ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Wonocolo)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Sayyida Aziza
0713010199/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2011
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Wonocolo)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Diajukan Oleh :
Sayyida Aziza
0713010199/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmad dan hidayah-Nya, sehingga tugas penyusunan Sripsi dengan judul
“ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
WAJIB PAJAK (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surabaya Wonocolo)” dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun maksud penyususnan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian
persyaratan agar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur di
Surabaya.
Dalam Penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan dorongan dari banyak pihak, maka melalui kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat dalam kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Bapak. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Drs. Ec. Rahman A. Suwaidi, Msi selaku Wakil Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4.
Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi selaku Ketua Progdi Akuntansi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5.
Ibu Dra. Ec. Siti Sundari, MSi selaku Dosen Pembimbing yang dengan
kesabaran dan kerelaan telah membmbing dan memberi petunjuk yang sangat
berguna sehingga terselesaikannya skripsi ini.
6.
Ibu Dra. Ec Dwi Suhartini, MAks selaku Dosen Wali yang telah memberi
bantuan dan nasihat.
8.
Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
9.
Bapak, Ibu, kakaku Rizka dan adikku Gigih yang telah memberikan doa,
kasih sayang, dukungan dan bantuannya secara moril maupun materil
sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studinya.
10.
Semua sahabatku Erma, Maybina, Dewi, Devi yang selalu saling memberikan
suport dalam menempuh kuliah terutama disaat-saat ujian dan untuk
teman-teman yang lainnya baik teman-teman-teman-teman dalam lingkup kampus UPN dan diluar
UPN.
11.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
do’a, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan
skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi
perbaikan dimasa datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi pembaca.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah berkenan membantu dalam
penyusunan skripsi ini, semoga sumbangan dan amal kebaikan yang telah
diberikan diterima oleh Allah SWT dan mendapat imbalan dari-Nya. Amin
Surabaya, Mei 2011
iii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN ...
1
1.1. Latar Belakang …... 1
1.2. Rumusan Masalah ...
5
1.3. Tujuan Penelitian ...
6
1.4. Manfaat Penelitian ...
6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...
7
2.1. Penelitian Terdahulu ...
7
2.2. Landasan Teori ...
10
2.2.1. Dasar- dasar Perpajakan ...
10
2.2.1.1. Definisi Pajak ...
10
2.2.1.2. Fungsi Pajak ...
10
2.2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak ...
11
2.2.1.4. Tarif Pajak ...
12
2.2.1.5. Hambatan Pemungutan Pajak ...
12
2.2.1.6. Teori yang mendukung pemungutan Pajak ...
13
2.2.1.7. Jenis Pajak ...
15
2.2.3. Kepatuhan Wajib Pajak... ...
20
2.2.4. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak ... 21
2.2.6. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh...
24
2.2.7. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ...
26
2.2.8.Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak ...
28
2.2.9.Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ...
30
2.3. Kerangka Pikir ...
31
2.4. Hipotesis ...
33
BAB III : METODE PENELITIAN ...
34
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...
34
3.1.1. Definisi Operasional ...
34
3.1.2. Teknik Pengukuran Variabel ...
36
3.2. Teknik Penentuan Sampel ...
36
3.2.1. Populasi ...
37
3.2.2. Sampel ...
37
3.3. Teknik Pengumpulan Data ...
38
3.3.1. Jenis Data ...
39
3.3.2. Sumber Data ...
39
3.3.3. Pengumpulan Data ...
39
v
3.4.1. Uji Validitas ...
40
3.4.2. Uji Reabilitas ...
41
3.4.3. Uji Normalitas ...
41
3.4.4. Uji Asumsi Klasik ...
41
3.4.4.1. Uji Autokorelasi ...
41
3.4.4.2. Uji Multikolineritas ...
42
3.4.4.3. Uji Heteroskedastisitas ...
42
3.4.5. Teknik Analisis ...
43
3.4.5. Uji Hipotesis ...
43
3.4.5.1. Uji F ...
43
3.4.5.2. Uji t ...
44
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ...
46
4.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Wonocolo ....
46
4.1.2. Visi dan Misi KPP Pratama Surabay Wonocolo ...
49
4.1.2.1. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wnocolo ...
49
4.1.2.2. Misi Kantor Pelayanan pajak Pratama Surabaya Wonocolo ...
49
4.1.3. Sejarah Berdirinya KPP Pratama Surabaya Wonocolo ...
49
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ...
52
4.2.1. Karakteristik Responden
...
52
4.3. Teknik dan Analisis Uji Hipotesis ...
62
4.3.1. Uji Kualitas Data ...
62
4.3.1.1. Uji Validitas ………...
62
4.3.1.2. Uji Reliabilitas...
65
4.3.1.3. Uji Normalitas ...
66
4.3.2. Uji Asumsi Klasik...
67
4.3.2.1. Autokorelasi ……….
67
4.3.2.2. Multikolinieritas ...
68
4.3.2.3. Heteroskedastisitas ...
68
4.3.3. Teknik Analisis ...
69
4.3.4. Uji Hipotesis ...
71
4.3.4.1. Uji F ………...
71
4.3.4.2. Uji t ……...
72
4.4. Pembahasan ...
75
4.4.1. Keterbatasan Penelitian... 81
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ...
82
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Perbedaan dan Persamaan Peneliti Terdahulu dengan Penelitian
Sekarang ...
9
Tabel 2 : Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan wajib pajak Luar Negeri ...
18
Tabel 3 : Tarif progresif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam
negri ... 19
Tabel 4 : Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ...
25
Tabel 5 : Batas Waktu Penyampaian Surat Perberitahuan (SPT) Tahunan... 25
Tabel 6 : Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Karyawan ...
53
Tabel 7 : Identitas Responden Berdasarkan Bidang Usaha Perusahaan ...
53
Tabel 8 : Identitas Responden Berdasarkan Bentuk Usaha Perusahaan ...
54
Tabel 9 : Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Pengetahuan Perpajakan yang
Dimiliki Oleh Wajib Pajak... ..
55
Tabel 10: Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Petugas Pajak
...
