• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan.

2.1 Mekanisme Perpindahan Panas

Alat perpindahan panas banyak digunakan untuk berbagai proses dalam industri. Alat perpindahan panas berfungsi untuk memindahkan panas antara dua fluida dimana fluida yang memiliki suhu lebih tinggi akan memberikan panasnya pada fluida yang lebih rendah suhunya. Dilihat dari penggunaan dan fungsinya, alat perpindahan panas memiliki sebutan yang berbeda-beda antara lain: heat

exchanger, pemanas (heater), pendingin (cooler), pengembun (condensor), dan reboiler (Ikhsan, 2012). Ada tiga mekanisme dasar perpindahan panas, yaitu :

1. Konduksi

Konduksi merupakan proses perpindahan panas yang terjadi antarmolekul yang saling berdekatan dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul tersebut secara fisik. Molekul benda yang lebih panas bergetar lebih cepat dibandingkan dengan molekul benda yang bergetar dalam keadaan dingin. Getaran-getaran yang cepat ini tenaganya dilimpahkan kepada molekul di sekelilingnya sehingga menyebabkan getaran yang lebih cepat dan akan memberikan panas.

2. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas antara bagian panas dan dingin dari suatu fluida karena adanya proses pencampuran atau dapat dikatakan bahwa

               

(2)

a. Natural atau free convection, dimana pergerakan medium disebabkan oleh

adanya perbedaan densitas atau temperatur dari medium tersebut.

b. Forced convection, dimana pergerakan medium disebabkan oleh adanya

bantuan tenaga dari luar, misalnya pengadukan.

3. Radiasi

Radiasi merupakan perpindahan panas tanpa melalui media. Suatu energi dapat menghantarkan dari suatu tempat ke tempat yang lain (dari benda panas ke benda yang dingin) dengan gelombang elektromagnetik dimana tenaga ini akan diubah menjadi panas jika tenaganya diserap oleh benda lain.

2.2 Jenis dan Fungsi Alat Perpindahan Panas

Alat perpindahan panas terdiri dari lima jenis alat antara lain heat

exchanger, heater, cooler, condenser, dan reboiler. Berikut ini penjelasan

mengenai fungsi dari alat perpindahan panas tersebut sebagai berikut (Sitompul, 1993).

a. Heat Exchanger

Alat penukar panas ini bertujuan memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk memanaskan fluida yang lain tanpa perubahan fasa. Dengan demikian, terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu memanaskan fluida yang dingin dan mendinginkan fluida yang panas.

b. Heater

Heater berfungsi untuk mamanaskan fluida cair, contohnya furnace.

c. Cooler

Cooler berfungsi untuk mendinginkan fluida cair dengan menggunakan air

sebagai media pendingin.

               

(3)

d. Condenser

Condenser berfungsi untuk mengkondensasikan uap hasil pengolahan sebelumnya dengan menggunakan air pendingin atau fan (udara).

e. Reboiler

Reboiler berfungsi untuk memanaskan kembali hasil dasar suatu kolom

dengan menggunakan steam atau media pemanas lain.

2.3 Heat Exchanger

Menurut Incropera dan Dewitt (1981) dalam Za Tendra (2011), efektivitas suatu heat exchanger didefinisikansebagai perbandingan antara perpindahan panas yang diharapkan (nyata) dengan perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi dalam heat exchanger tersebut. Secara umum, pengertian alat penukar panas atau heat exchanger adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai uap lewat panas (super heated steam) dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antarfluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung begitu saja. Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, dan pembangkit listrik.

2.3.1 Prinsip Kerja Heat Exchanger

Prinsip kerja heat exchanger yaitu memindahkan panas dari dua fluida pada temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung (Ikhsan, 2012).

               

(4)

a. Secara kontak langsung

Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida. Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase / penghubung antara kedua fluida. Contoh : aliran steam pada kontak langsung yaitu dua zat cair yang immiscible(tidak dapat bercampur), gas-liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.

b. Secara kontak tak langsung

Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan dingin melalui dinding pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir.

