ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pr atama
Sur abaya Kar ang Pilang)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Er vansyah Supr apto
0913010086/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pr atama
Sur abaya Kar ang Pilang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan
dalam Memper oleh Gelar Sar jana Ekonomi
Pr ogr am Studi Akuntansi
Diajukan Oleh :
Er vansyah Supr apto
0913010086/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pr atama
Sur abaya Kar ang Pilang)
Disusun Oleh : Ervansyah Supr apto
0913010086/FE/AK
Telah dipertahankan dihadapan dan diter ima oleh
Tim Penguji Skr ipsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
pada tanggal 31 Mei 2013
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Dr s. Ec. Sjafii, Ak, MM Dr. Sri Trisnaningsih, M. Si
NIP. 19510807 198303 1001 NIP. 19650929 199203 2001
Sekr etaris
Dr s. Ec. Muslimin, M.si NIP. 19620712 99203 1001
Anggota
Dr s. Ec. Sjafii, Ak, MM NIP. 19510807 198303 1001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmad dan
hidayah-Nya, sehingga tugas penyusunan Sripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK (Studi Kasus
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pr atama Surabaya Karang Pilang)” dapat terselesaikan
dengan baik.
Adapun maksud penyususnan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian
persyaratan agar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur di Surabaya.
Dalam Penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan, bimbingan
dan dorongan dari banyak pihak, maka melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sangat dalam kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” JawaTimur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin, MM selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur.
3. Bapak Drs. Ec. R.A. Suwaidi, MS Selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur.
4. Bapak Dr. Hero Priono, M. Si, Ak selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Drs. EC. Sjafii, Ak, MM selaku Dosen Pembimbing yang telah mengorbankan
menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
8. Bapak, Ibu, dan adikku Vivi yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan
bantuannya secara moril maupun materil sehingga mampu menghantarkan penulis
menyelesaikan studinya.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa,
dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini,
oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan dimasa
datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah berkenan membantu dalam penyusunan
skripsi ini, semoga sumbangan dan amal kebaikan yang telah diberikan diterima oleh Allah
SWT dan mendapat imbalan dari-Nya. Amin
Sur abaya, J uni 2013
1.1. Latar Belakang …... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Penelitian Terdahulu ... 7
2.2. Landasan Teori ... 12
2.2.1. Dasar- dasar Perpajakan ... 12
2.2.1.1. Definisi Pajak ... 12
2.2.1.2. Fungsi Pajak ... 12
2.2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak ... 12
2.2.1.4. Tarif Pajak ... 13
2.2.1.5. Hambatan Pemungutan Pajak ... 14
2.2.1.6. Teori yang mendukung pemungutan Pajak ... 15
2.2.1.7. Jenis Pajak ... 17
2.2.3. Kepatuhan Wajib Pajak... ... 22
2.2.4. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak ... 24
2.2.5. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak ... 25
2.2.7.3. Teori-teori Persepsi... 30
2.2.8. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 31
2.2.9.Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 34
2.3.10.Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 35
2.3. Kerangka Pikir ... 36
2.4. Hipotesis ... 39
BAB III : METODE PENELITIAN ... 40
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40
3.1.1. Definisi Operasional ... 40
3.1.2. Teknik Pengukuran Variabel ... 42
3.2. Obyek Penelitian... 43
3.2.1. Populasi ... 43
3.2.2. Penentuan Sampel... 43
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.4.2. Uji Reabilitas ... 46
3.4.3. Uji Normalitas ... 47
3.4.4. Uji Asumsi Klasik ... 47
3.4.4.1. Uji Multikolineritas ... 47
3.4.4.2. Uji Heteroskedastisitas ... 48
3.4.5. Teknik Analisis ... 48
3.4.5. Uji Hipotesis ... 49
3.4.5.1. Uji F ... 49
3.4.5.2. Uji t ... 50
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 53
4.1.1.Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Karang Pilang 53 4.1.2. Tugas dan Fungsi KPP Pratama Surabaya Karang Pilang... 54
4.1.2.1. Tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Karang Pilang 54 4.1.2.2.Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Karang Pilang 54 4.1.3. Struktur organisasi KPP Pratama Surabaya Karang Pilang... 49
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 58
4.2.1. Karakteristik Responden ... 58
4.2.2. Karakteristik Jawaban Responden ... 60
4.3.1.3. Uji Normalitas ... 74
4.3.2. Uji Asumsi Klasik... 75
4.3.2.1. Multikolinieritas ... 75
4.3.2.3. Heteroskedastisitas ... 76
4.3.3. Teknik Analisis ... 76
4.3.4. Uji Hipotesis ... 78
4.3.4.1. Uji F ………... 78
4.3.4.2. Uji t ……... 80
4.4. Pembahasan ... 82
4.4.1. Keterbatasan Penelitian... 89
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 90
xi
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Karang Pilang)
Oleh :
Ervansyah Supr apto Abstrak
Dalam upaya untuk membiayai pembangunan, pemerintah telah bertekad secara perlahan melepaskan ketergantungan dari luar negeri dan beralih kepada kemampuan bangsa sendiri yakni melalui peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat penting bagi negara, bahkan pajak menjadi kunci keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pengenaan pajak mempunyai dua fungsi yaitu, sebagai sumber keuangan negara atau budgetair, alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Regularent). Peranan pajak dirasakan semakin penting sehingga setiap tahun target penerimaan pajak semakin ditingkatkan.. Banyak faktor yang menyebabkan Wajib Pajak enggan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya diantaranya masih minimnya pengetahuan Wajib Pajak, pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai kriteria Wajib Pajak patuh, dan lain-lain. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris mengenai pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh Wajib Pajak, persepsi Wajib Pajak mengenai petugas pajak, dan persepsi Wajib Pajak mengenai kriteria Wajib Pajak patuh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan menggunakan teknik kuesioner yang dibagikan kepada Wajib pajak. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.