57
Tabel 11: Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Kriteria Wajib Pajak Patuh
...
59
Tabel 12: Rekapitulasi jawaban Responden untuk variabel Kepatuhan Wajib
pajak ...
61
Tabel 14: Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas
Pajak ...
63
Tabel 15: Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria
Wajib Pajak Patuh
...
64
Tabel 16: Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak ...
64
Tabel 17: Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian ...
65
Tabel 18: Hasil Uji Normalitas ...
66
Tabel 19: Hasil Uji Multikolinieritas ...
68
Tabel 20: Hasil uji Heteroskedastisitas ...
68
Tabel 21: Hasil Estimasi Koefisien Regresi
...
69
Tabel 22: Hasil Uji F ...
71
Tabel 23: Niali Koefisien Determinasi
...
72
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Diagram Kerangka Pikir
Gambar 2 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Wonocolo
DAFTAR LAMPIRAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
WAJIB PAJAK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo)
Oleh :
Sayyida Aziza
Abstraks
Saat ini di Indonesia salah satu penerimaan Negara yang sangat penting
adalah pajak. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan
untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan
nasional dan ekonomi masyarakat. Pemerintah berupaya sedemikian rupa agar
pemungutan pajak dapat berjalan dengan lancar, upaya tersebut mengarah pada
satu hal yaitu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menunaikan kewajiban
perpajakannya. Banyak faktor yang menyebabkan Wajib Pajak enggan dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya diantaranya masih minimnya pengetahuan
Wajib Pajak, pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak, persepsi wajib pajak
mengenai kriteria Wajib Pajak patuh, dan lain-lain. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan secara empiris mengenai pengaruh pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh Wajib Pajak, persepsi Wajib Pajak mengenai
petugas pajak, dan persepsi Wajib Pajak mengenai kriteria Wajib Pajak patuh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data
yang diperoleh secara langsung dengan menggunakan teknik kuesioner yang
dibagikan kepada Wajib pajak. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis
regresi linear berganda.
Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa variabel Pengetahuan
Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya
Wonocolo, sedangkan variabel Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak,
dan Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendapatan Negara merupakan sumber utama belanja negara
disamping komponen pembiayaan APBN yang meliputi penerimaan pajak
dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan Pajak merupakan penerimaan
yang paling aman dan handal, karena bersifat kenyal atau fleksibel, lebih
mudah untuk dipengaruhi dibandingkan penerimaan bukan pajak. Sebab
penerimaan pajak sebagai salah satu instrumen dalam mengatur
perekonomian negara, dapat dipengaruhi melalui kebijakan negara yang
bersangkutan. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengenaan pajak
mempunyai dua fungsi yaitu, sebagai sumber keuangan negara atau
budgetair, alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi (Regularent). Peranan pajak dirasakan
semakin penting sehingga setiap tahun target penerimaan pajak semakin
ditingkatkan. Sedang bagi sektor publik pajak dipandang sebagai beban.
Tekad pemerintah dalam membudayakan pajak untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia menjadi sadar pajak rupanya sudah bulat. Hal ini
dilaksanakan dalam rangka melanjutkan pembangunan nasional menuju
karena penyuluhan pada hakekatnya memegang peranan penting. Tanpa
pengetahuan dan pemahaman yang mendasar tentang pajak, maka wajib
pajak tidak akan merespon adanya kebutuhan dan pembangunan yang
berasal dari ketentuan peraturan perpajakan. Usaha meningkatkan
penerimaan negara disektor pajak mempunyai banyak kendala yaitu antara
lain tingkat kesadaran wajib pajak yang masih rendah, sehingga wajib pajak
berusaha untuk membayar kewajiban pajaknya lebih kecil dari yang
seharusnya.
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
peranan masyarakat dalam bidang perpajakan adalah melakukan
pembaharuan pajak atau lebih dikenal dengan reformasi perpajakan.
Melalui reformasi perpajakan diharapkan akan mampu meningkatkan
peranan masyarakat dalam bidang perpajakan.
Sebelum diadakannya reformasi perpajakan pada tahun 1984,
sistem pemungutan yang diterapkan di Indonesia adalah official assessment,
namun setelah reformasi perpajakan sistem pemungutan pajak berubah
menjadi self assessment system. Official assessment system adalah suatu
sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
sedangkan self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang (Mardiasmo, 2009:7). Dengan penerapan self
penerimaan dari sektor pajak melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak.
Salah satu tolak ukur untuk mengukur perilaku wajib pajak adalah
tingkat kepatuhannya melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan
Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar dan tepat waktu. Semakin tinggi
tingkat kebenaran dalam menghitung, memperhitungkan, ketepatan
menyetor dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar dan
tepat waktu, diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak
dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya. Namun, Tingkat
pengembalian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak badan di
Surabaya relatif rendah dari 53.714 wajib pajak per Desember 2009 baru
tercatat 24.038 yang telah menenuhi ketentuan (Bisnis.com, 23 Februari
2010).
Pemerintah memiliki kriteria tentang wajib pajak patuh. Dasar
hukum penetapan kriteria wajib pajak patuh ini adalah Undang- undang No.
28 tahun 2007 mengenai ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
kriteria ini ditetapkan dengan tujuan untuk memotivasi para wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta meningkatkan jumlah
wajib pajak patuh.
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak merupakan
hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa
adanya pengetahuan tentang pajak, maka sulit bagi wajib pajak dalam
melalui penyuluhan, iklan-iklan di media masa maupun media elektronik
dengan tujuan agar para wajib pajak lebih mudah mengerti dan lebih cepat
mendapat informasi perpajakan. Informasi perpajakan tersebut tidak hanya
berisi tentang kewajiban wajib pajak, namun juga terdapat penjelasan
tentang pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara agar
sekaligus dapat menimbulkan kesadaran dari dalam hati wajib pajak.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak juga menjadi peranan
penting terhadap kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya. “Petugas pajak dituntut untuk memberikan pelayanan yang
ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat memupuk
kesadaran tentang tanggung jawab membayar pajak (Gardian & Haryanto,
2006; 19). Pelayanan yang baik yang diberikan oleh petugas pajak
diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam membayar
pajak.
