• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2020"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI BELITUNG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN BUPATI BELITUNG

NOMOR 17 TAHUN 2020

TENTANG

RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL KABUPATEN BELITUNG

TAHUN 2019-2025

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BELITUNG,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan

ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang

Rencana Umum Penanaman Modal, perlu menetapkan

Peraturan Bupati tentang Rencana Umum Penanaman Modal

Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025;

Mengingat

: 1. Undang-Undang

Nomor

28

Tahun

1959

tentang

Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di

Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 1821);

2. Undang-Undang

Nomor

27

Tahun

2000

tentang

Pembentukkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor

217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4033);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4724);

4. Undang-Undang

Nomor

12

Tahun

2011

tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran

SALINAN

SALINAN

(2)

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5234), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan

Perundang-undangan

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);

5. Undang-Undang

Nomor

23

Tahun

2014

tentang

Pemerintahan

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah

diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang

Nomor

23

Tahun

2014

tentang

Pemerintahan

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2019 tentang

Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah

(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2019 Nomor 6330);

7. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana

Umum Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 42);

8. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar

Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

Terbuka dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 97);

9. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan

Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi dan dan

Rencana Umum Penanaman Modal Kabupaten/Kota;

(3)

10. Peraturan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Nomor 7 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Penanaman

Modal Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran

Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2017

Nomor 7 Seri E);

11. Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 1 Tahun

2010, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2005-2025 (Lembaran

Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2010 Nomor 1);

12. Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 3 Tahun

2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2018-2023 (Lembaran

Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2019 Nomor 3,

Tambahan

Lembaran

Daerah

Kabupaten

Belitung

Nomor 54);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 5 Tahun

2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat

Daerah Kabupaten Belitung (Lembaran Daerah Kabupaten

Belitung Tahun 2016 Nomor 5, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Belitung Nomor 24), sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Belitung

Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan

Daerah Kabupaten Belitung Nomor 5 Tahun 2016 tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten

Belitung (Lembaran Daerah Kabupaten Belitung Tahun

2019 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten

Belitung Nomor 55);

14. Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 8 Tahun

2017 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi

di Daerah (Tambahan Lemabaran Daerah Kabupaten

Belitung Nomor 40);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 3 Tahun

2018 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Belitung

Lembaran Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2018

Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Belitung

Nomor 47);

(4)

16. Peraturan Bupati Belitung Nomor 49 tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta

Tata Kerja Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu

Satu Pintu dan Perindustrian Kabupaten Belitung (Berita

Daerah Kabupaten Belitung Tahun 2016 Nomor 49);

17. Peraturan Bupati Belitung Nomor 35 tahun 2019 tentang

Tata Cara Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di

Kabupaten Belitung (Berita Daerah Kabupaten Belitung

Tahun 2019 Nomor 37);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN

MODAL KABUPATEN BELITUNG TAHUN 2019-2025.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:

1. Kabupaten adalah Kabupaten Belitung.

2. Pemerintahan

Daerah

adalah

Penyelenggaraan

urusan

pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pemantauan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

4. Bupati adalah Bupati Belitung.

5. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD

adalah Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Belitung.

6. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam

modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun

penanam modal asing untuk melakukan usaha di daerah.

(5)

7. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha yang

melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam

modal dalam negeri dan penanam modal asing.

8. Rencana Umum Penanaman Modal Kabupaten Belitung yang

selanjutnya disingkat RUPMK adalah dokumen perencanaan

penanaman modal di tingkat kabupaten yang berlaku sampai

dengan tahun 2025.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) RUPMK ini dimaksudkan sebagai dokumen perencanaan dan

pedoman umum dalam menyusun kebijakan penyelenggaraan

penanaman modal.

(2) RUPMK bertujuan untuk meningkatkan penanaman modal,

mensinergikan semua kepentingan sektoral dan sebagai peta

panduan (Road Map) penanaman modal di daerah.

BAB III

SISTEMATIKA

Pasal 3

(1) Sistematika RUPMK meliputi:

a. Pendahuluan;

b. Asas dan Tujuan;

c. Visi dan Misi;

d. Arah Kebijakan Penanaman Modal, yang terdiri atas:

1. Perbaikan iklim penanaman modal;

2. Pemerataan sebaran penanaman modal;

3. Fokus Pengembangan Sektor Pangan, Infrastruktur dan

Energi

4. Penanaman modal yang berwawasan lingkungan (green

investment);

5. Pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah dan

koperasi;

6. Pemberian kemudahan dan/atau insentif penanaman

modal; dan

(6)

e. Peta Panduan (Road Map) Implementasi RUPMK yang meliputi

3 (tiga) fase yaitu:

1. Fase Pengembangan Penanaman Modal yang relatif mudah

dan cepat menghasilkan.

2. Fase Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Energi.

3. Fase Pengembangan Industri Skala Menengah.

f. Pelaksanaan RUPMK.

(2) RUPMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

BAB IV

PENYUSUNAN RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL

KABUPATEN BELITUNG

Pasal 4

(1) Penyusunan RUPMK mengacu kepada Rencana Umum

Penanaman Modal Nasional dan Rencana Umum Penanaman

Modal Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan prioritas

pengembangan potensi Kabupaten Belitung sesuai dengan pola

keruangan geografis (polarisasi spasial), ekonomi, dan potensi

dari alokasi sumber daya (capital investment) yang ada.

(2) RUPMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan bagi

OPD dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan kegiatan

penanaman modal di Daerah.

BAB V

MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 5

(1) Monitoring dan evalusi RUPMK dilakukan oleh OPD yang

melaksanakan urusan pemerintahan di bidang penanaman

modal dan pelayanan terpadu satu pintu.

(2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan

mengoordinasikan ke lembaga/instansi lintas sektoral terkait

dalam pelaksanaannya.

(1) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun.

(7)

Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM,

IMAM FADLLI, SH

NIP. 197109152001121002

(2) Untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi RUPMK sebagai

mana dimaksud pada ayat (2) dibentuk tim yang ditetapkan

dengan Keputusan Bupati.

(3) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dilaporkan kepada Bupati.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 6

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan

Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah

Kabupaten Belitung.

Ditetapkan di Tanjungpandan

pada tanggal 15 Mei 2020

BUPATI BELITUNG,

ttd.

SAHANI SALEH

Diundangkan di Tanjungpandan

pada tanggal 15 Mei 2020

SEKRETARIS DAERAH,

ttd.