1.1. Latar Belakang
Dalam upaya untuk membiayai pembangunan, pemerintah telah
bertekad secara perlahan melepaskan ketergantungan dari luar negeri dan
beralih kepada kemampuan bangsa sendiri yakni melalui peningkatan
penerimaan negara dari sektor pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat
penting bagi negara, bahkan pajak menjadi kunci keberhasilan
pembangunan di masa yang akan datang. Pengenaan pajak mempunyai dua
fungsi yaitu, sebagai sumber keuangan negara atau budgetair, alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi (Regularent). Peranan pajak dirasakan semakin penting
sehingga setiap tahun target penerimaan pajak semakin ditingkatkan.
Sedang bagi sektor publik pajak dipandang sebagai beban. Tekad
pemerintah dalam membudayakan pajak untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia menjadi sadar pajak rupanya sudah bulat. Hal ini dilaksanakan
dalam rangka melanjutkan pembangunan nasional menuju kemandirian
bangsa. Ujung tombak dari kesadaran dan kepatuhan wajib pajak terletak
pada Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Pajak, karena
penyuluhan pada hakekatnya memegang peranan penting. Tanpa
pengetahuan dan pemahaman yang mendasar tentang pajak, maka wajib
pajak tidak akan merespon adanya kebutuhan dan pembangunan yang
penerimaan negara disektor pajak mempunyai banyak kendala yaitu antara
lain tingkat kesadaran wajib pajak yang masih rendah, sehingga wajib
pajak berusaha untuk membayar kewajiban pajaknya lebih kecil dari yang
seharusnya.
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
peranan masyarakat dalam bidang perpajakan adalah melakukan
pembaharuan pajak atau lebih dikenal dengan reformasi perpajakan.
Melalui reformasi perpajakan diharapkan akan mampu meningkatkan
peranan masyarakat dalam bidang perpajakan.
Pemungutan pajak memang bukan suatu pekerjaan yang
mudah, disamping peran serta aktif dari aparat pajak, juga dituntut
kemauan dari para wajib pajak itu sendiri. Sebelum diadakannya reformasi
perpajakan pada tahun 1984, sistem pemungutan yang diterapkan di
Indonesia adalah official assessment, namun setelah reformasi perpajakan
sistem pemungutan pajak berubah menjadi self assessment system. Official
assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak, sedangkan self assessment system adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib
pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang (Mardiasmo,
2009:7). Pajak terutang merupakan pajak yang harus dibayar sesuai dengan
penarikan pajak. Namun, masyarakat sendiri dalam kenyataanya tidak suka
membayar pajak. Untuk mendukung keefektifan penerapan self assessment
system, perlu ditumbuhkan secara terus-menerus kepatuhan masyarakat
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Mengingat kepatuhan merupakan faktor penting penerapan
self assessment system dalam peningkatan penerimaan pajak, maka perlu
secara intensif dikaji tentang faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak.
Salah satu tolak ukur untuk mengukur perilaku wajib pajak adalah
tingkat kepatuhannya melaksanakan kewajiban mengisi dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar dan tepat waktu.
Semakin tinggi tingkat kebenaran dalam menghitung, memperhitungkan,
ketepatan menyetor dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara
benar dan tepat waktu, diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib
pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya. Namun,
Tingkat pengembalian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak
badan pada KPP Karang Pilang cukup rendah dari 2.978 wajib pajak per
Desember 2011 baru tercatat 1.837 yang telah memenuhi ketentuan (KPP
Karang Pilang).
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak merupakan
hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena
tanpa adanya pengetahuan tentang pajak, maka sulit bagi wajib pajak
upaya untuk menambahkan pengetahuan bagi para wajib pajak,
diantaranya melalui penyuluhan, iklan-iklan di media masa maupun media
elektronik dengan tujuan agar para wajib pajak lebih mudah mengerti dan
lebih cepat mendapat informasi perpajakan. Informasi perpajakan tersebut
tidak hanya berisi tentang kewajiban wajib pajak, namun juga terdapat
penjelasan tentang pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara agar sekaligus dapat menimbulkan kesadaran dari dalam hati
wajib pajak.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak juga menjadi peranan
penting terhadap kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya. “Petugas pajak dituntut untuk memberikan pelayanan yang
ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat memupuk
kesadaran tentang tanggung jawab membayar pajak (Gardian & Haryanto,
2006; 19). Pelayanan yang baik yang diberikan oleh petugas pajak
diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam membayar
pajak.
Gardina dan Haryanto (2006) dalam penelitiannya pada wajib pajak
badan di KPP Ilir Timur Palembang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak patuh, ada
persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap
petugas pajak, dan ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh dan
pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan
persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi kriteria wajib
pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan,
Supriyadi, dan Ertambang (2009) menunjukkan bahwa pemahaman etika
pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam peningkatan keputusan
kepatuhan pajak dibandingkan faktor ekonomi (strategi audit random dan
preceived probability of audit). Untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus
ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus
diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan,
kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan (Nih
Luh Supadmi 2009 : 13).
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, oleh karena itu penulis
mengambil judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK (Studi Kasus
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Karang Pilang)
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahan
Apakah pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi
wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai
kriteria wajib pajak patuh berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya Penelitian ini adalah :
Untuk membuktikan secara empiris pengaruh pengetahuan perpajakan
yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas
pajak, persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh terhadap
kepatuhan wajib pajak.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Wajib Pajak
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang perpajakan
kepada masyarakat untuk lebih mengetahui tentang pajak, sehingga
dapat meningkatkan kepatuahan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban membayar pajak.
2. Bagi KPP
Hasil penelitian dapat dijadikan sumber informasi bagi KPP dalam hal
meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak.
3. Bagi Peneliti
Melatih penulis untuk menerapkan ilmu yang didapat dari bangku
2.1 Hasil Penelitian Ter dahulu
Berikut ini dikemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan oleh pihak lain, antara lain sebagai berikut :
1. Trisna Gardina dan M.Y. Dedi Haryanto (2006) melakukan penelitian
dengan judul “Anilisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Wajib Pajak”. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah ada perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh
dengan yang tidak patuh?
b. Apakah ada perbedaan persepsi petugas pajak antara wajib pajak patuh
dan tidak patuh?
c. Apakah ada perbedaan persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh
antara wajib pajak yang patuh dengan yang tidak patuh?