Gardina dan Haryanto (2006) dalam penelitiannya pada wajib pajak
badan di KPP Ilir Timur Palembang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak patuh, ada
persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap
petugas pajak, dan ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh dan
tidak patuh terhadap kriteria wajib pajak patuh. Penelitian yang dilakukan
oleh Supriati dan Nur Hidayati (2008) menunjukkan bahwa pengetahuan
pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan
persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi kriteria wajib
Penelitian yang dilakukan oleh Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan,
Supriyadi, dan Ertambang (2009) menunjukkan bahwa pemahaman etika
pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam peningkatan keputusan
kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi (strategi audit random dan
preceived probability of audit). Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus
ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus
diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan,
kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan (Nih
Luh Supadmi 2009 : 13).
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, oleh karena itu penulis
mengambil judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus Pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo)
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut :
Apakah pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi
wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai kriteria
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya Penelitian ini adalah :
Untuk membuktikan secara empiris pengaruh pengetahuan perpajakan yang
dimiliki oleh wajib pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak,
persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh terhadap
kepatuhan wajib pajak.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Wajib Pajak
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang perpajakan
kepada masyarakat untuk lebih mengetahui tentang pajak, sehingga
dapat meningkatkan kepatuahan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban membayar pajak.
2. Bagi KPP
Hasil penelitian dapat dijadikan sumber informasi bagi KPP dalam hal
meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak.
3. Bagi Peneliti
Melatih penulis untuk menerapkan ilmu yang didapat dari bangku
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Trisna Gardina dan M. Y. Dedi Haryanto (2006) melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak”. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1) apakah ada perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh
dengan yang tidak patuh?; 2) apakah ada perbedaan persepsi petugas pajak
antara wajib pajak patuh dan tidak patuh?; 3) apakah ada perbedaan persepsi
terhadap kriteria wajib pajak patuh antara wajib pajak yang patuh dengan
yang tidak patuh?. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan
pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak patuh, ada persamaan
persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap petugas pajak,
ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap
kriteria wajib pajak patuh.
Supriyati dan Nur Hidayati (2008) melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Persepsi Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak”. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1) apakah pengetahuan tentang pajak memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak?; 2) apakah persepsi terhadap petugas pajak
memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?; 3) apakah persepsi
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan persepsi wajib pajak
terhadap petugas pajak dan persepsi kriteria wajib pajak patuh tidak
memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang (2009)
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Keputusan Kepatuhan Pajak :
Srategi Audit Random, Perceived Probability of Audit dan Pemahaman
Etika Pajak”. Perumusan Masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah
Strategi audit random berpengaruh positif terhadap peningkatan keputusan
kepatuhan pajak?; 2)Apakah Perceived probability of audit berhubungan
positif dengan perilaku keputusan kepatuhan pajak?; 3)Apakah Perceived
probability of audit memediasi hubungan antara strategi audit random dan
peningkatan keputusan kepatuhan pajak?; 4) apakah pemahaman etika pajak
berpengaruh terhadap peningkatan keputusan kepatuhan pajak?; 5) apakah
pemahaman etika pajak memoderasi hubungan antara perceived probability
of audit dan keputusan kepatuhan pajak. Riset ini memberi simpulan bahwa
untuk meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah tidak hanya
memperhatikan faktor-faktor ekonomi seperti strategi audit dan perceived
probability of audit tetapi juga perlu mempertimbangkn faktor psikologis
seperti pemahaman etika pajak. Hasil riset ini menunjukkan bahwa
pemahaman etika pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam
peningkatan keputusan kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi
(strategi audit random dan perceived probability of audit).
Ni Luh Supadmi (2009) melakukan penelitian dengan judul
Kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus
ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus
diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan,
kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1: Perbedaan dan Persamaan Peneliti Terdahulu dengan Penelitian Sekarang
Terdahulu Sekarang
Dilakukan
Oleh
Trisna Gardina dan M.Y. Dedi Haryanto (2006) Supriyati dan Nur Hidayati (2008) Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang (2009) Sayyida Aziza (2010)
Populasi KPP Ilir Timur Palembang
KPP Sidoarjo Timur
MahasiswaUGM KPP Pratama Wonocolo Surabaya Variabel yang digunakan Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak (X2) dan persepsi wajib pajak terhadap kriteria wajib pajak patuh (X3). Kepatuhan wajib pajak (Y)
Pengetahuan tentang pajak (X1), persepsi terhadap petugas pajak (X2) dan persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh (X3). Kepatuhan wajib pajak (Y) Srategi Audit Random (X1), Perceived Probability of
Audit (X2), dan
Pemahaman Etika Pajak (X3).Keputusan Kepatuhan Pajak (Y) Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2) dan persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3). Kepatuhan wajib pajak (Y)
Metode Penelitian
Analisis Uji beda rata- rata
Analisis Regresi Berganda
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang terletak
pada metode penelitian yakni menggunakan analisis regresi berganda dan
persamaan lainnya terletak pada variabel yang digunakan. Variabel bebas
terdiri dari pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1),
persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak (X2), dan persepsi wajib pajak
terhadap kriteria wajib pajak patuh (X3) sedangkan variabel terikatnya
adalah kepatuhan wajib pajak (Y). Sedangkan perbedaan penelitian
terdahulu dengan penelitian sekarang adalah terletak pada tahun penelitian
serta tempat dilakukannya penelitian.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Dasar – dasar Perpajakan
2.2.1.1. Definisi Pajak
Menurut Soemitro (1994, dalam Mardiasmono, 2009: 1), Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
2.2.1.2. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak ada 3 macam yakni :
1. official assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
2. self assessemnt system
Adalah suatu sistem emungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. with holding system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk memenuhi besarnya pajak yang terutang oleh
2.2.1.4. Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak :
1. Tarif Sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap
3. Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai
pajak semakin besar.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang
dikenakan pajak semakin besar.
