• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijabarkan mengenai penukar panas (heat exchanger), mekanisme perpindahan panas pada heat exchanger, konfigurasi aliran fluida, shell and tube heat exchanger, bagian-bagian shell and tube heat exchanger, perpindahan panas pada heat exchanger, dan pengukuran kinerja heat exchanger.

2.1 Penukar Panas (Heat Exchanger)

Secara umum pengertian alat penukar panas atau heat exchanger (HE) adalah suatu alat yang digunakan untuk perpindahan panas dari suatu fluida yang suhunya lebih tinggi kepada fluida lain yang suhunya lebih rendah. Biasanya medium pemanas memakai uap panas (steam), sedangkan pendingin menggunakan air pendingin (cooling water) dan refrigerant. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya (indirect contact) maupun kedua fluida bercampur langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, dan pembangkit listrik.

2.2 Mekanisme Perpindahan Panas pada Heat Exchanger

Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dalam heat exchanger, yaitu konduksi dan konveksi. Perpindahan panas yang terjadi pada fluida adalah proses konveksi, sedangkan proses konduksi terjadi pada dinding pipa. 2.1.

 

   

 

   

   

(2)

Gambar 2.1 Perpindahan Panas pada Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra heat exchanger, 2012)

2.3 Konfigurasi Aliran Fluida

Berdasarkan arah aliran fluida, heat exchanger dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1) Heat Exchanger dengan aliran searah (co-current flow)

Pada heat exchanger jenis ini, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi heat exchanger yang sama, mengalir dengan arah yang sama dan keluar pada sisi yang sama. Suhu fluida dingin yang keluar (Tcb) tidak dapat melebihi suhu fluida panas yang keluar (Thb), sehingga diperlukan media pendingin atau media pemanas yang banyak. Profil suhu pada aliran co-current flow dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Profil Suhu pada Aliran Co-Current Flow (Sumber : Ariana, 2009)

2) Heat Exchanger dengan aliran berlawanan arah (counter-current flow) Pada heat exchanger jenis ini, kedua fluida (panas dan dingin) masuk ke dalam heat exchanger dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan, dan keluar pada sisi yang berlawanan. Suhu fluida dingin yang keluar (Tcb) lebih  

   

 

   

   

(3)

tinggi dibandingkan dengan suhu fluida panas yang keluar (Thb), sehingga dianggap lebih baik dari alat penukar panas aliran searah (co- current flow).

Gambar 2.3 Profil Suhu pada Aliran Counter-Current Flow (Sumber : Ariana , 2009)

Menghitung

dapat di hitung dengan menggunakanpersamaan 2.1 :

(2.1) T1 = Thi – Tco

T2 = Tho – Tci

2.4 Shell and Tube Heat Exchanger

Salah satu jenis HE yang banyak ditemui pada industri kimia adalah jenis Shell & Tube heat Exchanger ( STHE ). Heat Exchanger jenis shell & tube terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara paralel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain dengan suhu berbeda mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel pada mantel. Efisiensi pertukaran panas dapat ditingkatkan dengan cara pemasangan sekat (baffle) untuk menghasilkan turbulensi pada aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop dan menambah beban kerja pada pompa, sehingga laju alir fluida pada proses perpindahan panas harus diatur. Heat exchanger jenis shell and tube dapat dilihat pada Gambar 2.4 :

 

   

 

   

   

(4)

Gambar 2.4 Alat Penukar Panas Jenis Shell and Tube Heat Exchanger (Sumber : washington university, 2010)

Kelebihan shell and tube heat exchanger, yaitu : a) Luas permukaan kontak lebih besar

b) Layout mekanik lebih baik dan dapat dipakai untuk operasi yang bertekanan

c) Bahan atau material dipilih sesuai dengan kondisi operasi yang dibutuhkan d) Mudah dibersihkan

e) Konstruksi sederhana sehingga kebutuhan ruangan relatif kecil, dapat dipisahkan serta relatif mudah dalam transformasi dan pemasangan.