Hasil dari penelitian adalah terdapat perbedaan pengetahuan pajak antara
wajib pajak patuh dan tidak patuh, ada persamaan persepi antara wajib
pajak patuh dan tidak patuh terhadap petugas pajak, ada perbedaan
persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh terhadap kriteria wajib
pajak patuh
Kepatuhan Wajib Pajak”. Perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
a. Apakah pengetahuan tentang pajak memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak?
b. Apakah persepsi terhadap petugas pajak memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak?
c. Apakah persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?
Hasil dari penelitian ini adalah pengetahuan pajak memiliki pengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan persepsi wajib pajak terhadap
petugas pajak dan persepsi kriteria wajib pajak patuh tidak memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
3. Meinarni Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang (2009)
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Keputusan Kepatuhan
Pajak : Srategi Audit Random, Perceived Probability of Audit dan
Pemahaman Etika Pajak”. Perumusan Masalah dalam penelitian ini
adalah:
a. Apakah Strategi audit random berpengaruh positif terhadap
peningkatan keputusan kepatuhan pajak?
b. Apakah Perceived probability of audit berhubungan positif dengan
c. Apakah Perceived probability of audit memediasi hubungan antara
strategi audit random dan peningkatan keputusan kepatuhan pajak?
d. Apakah pemahaman etika pajak berpengaruh terhadap peningkatan
keputusan kepatuhan pajak?
e. apakah pemahaman etika pajak memoderasi hubungan antara
perceived probability of audit dan keputusan kepatuhan pajak.
Riset ini memberi simpulan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan pajak,
pemerintah tidak hanya memperhatikan faktor-faktor ekonomi seperti
strategi audit dan perceived probability of audit tetapi juga perlu
mempertimbangkn faktor psikologis seperti pemahaman etika pajak. Hasil
riset ini menunjukkan bahwa pemahaman etika pajak memiliki pengaruh
yang dominan dalam peningkatan keputusan kepatuhan pajak
dibandingkan faktor ekonomi (strategi audit random dan perceived
probability of audit).
Ni Luh Supadmi (2009) melakukan penelitian dengan judul
“Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Kualitas Pelayanan.”
Kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kepatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan
harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus
diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan,
Perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Terdahulu Sekarang
Dilakukan oleh Trisna Gardina
dan M.Y. Dedi
Populasi KPP Ilir Timur
persepsi wajib
Pajak (Y) pajak mengenai
kriteria wajib
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang terletak
pada metode penelitian yakni menggunakan analisis regresi berganda dan
persamaan lainnya terletak pada variabel yang digunakan. Variabel bebas
terdiri dari pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1),
persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak (X2), dan persepsi wajib
pajak terhadap kriteria wajib pajak patuh (X3) sedangkan variabel
terikatnya adalah kepatuhan wajib pajak (Y). Sedangkan perbedaan
penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah terletak pada tahun
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Dasar – dasar Perpajakan
2.2.1.1. Definisi Pajak
Menurut Soemitro (1994, dalam Mardiasmono, 2009: 1), Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
2.2.1.2. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak ada 3 macam yakni :
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
2. self assessemnt system
Adalah suatu sistem emungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
3. with holding system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk memenuhi besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
2.2.1.4. Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak :
1. Tarif Sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional
2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap
3. Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang
dikenakan pajak semakin besar.
2.2.1.5. Hambatan Pemungutan Pajak
Peran aktif dan kesadaran masyarakat membayar pajak sangat
diperlukan dalam pembayaran pajak. Namun demikian, tidak jarang
terdapat berbagai perlawanan dari masyarakat pembayar pajak terhadap
pungutan pajak. Hal ini dikarenakan pajak merupakan pungutan yang
bersifat memaksa. Hambatan pemungutan pajak dapat dikelompokkan
menjadi
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan
antara lain :
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan
baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukkan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari
pajak. Bentuknya antara lain :
a. Tax Avoidance, yakni usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar undang- undang.
b. Tax Evasion, yakni usaha meringankan beban pajak dengan cra
melanggar undang- undang (menggelapkan pajak).
2.2.1.6. Teori yang mendukung Pemungutan Pajak
Beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut
antara lain adalah :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak diibaratkan
sebagai seuatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepada kepentingan
(Misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin tinggi
tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak
yang harus dibayarkan.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk
mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
a. Unsur objektif yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
b. Unsur subjektif yaitu memperlihatkan besarnya kebutuhan materil
harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dan rumah tangga
menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.
2.2.1.7. J enis Pajak
1. Menurut Golongan
Jenis-jenis pajak menurut golongannya dibagi menjadi dua macam
antara lain :
a. Pajak langsung, yaitu pembayaran pajak yang tidak boleh
dilimpahkan kepada pihak lain . Sebagai contoh : pajak penghasilan,
pajak bumi dan bangunan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembayarannya bisa
dilimpahkan kepada pihak lain, misalnya PPN
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya adalah Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
Menurut Lembaga Pemungutannya, terbagi menjadi dua macam yaitu
pajak negara dan pajak daerah. Pajak negara, yaitu pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai numah tangga
negara. Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah :
a. Pajak Penghasilan (PPh)
adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean. Yang
dimaksud Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya.
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
adalah barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
atau barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang
berpenghasilan tinggi.
d. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti
berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas
jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan atau bangunan.
f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemenntah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas:
a. Pajak Daerah Tingkat I (propinsi), Contoh: Pajak Kendaraan
Bermotor, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah Tingkat II (kotamadya/kabupaten), Contoh: Pajak
Pembangunan, Pajak Penerangan Jalan.