2.2.1.5. Hambatan Pemungutan Pajak
Peran aktif dan kesadaran masyarakat membayar pajak sangat
diperlukan dalam pembayaran pajak. Namun demikian, tidak jarang terdapat
berbagai perlawanan dari masyarakat pembayar pajak terhadap pungutan
pajak. Hal ini dikarenakan pajak merupakan pungutan yang bersifat
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan
antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukkan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari
pajak. Bentuknya antara lain :
a. Tax Avoidance, yakni usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar undang- undang.
b. Tax Evasion, yakni usaha meringankan beban pajak dengan cra
melanggar undang- undang (menggelapkan pajak).
2.2.1.6. Teori yang mendukung Pemungutan Pajak
Beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut
antara lain adalah :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
sebagai seuatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepada kepentingan
(Misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin tinggi tingkat
kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus
dibayarkan.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk
mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
a. Unsur objektif yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
b. Unsur subjektif yaitu memperlihatkan besarnya kebutuhan materil
harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dan rumah tangga mayarakat
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih
diutamakan.
2.2.1.7. Jenis Pajak
1. Menurut Golongan
Jenis-jenis pajak menurut golongannya dibagi menjadi dua macam antara
lain :
a. Pajak langsung, yaitu pembayaran pajak yang tidak boleh dilimpahkan
kepada pihak lain . Sebagai contoh : pajak penghasilan, pajak bumi
dan bangunan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembayarannya bisa
dilimpahkan kepada pihak lain, misalnya PPN
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya adalah Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
Menurut Lembaga Pemungutannya, terbagi menjadi dua macam yaitu
pajak negara dan pajak daerah. Pajak negara, yaitu pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai numah tangga
negara. Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah :
a. Pajak Penghasilan (PPh)
adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean. Yang dimaksud
Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan, dan ruang udara diatasnya.
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
adalah barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
atau barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang
berpenghasilan tinggi.
d. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti
surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat
berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas
jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan atau bangunan.
f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemenntah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas:
a. Pajak Daerah Tingkat I (propinsi), Contoh: Pajak Kendaraan
Bermotor, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah Tingkat II (kotamadya/kabupaten), Contoh: Pajak
Pembangunan, Pajak Penerangan Jalan.
2.2.3. Pajak Penghasilan (Umum)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.
Yang dimaksud dengan penghasilan setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat
2.2.3.1. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Menurut Mardiasmo (2006: 124), yang menjadi subjek pajak adalah :
1. Orang pribadi
2. Wrisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
3. Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan
nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk badan lainnya.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
[image:31.612.124.524.196.629.2]subjek pajak luar negeri
Tabel 2: Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN)
1. Dikenakan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (world wide income)
2. Penghasilan yang dikenakan pajak
adalah penghasilan netto dengan tarif umum
3. Wajib menyampaikan SPT tidak
wajib menyampaikan SPT
1. Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2. Penghasilan yang dikenakan pajak
adalah penghasilan bruto dengan tarif sepadan, kecuali WPLN tersebut menjalankan usaha melalui Bentuk Usaha tetap di Indonesia dimana BUT memiliki kewajiban pajak yang sama dengan WPDN.
3. karena kewajiban pajaknya dipenuhi
melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Berdasarkan tabel di atas, maka perbedaan antara wajib pajak dalam
dikenakan atas pajak, dasar pengenaan pajaknya, tarif pajak serta kewajiban
dalam menyampaikan SPT.
2.2.3.2. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.
2.2.3.3. Tarif Pajak
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak penghasilan
[image:32.612.152.504.306.617.2]adalah sebagai berikut:
Tabel 3 : Tarif progresif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5 %
Di atas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 250.000.000
15 %
Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000
25 %
Di atas Rp 500.000.000 30 %
Tarif pajak penghasilan pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha
2.2.3. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (sebagaimana dikutip oleh
Kiryanto, 1999), kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau
aturan. Perilaku patuh seseorang merupakan interaksi antara perilaku
individu, kelompok dan organsasi. Dalam hal pajak, aturan yang berlaku
adalah aturan perpajakan. Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang
patuh, maka pengertian kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan
untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang
diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan. (Kiryanto, 1999)
Menurut Zain, Mohammad (2008: 31), Misi utama dari instansi
pajak adalah menciptakan dan mengembangkan iklim perpajakan yang
bercirikan :
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan peraturan
perundang- undangan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan tepat
3. Menghitung pajak dengan jumlah yang benar
4. Membayar pajak tepat pada waktunya.
Dari keempat misi tersebut diatas, satu sama lain saling terkait, tidak
dapat berdiri sendiri jadi wajib pajak patuh tidak hanya karena satu tindakan
saja melainkan beberapa tindakan yang merupakan kewajiban perpajakan
wajib pajak seperti yang telah diuraikan yaitu wajib pajak memahami
pajak dengan tepat, menghitung pajak dengan jumlah yang benar dan
membayar pajak tepat pada waktunya.
Apabila wajib pajak gagal memenuhi semua kewajiban di atas maka
mereka dapat dianggap sebagai wajib pajak yang tidak patuh. Namun, ada
perbedaan dalam menentukan derajat ketidakpatuhan apakah kesalahan
wajib pajak itu atas kesengajaan untuk tidak memenuhi kewajiban atau
karena ketidaktahuan atau juga karena perbedaan intepretasi dalam
memandang peraturan yang berlaku.
Wajib pajak yang tergolong patuh dapat mencerminkan bahwa
dalam diri wajib pajak telah tertanam jiwa kebangsaan yang kuat dalam
mempertahankan kemaslahatan hidup manusia, sepanjang dalam membayar
pajak tersebut tidak merasa adanya unsur paksaan, walaupun secara teori
paksa merupakan unsur pengertian pajak. Penekanan jiwa kebangsaan
dalam diri Wajib Pajak Patuh berkaitan dengan pelayanan yang diberikan
kepada Wajib Pajak yang bersangkutan adalah hal wajar terlebih dalam era
reformasi dan transparansi yang saat ini dituntut oleh semua pihak.