MZ. HENDRA CAYA

(8)

LAMPIRAN

PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2020

TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL KABUPATEN BELITUNG TAHUN 2019-2025

1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan dimaksud memerlukan modal yang bersumber dari modal Pemerintah maupun modal masyarakat. Untuk mencapai tingkat pertumbungan ekonomi yang tinggi diperlukan tingkat penanaman modal yang tinggi pula. Oleh karena itu peran pemerintah baik pusat, maupun daerah sangat diperlukan dalam rangka mendorong peran swasta agar berpartisipasi dalam pembangunan daerah. Secara perangkat aturan, perekonomian daerah telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025, penanaman modal diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan berkualitas dengan mewujudkan iklim penanaman modal yang menarik, mendorong penanaman modal bagi peningkatan daya saing perekonomian nasional, serta meningkatkan kapasitas infrastruktur.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan peningkatan penanaman modal diperlukan untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil, dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, guna mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia. Dalam rangka menghadapi persaingan ekonomi global yang semakin ketat, kebijakan penanaman modal harus diarahkan untuk menciptakan daya saing perekonomian nasional. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan arah perencanaan penanaman modal yang jelas, mudah dipahami, terarah dan mencakup horizon waktu yang cukup panjang. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang menyatakan bahwa Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal. Kebijakan dasar penanaman modal tersebut diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.

Rencana Umum Penanaman Modal merupakan dasar dan panduan bagi Pemerintah, Pemerintah Kabupaten/Kota, penanaman modal, dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanaman modal di daerah. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM), RUPM merupakan dokumen perencanaan penanaman modal jangka panjang berlaku sampai dengan tahun 2025. Daerah menindaklanjuti RUPM Nasional dengan menyusun RUPM dan RUPM Kabupaten/Kota. Turunan dari Peraturan Presiden di atas adalah Peraturan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam Pasal 1 angka 10 menyatakan bahwa Rencana Umum Penanaman Modal Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat RUPMK adalah dokumen perencanaan penanaman modal yang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berlaku sampai dengan tahun 2025 dengan mengacu pada Rencana Umum Penanaman Modal Nasional.

(9)

Atas dasar tersebut pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung perlu menindaklanjutinya dengan menyusun Peraturan Bupati tentang Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM) Kabupaten/Kota. Kabupaten Belitung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dimana saat ini sedang berkembang untuk meningkatkan semua sektor yang memiliki keunggulan kompetitif. Pelaksanaan pembangunan di daerah Kabupaten Belitung tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung, tetapi juga dilaksanakan oleh masyarakat melalui dunia usaha. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka peran pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat menjadi semakin besar. Meskipun demikian, potensi pembangunan yang dimiliki oleh masyarakat tetap harus diatur dan dikoordinir oleh pemerintah daerah, agar usaha yang dilaksanakan tidak menimbulkan kerugian dikemudian hari.

Guna memperkokoh perekonomian daerah dan menjamin keberlangsungan dunia usaha, saat ini Pemerintah Kabupaten Belitung berupaya memantapkan stabilitas ekonomi, politik, sosial, dan keamanan serta menjamin penegakan hukum, sehingga dapat berlangsung kegiatan-kegiatan perekonomian daerah yang menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi. Seiring dengan perkembangan ekonomi, sangat diperlukan upaya-upaya untuk menetapkan sektor ekonomi apa saja yang dapat dimanfaatkan oleh investor serta kawasan- kawasan pengembangan ekonomi sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah, sehingga akan saling mendukung dalam percepatan dan pemantapan pertumbuhan ekonomi. Agar tujuan penyelenggaraan penanaman modal di Kabupaten Belitung dapat tercapai, pemerintah daerah perlu menetapkan kebijakan dasar penanaman modal yang diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal Kabupaten (RUPMK) Belitung. Perencanaan merupakan bagian terpenting dari pelaksanaan suatu kegiatan. Dimilikinya perencanaan akan memudahkan pengambilan keputusan sesuai arah yang benar, efisien, dan efektif.

RUPMK Belitung merupakan dokumen perencanaan jangka panjang yang bersifat komplementer terhadap perencanaan lintas sektoral dan wilayah. Sehingga dapat berfungsi mensinergikan dan mengoperasionalisasikan seluruh kepentingan pembangunan terkait bidang penanaman modal di Kabupaten Belitung. Penyusunan RUPMK ini melalui beberapa tahapan sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012, di awali dengan penyusunan Naskah Akademis sebagai landasan penyusunan RUPMK. Serta mengacu kepada Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan prioritas pengembangan potensi Kabupaten Belitung.

1.2. LANDASAN HUKUM

Dasar hukum dalam penyusunan Naskah Akademis RUPMK Belitung adalah:

1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355 );

2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

(10)

3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025;

4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

8) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

9) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);

10) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

11) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025;

12) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

13) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

14) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

(11)

12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);

15) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585) l;

16) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

17) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025;

18) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

19) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049)

20) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025;

21) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

22) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

23) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

24) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585) l;

25) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

(12)

26) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

27) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025;

28) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM); 29) Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2014 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka; 30) Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha; 31) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penerbitan Izin Usaha Industri

dan Izin Perluasan dalam Kerangka Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik;

32) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan RUPM dan RUPM Kabupaten/Kota;

33) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025;

34) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

35) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

36) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025;

37) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

38) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

39) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

40) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585) l;

41) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

(13)

42) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

43) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025;

44) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM); 45) Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2014 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka; 46) Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha; 47) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penerbitan Izin Usaha Industri

dan Izin Perluasan dalam Kerangka Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik;

48) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan RUPM dan RUPM Kabupaten/Kota;

49) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015, tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal;

50) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015, tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal;

51) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015, tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Fasilitas Penanaman Modal;

52) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015, tentang Pedoman dan Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal;

53) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016, tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal;

54) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016, tentang Penetapan Hasil Pemetaan Urusan Pemerintahan Daerah di Bidang Penanaman Modal.

55) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal;

56) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016, tentang Pencabutan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 14 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Penanaman Modal Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor:10 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Bidang Penanaman Modal Provinsi dan Kabupaten/Kota;

(14)

57) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2015-2019;

58) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Penetapan Hasil Pemetaan Urusan Pemerintahan Daerah di Bidang Penanaman Modal;

59) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Pedoman dan Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Iklim Penanaman Modal;

60) Peraturan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;

61) Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Sebagian kewenangan di Bidang Perizinan dan Non Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Terpadu;

62) Peraturan Peraturan Bupati Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pendelegasian Wewenang Perizinan dan Nonperizinan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Belitung Kepada Kepala Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Kelayang;

63) Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan jangka panjang Daerah Tahun 2008 – 2025;

64) Peraturan Bupati Nomor 41 Tahun 2012 tentang Perubahan Rencana Pembangunan jangka menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Belitung Tahun 2010-2014;

65) Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Belitung Tahun 2014 – 2034.

1.3. KETENTUAN UMUM

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum maka definisi peristilahan yang terkait dengan RUPM Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

2. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.

3. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.

(15)

4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 7 (tujuh) tahun.

5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun.

6. Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun.

7. Rencana Strategis Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat dengan Renstra OPD (Organisasi Perangkat Daerah) adalah dokumen perencanaan OPD untuk periode 5 (lima) tahun. 8. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode

perencanaan.

9. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.

10. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi.

11. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. 12. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta untuk memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

13. Pemangku Kepentingan adalah pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung mendapatkan manfaat atau dampak dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.

1.4. KERANGKA KERJA DAN METODOLOGI

1.4.1. Keterkaitan Dokumen RUPM dengan Dokumen Sistem Perencanaan Spasial dan Non-spasial RUPM Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 disusun dengan mengacu pada dokumen perencanaan spasial RTRW Kabupaten Belitung. Hal ini dilakukan melalui penyelarasan antara struktur ruang, pola ruang, dengan visi, misi, arah kebijakan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah, baik pemerintah Kabupaten Belitung maupun Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dokumen RUPM merupakan dokumen perencanaan non-spasial yang sifatnya mensinergikan dokumen perencanaan lainnya.

1.4.2. Keterkaitan Dokumen RUPM dengan Sistem Perencanaan Pembangunan

RUPM Kabupaten Belitung disusun dengan mengacu pada dokumen perencanaan nonspasial seperti RPJPD dan RPJM Kabupaten Belitung. Hal ini dilakukan melalui penyelarasan antara visi, misi, arah kebijakan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah pemerintah Kabupaten Belitung. Dokumen RUPM Kabupaten Belitung merupakan dokumen perencanaan non-spasial yang terintegrasi dengan sistem perencanaan pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kabupaten Belitung.

(16)

Informasi: lainnya daerah daerah Perumusan Daerah

Pokok dan Arah Kebijakan

1.4.3. Tahapan dan Tata Cara Penyusunan Dokumen RUPM

RUPM Kabupaten Belitung disusun melalui tahapan dan tatacara layaknya penyusunan dokumen perencanaan lainnya mengingat sifatnya yang sinergitas, berjangka waktu, dan lintas sektor. Hal ini dapat dilakukan melalui penyelarasan antara data dan informasi spasial, arah kebijakan pemerintah daerah, dinamika isu strategis, perumusan masalah pembangunan daerah, perumusan sasaran pokok dan arah kebijakan penanaman modal Kabupaten Belitung 2019-2025.

Gambar 1.1 Kerangka Penyusunan Dokumen RUPM Kabupaten Belitung

Berdasarkan Gambar 1.1, dapat dijelaskan bahwa dalam proses penyusunan dokumen RUPM Kabupaten memerlukan beberapa dokumen seperti Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD), Kabupaten Belitung dalam Angka (KBDA), Rencana Umum Penanaman Modal Nasional (RUPMN), Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi (RUPMP) dan dokumen perencanaan lainnya. Selain dokumen, mutlak membutuhkan masukan dari setiap OPD teknis mulai dari persiapan penyusunannya sampai penyepakatan arah kebijakannya, untuk itu dibutuhkan media untuk mempertemukan setiap

stakeholder baik dalam bentuk tim teknis/kelompok kerja (pokja)/nara sumber.

RUPM Kabupaten Belitung Tahun 2019 - 2025 disusun dengan mengacu pada Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi (RUPMP) dan dokumen perencanaan spasial RTRW Kabupaten Belitung. Hal ini dilakukan melalui penyelarasan antara struktur ruang, pola ruang, dengan visi, misi, arah kebijakan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah, baik pemerintah Kabupaten Belitung maupun Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

1.5. LANDASAN PENDEKATAN

Dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti skala dan ruang lingkup permasalahan yang terbatas (skala kabupaten), keterlibatan stakeholder yang banyak, eks pektasi dan tingkat kepercayaan atas akurasi kebijakan yang tinggi, maka pendekatan perencanaan partisipatif merupakan pendekatan yang sebaiknya dilakukan.

(17)

Gambar 1.2

Pendekatan Perencanaan RUPM Kabupaten Belitung

Berdasarkan Gambar 1.2, dapat dijelaskan bahwa dalam proses penyusunannya, semakin jelas ruang lingkup dan batasan permasalahannya maka semakin fokus, semakin banyak keterlibatan stakeholder teknis terkait maka semakin representatif. Dengan demikian diharapkan manfaatnya adalah tingkat kepercayaan akan keakurasian arah kebijakan yang tinggi, meskipun dapat menimbulkan efek pendanaan yang besar.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penyajian Naskah Akademis RUPMK Belitung ini disusun dengan tata urut sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan;

Bab III Visi dan Misi Rencana Umum Penanaman Modal Kabupaten Belitung;

Bab IV Arah Kebijakan Penanaman Modal Kabupaten Belitung; Bab V Peta Panduan (Roadmap) implementasi RUPMK Kabupaten

Belitung Bab VI Pelaksanaa

(18)

1. ASAS DAN TUJUAN

Konsepsi dasar dari penyusunan RUPM Kabupaten Belitung ini memiliki beberapa tahapan sesuai dengan Peraturan Kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia nomor 9 tahun 2012 tentang Pedoman Pengesahan Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi dan RUPM Kabupaten/Kota. Terdiri atas penyusunan Naskah Akademis, Pembahasan, dan Penyusunan Rancangan Peraturan Bupati tentang RUPM Kabupaten Belitung, dan kemudian ditetapkan melalui Peraturan Bupati Kabupaten Belitung.