2.2.3. Pajak Penghasilan (Umum)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun
pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari
menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan
demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji,
honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2.2.3.1. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Menurut Mardiasmo (2009: 129), yang menjadi subjek pajak adalah :
1. Orang pribadi
2. Wrisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
3. Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan
nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk badan
lainnya.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
Tabel 2: Perbedaan Wajib Pajak dalam neger i dan Wajib Pajak
Luar Negeri
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) 1. Dikenakan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (world wide income) 2. Penghasilan yang dikenakan pajak
adalah penghasilan netto dengan tarif umum
3. Wajib menyampaikan SPT tidak wajib menyampaikan SPT
1. Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2. Penghasilan yang dikenakan pajak adalah penghasilan bruto dengan tarif sepadan, kecuali WPLN tersebut menjalankan usaha melalui Bentuk Usaha tetap di Indonesia dimana BUT memiliki kewajiban pajak yang sama dengan WPDN.
3. karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Berdasarkan tabel di atas, maka perbedaan antara wajib pajak
dalam negeri dengan wajib pajak luar negeri adalah pada penghasilan yang
dikenakan atas pajak, dasar pengenaan pajaknya, tarif pajak serta
kewajiban dalam menyampaikan SPT.
2.2.3.2. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang
2.2.3.3. Tarif Pajak
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak penghasilan
adalah sebagai berikut:
Tabel 3 : Tarif progresif pajak penghasilan wajib pajak orang pr ibadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5 %
Di atas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 250.000.000
15 %
Di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000
25 %
Di atas Rp 500.000.000 30 %
Tarif pajak penghasilan pajak badan dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap adalah sebesar 25%.
(Sumber :Mardiasmo, 2009 : 144)
2.2.3. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Zain, Mohammad (2005: 31), Misi utama dari instansi pajak
adalah menciptakan dan mengembangkan iklim perpajakan yang
bercirikan :
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan
3. Menghitung pajak dengan jumlah yang benar
4. Membayar pajak tepat pada waktunya.
Dari keempat misi tersebut diatas, satu sama lain saling terkait,
tidak dapat berdiri sendiri jadi wajib pajak patuh tidak hanya karena satu
tindakan saja melainkan beberapa tindakan yang merupakan kewajiban
perpajakan wajib pajak seperti yang telah diuraikan yaitu wajib pajak
memahami ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, mengisi
formulir pajak dengan tepat, menghitung pajak dengan jumlah yang benar
dan membayar pajak tepat pada waktunya.
Apabila wajib pajak gagal memenuhi semua kewajiban di atas
maka mereka dapat dianggap sebagai wajib pajak yang tidak patuh.
Namun, ada perbedaan dalam menentukan derajat ketidakpatuhan apakah
kesalahan wajib pajak itu atas kesengajaan untuk tidak memenuhi
kewajiban atau karena ketidaktahuan atau juga karena perbedaan
intepretasi dalam memandang peraturan yang berlaku.
Wajib pajak yang tergolong patuh dapat mencerminkan bahwa
dalam diri wajib pajak telah tertanam jiwa kebangsaan yang kuat dalam
mempertahankan kemaslahatan hidup manusia, sepanjang dalam
membayar pajak tersebut tidak merasa adanya unsur paksaan, walaupun
secara teori paksa merupakan unsur pengertian pajak. Penekanan jiwa
kebangsaan dalam diri Wajib Pajak Patuh berkaitan dengan pelayanan
terlebih dalam era reformasi dan transparansi yang saat ini dituntut oleh
semua pihak.
2.2.4. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak
“Menurut Gardina & Haryanto (2006 :19), secara teoritis untuk
menumbuhkan sikap positif tentang suatu hal harus bermula dari adanya
pengetahuan tentang hal tersebut, dalam hal ini adalah pengetahuan
tentang pajak”. Jadi bisa dikatakan bahwa pengetahuan merupakan syarat
utam dalam tercapainya tujuan pemerintah dalam meningkatkan
penerimaan pajak. Hal tersebut sangat disadari oleh pemerintah, oleh
karena itu pemerintah akan berupaya untuk menambah pengetahuan
perpajakannya.
Dalam tahun belakangan ini, pemerintah aktif melakukan
sosialisasi dalam bidang perpajakan kepada masyarakat umum. Sosialisasi
yang dilakukan yakni dengan melalui berbagai media massa maupun
media elektronik. Seminar dan penyuluhan tentang pajak juga telah
dilakukan oleh pemerintah. Seminar tentang pajak tidak hanya
diselenggarakan oleh pihak fiskus, berbagai kalangan intelektual dalam
bidang perpajakan pun juga turut serta dalam mengadakan seminar tentang
pajak. Hal ini pastinya akan menambah pengetahuan tentang perpajakan
2.2.5. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), para petugas pajak
hendaknya memiliki tujuan untuk mencapai reputasi yang baik sepanjang
yang menyangkut kecakapan teknis, efisien dan efektif dalam hal
kecepatan, tepat dan keputusan yang adil”. Tujuan ini sangat jelas dan
sederhana. Dengan tujuan ini, diharapkan para wajib pajak respek terhadap
petugas pajak, sehingga petugas pajak pun akan respek terhadap wajib
pajak.
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), petugas pajak yang
behubungan dengan masyarakat pembayar pajak, haruslah berkaliber
tinggi, terlatih baik, bergaji baik, dan bermoral tinggi. Paling sedikit
diperlukan lima kebijakan dasar kepegawaian sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh petugas yang cakap, mereka harus dibayar dengan
baik.
2. Agar mereka dapat melakukan tugasnya, sistem perpajakan harus
diorganisasikan dengan baik.
3. Petugas harus memperoleh latihan (training) yang memadai yang
diperlukan untuk mengembangkan kepatuhan memenuhi kewajiban
perpajakan.
4. Para petugas senior harus memahami apa yang menjadi sasarannya
dan merasa bebas untuk mencapainya dengan cara apapun sepanjang
5. Akhirnya, agar mereka dapat melaksanakan tugasnya,
kesulitan-kesulitan, pembatasan-pembatasan, dan kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
harus dihilangkan.