Berdasarkan kondisi kerja, heat exchanger mempunyai standar dalam pemakaiannya. Standarisasi ini dikeluarkan oleh asosiasi pembuat heat exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufactures Association (TEMA).

TEMA telah menetapkan standar heat exchanger jenis shell and tube dalam tiga klasifikasi:

a) Kelas R, yaitu kelas untuk alat yang dioperasikan pada kondisi berat, biasanya digunakan pada industri petroleum

b) Kelas C, yaitu alat yang dirancang untuk beban dan persyaratan yang sedang serta didasarkan pada segi ekonomis, biasanya digunakan untuk proses umum industri

c) Kelas B, yaitu kelas untuk alat yang dioperasikan pada kondisi ringan, biasanya dirancang untuk jasa pelayanan umum

 

   

 

   

   

(5)

2.4.1 Bagian-bagian Shell and Tube Heat Exchanger, antara lain : 1) Shell

Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tubes yang akan ditempatkan di dalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat logam yang dirol. Shell merupakan badan dari heat exchanger yang di dalamnya terdapat tube bundle.

2) Tube (pipa)

Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir di dalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan dan bahan pipa harus dipilih pada tekanan operasi fluida kerjanya. Bahan pipa harus tidak mudah terkorosi oleh fluida kerja. Adapun beberapa tipe susunan tube dapat dilihat pada gambar 2.5 :

Gambar 2.5 Tipe susunan tube

(Sumber : Third Edition: Design of Oil Handling Systems by Maurice Stewart and Ken E, 2009)

Susunan dari tube ini dibuat berdasarkan pertimbangan untuk mendapatkan jumlah pipa yang banyak atau untuk kemudahan perawatan (pembersihan permukaan pipa).

3) Tube Sheet

Tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya menggunakan 2 buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara tube side dengan shell side.

 

   

 

   

   

(6)

4) Sekat (Baffle)

Adapun fungsi dari pemasangan sekat (baffle) pada heat exchanger ini antara lain adalah:

a) Sebagai penahan dari tube bundle

b) Untuk mengurangi atau menambah terjadinya getaran

c) Sebagai alat untuk mengarahkan aliran fluida yang berada di dalam tubes

2.5 Perpindahan Panas pada Heat Exchanger

Jumlah panas yang dipindahkan fluida pada heat exchanger dapat diketahui dari persamaan 2.2 yaitu sebagai berikut:

= Th Tc (2.2)

Dimana : Q = panas yang dipindahkan per satuan waktu (kCal/h) U = koefisien perpindahan panas overall (kCal/m2hoC) A = luas permukaan perpindahan panas overall (m2)

∆Tlmtd= beda suhu rata-rata (oC)

Cp(h) = kalor jenis fluida panas (kCal/kgºC) Cp(c) = kalor jenis fluida dingin (kCal/kgºC)

Th = Selisih nilai suhu pada fluida panas ( ºC ) Tc = Selisih nilai suhu pada fluida dingin ( ºC ) mh = laju alir fluida panas (kg/h)

mc = laju alir fluida dingin (kg/h)  

   

 

   

   

(7)

2.6 Pengukuran Kinerja Heat Exchanger

Kinerja dari suatu heat exchanger dapat dilihat dari parameter-parameter berikut:

1) Pengaruh Pengotor (Fouling Factor)

Fouling pada heat exchanger dapat menimbulkan kehilangan energi. Gambar 2.5 menunjukkan adanya kehilangan energi dalam bentuk tahanan gesekan fluida atau tahanan transfer panas yang meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan kerja heat exchanger menjadi turun, sehingga heat exchanger perlu dibersihkan.

Pengaruh tersebut dapat dinyatakan dengan fouling factor (faktor pengotor) yang harus diperhitungkan dalam menentukan koefisien perpindahan panas overall (U).

Gambar 2.6 Kurva Hubungan antara Waktu Pengoperasian Heat Exchanger terhadap Indikasi Fouling

(Sumber : Za Tendra heat exchanger, 2012)

2) Koefisien Perpindahan Panas

Semakin baik sistem maka semakin tinggi pula koefisien panas (U) yang dimilikinya. Koefisien perpindahan panas (U) terdiri dari dua macam, yaitu:

(a) UC (Uclean) adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan pada saat alat penukar panas masih baru, masih dalam kondisi bersih.