Naskah

Akademis

RUPMK

Belitung

Pembahasan

Rumusan

Naskah

Akademis

RUPMK

Belitung

Penyusunan

Rancangan

RUPMK

Belitung

Penentapan

RUPMK

Belitung

Kabupaten

Belitung

Gambar 2.1

Konsepsi Dasar Penyusunan RUPM Kabupaten Belitung

2.1. ASAS

Asas Penanaman Modal di Kabupaten Belitung dalam upaya mengembangkan arah

kebijakan penanaman modal adalah sebagain berikut:

1)

Asas Keterbukaan;

2)

Asas Akuntabiitas;

3)

Asas Non Diskriminasi;

4)

Asas Kepastian Hukum;

5)

Asas Kebersamaan;

6)

Asas Efisiensi;

7)

Asas Berkelanjutan;

(19)

8)

Asas Berwawasan Lingkungan;

9)

Kemandirian;

10)

Asas Keseimbangan Kemajuan dan Kesatuan Ekonomi.

2.2. TUJUAN

Penyusunan RUPM Kabupaten Belitung ditujukan menjadi pedoman bagi proses penyelenggaraan Penanaman Modal. RUPM Kabupaten Belitung merupakan dokumen perencanaan penanaman modal jangka panjang berlaku dari 2019 sampai dengan tahun 2025. Berdasarkan dari tujuan tersebut maka sasaran penyusunan RUPM Kabupaten Belitung Tahun 2019 - 2025 adalah sebagai berikut:

1. Teridentifikasinya kondisi umum dan isu strategis penanaman modal di Kabupaten Belitung; 2. Terumuskannya visi, misi, tujuan dan sasaran penanaman modal di Kabupaten Belitung; 3. Terumuskannya strategi dan kebijakan penanaman modal di Kabupaten Belitung.

Perumusan tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan arsitektur kinerja pembangunan daerah secara keseluruhan. Perumusan tujuan dan sasaran merupakan salah satu tahap perencanaan kebijakan (policy planning) yang memiliki critical point dalam penyusunan RUPM. Hal ini mengingat bilamana visi dan misi Penanaman Modal tidak dijabarkan secara teknokratis dan partisipatif ke dalam tujuan dan sasaran, maka arah kebijakan penanaman modal mengalami kesulitan dalam operasionalisasinya ke dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan.

Tujuan dan sasaran merupakan dampak (impact) keberhasilan pembangunan daerah yang diperoleh dari pencapaian berbagai arah kebijakan prioritas terkait. Selaras dengan penggunaan paradigma penganggaran berbasis kinerja maka perencanaan pembangunan daerah pun menggunakan prinsip yang sama. Pengembangan rencana pembangunan daerah lebih ditekankan pada target kinerja, baik pada dampak, hasil, maupun keluaran meskipun bersifat jangka panjang. Perumusan tujuan dan sasaran dari visi dan misi RUPMK ini akan dijadikan landasan perumusan arah kebijakan penanaman modal Kabupaten Belitung selama 6 (enam) tahun kedepan.

Tujuan adalah pernyataan-pernyataan tentang hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai visi, melaksanakan misi dengan menjawab isu strategis penanaman modal dan permasalahan pembangunan daerah. Rumusan tujuan dan sasaran merupakan dasar dalam menyusun pilihan-pilihan strategi pembangunan dan sarana untuk mengevaluasi pilihan-pilihan tersebut. Perumusan tujuan Penanaman Modal Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 dan keterkaitannya dengan misi pembangunan Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Tujuan Penanaman Modal di Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025

MISI TUJUAN

(20)

dengan Prima 1 Produktif & Berdaya Saing

2 Mewujudkan Penanaman Modal yang Inklusif dan

Berkelanjutan

2. 1

Meningkatkan Distribusi Aktivitas Ekonomi Produktif yang inklusif di Seluruh Kabupaten Belitung secara

2.2 Meningkatkan Nilai Tambah Ruang melalui Ketersediaan Fasilitas, Sarana, & Prasarana yang memadai

2.3 Menciptakan Iklim Penanaman Modal yang Produktif & Berdaya Saing

2.4 Meningkatkan minat dan varian investasi di Kabupaten Belitung

2.5 Menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan dari aktivitas investasi 2.6 Menstimulasi peningkatan kapasitas dan

kapabilitas UMKM

2.7 Meningkatkan minat investor terhadap profil dan kinerja UMKM

2.8 Melembagakan Profil dan Kinerja UMKM kedalam materi bargaining investasi dengan investor Sumber: Hasil Analisis

2. VISI DAN MISI RUPM KABUPATEN BELITUNG

Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Tabungan dari sektor rumah tangga melalui institusi-intitusi keuangan akan mengalir ke sektor perusahaan. Apabila para pengusaha menggunakan uang tersebut untuk membeli barang-barang modal, pengeluaran tersebut dinamakan investasi. Investasi adalah pengeluaran penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi yang akan menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi pada hakikatnya merupakan aktivitas penempatan sejumlah dana yang ada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Umumnya investasi dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Investasi pada financial assets, dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito,

commercial paper, surat berharga pasar uang, dan lainnya atau dilakukan di pasar modal,

misalnya berupa saham, obligasi, waran, opsi, dan lainnya.

2) Investasi pada real assets, diwujudkan dalam bentuk pembelian assets produktif, pendirian pabrik, pembukaan tambang, dan pembukaan perkebunan.

Artinya, investasi menjadi komponen penting dalam konteks ekonomi makro Kabupaten Belitung, sebab aktivitasnya yang mampu mengakumulasi modal, penambahan stok gedung, dan peralatan lainnya, berdampak pada peningkatan output potensial Kabupaten Belitung dan merangsang pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Peningkatan PDRB perkapita, peluang peningkatan

(21)

penyerapan tenaga kerja, merupakan salah satu dari banyak manfaat penanaman modal yang sehat.

Namun investasi yang tidak sehat dapat berdampak negatif terhadap ekonomi makro nasional, regional, maupun lokal, beberapa investasi yang tidak sehat adalah;

1) The Law of Capital Accumulations, investasi yang mengakuisisi “memakan” perusahaan kecil yang

dalam jangka panjang mampu menciptakan iklim pasar yang tidak kompetitif.