Dari kelima kebijakan dasar diatas, antara yang satu dengan yang
lainnya merupakan faktor yang sama-sama menunjang dalam membentuk
aparatur perpajakan yang mampu meningkatkan kepuasan para wajib
pajak sehingga mampu meningkatkan kepatuahan wajib pajak.
“Menurut Zain, Mohammad (2005: 36), petugas pajak hendaknya
menyadari bahwa semua tindakan yang dilakuknnya serta sikapnya
terhadap pembayar pajak dalam rangka pelaksanaan tugasnya, mempunyai
pengaruh langsung terhadap kepercayaan masyarakat akan sistem
perpajakan secara keseluruhan.” Dengan demikian hendaknya para
petugas pajak bersikap positif dalam usahanya untuk mengembangkan
hubungan yang baik dan menyenangkan dengan para pembayar pajak
sehingga para wajib pajak memberikan reaksi yang positif terhadap sikap
petugas pajak.
2.2.6. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriter ia Wajib Pajak Patuh
Dasar hukum penetapan kriteria wajib pajak patuh ini terdapat
dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai wajib pajak patuh
adalah wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian selama tiga tahun berturut- turut, dan
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
Bagi wajib pajak yang dapat memenuhi kriteria tersebut, akan
diberikan pembayaran restitusi di muka dan penghargan dari Direktorat
Jenderal Pajak. Wajib pajak dapat memperoleh hak atas restitusi dalam
jangka waktu tiga bulan untuk pajak penghasilan (PPh) tanpa melalui
pemeriksaan oleh petugas pajak. pengembalian restitusi ini merupakan
fasilitas yang akan diberikan kepada wajib pajak sehingga wajib pajak
tidak perlu lagi menunggu menunggu hingga satu tahun untuk
Tabel 4: Batas Waktu Penyampaian Sur at Pemberitahuan (SPT) Masa
Jenis Pajak Yang Menyampaikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT Masa
PPh Pasal 21 Pemotong pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 22 Impor, PPN dan PPnBM atas impor
Wajib Pajak 14 hari setelah berakhirnya
Masa Pajak
PPh pasal 23 Pemotong pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 25 Wajib Pajak yang
Punya NPWP
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 26 Pemotong PPh Pasal
26
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPN dan PPnBM Pengusaha Kena Pajak Tanggal 20 bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Tabel 5: Batas Waktu Penyampaian Sur at Perberitahuan (SPT) Tahunan
Jenis Pajak Yang Menyampaikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang
mempunyai NPWP
Selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak (biasanya tanggal 31 Maret tahun berikutnya)
PPh Pasal 21 tahunan Pemotong PPh Pasal 21
Selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak
Tabel di atas merupakan perincian mengenai batas waktu
penyampaian SPT masa dan tahunan untuk masing- masing jenis pajak.
Dari batas waktu yang telah ditentukan oleh Pemerintah diharapkan agar
baik karena ketidaktahuan wajib pajak tentang batas waktu ataupun
keengganan wajib pajak sendiri dalam melaporkan SPT masa maupun
tahunan. (Trisna Gardina dan M.Y. Dedi Haryanto, 2006: 13)
2.2.7. Persepsi
2.2.7.1.Pengertian Persepsi
Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau
menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang
bertindak atas dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah persepsi
itu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Definisi persepsi yang
formal adalah proses dengan nama seseorang memilih, berusaha dan
menginterpretasikan rangsangan kedalam suatu gambaran yang terpadu
dan penuh arti (ikhsan,2005: 5).
2.2.7.2.Faktor -faktor yang Mempengar uhi Persepsi
Menurut Stephen P.Robbin (2005: 89), faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi antara lain :
1. Pelaku Persepsi
Bila seorang individu memandang pada suatu objek dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi
2. Target/objek
Karakteristik-karakteristik dari target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan.
3. Situasi
Situasi dapat mempengaruhi persepsi. Dalam persepsi perlu dilihat
suatu peristiwa yang terjadi. Waktu adalah dimana suatu objek atau
peristiwa itu dilihat dapat mempengaruhi perhatian.
2.2.7.3.Teori Tentang Per sepsi
Teori persepsi diri menganggap bahwa orang-orang
mengembangkan sikap berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan
menginterpretasikan perilaku mereka sendiri. Dengan kata lain, teori ini
mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap
itu dibentuk setelah perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang
konsisten dengan perilaku. Menurut teori ini, sikap hanya akan berubah
setelah perilaku berubah. Pertama, para akuntan perilaku harus mengubah
perilaku mereka kemudian baru perubahan sikap akan terjadi
(ikhsan,2005: 48).
Teori atribusi ini digunakan untuk mengembangkan penjelasan dari
cara-cara kita menilai orang secara berlainan, bergantung pada makna apa
ang kita hubungkan ke suatu perilaku tertentu. Perilaku seseorang
kekuatan eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar, seperti
kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan (ikhsan,2005 :55).
Penentuan penyebab tersebut tergantung pada tiga faktor,yaitu :
1. Kekhususan
Kekhususan merujuk kepada apakah seorang individu memperlihatkan
perilaku-perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
2. Konsensus
Jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi
dengan cara yang sama, maka hal itu dinamakan konsensus.
3. Konsistensi
Konsistensi menilai apakah setiap individu memberi reaksi dengan
cara yang sama dari waktu ke waktu.