2.2.4. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak
“Menurut Gardina & Haryanto (2006 :19), secara teoritis untuk
menumbuhkan sikap positif tentang suatu hal harus bermula dari adanya
pengetahuan tentang hal tersebut, dalam hal ini adalah pengetahuan tentang
pajak”. Jadi bisa dikatakan bahwa pengetahuan merupakan syarat utam
pajak. Hal tersebut sangat disadari oleh pemerintah, oleh karena itu
pemerintah akan berupaya untuk menambah pengetahuan perpajakannya.
Dalam tahun belakangan ini, pemerintah aktif melakukan sosialisasi
dalam bidang perpajakan kepada masyarakat umum. Sosialisasi yang
dilakukan yakni dengan melalui berbagai media massa maupun media
elektronik. Seminar dan penyuluhan tentang pajak juga telah dilakukan oleh
pemerintah. Seminar tentang pajak tidak hanya diselenggarakan oleh pihak
fiskus, berbagai kalangan intelektual dalam bidang perpajakan pun juga
turut serta dalam mengadakan seminar tentang pajak. Hal ini pastinya akan
menambah pengetahuan tentang perpajakan bagi para wajib pajak.
2.2.5. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), para petugas pajak
hendaknya memiliki tujuan untuk mencapai reputasi yang baik sepanjang
yang menyangkut kecakapan teknis, efisien dan efektif dalam hal kecepatan,
tepat dan keputusan yang adil”. Tujuan ini sangat jelas dan sederhana.
Dengan tujuan ini, diharapkan para wajib pajak respek terhadap petugas
pajak, sehingga petugas pajak pun akan respek terhadap wajib pajak.
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), petugas pajak yang
behubungan dengan masyarakat pembayar pajak, haruslah berkaliber tinggi,
terlatih baik, bergaji baik, dan bermoral tinggi. Paling sedikit diperlukan
1. Untuk memperoleh petugas yang cakap, mereka harus dibayar dengan
baik.
2. Agar mereka dapat melakukan tugasnya, sistem perpajakan harus
diorganisasikan dengan baik.
3. Petugas harus memperoleh latihan (training) yang memadai yang
diperlukan untuk mengembangkan kepatuhan memenuhi kewajiban
perpajakan.
4. Para petugas senior harus memahami apa yang menjadi sasarannya dan
merasa bebas untuk mencapainya dengan cara apapun sepanjang
kebudayaan dan sistemnya mengizinkan.
5. Akhirnya, agar mereka dapat melaksanakan tugasnya,
kesulitan-kesulitan, pembatasan-pembatasan, dan kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
harus dihilangkan.
Dari kelima kebijakan dasar diatas, antara yang satu dengan yang
lainnya merupakan faktor yang sama-sama menunjang dalam membentuk
aparatur perpajakan yang mampu meningkatkan kepuasan para wajib pajak
sehingga mampu meningkatkan kepatuahan wajib pajak.
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), petugas pajak hendaknya
menyadari bahwa semua tindakan yang dilakuknnya serta sikapnya terhadap
pembayar pajak dalam rangka pelaksanaan tugasnya, mempunyai pengaruh
langsung terhadap kepercayaan masyarakat akan sistem perpajakan secara
positif dalam usahanya untuk mengembangkan hubungan yang baik dan
menyenangkan dengan para pembayar pajak sehingga para wajib pajak
memberikan reaksi yang positif terhadap sikap petugas pajak.
2.2.6. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh
Dasar hukum penetapan kriteria wajib pajak patuh ini terdapat pada
Peraturan Mentri Keuangan No 192/PMK.03/2007. Wajib pajak dengan
kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai wajib pajak patuh adalah
wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian selama tiga tahun berturut- turut, dan
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
Bagi wajib pajak yang dapat memenuhi kriteria tersebut, akan
diberikan pembayaran restitusi di muka dan penghargan dari Direktorat
Jenderal Pajak. Wajib pajak dapat memperoleh hak atas restitusi dalam
pemeriksaan oleh petugas pajak. pengembalian restitusi ini merupakan
fasilitas yang akan diberikan kepada wajib pajak sehingga wajib pajak tidak
perlu lagi menunggu menunggu hingga satu tahun untuk mendapatkan
[image:38.612.122.519.222.495.2]kembali restitusi pajak penghasilan.
Tabel 4: Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
Jenis Pajak Yang Menyampaikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT Masa
PPh Pasal 21 Pemotong pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 22 Impor, PPN dan PPnBM atas impor
Wajib Pajak 14 hari setelah berakhirnya
Masa Pajak
PPh pasal 23 Pemotong pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 25 Wajib Pajak yang
Punya NPWP
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 26 Pemotong PPh Pasal
26
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPN dan PPnBM Pengusaha Kena Pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Tabel 5: Batas Waktu Penyampaian Surat Perberitahuan (SPT) Tahunan
Jenis Pajak Yang Menyampaikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang
mempunyai NPWP
Selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak (biasanya tanggal 31 Maret tahun berikutnya)
PPh Pasal 21 tahunan Pemotong PPh Pasal
21
Selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak
Tabel di atas merupakan perincian mengenai batas waktu
batas waktu yang telah ditentukan oleh Pemerintah diharapkan agar wajib
pajak dapat mematuhinya dan tidak sampai terjadi keterlambatan baik
karena ketidaktahuan wajib pajak tentang batas waktu ataupun keengganan
wajib pajak sendiri dalam melaporkan SPT masa maupun tahunan.
2.2.7. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki seorang wajib pajak,
didukung oleh teori rangsang balas (stimulus-response theori) yang sering
disebut juga dengan teori penguat (reinforcement-theory) (Srlito, 2002: 19).