2) Aglomerasi atau proses konglomerasi dari hulu sampai hilir yang dalam jangka panjang mampu menciptakan iklim pasar monopoli dengan peningkatan penguatan akuisisi sumberdaya produksinya

3) Privatisasi BUMN & BUMD, yaitu aktivitas yang menyerupai The Law of Capital Accumulations, atau investasi yang mengakuisisi “memakan” perusahaan kecil yang dalam jangka panjang mampu menciptakan iklim pasar yang tidak kompetitif, dalam hal ini yang diakuisisi adalah BUMN atau BUMD yang dibangun oleh pemerintah demi kepentingan publik.

Dengan pendekatan pasar persaingan sempurna, praktek investasi yang tidak sehat berpotensi terjadi dimana-dimana, dampak terburuknya dari kegiatan investasi yang tidak sehat adalah, adanya ketergantungan ekonomi terhadap aktivitas penanaman modal, dimana investasi berubah menjadi Price Maker bukan mekanisme pasar.

Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif, dan inovatif. Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh organisasi. Penetapan visi merupakan bagian dari perencanaan strategik serta langkah penting dalam perjalanan organisasi. Visi adalah suatu pedoman dan pendorong organisasi untuk mencapai tujuan dalam rangka melaksanakan pembangunan, dan Visi secara umum merupakan pernyataan dalam menjawab permasalahan yang dirasakan oleh Organisasi Perangkat Daerah.

Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi (Pasal 1 ayat (13) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional). Misi merupakan pernyataan secara luas dan komprehensif tentang tujuan suatu daerah/organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang akan diberikan atau dilaksanakan, kebutuhan masyarakat yang dapat dipenuhi, kelompok masyarakat yang dilayani, serta nilai-nilai yang dapat diperoleh.

3.1. VISI

Pemerintah Kabupaten Belitung untuk menjangkau keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang penanaman modal daerah menentukan visi sebagai berikut:

”Terwujudnya Kabupaten Belitung Sebagai Pusat Investasi yang Berdaya Saing, Inovatif dan Bermartabat”

(22)

tempat yang tepat dan menguntungkan bagi investor asing maupun dalam negeri untuk menanamkan dan mengembangkan modalnya, khususnya di sektor industri pengolahan dan pariwisata. Maksud dari visi diatas adalah suatu harapan bahwa Kabupaten Belitung selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun kedepan akan berbuat sesuai dengan tugas dan fungsi serta kewenangannya untuk menciptakan daya tarik bagi investasi dunia yang sehat dan berdaya saing, serta berdampak positif bagi kualitas ekonomi, sosial, dan lingkungan di Kabupaten Belitung.

Pusat Investasi dimaknai sebagai harapan, keinginan, atau hasrat para investor asing maupun dalam negeri yang akan menanamkan modalnya di Indonesia, utamanya adalah di Kabupaten Belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mengingat kondisi, potensi, serta kemungkinan pengembangan penanaman modalnya di Kabupaten Belitung akan lebih menguntungkan dan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh optimalisasi pelayanan perijinan yang semakin paripurna, inovatif, efektif, dan efisisen, serta ketersediaan data dan informasi ekonomi lokal dan regional yang akurat, tepat dan mutakhir. Hal lainnya adalah, (1) struktur ekonomi Kabupaten Belitung di dominasi oleh sektor primer (2) Kabupaten Belitung masih memiliki banyak sumberdaya alam yang luas dan tersebar, sehingga potensi industri pariwisata dapat diunggulkan (3) tidak banyak pesaing di sektor industri pengolahan, (4) memiliki domino effect di bidang pariwisata yang berasal dari Kabupaten Belitung, baik itu skala lokal, regional dan nasional.

Investasi yang unggul pengertiannya adalah (1) aktivitas investasi yang dapat berdampak positif secara berkelanjutan terhadap dinamika ekonomi Kabupaten Belitung, (2) mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas transaksi ekonomi lokal, (3) mampu mempertahankan modalnya dalam siklus ekonomi lokal selama mungkin, (4) mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, (5) mampu menarik aktivitas ekonomi baik di hulu maupun di hilirnya, (6) mampu bekerja sama sekaligus mengangkat kualitas dan kapasitas UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) lokal, (7) mampu menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan dan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Kabupaten Belitung sebagai pusat Investasi yang unggul dapat diartikan bahwa Kabupaten Belitung akan menjadikan segala sumberdaya, usaha, kelembagaan dan jaringan bisnis (hulu-hilir) sebagai basis perekonomian daerah dalam rangka pengembangan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan visi tersebut, pemerintah dan seluruh stakeholder akan menggerakan energinya dalam melakukan ekonomisasi sektor industri pengolahan dengan memperhatikan faktor-faktor dominan seperti komoditas unggulan, permintaan pasar, dukungan industri hulu-hilir, pola usaha industri/UMKM, jaringan dan kelembagaan usaha serta manajemen permodalan.

Kabupaten Belitung akan menjadikan kegiatan industri, jasa dan pariwisata sebagai sektor unggulan bagi peningkatan perekonomian daerah yang berbasis kelautan dan pertanian. Dalam mewujudkan visi tersebut, pemerintah daerah dan seluruh stakeholder akan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya sebagai destinasi pariwisata melalui pengembangan objek daya tarik wisata, promosi dan pemasaran, jasa pelayanan pariwisata didukung oleh infrastruktur yang diperlukan, jaminan regulasi kepariwisataan yang diorentasikan kepada peningkatan kunjungan wisata dan kesejahteraan masyarakat.

(23)

3.2. MISI

Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Rumusan misi yang baik membantu lebih jelas penggambaran visi yang ingin dicapai dan menguraikan upaya- upaya apa yang harus dilakukan. Dalam suatu dokumen perencanaan, rumusan misi menjadi penting untuk memberikan kerangka bagi tujuan dan sasaran serta arah kebijakan yang ingin dicapai dan menentukan jalan yang akan ditempuh untuk mencapai visi. Rumusan misi dalam dokumen RUPM Kabupaten Belitung dikembangkan dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan strategis, baik eksternal dan internal yang mempengaruhi serta kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada dalam pembangunan daerah. Misi disusun untuk memperjelas jalan atau langkah yang akan dilakukan dalam rangka mencapai perwujudan visi.

Misi Penanaman Modal Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 adalah sebagai berikut: 1) Melayani penanaman modal dengan prima.

2) Mewujudkan penanaman modal yang inklusif dan berkelanjutan.