2.2.8. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak
Ter hadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki seorang wajib pajak,
didukung oleh teori rangsang balas (stimulus-response theori) yang sering
disebut juga dengan teori penguat (reinforcement-theory) (Srlito, 2002:
19). Teori ini menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk
bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi rangsang tertentu. Dengan
dianggap sebagai salah satu bentuk rangsangan atau stimulus, maka
diharapkan mampu mendorong wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Selain teori rangsang balas, teori lain yang mendukung adalah
teori- teori yang berorientasi kognitif. “Teori kognitif adalah teori yang
menitikberatkan proses-proses sentral (misalnya: sikap, ide, harapan)
(Sarlito, 2002:83)”. Terdapat empat istilah dasar dalam teori kognitif :
1. Kognisi dan Struktur Kognitif
Menurut Nieser (sebagaimana dikutip oleh Sarlito, 2002:85)
Kognisi adalah proses mengubah, mereduksi, memperinci,
menyimpan, mengungkapkan, dan memakai setiap masukan (input)
yang datang dari alat indra. Dengan demikian, sosialisasi perpajakan
dari pemerintah yang merupakan masukan (input) bagi para wajib
pajak, nantinya akan dipahami, dihafal/disimpan dalam memori wajib
pajak yang selanjutnya akan diterapkan oleh wajib pajak dalam
menjalani kewajiban perpajakannya.
2. Rangsang
“Menurut Sarlito (2002: 86), definis rangsang yang banyak
dipakai adalah rangsang yang merupakan dalam bentuk fisiknya”.
Sosialisasi perpajakan merupakan salah satu bentuk rangsang bagi
perpajakan mampu menciptakan kesadaran wajib pajak sehingga
mampu menjadi wajib pajak patuh.
3. Respons
“Menurut Sarlito (2002: 87), respons adalah proses
pengorganisasian rangsang”. Setelah diberikan sosialisasi perpajakan,
maka wajib pajak akan merespons hal- hal yang berkenaan dengan
pajak, baik itu berupa respons positif maupun respon negatif. Respons
positif berarti wajib pajak menjalankan kewajiban dan haknya sesuai
dengan yang telah disosialisasikan oleh pemerintah, sedangkn respon
negatif adalah wajib pajak masih enggan menjalankan kewajiban dan
hak perpajakannya meskipun telah diberikan sosialisasi.
4. Arti
“Menurut Sarlito (2002: 87), Arti adalah hasil dari proses
belajar yang berwujud gejala idiosinkratik. Dalam proses belajar, arti
yang terpendam dalam simbol dikonversikan dalam isi kognitif yang
berbeda-beda”. Setelah wajib pajak memahami kewajiban dan hak
perpajakannya yang didapat melalui sosialisasi perpajakan kemudian
wajib pajak akan mengambil inti dari yang telah ia pelajari.
Berdasarkan uraian teori diatas, pengetahuan perpajakan berjalan
sesuai dengan runtutan yaitu diawali dengan proses kognisi dan
struktur kognitif, rangsang, respons dan diakhiri dengan mengambil
sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah diharapkan mampu untuk
dipahami dan dipelajari oleh wajib pajak sehingga mampu
menimbulkan rasa sadar akan pentingnya pajak dalam diri wajib
pajak. Apabila wajib pajak telah sadar lalu menjalankan kewajiban
perpajakannya, maka mampu menciptakan wajib pajak patuh
2.2.9. Pengaruh Per sepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak Ter hadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Teori rangsang balas (stimulus-response theory) (Sartilo, 2002:19)
menjadi salah satu teori yang mendukung adanya hubungan antara
pelayanan petugas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Pelayanan
yang baik akan membuat wajib pajak bereaksi dengan baik pula sehingga
timbul dorongan dari dalam diri wajib pajak untuk selalu menjalankan
kewajibannya.
Pelayanan yang diterapkan pemerintah merupakan sistem kontrol
yang memiliki hubungan positif terhadap kepatuhan. Melalui pemberian
sosialisasi, pelayanan, pengawasan maka akan mendorong individu
berinteraksi dengan pemerintah, sehingga timbul kesadaran untuk patuh.
Teori lain yang mendukung adanya hubungan antara dua orang
adalah teori hasil interaksi [Sarlito, 2002: 33]. Teori ini menjelaskan
wajib pajak akan memperoleh dampak yang positif apabila keduanya
sama-sama menjalankan kewajibannya. Petugas pajak akan memperoleh
gaji dari pemerintah atas pelayanan yang ia berikan sedangkan wajib pajak
memperoleh imbalan dari pemerintah jika telah menjalankan
kewajibannya.
Berdasarkan uraian teori di atas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa hubungan antara persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak
dengan kepatuhan wajib pajak yakni pelayanan yang baik dari petugas
pajak akan membuat wajib pajak bereaksi baik pula dalam melakukan
kewajiban perpajakannya, begitu pula sebaliknya.
2.2.10. Pengaruh Per sepsi Wajib Pajak Mengenai Kriter ia Wajib Pajak
Patuh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Teori yang mendukung adanya hubungan antara persepsi wajib
pajak terhadap kriteria wajib pajak patuh dengan kepatuhan wajib pajak
adalah teori rangsang balas yang sering disebut dengan teori penguat yang
menyatakan tentang kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku
tertentu jika ia menghadapi suatu rangsang tertentu (Sarlito,2002: 19)”.
Untuk menjadi wajib pajak patuh, kriteria yang telah ditentukan
oleh pemerintah diharapkan bisa dipenuhi oleh wajib pajak meskipun
wajib pajak patuh dipenuhi oleh wajib pajak, maka wajib pajak berhak
mendapatkan imbalan beupa restitusi di muka.
Jika teori rangsang balas dihubungkan dengan kriteria wajib pajak
patuh maka wajib pajak seharusnya bertingkah laku positif dalam arti
wajib pajak bersifat aktif dalam upaya untuk menjadi wajib pajak patuh
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Dengan demikian apabila
wajib pajak memiliki kelebihan atas pembayaran pajak, maka wajib pajak
berhak mendapatkan imbalan berupa restitusi di muka tanpa adanya
pemeriksan dari petugas pajak.
2.3. Kerangka Pikir
Di dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana kepatuhan wajib
pajak dipengaruhi oleh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib
pajak, persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh. Sampel dalam penelitian ini adalah
WP Badan yang berada di KPP Karang Pilang.
Untuk menentukan kerangka dalam penelitian ini didukung oleh
premis oleh penelitian terdahulu, yaitu :
Premis 1 :
Teori rangsang balas (stimulus-response theori) yang sering disebut juga
menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku
tertentu kalau ia menghadapi rangsang tertentu.