Teori ini menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk bertingkah
laku tertentu kalau ia menghadapi rangsang tertentu. Dengan demikian
apabila pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak dianggap
sebagai salah satu bentuk rangsangan atau stimulus, maka diharapkan
mampu mendorong wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Selain teori rangsang balas, teori lain yang mendukung adalah teori-
teori yang berorientasi kognitif. “Teori kognitif adalah teori yang
menitikberatkan proses-proses sentral (misalnya: sikap, ide, harapan)
(Sarlito, 2002:83)”. Terdapat empat istilah dasar dalam teori kognitif :
1. Kognisi dan Struktur Kognitif
Menurut Nieser (sebagaimana dikutip oleh Sarlito, 2002:85)
Kognisi adalah proses mengubah, mereduksi, memperinci, menyimpan,
alat indra. Dengan demikian, sosialisasi perpajakan dari pemerintah
yang merupakan masukan (input) bagi para wajib pajak, nantinya akan
dipahami, dihafal/disimpan dalam memori wajib pajak yang selanjutnya
akan diterapkan oleh wajib pajak dalam menjalani kewajiban
perpajakannya.
2. Rangsang
“Menurut Sarlito (2002: 86), definis rangsang yang banyak
dipakai adalah rangsang yang merupakan dalam bentuk fisiknya”.
Sosialisasi perpajakan merupakan salah satu bentuk rangsang bagi
wajib pajak. Motivasi yang ada pada diri wajib pajak tergantung pada
sekuat apa rangsang tersebut, yakni sejauh mana sosialisasi perpajakan
mampu menciptakan kesadaran wajib pajak sehingga mampu menjadi
wajib pajak patuh.
3. Respons
“Menurut Sarlito (2002: 87), respons adalah proses
pengorganisasian rangsang”. Setelah diberikan sosialisasi perpajakan,
maka wajib pajak akan merespons hal- hal yang berkenaan dengan
pajak, baik itu berupa respons positif maupun respon negatif. Respons
positif berarti wajib pajak menjalankan kewajiban dan haknya sesuai
dengan yang telah disosialisasikan oleh pemerintah, sedangkn respon
negatif adalah wajib pajak masih enggan menjalankan kewajiban dan
hak perpajakannya meskipun telah diberikan sosialisasi.
“Menurut Sarlito (2002: 87), Arti adalah hasil dari proses belajar
yang berwujud gejala idiosinkratik. Dalam proses belajar, arti yang
terpendam dalam simbol dikonversikan dalam isi kognitif yang
berbeda-beda”. Setelah wajib pajak memahami kewajiban dan hak
perpajakannya yang didapat melalui sosialisasi perpajakan kemudian
wajib pajak akan mengambil inti dari yang telah ia pelajari.
Berdasarkan uraian teori diatas, pengetahuan perpajakan
berjalan sesuai dengan runtutan yaitu diawali dengan proses kognisi dan
struktur kognitif, rangsang, respons dan diakhiri dengan mengambil
suatu arti atau inti dari yang telah dipelajari. Dengan demikian
sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah diharapkan mampu untuk
dipahami dan dipelajari oleh wajib pajak sehingga mampu
menimbulkan rasa sadar akan pentingnya pajak dalam diri wajib pajak.
Apabila wajib pajak telah sadar lalu menjalankan kewajiban
perpajakannya, maka mampu menciptakan wajib pajak patuh.
2.2.8. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Teori rangsang balas (stimulus-response theory) (Sartilo, 2002:19)
menjadi salah satu teori yang mendukung adanya hubungan antara
pelayanan petugas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Pelayanan
timbul dorongan dari dalam diri wajib pajak untuk selalu menjalankan
kewajibannya.
Pelayanan yang diterapkan pemerintah merupakan sistem kontrol
yang memiliki hubungan positif terhadap kepatuhan. Melalui pemberian
sosialisasi, pelayanan, pengawasan maka akan mendorong individu
berinteraksi dengan pemerintah, sehingga timbul kesadaran untuk patuh.
Teori lain yang mendukung adanya hubungan antara dua orang
adalah teori hasil interaksi [Sarlito, 2002: 33]. Teori ini menjelaskan bahwa
interaksi sosial hanya akan diulangi apabila kedua belah pihak memperoleh
hasil yang positif. Pelayanan para petugas pajak terhadap wajib pajak akan
memperoleh dampak yang positif apabila keduanya sama-sama
menjalankan kewajibannya. Petugas pajak akan memperoleh gaji dari
pemerintah atas pelayanan yang ia berikan sedangkan wajib pajak
memperoleh imbalan dari pemerintah jika telah menjalankan kewajibannya.
Teori lain yang juga mendukung adalah teori inferensi
korespondensi yang dikembangkan oleh Jones & Davis (1965). Teori ini
menerangkan kesimpulan yang ditarik oleh seorang pengamat dari
pengamatannya atas perilaku tertentu dari orang lain.
Berdasarkan uraian teori di atas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa hubungan antara persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak
dengan kepatuhan wajib pajak yakni pelayanan yang baik dari petugas pajak
akan membuat wajib pajak bereaksi baik pula dalam melakukan kewajiban
2.2.9. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Teori yang mendukung adanya hubungan antara persepsi wajib
pajak terhadap kriteria wajib pajak patuh dengan kepatuhan wajib pajak
adalah teori rangsang balas yang sering disebut dengan teori penguat yang
menyatakan tentang kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku
tertentu jika ia menghadapi suatu rangsang tertentu (Sarlito,2002: 19)”.
Untuk menjadi wajib pajak patuh, kriteria yang telah ditentukan oleh
pemerintah diharapkan bisa dipenuhi oleh wajib pajak meskipun kriteria
wajib pajak patuh masih dirasa terlalu banyak. apabila kriteria wajib pajak
patuh dipenuhi oleh wajib pajak, maka wajib pajak berhak mendapatkan
imbalan beupa restitusi di muka.
Jika teori rangsang balas dihubungkan dengan kriteria wajib pajak
patuh maka wajib pajak seharusnya bertingkah laku positif dalam arti wajib
pajak bersifat aktif dalam upaya untuk menjadi wajib pajak patuh sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Dengan demikian apabila wajib pajak
memiliki kelebihan atas pembayaran pajak, maka wajib pajak berhak
mendapatkan imbalan berupa restitusi di muka tanpa adanya pemeriksan
2.3. Kerangka Pikir
Di dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana kepatuhan wajib
pajak dipengaruhi oleh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib
pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh. Sampel dalam penelitian ini adalah
WP Badan yang berada di KPP Wonocolo.