3.3. TUJUAN

Perumusan tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan arsitektur kinerja pembangunan daerah secara keseluruhan. Perumusan tujuan dan sasaran merupakan salah satu tahap perencanaan kebijakan (policy planning) yang memiliki critical point dalam penyusunan RUPM. Hal ini mengingat bilamana visi dan misi Penanaman Modal tidak dijabarkan secara teknokratis dan partisipatif ke dalam tujuan dan sasaran, maka arah kebijakan penanaman modal mengalami kesulitan dalam operasionalisasinya ke dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan.

Tujuan dan sasaran merupakan dampak (impact) keberhasilan pembangunan daerah yang diperoleh dari pencapaian berbagai arah kebijakan prioritas terkait. Selaras dengan penggunaan paradigma penganggaran berbasis kinerja maka perencanaan pembangunan daerah pun menggunakan prinsip yang sama. Pengembangan rencana pembangunan daerah lebih ditekankan pada target kinerja, baik pada dampak, hasil, maupun keluaran meskipun bersifat jangka panjang. Perumusan tujuan dan sasaran dari visi dan misi RUPMK ini akan dijadikan landasan perumusan arah kebijakan penanaman modal Kabupaten Belitung selama 6 (enam) tahun kedepan.

Tujuan adalah pernyataan-pernyataan tentang hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai visi, melaksanakan misi dengan menjawab isu strategis penanaman modal dan permasalahan pembangunan daerah. Rumusan tujuan dan sasaran merupakan dasar dalam menyusun pilihan-pilihan strategi pembangunan dan sarana untuk mengevaluasi pilihan-pilihan tersebut. Perumusan tujuan Penanaman Modal Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 dan keterkaitannya dengan misi pembangunan Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 disajikan pada tabel berikut:

(24)

Tabel 3.1

Tujuan Penanaman Modal di Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025

MISI TUJUAN

1 Melayani Penanaman Modal dengan Prima

1. 1

Menciptakan Iklim Penanaman Modal yang Produktif & Berdaya Saing

2 Mewujudkan Penanaman Modal yang Inklusif dan

Berkelanjutan

2. 1

Meningkatkan Distribusi Aktivitas Ekonomi Produktif yang inklusif di Seluruh Kabupaten Belitung secara

2.2 Meningkatkan Nilai Tambah Ruang melalui Ketersediaan Fasilitas, Sarana, & Prasarana yang

2.3 Menciptakan Iklim Penanaman Modal yang Produktif & Berdaya Saing

2.4 Meningkatkan minat dan varian investasi di Kabupaten Belitung

2.5 Menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan dari aktivitas investasi 2.6 Menstimulasi peningkatan kapasitas dan

kapabilitas UMKM

2.7 Meningkatkan minat investor terhadap profil dan kinerja UMKM

2.8 Melembagakan Profil dan Kinerja UMKM kedalam materi bargaining investasi dengan investor Sumber: Hasil Analisis

3.4. SASARAN

Sasaran adalah hasil yang diharapkan dari suatu tujuan yang diformulasikan secara terukur, spesifik, mudah dicapai, rasional, untuk dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun ke depan. Berdasarkan masing-masing tujuan yang telah ditetapkan maka dirumuskan sasaran untuk kuantifikasi lebih lanjut dan lebih teknis dapat dikelola pencapaiannya. Hasil perumusan sasaran penanaman modal Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Penanaman Modal Kabupaten Belitung Tahun 2019-2025 Visi : Terwujudnya Kabupaten Belitung Sebagai Pusat Investasi yang Berdaya Saing, Inovatif dan

Bermartabat

MISI TUJUAN SASARAN

1 Melayani Penanaman Modal 1. 1 Menciptakan Iklim Penanaman Modal yang Produktif &

1.1. 1

Meningkatnya Kapasitas Lembaga & Kelembagaan Penanaman Modal Dalam

(25)

dengan Prima

Berdaya Saing Menegakkan Hukum

1.1. 2

Meningkatnya Efektifnya Pelibatan Partisipasi Lembaga / OPD diluar Lembaga Perijinan pada saat Perencanaan dan

Implementasi

Regulasi Penanaman Modal 1.1.

3

Terbangunnya Media Komunikasi antara Penanam Modal dengan Pemerintah Kabupaten Belitung melalui Forum Penanam Modal (Investor) dalam menyusun kebijakan penanganan dampak kebijakan makro

1.1. 4

Meningkatnya efisiensi perijinan dari aspek waktu, lembaga yang melayani, biaya, persyaratan 1.1.

5

Meningkatnya efektivitas

koordinasi antara OPD dalam hal Perencanaan, Pelaksanaan & Pengawasan Penanaman Modal

1.1. 6

Terpetakannya Desain Ekonomi Kabupaten Belitung yang bisa Mengakomodasi Kepentingan PMA, PMDN, UMKM 2 Mewujudkan Penanaman Modal yang Inklusif dan Berkelanjutan 2. 1 Meningkatkan Distribusi Aktivitas Ekonomi Produktif yang inklusif di Seluruh Kabupaten Belitung secara Proporsional

2.1. 1

Tersebarnya Penanaman Modal di seluruh Kabupaten Belitung secara proporsional sesuai dengan peruntukkan pola ruangnnya

2.2 Meningkatkan Nilai Tambah Ruang melalui

Ketersediaan Fasilitas, Sarana, & Prasarana yang memadai

2.2.1 Tersebarnya Upaya Pemenuhan Kebutuhan Sarana dan

Prasarana infrastruktur yang layak dan proporsional.

(26)

2.3 Menciptakan Iklim Penanaman Modal yang Produktif & Berdaya Saing

2.3.1 Terimplementasinya Penegakan Hukum yang adil secara transparan dan Proporsional

Visi : Terwujudnya Kabupaten Belitung Sebagai Pusat Investasi yang Berdaya Saing, Inovatif dan

Bermartabat

MIS I

TUJUAN SASARAN

2.4 Meningkatkan minat dan varian investasi di Kabupaten Belitung

2.4. 1

Tersedianya data dan informasi potensi daerah secara

komprehensif dan rinci 2.4.2 Terpetakannya grand desain

ekonomi yang bisa mengakomodasi kepentingan PMA, PMDN, UMKM 2.4.3 Terpetakannya kebijakan

pemerintah Kabupaten Belitung dalam mengelola Pangan,

Infrastruktur, dan Energi yang bisa mengakomodasi kepentingan PMA, PMDN, UMKM

2.5 Menjaga daya dukung dan daya tampung

lingkungan dari aktivitas investasi

2.5. 1

Meningkatnya kapasitas dan kapabilitas lembaga yang berwenang dalam memitigasi, mengendalikan, memulihkan, daya dukung dan daya tampung lingkungan akibat aktivitas investasi