Premis 2 :
Teori hasil interaksi (Sarlito, 2002: 33). Teori ini menjelaskan bahwa
interaksi sosial hanya akan diulangi apabila kedua belah pihak
memperoleh hasil yang positif.
Premis 3 :
Terdapat perbedaan pengetahuan pajak antara wajib pajak patuh dan tidak
patuh, ada persamaan persepsi antara wajib pajak patuh dan tidak patuh
terhadap petugas pajak, ada perbedaan persepsi antara wajib pajak patuh
dan tidak patuh terhadap kriteria wajib pajak patuh (Trisna Gardina dan
M.Y. Dedi Haryanto, 2006).
Premis 4 :
Pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak,
sedangkan persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi
kriteria wajib pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak (Supriyati dan Nur Hidayati, 2008)
Premis 5 :
Pemahaman etika pajak memiliki pengaruh yang dominan dalam
(strategi audit random dan Perceived probability of audit) (Meinarni
Asnawi, Zaki Baridwan, Supriyasi, dan Ertambang, 2009)
Premis 6 :
Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak.
Pelayanan yang berkualitas harus diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu
keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan (Nih Luh Supadmi).
Dari premis yang ada, maka kerangka pikir yang digunakan oleh
peneliti adalah :
Regresi Linier Berganda
Gambar 1: Diagram Kerangka Pikir Persepsi wajib pajak
mengenai petugas pajak (X2)
Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib
pajak patuh (X3)
Kepatuhan wajib pajak (Y)
Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, kerangka pikir di atas, maka
hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
“Bahwa pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak, persepsi
wajib pajak mengenai petugas pajak, persepsi wajib pajak mengenai
BAB III
Metode Penelitian
3.1. Definis Operasional dan Pengukur an Variabel
3.1.1. Definisi Operasional
Definisi Oprasional merupakan pendefinisian konsep-konsep
penelitian menjadi variabel- variabel penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan batasan dan menghindari perbedaan persepsi terhadap makna
variabel penelitian.
Variabel serta definisi oprasional dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Variabel Bebas, yang terdiri dari :
1. Pengetahuan Perpajakan yang Dimiliki Oleh Wajib Pajak (X1)
Pengetahuan perpajakan wajib pajak merupakan ilmu atau
wawasan yang berhubungan dengan pajak, baik asas- asanya,
macam- macam pajak, tata cara perhitungan, dan tata cara
pembayaran pajak yang dimiliki oleh wajib pajak.
Indikator dari variabel Pengetahuan Perpajakan yang dimiliki
Wajib Pajak (X1). (Gardina, Haryanto, 2006).
adalah :
c. Pemahaman menganai Undang-Undang Pajak dan Peraturan yang berlaku
2. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak (X2)
Persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak merupakan tanggapan
wajib pajak terhadap seberapa besar peran petugas pajak dalam
memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Indikator dari Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak (X2)
(Gardina, Haryanto, 2006)
adalah :
a. Tangible (Bukti Langsung)
b. Reliability(Keandalan)
c. Assurance (Jaminan)
d. Empathy (Empati)
3. Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh
(X3)
Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh
merupakan anggapan wajib pajak terhadap berbagai kriteria yang
telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menjadi wajib pajak patuh
apakah kriteria yang ditetapkan sudah sesuai ataukah belum sesuai
Indikator dari Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak
Patuh (X3) (Gardina, Haryanto, 2006)
adalah :
a. Kriteria penyampaian SPT tepat waktu
b. Melakukan pembukuan menurut peraturan perpajakan.
Variabel Terikat :
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan
atau diharuskan untuk dilaksanakan. (Undang-undang dan Ketentuan
Umum Tata Cara Perpajakan)
Indikator dari Kepatuhan Wajib Pajak (Y) adalah :
a. Menghitung dan memperhitungkan pajak yang terutang dengan
lengkap, benar, dan jelas.
b. Membayar pajak yang terutang tepat waktu
3.1.2 Teknik Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini, Skala pengukuran yang dipakai untuk
mengukur variabel adalah dengan teknik Likert yang menggunakan skala
2 = Tidak setuju
3 = Ragu- ragu dan netral
4 = Setuju
5 = Sangat setuju
3.2. Obyek Penelitian
3.2.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah pengetahuan perpajakan yang
dimiliki oleh wajib pajak, Persepsi Wajib Pajak Mengenai Petugas Pajak,
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Kriteria Wajib Pajak Patuh. Dalam hal ini
yang menjadi unit analisis adalah para manajer, atau staf akuntansi yang
bersangkutan pada perusahaan yang terdaftar dalam wilayah KPP Pratama
Karang Pilang Surabaya sebesar 2.998 pada tahun 2012.
3.2.2. Penentuan Sampel
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah non probability sampling dengan metode convenience sampling.
Sampel convenience adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui peneliti dan bersedia
menjadi responden di jadikan sampel (Cooper, 2006 : 139). Dalam
penelitian ini yang digunakan dalam menentukan sampel adalah rumus
n = N
1 + N (e) 2 (Umar, 2003: 78)
Di mana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolelir atau diinginkan
Ukuran sampel ditentukan dengan tingkat kelonggaran
ketidaktelitian sebesar 10 % maka dengan menggunakan rumus tersebut
diperoleh sampel sebagai berikut :
n = 2,998
1 + 2.998 (0,1) 2
n = 96,77 (di bulatkan 97)
3.3. Teknik pengumpulan Data
3.3.1. J enis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua yaitu :
a. Data Primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung oleh
peneliti dengan cara mendatangi langsung ke tempat tempat pelayanan
pajak di KPP Pratama Karang Pilang, pada saat jadwal penyerahan
sekunder yang diperoleh adalah data yang terdapat atau di simpan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karang Pilang Surabaya).
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
dua sumber yaitu responden (para management, staf akuntansi dari wajib
pajak badan di KPP Pratama Karang Pilang Surabaya) dan langsung dari
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karang Pilang Surabaya.