Untuk menentukan kerangka dalam penelitian ini didukung oleh
premis oleh penelitian terdahulu, yaitu :
Premis 1 :
Teori rangsang balas (stimulus-response theori) yang sering disebut juga
dengan teori penguat (reinforcement-theory) (Sarlito, 2002: 19). Teori ini
menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku
tertentu kalau ia menghadapi rangsang tertentu.
Premis 2 :
Teori hasil interaksi (Sarlito, 2002: 33). Teori ini menjelaskan bahwa
interaksi sosial hanya akan diulangi apabila kedua belah pihak memperoleh
hasil yang positif.
Premis 3 :
Terdapat perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak
patuh, ada persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh
terhadap petugas pajak, ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh
Premis 4 :
Pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak,
sedangkan persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi kriteria
wajib pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
(Supriyati dan Nur Hidayati, 2008)
Premis 5 :
Pemahaman etika pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam
peningkatan keputusan kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi
(strategi audit random dan Perceived probability of audit) (Meinarni
Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang, 2009)
Premis 6 :
Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak.
Pelayanan yang berkualitas harus diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu
keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat
Dari premis yang ada, maka kerangka pikir yang digunakan oleh
peneliti adalah :
[image:46.612.137.514.170.513.2]Regresi Linier Berganda
Gambar 1: Diagram Kerangka Pikir
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, kerangka pikir di atas, maka
hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
“Diduga bahwa pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak,
persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak”
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib
pajak (X1)
Persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak
(X2)
Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib
pajak patuh (X3)
BAB III
Metode Penelitian
3.1. Definis Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional
Definisi Oprasional merupakan pendefinisian konsep-konsep
penelitian menjadi variabel- variabel penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan batasan dan menghindari perbedaan persepsi terhadap makna
variabel penelitian.
Variabel serta definisi oprasional dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Variabel Bebas, yang terdiri dari :
1. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak (X1)
Pengetahuan perpajakan wajib pajak merupakan ilmu atau wawasan
yang berhubungan dengan pajak, baik asas- asanya, macam- macam
pajak, tata cara perhitungan, dan tata cara pembayaran pajak yang
dimiliki oleh wajib pajak.
Indikator dari variabel Pengetahuan Perpajakan yang dimiliki Wajib
Pajak (X1)
adalah :
a. Pengertian pajak dan pentingnya pajak
c. Pemahaman menganai Undang-Undang Pajak dan Peraturan yang berlaku
(Gardina, Haryanto, 2006, dan dikembangkan)
2. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak (X2)
Persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak merupakan tanggapan
wajib pajak terhadap seberapa besar peran petugas pajak dalam
memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Indikator dari Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak (X2)
adalah :
a. Tangible (Bukti Langsung)
b. Reliability(Keandalan)
c. Assurance (Jaminan)
d. Empathy (Empati)
(Gardina, Haryanto, 2006 dan dikembangkan)
3. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh
(X2)
Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh merupakan
anggapan wajib pajak terhadap berbagai kriteria yang telah
ditetapkan oleh pemerintah untuk menjadi wajib pajak patuh apakah
kriteria yang ditetapkan sudah sesuai ataukah belum sesuai dengan
yang diharapkan oleh wajib pajak.
Indikator dari Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak
a. Kriteria penyampaian SPT tepat waktu
b. Melakukan pembukuan menurut peraturan perpajakan.
(Gardina, Haryanto, 2006 dan dikembangkan)
Variabel Terikat :
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan
atau diharuskan untuk dilaksanakan.
Indikator dari Kepatuhan Wajib Pajak (Y) adalah :
a. Menghitung dan memperhitungkan pajak yang terutang dengan
lengkap, benar, dan jelas.
b. Membayar pajak yang terutang tepat waktu
(Undang-undang dan Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan)
3.1.2 Teknik Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini, Skala pengukuran yang dipakai untuk
mengukur variabel adalah dengan teknik Linkert yang menggunakan skala
interval. Alternatif jawaban dalam penelitian ini adalah :
1 = Sangat tidak setuju
2 = Tidak setuju
3 = Ragu- ragu dan netral
5 = Sangat setuju
3.2. Teknik Penentuan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan yang
terdaftar di KPP Pratama Wonocolo sebesar 10.498.
3.2.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah wajib pajak badan. Wajib
pajak badan dapat berupa Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan
Komanditer (CV), UD (Usaha Dagang), ataupun organisasi lainnya.
Untuk mendapatkan jawaban yang tepat, maka yang mengisi kuesioner ini
adalah staf akuntansi dari perusahaan. Apabila pada perusahaan tersebut
tidak terdapat staf akuntansi, maka kuesiner ini akan diisi langsung oleh
pemilik perusahaan.
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah non probability sampling dengan metode convenience sampling.
Sampel convenience adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan
saja, anggota populasi yang ditemui peneliti dan bersedia menjadi
responden di jadikan sampel (Cooper, 2006 : 139). Dalam penelitian ini
yang digunakan dalam menentukan sampel adalah rumus Slovin :
n = N
Di mana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolelir atau diinginkan
Ukuran sampel ditentukan dengan tingkat kelonggaran
ketidaktelitian sebesar 10 % maka dengan menggunakan rumus tersebut
diperoleh sampel sebagai berikut :
n = 10.498
1 + 10.498 (0,1) 2
n = 99
3.3. Teknik pengumpulan Data
3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua yaitu :
a. Data Primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti
dengan cara mendatangi langsung ke tempat lokasi wajib pajak berada
dan memberikan kuesioner penelitian.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen- dokumen
perusahaan yang berkaitan dengan objek penelitian. Dalam hal ini data
sekunder yang diperoleh adalah data jumlah wajib pajak badan yang
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua
sumber yaitu responden (wajib pajak badan yang terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Prataman Surabaya Wonocolo) dan langsung dari Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Wonocolo.