(b) U (service) adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan yang dibutuhkan.

 

   

 

   

   

(8)

(c) UD (Udirty) adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan pada saat alat penukar panas sudah kotor (pada saat dipakai) atau dapat dikatakan pula sebagai Uactual.

Nilai dari koefisien perpindahan panas ini dapat digunakan untuk melihat kinerja atau performansi dari suatu heat exchanger, yang dinyatakan dengan Persamaan 2.3.

(2.3) dengan:

Uactual = koefisien perpindahan panas overall nyata (available) Uservice = koefisien perpindahan panas overall yang dibutuhkan

3) Penurunan Tekanan (Pressure Drop)

Pada setiap aliran dalam heat exchanger akan terjadi penurunan tekanan karena adanya gaya gesek yang terjadi antara fluida dan dinding pipa. Hal ini dapat terjadi pada sambungan pipa, fitting, atau pada heat exchanger itu sendiri.

Penurunan tekanan dapat mengakibatkan kehilangan energi sehingga perubahan suhu tidak konstan.

4) Konduktivitas Termal (k)

Daya hantar panas yang dimiliki fluida maupun dinding pipa heat exchanger sangat berpengaruh pada kemampuan panas tersebut berpindah.

2.7 Perhitungan koefisien perpindahan panas secara keseluruhan (Uactual) Koefisien perpindahan panas keseluruhan (menurut Coulson,2005) dapat dihitung dengan persamaan 2.4 :

(2.4)

 

   

 

   

   

(9)

Dimana :

U = Koefisien perpindahan panas keseluruhan, W/m2 oC

hi = koefisien peripindahan panas tube ( inside tube ) W/m2 oC

ho = koefisien peripindahan panas tube (outside tube) W/m2 oC

hid = koefisien peripindahan panas pengotor atau flouling factor tube ( inside tube ) W/m2 oC

hod = koefisien peripindahan panas pengotor atau flouling factor ( outside tube ) W/m2 oC

do = diameter luar tube , m

di = diameter dalam tube, m

Kw = konduktivitas panas pada material dinding tube, W/m oC

Untuk Diameter Shell, Ds, dapat dihitung dengan persamaan berikut Ds = tube Bundle diameter + clearance

clearance ( jarak sempit antara tube bundle dengan shell ). Tube bundle, Db, bergantung pada jumlah tube serta jumlah pass tube. Db dapat dihitung dengan persamaan (2.5) :

(2.5) Dimana,

Nt = jumlah dari tube Db = diameter bundle, mm do = diameter luar tube, mm

Nilai K1 dan n1 dapat dilihat pada tabel 2.1. Nilai K1 dan n1 tergantung pada jumlah pass tube.

 

   

 

   

   

(10)

Tabel.2.1 Nilai K1 dan n1

Tringular pitch, pt = 1,25 do

No. Passses 1 2 4 6 8

K1 0,319 0,249 0,175 0,0743 0,0365

n1 2,142 2,207 2,285 2,499 2,675

Square pitch, pt = 1,25 do

No. Passses 1 2 4 6 8

K1 0,215 0,156 0,158 0,0402 0,0331

n1 2,207 2,291 2,263 2,617 2,643

(Sumber : Coulson & Richardson Chemical Engineering Design, 2005)

2.7.1 Perhitungan hi secara single phase pada bagian tube

Menghitung koefisien perpindahan panas pada tube (hi) dengan menggunakan persamaan 2.6 yaitu;

(2.6)

Dimana ;

hi = koefisien perpindahan panas pada tube, W/m2oC, di (diameter dalam tube) = diameter ekuivalen (de), m ut = kecepatan fluida, m/s,

kf = konduktivitas panas pada fluida, W/m0C,

µ = viskositas fluida pada suhu cairan massal, Ns/m2, µw = viskositas fluida pada dinding,

Cp = Spesifik panas fluida, J/kgoC.