3.3.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Kuesioner
Cara untuk mengumpulkan data dengan memberikan beberapa
pernyataan yang tersaji didalam lembar kertas isian (kuesioner) yang
tersedia untuk diisi.(Nazir, 2005 : 203).
b. Dokumentasi
Suatu cara untuk memperoleh data dengan mengutip data dari
3.4. Uji Kualitas Data
3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat
pengukur itu (kuesioner) mengukur apa yang diinginkan. Valid
tidaknya alat ukur tersebut dapat diuji dengan mengkorelasikan antara
skor yang diperoleh oleh masing-masing butir pertanyaan dengan skor
total yang diperoleh dari penjumlahan semua skor pertanyan. Suatu
kuesioner dikatakan valid atau tidak jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut. Valid atau tidaknya alat ukur tersebut dapat dilihat dari kolom
corrected item total correlation (rhitung). Koefisien masing – masing
item kemudian dibandingkan dengan nilai rkritis dengan kriteria
pengujian sebagai berikut :
- Jika nilai rhitung > 0,30 berarti penyataan valid.
- Jika nilai rhitung ≤ 0,30 berarti pernyataan tidak valid. (Azwar, 1997
: 158)
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan derajat, ketepatan, ketelitian, atau
keakuratan yang ditujukan oleh instrument pengukuran indeks yang
pernyataan dalam mengungkap indikator. Pengukuran reliabilitas dalam
penelitian ini menggunakan internal konsistensi dengan teknik analisis
Alpha cronbach, yakni suatu instrumen dapat dikatakan reliabel apabila
memiliki koefisien keandalan atau Alpha > 0,6. (Ghozali, 2007:41).
3.4.3. Uji Normalitas
“Menurut Gozali (2007: 110) uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal” . Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan metode Kolmogrof Smirnov. Pedoman dalam mengambil
keputusan adalah sebagai berikut :
a. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 5% maka distribusi adalah
tidak normal.
b. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 5% maka distribusi adalah
normal.
3.4.4. Uji Asumsi Klasik
3.4.4.1. Uji Multikolineritas
Tujuan dari Uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah
pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Uji
multikolinearitas dapat dilaksanakan dengan jalan meregresikan model
Ghozali (2007: 92), besarnya nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang
digunakan acuan adalah nilai VIF di bawah 10, apabila nilai VIF lebih
tinggi dari 10 maka akan terjadi Multikolinieritas”.
3.4.4.2. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak adanya kesamaan deviasi
standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Bila
terjadi gejala heteroskedastisitas akan menimbulkan akibat varians
koefisien regresi menjadi minimum dan confidence interval melebar
sehingga hasil uji signifikansi statistik tidak valid lagi. Untuk mendeteksi
ada tidaknya heteroskedastisitas dapat menggunakan korelasi rank
spearman.
Jika nilai signifikan koefisien Rank Spearman untuk semua
variabel bebas terhadap nilai mutlak dari residual lebih besar 5% maka
tidak terdapat gejala heteroskedastisitas (Wahana Komputer, 2005 : 60)
3.4.5. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linier berganda. Model analisis yang digunakan dalam menguji hipotesis
Y = a + b1x1 +b2x2 + b3x3 + e
Keterangan :
Y = Kepatuhan wajib pajak
a = Konstanta
b1,b2,b3 = Koefisien Regresi
X1 = Pengetahuan perpajakan yang dimilikin oleh wajib pajak
X2 = Persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak
X3 = Persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh
e = kesalahan pengganggu (disturbance term), artinya nilai-nilai
dari variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.
3.4.5. Uji Hipotesis
3.4.5.1. Uji F
Untuk menguji cocok atau tidaknya model regresi linier berganda
yang dihasilkan digunakan uji F dengan prosedur :
1. Menyusun hipotesis
H0 : β 1, β 2, β 3 = 0 (Model regresi linier berganda yang dihasilkan tidak
cocok).
H0 : β 1, β 2, β 3 ≠ 0 (Model regresi linier berganda yang dihasilkan
2. Derajat pembilang digunaka nilai k-1, yaitu jumlah variabel dikurangi
1 Untuk derajad penyebut digunakan n-k, yaitu jumlah sampel
dikurangi dengan jumlah variabel. Sedangkan untuk taraf signifikansi
yang digunakan adalah sebesar 5%.
3. Kriteria keputusan
a. Jika nilai propabilitas ≥ 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak
yang berarti model regresi yang dihasilkan tidak cocok guna
melihat pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh
wajib pajak (X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak
(X2), atau persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak
patuh (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
b. Jika nilai propabilitas < 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima
yang berarti model regresi yang dihasilkan cocok guna melihat
pengaruh pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak
(X1), persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau
persepsi wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3)
terhadap kepatuhan wajib pajak (Y)).
3.4.5.2. Uji t
Untuk mengetahui apakah variabel X1, X2, atau X3 berpengaruh
1. Menentukan Hipotesis. Variabel bebas berpengaruh tidak nyata
apabila nilai koefisiennya sama dengan nol, sedangkan variabel bebas
akan berpengaruh nyata apabila nilai koefisiennya tidak sama dengan
nol (Suharyadi, 2004: 525). Berikut hipotesis lengkapnya :
a. H0 : β 1, β 2, β 3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan
pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1),
persepsi wajib pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi
wajib pajak mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap
kepatuhan wajib pajak (Y)).
b. H1 : β 1, β 2, β 3 ≠ 0 (Ada pengaruh yang signifikan pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib
pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan
wajib pajak (Y)).
2. Derajat bebas yaitu n-k, level of signifikan (α) = 5%
3. Kriteria keputusan :
a. Jika nilai propabilitas > 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak
yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib
pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan
b. Jika nilai propabilitas <0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima
yang berarti ada pengaruh yang signifikan pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak (X1), persepsi wajib
pajak mengenai petugas pajak (X2), atau persepsi wajib pajak
mengenai kriteria wajib pajak patuh (X3) terhadap kepatuhan