3.3.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Kuesioner
Cara untuk mengumpulkan data dengan memberikan beberapa
pernyataan yang tersaji didalam lembar kertas isian (kuesioner) yang
tersedia untuk diisi. (Nazir, 1999 : 245).
b. Dokumentasi
Suatu cara untuk memperoleh data dengan mengutip data dari dokumen
perusahaan yang ada kaitannya dengan penelitian.
3.4. Uji Kualitas Data
3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur
itu (kuesioner) mengukur apa yang diinginkan. Valid tidaknya alat ukur
tersebut dapat diuji dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh
penjumlahan semua skor pertanyan. Dasar pengambilan keputusan yaitu
apabila korelasi antara skor total dengan skor masing-masing pertanyan
signifikan (ditunjukkan dengan taraf signifikan < 0,05), maka dapat
dikatakan bahwa alat pengukur tersebut valid (Sumarsono, 2004 : 31).
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan derajat, ketepatan, ketelitian, atau
keakuratan yang ditujukan oleh instrument pengukuran indeks yang
menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan.
Analisis keandalan butir bertujuan untuk menguji konsistensi butir- butir
pernyataan dalam mengungkap indikator. Pengukuran reliabilitas dalam
penelitian ini menggunakan internal konsistensi dengan teknik analisis
Alpha cronbach, yakni suatu instrumen dapat dikatakan reliabel apabila
memiliki koefisien keandalan atau Alpha > 0,6. (Ghozali, 2007:41).
3.4.3. Uji Normalitas
“Menurut Gozali (2007: 110) uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal” . Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode
Kolmogrof Smirnov. Pedoman dalam mengambil keputusan adalah sebagai
berikut :
a. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 5% maka distribusi adalah
b. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 5% maka distribusi adalah
normal
3.4.4. Uji Asumsi Klasik
3.4.4.1. Uji Autokorelasi
“Menurut Gujarati (1995: 200), Autokorelasi berarti terdapatnya
korelasi antar data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data
time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross
sectional”). Adanya autokorelasi dalam regresi dapat diketahui dengan
melakukan uji Durbin Watson. Dengan melihat table Watson dengan jumlah
variable bebas (k) dan jumlah data (n) sehingga diketahui dL dan dU maka
dapat diperoleh distribusi daerah keputusan ada atau tidak terjadi
autokorelasi (Gujarati, 1995: 217).
3.4.4.2. Uji Multikolineritas
Tujuan dari Uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Uji
multikolinearitas dapat dilaksanakan dengan jalan meregresikan model
analisis dan melakukan uji korelasi antar independent variable. Menurut
Ghozali (2007: 92), besarnya nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang
digunakan acuan adalah nilai VIF di bawah 10, apabila nilai VIF lebih
3.4.4.3. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak adanya kesamaan deviasi
standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Bila terjadi
gejala heteroskedastisitas akan menimbulkan akibat varians koefisien
regresi menjadi minimum dan confidence interval melebar sehingga hasil
uji signifikansi statistik tidak valid lagi. Untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat menggunakan korelasi rank spearman.
Jika nilai signifikan koefisien Rank Spearman untuk semua variabel
bebas terhadap nilai mutlak dari residual lebih besar 5% maka tidak terdapat
gejala heteroskedastisitas (Wahana Komputer, 2005 : 60)
3.4.5. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linier berganda. Model analisis yang digunakan dalam menguji hipotesis
yang telah dirumuskan adalah regresi linear berganda adalah sebagai berikut
Y = a + b1x1 +b2x2 + b3x3 + e
Keterangan :
Y = Kepatuhan wajib pajak
a = Konstanta
b1,b2,b3 = Koefisien Regresi
X1 = Pengetahuan perpajakan yang dimilikin oleh wajib pajak
X3 = Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh
e = kesalahan pengganggu (disturbance term), artinya nilai-nilai dari
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.
(Hasan, 2003: 254)
3.4.5. Uji Hipotesis
3.4.5.1. Uji F
Untuk menguji cocok atau tidaknya model regresi linier berganda
yang dihasilkan digunakan uji F dengan prosedur :
1. Menyusun hipotesis
H0 : β1, β2, β3 = 0 (Model regresi linier berganda yang dihasilkan tidak
cocok).
H0 : β1, β2,β3 0 (Model regresi linier berganda yang dihasilkan cocok).
2. Derajat pembilang digunaka nilai k-1, yaitu jumlah variabel dikurangi
1 Untuk derajad penyebut digunakan n-k, yaitu jumlah sampel
dikurangi dengan jumlah variabel. Sedangkan untuk taraf signifikansi
yang digunakan adalah sebesar 5%.
3. Kriteria keputusan
a. Jika nilai propabilitas ≥ 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak
yang berarti model regresi yang dihasilkan tidak cocok guna
melihat pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib
persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3)
terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
b. Jika nilai propabilitas < 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima
yang berarti model regresi yang dihasilkan cocok guna melihat
pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak
(X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau
persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3)
terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
3.4.5.2. Uji t
Untuk mengetahui apakah variabel X1, X2, atau X3 berpengaruh
nyata atau tidak terhadap Y dengan melakukan uji-t. Beberapa langkah yang
diperlukan adalah sebagi berikut :
1. Menentukan Hipotesis. Variabel bebas berpengaruh tidak nyata apabila
nilai koefisiennya sama dengan nol, sedangkan variabel bebas akan
berpengaruh nyata apabila nilai koefisiennya tidak sama dengan nol
(Suharyadi, 2004: 525). Berikut hipotesis lengkapnya :
a. H0 : β1, β2,β3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib
pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib
b. H1 : β1, β2, β3 0 (Ada pengaruh yang signifikan pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib
pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib
pajak (Y)).
2. Derajat bebas yaitu n-k, level of signifikan () = 5%
3. Kriteria keputusan :
a. Jika nilai propabilitas > 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak
yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib
pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib
pajak (Y)).
b. Jika nilai propabilitas <0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima
yang berarti ada pengaruh yang signifikan pengetahuan perpajakan
yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai
petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN