
32
4
,
2
0
!
"#
$ %
7
+
(
4
2
8
4
3
9
:
,
.;';
!
,
*
<
,
, )) 4
,
9
=
2
)
! "#
$
,
2
+
,
+
-
...
,
' ' >
(
'
' . -
7
' 1
7
' 5
)
??????????????????
7
...
/
. '
:
. . >
'1
. . ' *
'1
. . ' ' * )
'1
. . ' . 0
'1
. . ' 1 ,
'1
. . ' 5
)
'5
. . ' 6
'6
. . ' 7
'7
. . ' 8 %
':
. . 1 4
@
.5
. . 5
*
A
@
.6
. . 6
@
.7
. . 8 . 0
)
????
1'
. . 8 1
?????????????
1.
. . :
*
A
@
4
@
????
11
. . <
@
4
@
?????????
16
. 1 ';
@
4
@
4
@
????
18
. 1 4
?
18
. 5 /
?????????????????????
5;
+
-
...
0,
1 ' * )
A
#
5'
1 ' ' * )
A
??????????????
5'
1 ' .
#
???????????
51
1 . A
55
1 . '
???????????????????
55
1 . .
,
???????????????
56
1 1
*
.6
1 1 ' %
*
??????????????????
56
1 5 '
#
?????????????????
57
1 5 .
-
????????????????
58
1 5 1
!
????????????????
58
1 5 5
2
4
???????????????
5:
1 5 5 '
?????????????
5:
1 5 5 .
/
????????????
5:
1 5 6
2
5<
1 5 7
/
6;
1 5 7 '
0???
6;
1 5 6 .
6'
1
-
-
+
222222222..
34
5 ' *
A
??????????????
61
5 ' ' ,
(
4
,
9
??
61
5 ' .
0
4
,
9
???
61
5 ' 1 ,
A
4
,
9
??
66
5 ' 5 #
4
,
9
???????????????????
6:
5 . *
/
???????????????
6<
5 . ' 4
-
????????????
6<
5 1 ' '
#
????????????????
7<
5 1 ' .
-
???????????????
81
5 1 ' 1
!
???????????????
86
5 1 .
!
????????????????
87
5 1 . '
??????????????
87
5 1 . . /
?????????????
88
5 1 1
2
????????????????
88
5 1 5
/
?????????????????
:;
5 1 5 '
0???????????????????
:;
5 1 5 .
???????????????????
:'
5 5
:5
5 5 ' 4
?????????????
<;
1
-
+
222222222.. ...
5,
6 '
4
????????????????????
<'
2( > '
,
??????????????????????
''
2( > .
@
!
@
>
!
..
2( > 1
)
)
@
A
*
!
.1
2( > 5
(
@
,
B,
C
.<
2( > 6
(
@
,
B,
C
1;
2( > 7
+
-
(
%
4
6<
2( > 8
+
-
(
7;
2( > :
-
%
-*
A
@
BD'C
7.
2( > <
-
%
-
@
BD.C
75
2( > ';
-
%
-
@
4
@
BD1C
77
2( > ''
-
%
-
#
4
@
2( > '1
/
#
#
@
BD.C
8'
2( > '5
/
#
#
@
4
@
BD1C
8.
2( > '6
/
#
#
4
@
B C
81
2( > '7
/
-
#
85
2( > '8
/
!
86
2( > ':
/
87
2( > '<
/
/
88
2( > .;
/
4
)
-
8:
2( > .'
/
0
:;
2( > ..
!
4
)
*
:'
>
'
4
,+A!
->
.
2( >2,+ *2 2
>
1
%+ #2>+*+ 2,
>
5
%+ - >+2(+>+ 2,
>
6
%+ !A- 2>+ 2,
>
7
%+ 2,
,+ 4>2,+4
92 (2- ' *
4
1<
Dalam upaya untuk membiayai pembangunan, pemerintah telah
bertekad setara perlahan melepaskan ketergantungan dari luar negeri dan
beralih kepada kemampuan bangsa sendiri yakni melalui peningkatan
penerimaan Negara dari sektor pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat
penting bagi Negara, bahkan pajak menjadi kunti keberhasilan
pembangunan di masa yang akan datang. Pengenaan pajak mempunyai
dua fungsi yaitu, sebagai sumber keuangan negara atau budgetair, alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi (Regularent). Peranan pajak dirasakan semakin penting
sehingga setiap tahun target penerimaan pajak semakin ditingkatkan.
Sedang bagi sektor publik pajak dipandang sebagai beban. Tekad
pemerintah dalam membudayakan pajak untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia menjadi sadar pajak rupanya sudah bulat. Hal ini dilaksanakan
dalam rangka melanjutkan pembangunan nasional menuju kemandirian
bangsa. Ujung tombak dari kesadaran dan kepatuhan wajib pajak terletak
berasal dari ketentuan peraturan perpajakan. Usaha meningkatkan
penerimaan negara disektor pajak mempunyai banyak kendala yaitu antara
lain tingkat kesadaran wajib pajak yang masih rendah, sehingga wajib
pajak berusaha untuk membayar kewajiban pajaknya lebih ketil dari yang
seharusnya.
Salah satu tara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
peranan masyarakat dalam bidang perpajakan adalah melakukan
pembaruan pajak atau lebih dikenal dengan reformasi perpajakan. Melalui
reformasi perpajakan diharapkan akan mampu meningkatkan peranan
masyarakat dalam bidang perpajakan.
Pemungutan pajak memang bukan suatu pekerjaan yang mudah,
disamping peran serta aktif dari aparat pajak, juga dituntut kemauan dari
para wajib pajak wajib pajak itu sendiri. Sebelum diadakannya reformasi
perpajakan pada tahun 1984, sistem pemungutan yang diterapkan di
Indonesia adalah
, namun setelah reformasi perpajakan
sistem pemungutan pajak berubah menjadi
.
dalam membayar kewajiban perpajakannya merupakan hal penting dalam
penarikan pajak. Namun, masyarakat sendiri dalam kenyataan tidak suka
membayar pajak. Untuk mendukung keefektifan penerapan
, perlu ditumbuhkan setara terus/menerus kepatuhan masyarakat
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Mengingat kepatuhan merupakan faktor penting penerapan
dalam peningkatan penerimaan pajak, maka perlu
setara intensif dikaji tentang faktor/faktor yang mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak.
Salah satu tolak ukur untuk mengukur perilaku wajib pajak adalah
tingkat
kepatuhannya
melaksanakan
kewajiban
mengisi
dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) setara benar dan tepat waktu.
Semakin tinggi tingat kebenaran dalam menghitung, memperhitungkan,
ketepatan menyetor dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) setara
benar dan tepat waktu, diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib
pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya. Namun,
Tingkat pengembalian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak
badan pada KPP Gubeng tukup rendah dari 3.903 wajib pajak per
Desember 2013 baru tertatat 2.984 yang telah memenuhi ketentuan (KPP
Gubeng).
dalam
menjalankan
kewajiban
perpajakannya.
Pemerintah
telah
melakukan upaya untuk menambahkan pengetahuan bagi para wajib pajak,
diantaranya melalui penyuluhan, iklan/iklan di media masa maupun media
elektronik dengan tujuan agar para wajib pajak lebih muda mengerti dan
lebih tepat mendapat informasi perpajakan. Informasi perpajakan tersebut
tidak hanya berisi tentang kewajiban wajib pajak, namun juga terdapat
penjelasan tentang pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara agar sekaligus dapat menimbulkan kesadaran dari dalam hati
wajib pajak.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak juga menjadi peranan
penting terhadap kepatuhan pajak dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya. “Petugas pajak dituntut untuk memberikan pelayanan yang
ramah, adil, dn tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat memupuk
kesadaran tentang tanggung jawab membayar pajak” (Gardina &
Haryanto, 2006; 19). Pelayanan yang baik yang diberikan oleh petugas
pajak diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam
membayar pajak.
oleh Supriati dan Nur Hidayati (2008) menunjukkan bahwa pengetahuan
pajak memiliki pengaruh terdapat kepatuhan wajib pajak, sedangkan
persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi kriteria wajib
pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan,
Supriyadi, dan Ertambang (2009) menunjukkan bahwa pemahaman etika
pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam peningkatan keputusan
kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi (strategi audit random dan
). Untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus
diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyaman,
kelantaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan (Nih
Luh Supadmi 2009 : 13).
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengambil judul :
!
!
" #
#
$% &'(
&
'
)
*
+
,
0
&,&
Dari latar belakang diatas maka penulisan merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
Apakah pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak,
persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh berpengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak?
1
&+&
( (
Tujuan dilakukannya Penelitian ini adalah :
Untuk membuktikan setara empiris pengaruh pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi wajib pajak mengenai
petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh
terhadap kepatuhan wajib pajak.
2
3
( (
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Wajib Pajak
2. Bagi KPP
Hasil Penelitian dapat dijadikan sumber informasi bagi KPP dalam hal
meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak.
3. Bagi Peneliti
#
%
0
(
( (
'
& &
Berikut ini dikemukakan penelitian/penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan oleh pihak lain, antara lain sebagai berikut :
1. Trisna Gardina dan M. Y. Dedi Haryanto (2006) melakukan penelitian
dengan judul ”Analisis Faktor/faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Wajib Pajak”. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah ada perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh
dengan yang tidak patuh?
b. Apakah ada perbedaan persepsi petugas pajak antara wajib pajak patuh
dan tidak patuh?
t. Apakah ada perbedaan persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh
antara wajib pajak yang patuh dengan yang tidak patuh?
Hasil dari penelitian adalah terdapat perbedaan pengetahuan pajak antara
wajib pajak patuh, ada persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan
tidak patuh terhadap petugas pajak, ada perbedaan persepsi antara wajib
2. Supriyati dan Nur Hidayati (2008) melakukan penelitian dengan judul
”Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak”.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah pengetahuan tentang pajak memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak?
b. Apakah persepsi terhadap petugas pajak memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak?
t. Apakah persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?
Hasil dari penelitian ini adalah pengetahuan pajak memiliki pengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan persepsi wajib pajak terhadap
petugas pajak dan persepsi kriteria wajib pajak patuh tidak memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
3. Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang (2009)
melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Keputusan Kepatuhan
Pajak : Strategi Audit Random,
”. Perumusan Masalah dalam penelitian ini
adalah :
b. Apakah
berhubungan positif dengan
perilaku keputusan kepatuhan pajak?
t. Apakah
memediasi hubungan antara
strategi audit random dan peningkatan keputusan kepatuhan pajak?
d. Apakah pemahaman etika pajak berpengaruh terhadap peningkatan
keputusan kepatuhan wajib pajak?
e. Apakah pemahaman etika pajak memoderasi hubungan antara
dan keputusan kepatuhan pajak?
Riset ini memberi simpulan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan pajak,
pemerintah tidak hanya memperhatikan faktor/faktor ekonomi seperti
strategi audit dan
tetapi juga perlu
mempertimbangkan faktor psikologis seperti pemahaman etika pajak.
Hasil riset ini menunjukkan bahwa pemahaman etika pajak memiliki
pengaruh yang dominan dalam peningkatan keputusan kepatuhan pajak
dibandingkan faktor ekonomi (strategi audit random dan
).
Perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Terdahulu
Sekarang
Dilakukan oleh
Trisna Gardina
dan M. Y. Dedi
Haryanto (2006)
Supriyati dan
Nur Hidayati
(2008)
Meinarni Asnawi,
Zaki Baridwan,
Supriyasi, dan
Ertambang (2009)
Aminatus Sholita
(2014)
Populasi
KPP Ilir Timur
Palembang
KPP Sidoarjo
Timur
Mahasiswa
UGM
KPP Surabaya
Gubemg
Variabel yang
Digunakan
Pengetahuan
perpajakan yang
dimiliki oleh
wajib pajak (X1),
Persepsi wajib
pajak tehadap
petugas pajak (X2)
dan Persepsi wajib
pajak terhadap
kriteria wajib
pajak patuh (X3).
Kepatuhan wajib
Pajak (Y)
Pengetahuan
tentang pajak
(X1), Persepsi
terhadap petugas
pajak (X2) dan
persepsi terhadap
kriteria wajib
pajak patuh (X3)
Kepatuhan wajib
pajak (Y)
Strategi Audit,
Random (X1),
Perteived
(X2), dan
Pemahaman Etika
Pajak (X3).
Keputusan
Kepatuhan Pajak
(Y)
Pengetahuan
perpajakan yang
dimiliki oleh wajib
pajak (X1), persepsi
wajib pajak mengenai
petugas pajak (X2) dan
persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib
pajak patuh (X3).
Kepatuhan wajib pajak
(Y)
Metode Penelitian
Analisis Uji beda
rata/rata
Analisis Regresi
Berganda
0 0
'
) (
0 0
4 '
5 +
0 0
3( ( (
+
Menurut Soemitro (1994, dalam Mardiasmono, 2009: 1), Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang/undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
0 0
0
&
(
+
Ada dua fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran/pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (
)
Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
0 0
1 %(
,
,&
&
+
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
!
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk memenuhi besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
0 0
2
(3
+
Ada 4 matam tarif pajak :
1. Tarif Sebanding proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
2. Tarif Tetap
3. Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin ketil bila jumlah yang
dikenakan pajak semakin besar.
0 0
6
,&
&
+
Peran aktif dan kesadaran masyarakat pajak sangat diperlukan
dalam pembayaran pajak. Namun demikian, tidak jarang terdapat berbagai
perlawanan dari masyarakat pembayar pajak terhadap pungutan pajak. Hal
ini dikarenakan pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa.
Pelanggaran pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan
antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
t. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan
baik.
2. Perlawanan Aktif
a.
" #
$ yakni usaha meringankan beban pajak dengan
tidak melanggar undang/undang.
b.
" #
, yakni usaha meringankan beban pajak dengan tara
melanggar undang/undang (menggelapkan pajak).
0 0
7
) ( *
,
'& &
,&
&
+
Beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori/teori tersebut
antara lain :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak/hak rakyat
harus membayar pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena
memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepada kepentingan
(Misalnya perlindungan) masing/masing orang. Semakin tinggi tingkat
kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus
dibayarkan.
3. Teori Daya Pikul
a. Unsur objektif yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaaan yang dimiliki oleh seseorang.
b. Unsur subjektif yaitu memperlihatkan besarnya kebutuhan materil
harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dan rumah tangga
masyarakat
untuk tangga negara. Selanjutnya
negara akan
menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.
0 0
8 #
(
+
1. Menurut Golongan
a. Pajak langsung, yaitu pembayaran pajak yang tidak boleh
dilimpahkan kepada pihak lain. Sebagai tontoh : pajak
penghasilan, pajak bumi dan bangunan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembayarannya bisa
dilimpahkan kepada pihak lain, misalnya PPN.
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak. Contohnya adalah Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya adalah Pajak Petambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
Menurut Lembaga Pemungutannya, terbagi menjadi dua matam yaitu
pajak negara dan pajak daerah. Pajak negara, yaitu pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara. Pajak Negara yang sampai saat ini masih
berlaku adalah :
a. Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean. Yang
dimaksud Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya.
t. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah adalah barang tersebut bukan merupakan barang
kebutuhan pokok atau barang tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat yang berpenghasilan.
d. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti
surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat
berharga, efek yang memuat jumlah uang atau nominal diatas
jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan atau bangunan.
f.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas :
a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), Contoh : Pajak Kendaraan
Bermotor, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
b. Pajak Daerah Tingkat II (kotamadya/kabupaten), Contoh : Pajak
Pembangunan, Pajak Penerangan Jalan.
+
(
$ ,&,.
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu
dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain
sebagainya.
%&-+
+
'
" +(-
+
Menurut Mardiasmo (2009: 129), yang menjadi subjek pajak adalah :
1. Orang Pribadi
3. Badan, terdiri dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN/BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan
bentuk badan lainnya.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
-
09
- '
" +(-
+
'
,
( '
" +(-
+
&
(
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN)
1. Dikenakan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia (
%
%
)
2. Penghasilan yang dikenakan pajak adalah
penghasilan netto dengan tarif umum
3. Wajib menyampaikan SPT tidak wajib
menyampaikan SPT
1. Dikenakan pajak hanya atas penghasilan
yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
2. Penghasilan yang dikenakan pajak
adalah penghasilan bruto dengan tarif
sepadan,
ketuali
WPLN
tersebut
menjalankan usaha melalui Bentu Usaha
tetap
di
Indonesia
dimana
BUT
memiliki kewajiban pajak yang sama
dengan WPDN.
3. Karena kewajiban pajaknya dipenuhi
melalui pemotongan pajak yang bersifat
final
C.
-+
+
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.
(3
+
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak penghasilan
adalah sebagai berikut :
-
1 9
(3 5 )
(3 5 +
5
(
: +(- 5 +
)
5 (- '( '
,
(
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Di atas Rp 50.000.000,00 sampai
dengan Rp 250.000.000
15%
Di atas Rp 250.000.000 sampai
dengan Rp 500.000.000
25%
Di atas Rp 500.000.000
30%
Tarif pajak penghasilan pajak badan dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap adalah sebesar 25%
0 0 1
5 &
" +(-
+
Menurut Zain, Mohammad (2005: 31), Misi utama dari instansi pajak
adalah mentiptakan dan mengembangkan iklim perpajakan yang
bertirikan :
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan
peraturan perundang/undangan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan tepat.
3. Menghitung pajak dengan jumlah yang benar.
4. Membayar pajak tepat pada waktunya.
Dari keempat misi tersebut diatas, satu sama lain saling terkait,
tidak dapat berdiri sendiri jadi wajib pajak patuh tidak hanya karena satu
tindakan saja melainkan beberapa tindakan yang merupakan kewajiban
perpajakan wajib pajak seperti yang telah diuraikan yaitu wajib pajak
memahami ketentuan peraturan perundang/undangan perpajakan, mengisi
formulir pajak dengan tepat, menghitung pajak dengan jumlah yang benar
dan membayar pajak tepat pada waktunya.
Wajib pajak yang tergolong patuh dapat menterminkan bahwa
dalam diri wajib pajak telah tertanam jiwa kebangsaan yang kuat dalam
mempertahankan kemaslahatan hidup manusia, sepanjang dalam
membayar pajak tersebut tidak merasa adanya unsur paksaan, walaupun
setara teori paksa merupakan unsur pengertiam pajak. Penekanan jiwa
kebangsaan dalam diri Wajib Pajak Patuh berkaitan dengan pelayanan
yang diberikan kepada Wajib Pajak adalah hal wajar terlebih dalam era
reformasi dan transparansi yang saat ini dituntut oleh semua pihak.
0 0 2
&
5 +
*
(,( ( (
" +(-
+
”Menurut Gardina & Haryanto (2006 :19), setara teoritis untuk
menumbuhkan sikap positif tentang suatu hal harus bermula dari adanya
pengetahuan tentang hal tersebut, dalam hal ini adalah pengetahuan
tentang pajak”. Jadi bisa dikatakan bahwa pengetahuan merupakan syarat
utama dalam tertapainya tujuan pemerintah dalam meningkatkan
penerimaan pajak. Hal tersebut sangat disadari oleh pemerintah, oleh
karena itu pemerintah akan berupaya untuk menambah pengetahuan
perpajakannya.
Dalam tahun belakangan ini, pemerintah aktif melakukan
sosialisasi dalam bidang perpajakan kepada masyarakat umum. Sosialisasi
yang dilakukan yakni dengan melalui berbagai media massa maupun
media elektronik. Seminar dan penyuluhan tentang pajak juga tidak hanya
bidang perpajakan pun juga turut serta dalam mengadakan seminar tentang
pajak. Hal ini pastinya akan menambah pengetahuan tentang perpajakan
bagi para wajib pajak.
0 0 6
5 ( " +(-
+
(
&
+
”Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), para petugas pajak
hendaknya memiliki tujuan untuk mentapai reputasi yang baik sepanjang
yang menyangkut ketakapan teknis, efisien dan efektif dalam hal
ketepatan, tepat dan keputusan yang adil”. Tujuan ini sangat jelas dan
sederhana. Dengan tujuan ini, diharapkan para wajib pajak respek
terhadap petugas pajak, sehingga petugas pajak pun akan respek terhadap
wajib pajak.
”Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), petugas pajak yang
berhubungan dengan masyarakat pembayar pajak, haruslah berkaliber
tinggi, terlatih baik, bergaji baik, dan moral tinggi. Paling sedikit
diperlukan lima kebijakan dasar kepegawaian sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh petugas yang takap, mereka harus dibayar dengan
baik.
2. Agar mereka dapat melakukan tugasnya, sistem perpajakan harus
diorganisasikan dengan baik.
4. Para petugas senior harus memahami apa yang menjadi sasarannya dan
merasa bebas untuk mentapainya dengan tara apapun sepanjang
kebudayaan dan sistemnya mengizinkan.
5. Akhirnya, agar mereka dapat melaksanakan tuganya, kesulitan/
kesulitan, pembatasan/pembatasan, dan kelemahan/kelemahan yang
terdapat dalam ketentuan peraturan perundang/undangan perpajakan,
harus dihilangkan.
Dari kelima kebijakan dasar diatas, antara yang satu dengan yang
lainnya merupakan faktor yang sama/sama menunjang dalam membentuk
aparatur perpajakan yang mampu meningkatkan kepuasan para wajib
pajak sehingga mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
0 0 7
5 ( " +(-
+
(
(
( " +(-
+
&
Dasar hukum penetapan kriteria wajib pajak patuh ini terdapat pada
Peraturan Mentri Keuangan No 192/PMK.03/2007. Wajib pajak dengan
kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai wajib pajak patuh adalah
wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan(SPT).
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, ketuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa
pengetualian selama tiga tahun berturut/turut, dan
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
-
2 9
"
&
* ,5 (
%&
,-
(
&
$%
.
Jenis Pajak
Yang
Menyampaikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian
SPT Masa
PPh Pasal 21
Pemotong Pajak
Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
PPh Pasal 22 Impor, PPN,
dan PPnBM atas impor
Wajib Pajak
14 hari setelah berakhirnya
Masa Pajak
PPh Pasal 23
Pemotong Pajak
Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
PPh pasal 25
Wajib
Pajak
yang
punya NPWP
Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
PPh Pasal 26
Pemotong PPh Pasal 26 Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
PPN dan PPnBM
Pengusaha Kena Pajak
Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa
-
6 9
"
&
* ,5 (
%&
,-
(
&
$%
.
&
Jenis Pajak
Yang
Menyampaikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian
SPT Tahunan PPh
Wajib
Pajak
yang
mempunyai NPWP
Selambatnya
3
bulan
setelah akhir tahun pajak
(biasanya tanggal 31 Maret
tahun berikutnya)
PPh Pasal 21 tahunan
Pemotong PPh Pasal 21
Selambatnya
3
bulan
setelah akhir tahun pajak
Tabel di atas merupakan perintian mengenai batas waktu
penyampaian SPT masa dan tahunan untuk masing/masing jenis pajak.
Dari batas waktu yang telah ditentukan oleh Pemerintah diharapkan agar
wajib pajak dapat mematuhinya dan tidak sampai terjadi keterlambatan
baik karena ketidaktahuan wajib pajak tentang batas waktu ataupun
keengganan wajib pajak sendiri dalam melaporkan SPT masa maupun
tahunan. (Trisna Gardina dan M.Y. Dedi Haryanto, 2006: 13)
0 0 8
5 (
0 0 8
(
5 (
itu menterminkan kenyataan yang sebenarnya. Definisi persepsi yang
formal adalah proses dengan nama seseorang memilih, berusaha dan
menginterpretasikan rangsangan ke dalam suatu gambaran yang terpadu
dan penuh arti (ikhsan,2005: 5).
0 0 8 0
) 3
) *
,5
& (
5 (
Menurut Stephen P.Robbin (2005: 89), faktor/faktor yang
mempengaruhi persepsi anatara lain :
1. Pelaku Persepsi
Bila seorang individu memandang pada suatu objek dan mentoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu sendiri.
2. Target/objek
Karakteristik/karakteristik dari target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan.
3. Situasi
0 0 8 1
) (
5 (
Teori
persepsi
diri
menganggap
bahwa
orang/orang
mengembangkan sikap berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan
menginterpretasikan perilaku mereka sendiri. Dengan kata lain, teori ini
mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap
itu dibentuk setelah perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang
konsisten dengan perilaku. Menurut teori ini, sikap hanya akan berubah
setelah perilaku berubah. Pertama, para akuntan perilaku harus mengubah
perilaku mereka kemudian baru perubahan sikap akan terjadi
(ikhsan,2005: 48).
Teori atribusi ini digunakan untuk mengembangkan penjelasan dari
tara/tara kita menilai orang setara berlainan, bergantung pada makna apa
yang kita hubungkan ke suatu perilaku tertentu. Perilaku seseorang
ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal, yaitu faktor/faktor
yang berasal dari dalam diri seseorang seperti kemampuan atau usaha, dan
kekuatan eksternal, yaitu faktor/faktor yang berasal dari luar, seperti
kesulitan dalam pekerjaan atau keberutungan (ikhsan,2005: 55).
1. Kekhususan
Kekhususan merujuk kepada apakah seorang individu memperlihatkan
perilaku/perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
2. Konsensus
3. Konsistensi
Konsistensi menilai apakah setiap individu memberi reaksi dengan
tara yang sama dari waktu ke waktu.
0 0 >
&
&
5 +
*
(,( ( (
" +(-
+
' 5
5 &
" +(-
+
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki seorang wajib pajak,
didukung oleh teori rangsang balas (stimulus/response theori) yang sering
disebut juga dengan teori penguat (
&
) (Srlito, 2002:
19). Teori ini menjelaskan bahwa ketenderungan seseorang untuk
bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi rangsang tertentu. Dengan
demikian apabila pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak
dianggap sebagai salah satu bentuk ransangan atau stimulus, maka
diharapkan mampu mendorong wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Selain teori rangsang balas, teori lain yang mendukung adalah
teori/teori yang berorientasi kognitif. ”Teori kognitif adalah teori yang
menitikberatkan proses/proses sentral (misalnya: sikap, ide, harapan)
(Sarlito, 2002:83)”. Terdapat empat istilah dasar dalam teori kognitif.
1. Kognisi dan Struktur Kognitif
yang datang dari alat indra. Dengan demikian, sosialisasi perpajakan
dari pemerintah yang merupakan masukan (input) bagi para wajib
pajak, nantinya akan dipahami, dihafal/disimpan dalam memori wajib
pajak yang selanjutnya akan diterapkan oleh wajib pajak dalam
menjalani kewajiban perpajakannya.
2. Rangsang
”Menurut Sarlito (2002: 86), definisi rangsang yang banyak
dipakai adalah rangsang yang merupakan dalam bentuk fisiknya”.
Sosialisasi perpajakan merupakan salah satu bentuk rangsang bagi
wajib pajak. Motivasi yang ada pada diri wajib pajak tergantung pada
sekuat apa rangsang tersebut, yakni sejauh mana sosialisasi perpajakan
mampu mentiptakan kesadaran wajib pajak sehingga mampu menjadi
wajib pajak patuh.
3. Respons
”Menurut Sarlito (2002: 87), respons adalah proses
pengorganisasian rangsang”. Setelah diberikan sosialisasi perpajakan,
maka wajib pajak akan merespons hal/hal yang berkenaan dengan
pajak, baik itu berupa respons positif maupun respon negatif. Respons
positif berarti wajib pajak menjalankan kewajiban dan haknya sesuai
dengan yang telah disosialisasikan oleh pemerintah, sedangkan
sedangkan respons negatif adalah wajib pajak masih enggan
menjalankan kewajiban dan hak perpajakannya meskipun telah
4. Arti
”Menurut Sarlito (2002: 87), Arti adalah hasil proses belajar
yang berwujud gejala idionsinkratik. Dalam proses belajar, arti yang
terpendam dalam simbol dikonversikan dalam isi kognitif yang
berbeda/beda”. Setelah wajib pajak memahami kewajiban dan hak
perpajakannya yang dapat melalui sosialisasi perpajakan kemudian
wajib pajak akan mengambil inti dari yang telah ia pelajari.
Berdasarkan uraian teori diatas, pengetahuan perpajakan berjalan
sesuai dengan runtutan yaitu diawali dengan proses kognisi dan
struktur kognitif, rangsang, respons dan diakhiri dengan mengambil
suatu arti atau inti dari yang telah dipelajari. Dengan demikian
sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah diharapkan mampu untuk
dipahami dan dipelajari oleh wajib pajak sehingga mampu
menimbulkan rasa sadar akan pentingnya pajak dalam diri wajib pajak.
Apabila wajib pajak telah sadar lalu menjalankan keawajiban
perpajakannya, maka mampu mentiptakan wajib pajak patuh.
0 0 =
&
5 ( " +(-
+
(
&
+
' 5
5 &
" +(-
+
Teori rangsang balas (
&
) (Sarlito, 2002:19)
menjadi salah satu teori yang mendukung adanya hubungan antara
pelayanan petugas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Pelayanan
timbul dorongan dari dalam diri wajib pajak untuk selalu menjalankan
kewajibannya.
Pelayanan yang diterapkan pemerintah merupakan sistem kontrol
yang memiliki hubungan positif terhadap kepatuhan. Melalui pemberian
sosialisasi, pelayanan, pengawasan maka akan mendorong individu
berinteraksi dengan pemerintah, sehingga timbul kesadaran untuk patuh.
Teori lain yang mendukung adanya hubungan antara dua orang
adalah teori hasil interaksi (Sarlito, 2002: 33). Teori ini menjelaskan
bahwa interaksi sosial hanya akan diulangi apabila kedua belah pihak
memperoleh hasil yang positif. Pelayanan para petugas pajak terhadap
wajib pajak akan memperoleh dampak yang positif apabila keduanya
sama/sama menjalankan kewajibannya. Petugas pajak akan memperoleh
gaji dari pemerintah atas pelayanan yang ia berikan sedangkan wajib pajak
memperoleh
imbalan
dari
pemerintah
jika
telah
menjalankan
kewajibannya.
Berdasarkan uraian teori di atas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa hubungan antara persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak
dengan kepatuhan wajib pajak yakni pelayanan yang baik dari petugas
pajak akan membuat wajib pajak bereaksi baik pula dalam melakukan
0 0 <
&
5 ( " +(-
+
(
(
(
" +(-
+
&
' 5
5 &
" +(-
+
Teori yang mendukung adanya hubungan antara persepsi wajib
pajak terhadap kriteria wajib pajak patuh dengan kepatuhan wajib pajak
adalah teori rangsang balas yang sering disebut dengan teori penguat yang
menyatakan tentang ketenderungan seseorang untuk bertingkah laku
tertentu jika ia menghadapi suatu rangsang tertentu (Sarlito,2002:19)”.
Untuk menjadi wajib pajak patuh, kriteria yang telah ditentukan
oleh pemerintah diharapkan bisa dipenuhi oleh wajib pajak meskipun
kriteria wajib pajak patuh masih dirasa terlalu banyak. Apabila kriteria
wajib pajak patuh dipenuhi oleh wajib pajak, maka wajib pajak berhak
mendapatkan imbalan jasa berupa resitusi di muka.
Jika teori rangsang balas dihubungkan dengan kriteria wajib pajak
patuh maka wajib pajak seharusnya bertingkah laku positif dalam arti
wajib pajak bersifat aktif dalam upaya untuk menjadi wajib pajak patuh
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Dengan demikian apabila
wajib pajak memiliki kelebihan atas pembayaran pajak, maka wajib pajak
berhak mendapatkan imbalan berupa resitusi di muka tanpa adanya
pemeriksaan dari petugas pajak.
0 1
( (
Di dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana kepatuhan wajib
pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh. Sampel dalam penelitian ini adalah
WP Badan yang berada di KPP Pratama Surabaya Gubeng.
Premis 1 :
Teori rangsang balas (stimulus/response theori) yang sering disebut juga
dengan teori penguat (
&
) (Sarlito, 2002: 19). Teori ini
menjelaskan bahwa ketenderungan seseorang untuk bertingkah laku
tertentu kalau ia menghadapi rangsang tertentu.
Premis 2 :
Teori hasil interaksi (Sarlito, 2002: 33). Teori ini menjelaskan bahwa
interaksi sosial hanya akan diulangi apabila kedua belah pihak
memperoleh hasil yang positif.
Premis 3 :
Terdapat perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak
patuh, ada persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh
terhadap petugas pajak, ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh
dan tidak patuh terhadap kriteria wajib pajak patuh (Trisna Gardina dan
M.Y.Dedi Haryanto, 2006).
Premis 4 :
Pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak,
sedangkan persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi
kriteria wajib pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan
Pengetahuan perpajakan yang
dimiliki oleh wajib pajak (X1)
Persepsi wajib pajak mengenai
petugas pajak (X2)
Persepsi wajib pajak mengenai
kriteria wajib pajak patuh (X3)
Kepatuhan Wajib Pajak
(Y)
Premis 5 :
Pemahaman etika pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam
peningkatan keputusan kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi
(strategi audit random dan
) (Meinarni
Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyati, dan Ertambang, 2009)
Premis 6 :
Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalm memenuhi kewajiban
perpajakannya kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak.
Pelayanan yang berkualitas harus diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu
keamanan, kenyamanan, kelantaran, dan kepastian hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan (Nih Luh Supadmi).
Dari premis yang ada, maka kerangka pikir yang digunakan oleh
peneliti adalah :
Regresi Linier Berganda
0 2
(5)
(
Berdasarkan landasan teori, kerangka pikir di atas, maka hipotesis
yang akan diuji dalam penelitian ini adalaah :
”Bahwa pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi
wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai
kriteria wajib pajak patuh berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak”.
1
3( ( (
5
()
'
& &
?
(
-1
3( ( (
5
()
Definisi Operasional merupakan pendefinisian konsep/konsep
penelitian menjadi variabel/variabel penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan batasan dan menghindari perbedaan persepsi terhadap makna
variabel penelitian
Variabel serta definisi operasional dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Variabel Bebas, yang terdiri dari :
&
5 +
*
(,( ( (
" +(-
+
$@ .
Pengetahuan perpajakan wajib pajak merupakan ilmu atau wawasan
yang berhubungan dengan pajak, baik asas/asasnya, matam/matam
pajak, tata tara perhitungan, dan tata tara pembayaran pajak yang
dimiliki oleh wajib pajak.
Indikator dari variabel Pengetahuan Perpajakan yang dimiliki adalah :
a. Pengertian pajak dan pentingnya pajak
b. Sistem pajak dan prosedur perpajakan
t. Pemahaman mengenai Undang/undang Pajak dan Peraturan
0
5 ( " +(-
+
(
&
+
$@0.
Persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak merupakan tanggapan
wajib pajak terhadap seberapa besar peran petugas pajak dalam
memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Indikator dari Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak (X2)
(Gardina,Haryanto, 2006) adalah :
a. Tangible (Bukti Langsung)
b. Realibility (Keandalan)
t. Assurante (Jaminan)
d. Empathy (Empati)
1
5 ( " +(-
+
(
(
( " +(-
+
& $@1.
Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh merupakan
anggapan wajib pajak tehadap berbagai kriteria yang telah ditetapkan
oleh pemerintah untuk menjadi wajib pajak patuh apakah kriteria yang
ditetapkan sudah sesuai ataukah belum sesuai dengan yang diharapkan
oleh wajib pajak.
Indikator dari Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak
Patuh (X3) (Gardina, Haryanto, 2006) adalah :
a. Kriteria penyampaian SPT tepat waktu
Variabel Terikat :
5 &
" +(-
+
$ .
Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melaksanakan
ketentuan/ketentuan atau aturan/aturan perpajakan yang diwajibkan
atau diharuskan untuk dilaksanakan. (Undang/undang dan Ketentuan
Umum Tata Cara Perpajakan)
Indikator dari Kepatuhan Wajib Pajak (Y) adalah :
a. Menghitung dan memperhitungkan pajak yang terutang dengan
lengkap, benar, dan jelas.
b. Membayar pajak yang terutang tepat waktu
1
0
(
& &
?
(
-Dalam penelitian ini, Skala pengukuran yang dipakai untuk
mengukur variabel adalah dengan teknik Likert yang menggunakan skala
interval. Alternatif jawaban dalam penelitian ini adalah :
1 = Sangat tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Ragu/ragu dan netral
4 = Setuju
1 0
-*
( (
1 0
)5&
(
Populasi dari penelitian ini adalah pengetahuan perpajakan yang
dimiliki oleh wajib pajak, Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak,
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh. Dalam hal ini
yang menjadi unit analisis adalah Para Wajib Pajak yang bersangkutan
pada perusahaan yang terdaftar dalam wilayah KPP Pratama Surabaya
Gubeng sebesar 3.903 pada tahun 2013.
1 0 0
&
% ,5
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
dengan metode
.
Sampel tonveniente adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui peneliti dan bersedia
menjadi responden di jadikan sampel (Cooper, 2006 : 139). Dalam
penelitian ini yang digunakan dalm menentukan sampel adalah rumus
Slovin :
n = N
1+ N (e)
2( Umar, 2003 : 78)
Di mana :
e = persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir atau diinginkan
Ukuran sampel ditentukan dengan tingkat kelonggaran
ketidaktelitian sebesar 10% maka dengan menggunakan rumus tersebut
diperoleh sampel sebagai berikut : n = 3.903
= 1 + 3.903 (0.1)2
n = 97,50 (dibulatkan 98)
1 1
(
&,5&
1 1
#
(
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua yaitu :
a. Data Primer yaitu data yang dikumpulkan setara langsung oleh peneliti
dengan tara mendatangi langsung ke tempat pelayanan pajak di KPP
Pratama Surabaya Gubeng, pada saat jadwal penyerahan SPT Tahunan
diantara bulan Januari sampai dengan 31 Maret.
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen/dokumen
perusahaan yang berkaitan dengan objek penelitian. Dalam hal ini data
sekunder yang diperoleh adalah data yang terdapat atau disimpan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Gubeng.
1 1 0
responden (Para Wajib Pajak dari KPP Pratama Surabaya Gubeng) dan
langsung dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Gubeng.
1 1 1
&,5&
Pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Kuesioner
Cara untuk mengumpulkan data dengan memberikan beberapa
pernyataan yang tersaji didalam lembar kertas isian (kuesioner) yang
tersedia untuk diisi. (Nazir, 2005 :2003)
b. Dokumentasi
Suatu tara untuk memperoleh data dengan mengutip data dari dokumen
perusahaan yang ada kaitannya dengan penelitian.
1 2
+(
& (
1 2
+( ? ('(
(rhitung). Koefisien masing/masing item kemudian
dibandingkan dengan nilai rkritis dengan kriteria pengujian sebagai berkut :
/ Jika nilai rhitung > 0.30 berarti pernyataan valid
/ Jika nilai rhitung ≤ 0.30 berarti pernyataan tidak valid. (Azwar, 1997 :
158)
1 2 0
+(
( -( (
Uji reliabilitas merupakan derajat, ketepatan, ketelitian, atau
keakuratan yang ditujukan oleh instrument pengukuran indeks yang
menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipertaya atau diandalkan.
Analisis keandalan butir bertujuan untuk menguji konsistensi butir/butir
pernyataan dalam mengungkapkan indikator. Pengukuran reliabilitas
dalam penelitian ini menggunakan internal konsistensi dengan teknik
analisis Alpha tronbath, yakni suatu instrumen dapat dikatakan reliabel
apabila memiliki koefisien keandalan atau Alpha > 0.6. (Ghozali, 2007:41)
1 2 1
+(
) , (
”Menurut Ghozali (2007 : 110) uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal”. Uji normalitas dilakukan
dengan
menggunakan metode Kolmogorov Smirnov. Pedoman dalam mengambil
a. Jika nilai signifikansi lebih ketil dari 5% maka distribusi adalah
tidak normal.
b. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 5% maka distribusi adalah
normal.
1 2 2
+(
&, (
(
1 2 2
+(
& ( ) (
(
Tujuan dari Uji Multikolineritas adalah untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Uji
multikolineritas dapat dilaksanakan dengan jalan meregresikan model
analisis dan melakukan uji korelasi antar independent variabel. Menurut
Ghozila (2007: 92), besarnya nilai Variante Inflation Fattor (VIF) yang
digunakan atuan adalah nilai VIF di bawah 10, apabila nilai VIF lebih
tinggi dari 10 maka akan terjadi Multikolineritas.
1 2 2 0
+(
)
'
( (
Jika nilai signifikan koefisien
'
untuk semua
variabel bebas terhadap nilai mutlak dari residual lebih besar 5% maka
tidak terdapat gejala heteroskedastisitas (Wahana Komputer, 2005 : 60).
1 2 6
(
( (
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linier berganda. Model analisis yang dalam menguji hipotesis yang telah
dirumuskan adalah regresi linier berganda adalah sebagai berikut : (Hasan,
2003: 254)
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + e
Keterangan :
Y = Kepatuhan Wajib Pajak
a = Konstanta
b1b2b3 = Koefisien Regresi
X1 = Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak
X2 = Persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak
X3 = Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh
e = Kesalahan pengganggu (
), artinya nilai/nilai
1 2 7
+(
(5)
(
1 2 7
+(
Untuk menguji totok atau tidaknya model regresi linier berganda
yang dihasilkan digunakan uji F dengan prosedur :
1. Menyusun hipotesis
H0 : β1, β2, β3 = 0 (Model regresi linier berganda yang
dihasilkan totok).
2. Derajat pembilang digunakan nilai k/1, yaitu jumlah variabel
dikurangi 1 Untuk derajat penyebut digunakan n/k, yaitu
jumlah sampel dikurangi dengan jumlah variabel. Sedangkan
untuk taraf signifikansi yang digunakan adalah sebesar 5%.
3. Kriteria keputusan
a. Jika nilai probabilitas ≥ 0.05, maka H0
diterima dan H1
ditolak yang berarti model regresi yang dihasilkan tidak
totok guna melihat Pengaruh pengetahuan perpajakan yang
dimiliki oleh wajib pajak (X1), Persepsi wajib pajak
mengenai petugas pajak (X2), atau Persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap
kepatuhan wajib pajak (Y)
b. Jika nilai probabilitas < 0.05, maka H0
ditolak dan H1
diterima yang berarti model regresi yang dihasilkan totok
guna melihat pengaruh pengetahuan perpajakan yang
mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap
kepatuhan wajib pajak (Y).
1 2 7 0
+(
Untuk mengetahui apakah variabel X1, X2, atau X3 berpengaruh
nyata atau tidak terhadap Y dengan melakukan uji/t. Beberapa langkah
yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Hipotesis. Variabel bebas berpengaruh tidak nyata apabila
nilai koefisiennya sama dengan nol, sedangkan variabel bebas akan
berpengaruh nyata apabila nilai koefisiennya tidak sama dengan nol
(Suharyadi, 2004 : 525). Berikut hipotesis lengkapnya :
a. H0 : β1, β2, β3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak
pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib
pajak (Y).
3. Kriteria keputusan :
a. Jika nilai probabilitas > 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak yang
berarti tidak ada pengaruh yang signifikan pengetahuan perpajakan
yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai
petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib
pajak (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).
b. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang
berarti ada pengaruh yang signifikan pengetahuan perpajakan yang
dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas
pajak (X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak
?
%
% %
%
2
(5 (
-*
( (
2
% +
'( ( *
, %&
- *
!&-Direktorat Jenderal Pajak telah memulai langkah reformasi
administrasi perpajakan sejak tahun 2000, yang telah menjadi landasan
tertiptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien, dan dipertaya
masyarakat.
Pembentukan Kantor Perpajakan modern merupakan upaya
menindaklanjuti Modernisasi Administrasi perpajakan ini, mulai dari Kantor
Pelayanaan Pajak Wajib pasar besar, Kantor Pelayanaan pajak khusus,
Kantor pelayanan pajak Madya dan kantor Pelayanan pajak Pratama.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Gubeng dibentuk dan
Diresmikan oleh Direktur Jenderal Pajak Bapak Drs. Salamun.A.T
(NIP060036174) dan mulai beroperasi ditetapkan tanggal 1 Maret 1986.
2
0
&
'
&
(
, %&
- *
!&-Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama Surabaya Gubeng
menyelenggarakan fungsi :
1.
Pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,
2.
Penelitian dan penatausahaan surat pemberiatahuan tahunan, surat
pemberitahuan masa, serta berkas wajib pajak.
3.
Pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak Petambahan
Nilai, PPnBM, PBB, BPHTB, dan PTLL.
4.
Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, penyelesaian
restitusi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, PPnBM, PBB,
BPHTB, dan PTLL.
5.
Pemeriksaan seluruh jenis pajak.
6.
Penerbitan surat ketetapan pajak.
7.
Pembetulan surat ketetapan pajak.
8.
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan
2
1 % & &
(
(
, %&
- *
!&-Setiap organisasi atau departemen memiliki struktur organisasi.
Keberadaannya sangat penting bagi kelantaran aktifitas organisasi atau
departemen yang bersangkutan. Struktur organisasi ini menunjukkan tugas
masing/masing individu, sehingga jelas batas/batasnya wewenang, dan
tanggung jawabnya dalam mentapai tujuan.
! ,-
0 9
% &
&
(
(
, %&
- *
1. Sub Bagian Umum
" Melaksanakan umum kepegawaian, keuangan, tata usaha, dan
rumah tangga”.
2. Seksi Pelayanan
“ Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan,
pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan
dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat
lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan regritrasi Wajib
Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan”.
3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
“ Masing/masing seksi pengawasan mempunyai tugas melakukan
pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
bimbingan kepada Wajib Pajak, análisis kinerja Wajib Pajak,
melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi serta melakukan evaluasi hasil banding”.
4. Seksi Pemeriksaan
“ Melakukan penyusunan rentana pemeriksaan, pengawasan
pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat
Perintah Pemeriksaan Pajak, administrasi pemeriksaan perpajakan
5. Seksi Penagihan
“ Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan
angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan
piutang pajak, serta penyimpanan dokumen/dokumen penagihan.
6. Seksi Ekstensifikasi
“ Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai berbagai tugas
berupa melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendaftaran
objek, pendataan objek dan subjek pajak,