2.5.2 Meningkatnya kesadaran investor dalam menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup daerah dan penegakan hukum 2.6 Menstimulasi

peningkatan kapasitas dan kapabilitas UMKM

2.6. 1

Meningkatnya aksessibilitas UMKM terhadap sistem produksi penanam modal yang berdaya saing

2.7 Meningkatkan minat investor terhadap profil dan kinerja

2.7. 1

Terintegrasinya UMKM kedalam Sistem produksi penanam modal

(27)

UMKM

2.8 Melembagakan Profil dan Kinerja UMKM

kedalam materi bargaining investasi dengan investor

2.8.1 Terlembagakannya Profil dan Kinerja UMKM sebagai materi bergaining dengan Investor

2.9 Menciptakan iklim penanaman modal yang produktif & berdaya saing

2.9. 1

Terintegrasikannya antara

Pemberian kemudahan dan insentif bagi penanam modal (PP Nomor 24 Tahun 2019) dengan arah

kebijakan RPJPD, RPJMD, dan Renstra (Permendagri 54 Tahun 2010) dalam kerangka ekonomi makro daerah

2.9.2 Tersosialisasikan dan

terimplementasikannya PP Nomor 24 Tahun 2019 kedalam aktivitas pelayanan perijinan penanaman modal 2.10 Meningkatkan daya

tarik dan minat investasi di

Kabupaten Belitung

2.10. 1

Tersedianya materi promosi investasi yang update, holistik, tematik, spasial, dan komprehensif

Sumber: Hasil Analisis

3. ARAH KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN BELITUNG

Sesuai RUPM Nasional, berdasarkan visi, misi dan sasaran yang ingin diwujudkan pada akhir periode perencanaan, diketahui masih ada kesenjangan antara kondisi yang diharapkan tersebut dengan kondisi yang ada saat ini. Kesenjangan inilah yang perlu dihilangkan melalui perumusan dan pelaksanaan strategi, kebijakan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan semua pihak terkait. Uraian mengenai hal yang disebut terakhir inilah yang mendasari pembahasan dalam Bab 4 ini. Sesuai dengan amanat Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pemerintah telah berkomitmen untuk mengembangkan strategi dan kebijakan penanaman modal di Indonesia berdasarkan atas azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, kebersamaan, efisiensi dan berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, kemandirian, serta keseimbangan antara kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

RUPM Nasional memberikan arahan indikatif pada penyusunan Rencana Pembangunan di bidang penanaman modal, yang dijabarkan ke dalam RUPM Kabupaten Belitung ini sekaligus mengacu arahan RUPM provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selanjutnya di dalam penyusunan target, kebijakan, dan strategi, RUPM Kabupaten Belitung ini juga mempertimbangkan peran dokumen RUPM

(28)

Provinsi sebagai salah satu acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan di bidang penanaman modal Kabupaten Belitung.

Dalam rangka terbangunnya keterpaduan dan konsistensi arah perencanaan penanaman modal, maka RUPM Kabupaten Belitung ini sudah mensinergikan antara arah kebijakan RUPM Nasional dan RUPM Provinsi, dalam bentuk 7 (tujuh) arah kebijakan penanaman modal sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal, yaitu:

1. Perbaikan Iklim Penanaman Modal, 2. Persebaran Penanaman Modal,

3. Fokus Pengembangan Pangan, Infrastruktur, dan Energi,

4. Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan (Green Investment), 5. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK), 6. Pemberian Kemudahan dan/atau Insentif Penanaman Modal, dan 7. Promosi Penanaman Modal.

4.1. PERBAIKAN IKLIM PENANAMAN MODAL

Iklim penanaman modal merupakan suatu lingkungan kebijakan, institusional dan perilaku, baik kondisi yang ada saat ini maupun kondisi yang diharapkan, yang mempengaruhi tingkat resiko maupun tingkat pengembalian penanaman modal. Iklim penanaman modal ini sangat mempengaruhi keinginan penanam modal (investor) untuk melakukan kegiatan penanaman modal, baik berupa penanaman modal baru maupun perluasan penanaman modal yang telah berjalan. Iklim penanaman modal bersifat dinamis, artinya setiap elemen yang terkandung didalamnya akan mengalami perubahan seiring perubahan dinamika bisnis dan waktu. Selain itu, iklim penanaman modal juga bersifat lokasional, artinya meskipun iklim penanaman modal akan sangat diwarnai oleh situasi dan kondisi perekonomian global, nasional, regional, dan lokal, namun perbedaan karakteristik di masing-masing perekonomian regional dan lokal akan memberi arah penekanan yang berbeda dalam upaya perbaikan iklim penanaman modal di Kabupaten Belitung. Arah kebijakan perbaikan iklim penanaman modal ini meliputi:

4.1.1. Penguatan Kelembagaan Penanaman Modal Daerah

Untuk mencapai penguatan lembaga penanaman modal, maka kelembagaan penanaman modal di Kabupaten Belitung, khususnya untuk menjalin koordinasi penanaman modal dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Maka Pemerintah Kabupaten Belitung perlu memiliki visi yang sama mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, pendelegasian dan pelimpahan wewenang di bidang penanaman modal, serta koordinasi yang efektif diantara lembaga-lembaga tersebut. Penguatan kelembaga-lembagaan penanaman modal di daerah sekurang-kurangnya dilakukan dengan cara:

4.1.1.1 Pembangunan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang Penanaman Modal yang lebih efektif dan akomodatif terhadap penanaman modal dibandingkan dengan sistem-sistem perizinan sebelumnya.

(29)

dengan peraturan-peraturan pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Belitung telah menjalankan amanat untuk membentuk PTSP di bidang Penanaman Modal di Kabupaten Belitung melalui Peraturan Bupati Belitung tentang Rincian Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (OPD Penanaman Modal).

 PTSP di bidang Penanaman Modal sebagai fungsi pelayanan penanaman modal, merupakan salah satu fungsi koordinasi penanaman modal sebagaimana diamanatkan pada pasal 28 UU Nomor 25 Tahun 2007, yang dilaksanakan oleh lembaga atau instansi yang berwenang menangani urusan penanaman modal. PTSP bidang Penanaman Modal di Kabupaten Belitung, terintegrasi kedalam Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (OPD Penanaman Modal).

 Dalam rangka meningkatkan optimalisasi dan efektifitas pelayanan penanaman modal, PTSP dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non-perizinan di bidang penanaman modal melalui OPD Penanaman Modal di bidang Penanaman Modal, didukung dengan ketersediaan sistem On-line Single Submission (OSS) di https://oss.go.id.

 Sesuai amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pemerintah Kabupaten Belitung mendorong peningkatan pelayanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal dalam rangka memberikan layanan dan informasi yang dibutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat, sehingga mendorong penyelenggaraan penanaman modal daerah yang transparan, efektif, efisien, dan akuntabel. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan informasi sehingga dapat menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

 Dalam rangka meningkatkan peran dan fungsi koordinasi penanaman modal, Pemerintah Kabupaten Belitung mendorong upaya sinkronisasi dan harmonisasi, baik meliputi penyeragaman nomenklatur kelembagaan penanaman modal di Kabupaten Belitung, baik terkait struktur, tugas pokok dan fungsi, alur kerja (business process), tata cara pelayanan perizinan dan nonperizinan, hingga simplifikasi dan penyederhanaan (streamlining) perizinan terkait penanaman modal, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja lembaga penanaman modal dengan tetap menjaga semangat otonomi daerah dan kepentingan nasional.

4.1.1.2 Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh OPD Penanaman Modal mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Bupati Belitung yang memiliki kewenangan perizinan dan non-perizinan di tingkat Kabupaten Belitung.  PTSP di bidang Penanaman Modal melaksanakan fungsi pelayanan perizinan dan

nonperizinan dibidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Bupati Belitung.

(30)

Belitung dalam hal ini Bupati Belitung, segera melimpahkan sepenuhnya kewenangan pemberian perizinan dan non-perizinan di bidang penanaman modal yang menjadi urusan pemerintah Kabupaten Belitung kepada OPD Penanaman Modal.

4.1.1.3 Peningkatan koordinasi antar lembaga/instansi di Pemerintah Kabupaten Belitung dalam rangka pelayanan penanaman modal kepada para penanam modal. Hal ini akan memberikan suatu kepastian dan kenyamanan berusaha, dan dengan demikian mendukung iklim penanaman modal yang kondusif.

 Kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan usaha lintas sektor yang dalam aspek teknisnya merupakan kewenangan atau pembinaan dari OPD teknis lainnya. Oleh sebab itu, OPD Penanaman Modal dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan dan nonperizinan dibidang penanaman modal melalui PTSP dibidang Penanaman Modal perlu meningkatkan sinergitas dan koordinasi dengan lembaga/instansi terkait di daerah.

 OPD Penanaman Modal memikirkan langkah-langkah untuk melakukan harmonisasi dan simplifikasi prosedur serta penyederhanaan (streamlining) perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal sehingga diharapkan lebih mempercepat proses perizinan, transparan, menjamin kepastian hukum dan pada akhirnya menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif.

 OPD Penanaman Modal terus meningkatkan kapasitas sumberdaya aparatur penanaman modal dengan mengikuti perkembangan iklim penanaman modal global dan nasional, sehingga meningkatkan kualitas kinerja kelembagaan penanaman modal daerah.

4.1.1.4 Mengarahkan lembaga penanaman modal Kabupaten Belitung untuk secara proaktif menjadi inisiator penanaman modal serta berorientasi pada pemecahan masalah

(problem-solving) dan mengakomodasi baik kepada para penanam modal yang akan maupun yang

sudah menjalankan usahanya di daerah.

 Dalam rangka melakukan kegiatan penanaman modal, para penanam modal tidak luput terhadap kendala dan permasalahan di lapangan, baik terkait pembebasan lahan, birokrasi perizinan, kesulitan informasi partner lokal yang potensial, pembiayaan bank lokal, asuransi lokal, dan lain-lain. OPD Penanaman Modal agar memainkan peran penting dalam menginisiasi akomodasi para penanam modal dalam rangka pemecahan masalah pelaksanaan realisasi penanaman modal berkoordinasi dengan lembaga/instansi teknis terkait di daerah.

 Sebagai salah satu bentuk sistem pelayanan perizinan dan non-perizinan dibidang penanaman modal, OPD Penanaman Modal mengintegrasikan layanan sistem perizinan dan nonperizinan penanaman modal dengan sistem informasi mengenai data potensi sektor penanaman modal serta regulasi yang terkait. Dengan demikian, para calon penanam modal mendapatkan informasi yang lengkap, cepat, dan akurat sebagai salah satu bahan referensi dalam mengambil keputusan.

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Penyusunan Dokumen RUPM Kabupaten Belitung
Gambar 4.1 Arah Kebijakan Perbaikan Iklim Penanaman Modal
Gambar 4.2 Persebaran Penanaman Modal
Gambar 4.3 Fokus Pengembangan Pangan, Infrastruktur, dan Energi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun dari hasil pengamatan temuan penelitian tentang keberhasilan guru dalam menggunakan penerapan pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi proses

bahwa sehubungan dengan perubahan tugas dan fungsi di beberapa Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Belitung dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan

bahwa dalam rangka penyesuaian satuan biaya penginapan perjalanan dinas dalam negeri, biaya uang harian, uang harian perjalanan dinas jabatan mengikuti diklat, dan uang

Disadari bahwa Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 1967 tentang Usaha-usaha Kesejahteraan Buruh yang diusahakan oleh Pengusaha (yang disahkan Menteri Dalam Negeri

Karakteristik teknis perancangan produk meja penjaja ikan dan daging yang memiliki nilai contribution tertinggi berdasarkan hubungan antara karakteritik teknis dengan

Apabila ditinjau lebih mendalam, baik secara eksplisit maupun implisit, layanan konseling Islami merupakan suatu layanan yang tidak hanya mengupayakan manusia

Berdasarkan teori Agung tahun (2013) menjelaskan bahwa pemberian latihan knee tuck jump dan barrier hop sama-sama bisa memberikan pengaruh terhadap kualitas

(2) Penyaluran Dana Desa Tahap II untuk BLT Desa bulan kedelapan sampai dengan bulan kedua belas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b untuk masing-masing