Dalam menghitung bilangan reynolds menggunakan persamaan 2.7.

(2.7) Dimana ;

Re = bilangan reynolds Ρ = densitas , kg/m3

di = diameter dalam tube , m µ = viskositas fluida, Ns/m2 v = kecepatan fluida, m/s  

   

 

   

   

(11)

Dalam menghitung bilangan prandtl menggunakan persamaan 2.8.

(2.8) Dimana ;

Pr = bilangan prandtl

kf = konduktivitas panas pada fluida, W/m0C, Cp = Spesifik panas fluida, J/kgoC

µ = viskositas fluida, Ns/m2

Dalam melakukan perhitungan diameter dalam tube (menurut coulson,2005) sama dengan menghitung de (diameter ekuivalen) dengan menggunakan persamaan 2.9 atau 2.10

a) jenis square pitch

(2.9)

b) jenis tringular pitch

(2.10)

Dimana, pt = tube pitch, m

do = diameter luar tube, m

Untuk nilai Jh (heat transfer factor) akan di dapatkan setelah di plotkan pada gambar 2.7

 

   

 

   

   

(12)

Gambar 2.7 Heat transfer factor

(Sumber : Coulson & Richardson Chemical Engineering Design, 2005)

Untuk air ( aplikasi pada cooler, dimana water sebagai media pendinginnya ) nilai hi dapat dihitung langsung dengan persamaan 2.11 ;

(2.11) Dimana :

hi = koefisien perpindahan panas pada tube, W/m0C di = diameter dalam tube, m

v = kecepatan alir dalam tube, m/s t = temperature air, 0C

2.7.2 Perhitungan hs secara single phase pada bagian luar tube

Langkah untuk menghitung koefisien perpindahan panas bagian luar tube, yaitu;

1) Menghitung luas area ,(menurut coulson,2005) menggunakan persamaan 2.12,

(2.12)  

   

 

   

   

(13)

Di mana : pt = tube pitch, m

do = diameter luar tube, m Ds = diameter dalam shell m, lB = jarak baffle, m.

2) Menghitung kecepatan aliran pada shell (Gs), dengan menggunakan persamaan 2.13 .

(2.13) Dimana, Ws = laju alir fluida pada bagian shell, kg/s,

As = luas area pada shell, m2.

3) Menghitung diameter equivalen pada bagian shell (de), dengan menggunakan persamaan 2.14 atau 2.15 ;

(a) Untuk square pitch adalah

(2.14)

(b) Untuk tringular pitch adalah

(2.15) Dimana, pt = tube pitch, m

do = diameter luar tube, m

4) Menghitung bilangan reynold pada shell side,

(2.16) Dimana, de = diameter ekuivalen pada bagian shell, m

Gs = kecepatan aliran pada shell, m/s µ = viskositas fluida, Ns/m2

 

   

 

   

   

(14)

5) Menghitung nilai koefisien perpindahan panas pada bagian outside tube (hs), dengan menggunakan persamaan 2.17

(2.17) Dimana ;

hs = koefisien perpindahan panas pada tube, W/m2oC, de = diameter ekuivalen, m

ut = kecepatan fluida, m/s,

kf = konduktivitas panas pada fluida, W/m0C, µ = viskositas fluida, Ns/m2,

µw = viskositas fluida pada dinding, Cp = Spesifik panas fluida, J/kgoC.

2.7.3 Kondenser

Kondenser merupakan alat penukar kalo yang digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap/campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air.