2.3.2 Tipe Aliran Dalam Heat Exchanger

Pada alat heat exchanger terdapat empat tipe aliran dalam alat penukar

panas, yaitu ( ZA Tendra, 2011) :

a. Counter current flow (berlawanan arah)

Counter current flow atau counter flow adalah aliran berlawanan arah,

dimana fluida yang satu masuk pada satu ujung penukar kalor, sedangkan fluida yang satu lagi masuk pada ujung penukar panas yang lain, masing-masing fluida mengalir menurut arah yang berlawanan. Untuk tipe counter

current flow ini memberikan panas yang lebih baik bila dibandingkan

dengan aliran searah atau parallel. Sedangkan banyaknya pass (lintasan) juga berpengaruh terhadap efektifitas dari alat penukar panas yang digunakan.                

(5)

Gambar 2.1 Tipe aliran counter current flow (berlawanan arah)

b. Parallel flow / co-current (searah)

Parallel flow atau co-current flow adalah aliran searah, dimana kedua fluida

masuk pada ujung penukar panas yang sama dan kedua fluida mengalir searah menuju ujung penukar panas yang lain (Anonim, 2009).

Gambar 2.2 Tipe aliran parallel flow / co-current (searah) c. Cross flow (silang)

Cross-flow atau sering disebut dengan aliran silang adalah apabila

fluida-fluida yang mengalir sepanjang permukaan bergerak dalam arah saling tegak lurus.                

(6)

Gambar 2.3 Tipe aliran cross flow (silang)

2.3.3 Jenis Heat Exchanger

Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh asosiasi pembuat heat exchanger yang dikenal dengan Tubular

Exchanger Manufactures Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan

untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi (Morris, 2011).

Dalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat exchanger, yaitu : 1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya

untuk industri minyak dan kimia berat.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

3. Kelas B, yaitu untuk menentukan desain dan fabrikasi untuk proses kimia.

Dalam gambar 2.4 diperlihatkan tipe-tipe shell and tube heat exchanger berdasarkan desain TEMA.

               

(7)

Gambar 2.4 Desain TEMA untuk Shell and Tube Heat Exchanger (Sumber : Morris, 2011)                

(8)

2.3.4 Komponen Shell and Tube Heat Exchanger

Shell and tube heat exchanger merupakan jenis penukar panas yang paling

banyak digunakan dalam industri perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/silinder besar) dimana di dalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relatif kecil. Satu jenis fluida mengalir di dalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir pada bagian luar pipa tetapi masih di dalam

shell.

Keuntungan shell and tube heat exchanger merupakan heat exchanger yang paling banyak digunakan pada proses-proses industri karena mampu memberikan rasio area perpindahan panas dengan volume dan massa fluida yang cukup kecil. Selain itu juga dapat mengakomodasi ekspansi termal, mudah untuk dibersihkan, dan konstruksinya juga cukup murah di antara yang lain. Untuk menjamin bahwa fluida pada shell side mengalir melintasi tabung dan dengan demikian menyebabkan perpindahan kalor yang lebih tinggi, maka di dalam shell tersebut dipasangkan sekat/penghalang/baffle (Za Tendra, 2011).

Gambar 2.5 Konstruksi alat penukar kalor jenis Shell and Tube (Sumber : Za Tendra, 2011)                

(9)

Komponen-komponen utama shell and tube heat exchanger ini terdiri dari :

1. Tube

Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir di

dalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan dan bahan pipa harus dipilih berdasarkan pada tekanan operasi fluida kerjanya. Selain itu, bahan pipa tidak mudah terkorosi oleh fluida kerja.

Ukuran pipa yang secara umum digunakan biasanya mengikuti ukuran-ukuran yang telah baku. Komponen alat yang dialiri fluida lainnya, yang dindingnya merupakan lintasan pertukaran panas, dengan ukuran standar IPS (Iron Pipe Size) dan ketebalan standar BWG (Birmingham Wire

Gage).IPS mengacu pada sistem lama pengukuran pipa yang masih

digunakan oleh beberapa industri, termasuk produsen utama pipa PVC, sedangkan BWG merupakan bilangan untuk menyatakan ukuran ketebalan pipa yang berbeda-beda. Semakin besar bilangan BWG maka semakin tipis

tube-nya.

Diameter dalam tube merupakan diameter dalam aktual (ukuran inch) dengan toleransi yang sangat tepat. Tube dapat diubah dari berbagai jenis logam, seperti besi, tembaga, muniz metal, perunggu, 70-30 tembaga-nikel, aluminium perunggu, aluminium, dan stainless steel.