Ada empat bentuk/jenis kondenser, menurut coulson yaitu

a) Horizontal, dengan kondensasi pada shell dan pendingin pada tube.

b) Horizontal, dengan kondensasi pada tube c) Vertical, dengan kondensasi pada shell d) Vertical, denga kondensasi pada tube

Dengan menggunakan metode Kern`s, nilai koefisien kondensasi pada tube bundle dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.18 yaitu,

(2.18)

(2.19)  

   

 

   

   

(15)

Dimana, L = panjang tube, m

Wc = jumlah aliran kondensat, kg/s Nt = jumlah tube,

Nr = jumlah rata-rata tube dalam baris vertical, kL = konduktivitas panas kondensat, W/m oC ΡL = densitas kondensat, kg/m3

Ρv = densitas uap , kg/m3

Гh = laju kondensat per satuan panjang tube, kg/m s µL = viskositas kondensat, Ns/m2

Untuk menghitung koefisien kondensasi dalam dan luar pada vertical tubes , dengan menggunakan persamaan Nusselt yaitu,

(2.20)

Dimana,

(hc)v = Koefisien kondensasi, W/m2oC,

Гv = beban vertikal tube, laju kondensat per satuan tube, kg/m s Dalam menghitung Гv, menggunakan persamaan 2.21 , yaitu

or

(2.21) Dimana,

Wc = jumlah aliran kondensat, kg/s Nt = jumlah tube,

do = diamter luar tube, m di = diameter dalam tube, m

Dalam menghitung bilangan reynold, menggunakan persamaan 2.22 ,yaitu

(2.22)  

   

 

   

   

(16)

Dimana,

Гv = laju kondensat per satuan tube, kg/m s µL = viskositas kondensat, Ns/m2

Dalam menghitung bilangan Prandtl , menggunakan persamaan 2.23 , yaitu

(2.23) Dimana,

kL = konduktivitas panas kondensat, W/m oC

Dari gambar 2.8, dengan me-plotkan nilai Rec akan memperoleh nilai koefisien kondensasi untuk vertical tube,

Gambar 2.8 Koefisien kondensasi untuk vertikal tube

(Sumber : Coulson & Richardson Chemical Engineering Design, 2005)

Dalam memperoleh koefisien kondensasi (hc) untuk vertical tube dengan persamaan 2.24 , yaitu

(2.24) Dimana,

kL = konduktivitas panas kondensat, W/m oC ΡL = densitas kondensat, kg/m3

Ρv = densitas uap , kg/m3 µL = viskositas kondensat, Ns/m2  

   

 

   

   

Gambar

Gambar 2.2 Profil Suhu pada Aliran Co-Current Flow  (Sumber : Ariana, 2009)
Gambar 2.4 Alat Penukar Panas Jenis  Shell and  Tube Heat Exchanger  (Sumber : washington university, 2010)
Gambar 2.5 Tipe susunan tube
Gambar 2.6 Kurva Hubungan antara Waktu Pengoperasian Heat Exchanger  terhadap Indikasi Fouling
+3

Referensi

Dokumen terkait

Katup limbah sendiri berfungsi untuk mengubah energi kinetik fluida kerja yang mengalir melalui pipa pemasukan menjadi energi tekanan dinamis fluida yang akan menaikkan fluida

Katup limbah sendiri berfungsi untuk mengubah energi kinetik fluida kerja yang mengalir melalui pipa pemasukan menjadi energi tekanan dinamis fluida yang akan menaikkan fluida

Secara sederhana bentuk ideal dari tekanan dan kecepatan aliran pada ujung pipa pemasukan dan kedudukan katup limbah selama satu siklus kerja pompa hidram

Ketika ada aliran fluida maupun gas yang korosif dalam pipa secara kontinyu dan dapat menyebabkan material logam terlarut dalam aliran tersebut, maka permukaan pipa yang dialiri

Dari Gambar 2.11 diatas perpindahan panas terjadi pada saat fluida kerja yang satu mengalir di dalam pipa diameter kecil, dan fluida kerja lainnya mengalir di luar pipa tersebut.

Untuk mengetahui besarnya kerugian gesekan dari pada aliran fluida dalam suatu aliran perpipaan (instalasi pipa) ; akibat tekanan gesek yang timbul pada pipa karena adanya

Katup limbah sendiri berfungsi untuk mengubah energi kinetik fluida kerja yang mengalir melalui pipa pemasukan menjadi energi tekanan dinamis fluida yang akan menaikkan

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA I PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA ALIRAN FLUIDA FLUIDA FLOW 39 Pipa adalah saluran tertutup