Lubang-lubang pipa pada penampang shell dan tube tidak disusun secara begitu saja namun mengikuti aturan tertentu. Jumlah pipa dan ukurannya harus disesuaikan dengan ukuran shell, ketentuan ini mengikuti aturan baku dan lubang-lubang pipa disusun berbentuk persegi atau segitiga. Bentuk susunan lubang-lubang pipa secara persegi dan segitiga ini disebut sebagai

tube pitch. Pitch adalah jarak dari pusat atau center line tube yang satu ke

pusat tube yang lainnya (Za Tendra, 2011).

               

(10)

Jenis-jenis tube pitch yang utama adalah :

a. Square pitch

Tipe ini biasa digunakan untuk heat exchanger dengan pressure drop yang rendah dan pembersihan secara mekanik dilakukan pada bagian luar tube. Selain itu, nilai perpindahan panas dari Square Pitch lebih kecil dibandingkan dengan Triangular Pitch. Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 90° (persegi empat).

b. Triangular pitch

Tipe ini banyak digunakan untuk fluida yang tingkat kekotorannya tinggi ataupun rendah. Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 60° (segitiga sama sisi) searah dengan aliran fluidanya. Triangular Pitch mempunyai nilai perpindahan panas lebih tinggi dari Square Pitch.

c. Square pitch rotated

Tipe ini digunakan untuk heat exchanger dengan pressure drop dan nilai perpindahan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Square Pitch.

Square Pitch Rotated dibersihkan secara mekanik. Pusat-pusat tube saling

membentuk sudut 45°.

d. Triangular pitch with cleaning lanes

Tipe ini jarang digunakan seperti Triangular Pitch, tetapi dapat digunakan untuk heat exchanger dengan pressure drop sedang hingga tinggi.

Triangular pitch with cleaning lanes memiliki nilai perpindahan panas yang

lebih baik dari Square pitch.

               

(11)

Gambar 2.6 Jenis tube pitch (Sumber : Za Tendra, 2011)

2. Tube sheet

Berfungsi sebagai tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tubebundle. Tube sheet terbuat dari material dengan ketebalan dan jenis tertentu tergantung dari jenis fluida yang mengalir pada peralatan tersebut. Heat exchanger dengan tube lurus pada umumnya menggunakan dua buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan

tube-tube menjadi tube-tube bundle dan sebagai pemisah antara tube-tube side dengan shell side.

3. Tie Rods

Batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di bagian paling luar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara

baffle yang satu yang lainnya tetap.

4. Shell

Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tube yang akan ditempatkan di dalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat logam yang di-roll. Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana

               

(12)

terdapat tube bundle. Untuk temperatur yang sangat tinggi terkadang shell dibagi menjadi dua dan disambungkan dengan sambungan ekspansi.

Biasanya, shell berbentuk bulat memanjang (silinder) yang berisi tube

bundle sekaligus sebagai wadah mengalirkan zat atau fluida. Untuk

kemungkinan korosi, tebal shell sering diberi kelebihan 1/8 in.

5. Baffle / Sekat

Baffle atau sekat merupakan bagian yang penting dari heat exchanger.

Pemasangan baffle pada heat exchanger bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida baik pada shell dan tube serta menambah waktu tinggal (residence time), tetapi pemasangan baffle akan memperbesar

pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir

fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur.

Selain itu, baffle pun memiliki fungsi lain yaitu untuk menahan tube bundle, mengurangi atau menambah terjadinya getaran. Luas baffle + 75% dari penampungan shell. Spasi antar baffle tidak lebih dekat dari 1/5 diameter

shell karena apabila terlalu dekat akan didapat kehilangan tekanan yang

besar.

2.3.5 Shell and Tube Heat Exchanger

Berdasarkan konstruksinya, shell and tube heat exchanger dibagi menjadi tiga kategori yaitu (Za Tendra, 2011) :

               

(13)

1. Fixed Tube Sheet Heat Exchanger

Gambar 2.7 Konstruksi alat penukar kalor jenis Fixed Tube sheet Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011)

Fixed Tube sheet merupakan jenis shell and tube heat exchanger yang terdiri

dari tube-bundle yang dipasang sejajar dengan shell dan kedua tube sheet menyatu dengan shell. Kelebihan utama dari konstruksi fixed tube sheet adalah biaya rendah karena konstruksinya yang sederhana, selama ekspansi

joint tidak diperlukan. Kelebihan lain adalah tube dapat dibersihkan secara

mekanik setelah penutup saluran (bonnet) dilepas.

Kelemahan dari desain ini adalah sisi luar dari tube tidak dapat dibersihkan secara mekanis karena bundle tidak dapat dilepas dari shell sehingga kesulitan pada penggantian tube dan pembersihan shell. Akan tetapi, dapat diaplikasikan cara yang tepat yaitu dengan menggunakan bahan kimia untuk

fouling services pada shell side.                

(14)

2. U Tube Heat Exchanger

U tube / U bundle hanya mempunyai 1 buah tube sheet, dimana tube dibuat berbentuk U yang ujung-ujungnya disatukan pada tube sheet sehingga biaya yang dibutuhkan paling murah diantara shell and tube heat exchanger yang lain. Tube bundle dapat dikeluarkan dari shell-nya setelah channel head-nya dilepas.

Tipe ini dapat digunakan pada tekanan tinggi dan beda temperatur yang tinggi. Masalah yang sering terjadi pada heat exchanger ini adalah terjadinya erosi pada bagian dalam bengkokan tube yang disebabkan oleh kecepatan aliran dan tekanan di dalam tube, untuk itu fluida yang mengalir dalam tube side haruslah fluida yang tidak mengandung partikel-partikel padat.

Gambar 2.8 Konstruksi alat penukar kalor jenis U tube Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011)

Biaya pembuatan sebuah heat exchanger U tube sebanding dengan fixed

tube sheet karena diimbangi oleh biaya tambahan yang dikeluarkan untuk

membengkokkan tube menjadi seperti huruf U dan diameter shell yang agak lebih besar.

               

(15)

Keuntungan dari U tube heat exchanger adalah sisi luar tube dapat dibersihkan karena tube bundle dapat dilepas. Kerugian U tube heat

exchanger adalah bagian dalam tube tidak dapat dibersihkan secara efektif,

karena tikungan pada tube akan membutuhkan fleksibel end mengebor lubang untuk cleaning. Jadi, U tube heat exchanger sebaiknya tidak digunakan untuk cairan kotor di dalam tube.

3. Floating Tube Sheet Heat Exchanger

Floating Tube Sheet merupakan heat exchanger yang dirancang dengan

salah satu tipe tube sheet-nya mengambang, sehingga tube bundle dapat bergerak di dalam shell jika terjadi pemuaian atau penyusutan karena adanya perubahan suhu yang terjadi dalam heat exchanger. Tipe ini banyak digunakan dalam industri migas karena pemeliharaannya lebih mudah dibandingkan fixed tube sheet. Selain itu, tube bundle-nya dapat dikeluarkan dan dapat digunakan pada operasi dengan perbedaan temperatur antara shell dan tube side di atas 200oF.

Gambar 2.9 Konstruksi alat penukar kalor jenis Floating Tube Sheet Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011)                

(16)

2.4 Pemilihan Fluida yang Dilewatkan Shell dan Tube

Menurut Indra Wibawa Dwi Sukma (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan fluida dalam shell dan tube antara lain :

a. Kemampuan untuk dibersihkan (Cleanability)

Jika dibandingkan cara membersihkan tube dan shell, maka pembersihan

shell jauh lebih sulit. Untuk itu fluida yang bersih biasanya dialirkan pada

bagian shell dan fluida yang kotor melalui tube. Fluida kotor dilewatkan melalui tube karena tube-tube mudah untuk dibersihkan.

b. Korosif

Masalah korosi sangat dipengaruhi oleh penggunaan dari paduan logam. Paduan logam tersebut mahal oleh karena itu fluida yang korosif dialirkan melalui tube untuk menghemat biaya yang terjadi karena kerusakan shell. c. Tekanan

Fluida bertekanan tinggi dilewatkan pada tube karena bila dilewatkan shell membutuhkan diameter dan ketebalan yang lebih sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal.

d. Suhu

Fluida dengan suhu tinggi dilewatkan pada tube karena panasnya ditransfer seluruhnya ke arah permukaan luar tube atau ke arah shell sehingga akan diserap sepenuhnya oleh fluida yang mengalir di shell. Apabila fluida dengan temperatur lebih tinggi dilewatkan pada shell maka transfer panas tidak hanya dilakukan ke arah tube, tetapi ada kemungkinan transfer panas juga terjadi ke arah luar shell (ke lingkungan).

e. Kuantitas

Fluida yang memiliki volume besar dilewatkan melalui tube untuk memaksimalkan proses perpindahan panas yang terjadi.

               

(17)

f. Sediment /Suspended Solid / Fouling

Fluida yang mengandung sediment/suspended solid atau yang menyebabkan

fouling sebaiknya dialirkan di tube sehingga tube-tube dengan mudah

dibersihkan. Jika fluida yang mengandung sediment dialirkan di shell, maka sediment/fouling tersebut akan terakumulasi pada stagnant zone di sekitar

baffle, sehingga cleaning pada sisi shell menjadi tidak mungkin dilakukan

tanpa mencabut tube bundle. g. Viskositas

Fluida yang viscous atau yang mempunyai low transfer rate (laju rendah) dilewatkan melalui shell karena dapat menggunakan baffle.

2.5 Fluida Heat Exchanger 11E-25

Sesuai dengan Operating Manual Fuels Complex Cilacap Refinery, spesifikasi fluida yang diaplikasikan dalam heat exchanger 11E-25 sebagai berikut.

1. Shell

Long residu digunakan sebagai media pemanas pada heat exchanger 11E-25. Long residu merupakan produk bawah dari Crude Distilling Unit I. Spesifikasi long residu disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi Long Residu Refinery Products Specific Characteristics Long residu (res.350oC) Specific Gravity 60/60oF Pour Point(oF) Visc. Kinematics at 140oF (cs)

Final Boiling Point

0,949 60 57,73 370 (Sumber : Operating Manual Fuels Complex Cilacap Refinery)

               

(18)

2. Tube

Fluida yang dialirkan pada bagian tube heat exchanger 11E-25 adalah

Arabian Light Crude yang berasal dari Timur Tengah. Spesifikasi Arabian Light Crude disajikan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Spesifikasi Arabian Light Crude

Spesifikasi Arabian Light Specific gravity 60/60oF Gravity oAPI at 60 oF 0,8587 33,3 ASTM distillation, (oC)

Initial Boiling Point 36

10% vol 20% vol 123 171 30% vol 40% vol 213 297 50% vol Pour Point (oF)

Reid Vapour Pressure at 100oF (lbs)

>300 <20

4,2

Flash Point (oF) <32

Sulphur content (%wt) 1,88

Water content (%vol) 0,1

Salt content (mg NaCl/liter) 30

Ash content (% wt) Asphaltene content (% wt) Wax content (% wt) Viscocity kinematic at 100 oF (cS) Viscocity kinematic at 122 oF (cS) 0,01 3,28 3 10,7 7,8 (Sumber : Operating Manual Crude Distillation Unit I)

2.6 Analisis Kinerja Heat Exchanger

Untuk menganalisis kinerja heat exchanger, parameter – parameter yang dapat digunakan adalah duty, koefisien perpindahan panas, dan Log Mean

Temperature Difference (LMTD). Berikut di bawah ini dijelaskan mengenai

parameter-parameter heat exchanger tersebut.

               

(19)

2.6.1 Duty (Q)

Duty merupakan besarnya energi atau panas yang ditransfer per waktu. Duty

dapat dihitung baik pada fluida dingin atau fluida panas. Apabila duty pada saat operasional lebih kecil dibandingkan dengan duty pada kondisi desain, kemungkinan terjadi heat losses, fouling dalam tube, penurunan laju alir (fluida panas atau dingin), dan lain-lain. Duty dapat meningkat seiring bertambahnya kapasitas. Untuk menghitung unjuk kerja alat penukar panas, pada dasarnya menggunakan persamaan sebagai berikut.

Q = m . Cp . ∆t dimana :

Q : Jumlah panas yang dipindahkan (Btu/hr) m : Laju air (lb/hr)

Cp : Specific heat fluida (Btu/lb.oF)

∆t : Perbedaan temperatur yang masuk dan keluar (oF)

Berikut ini adalah rumus untuk menghitung jumlah panas yang dipindahkan dengan menggunakan neraca energi.

Q = UA. LMTD dimana :

Q : Jumlah panas yang dipindahkan(Btu/hr) U : Koefisien perpindahan panas (Btu/hr ft2 oF) A : Luas permukaan perpindahan panas (ft2) LMTD : Perbedaan suhu logaritmik (oF)

               

(20)

2.6.2 Koefisien Perpindahan Panas

Koefisien perpindahan panas menyatakan mudah atau tidaknya panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin dan juga menyatakan aliran panas menyeluruh sebagai gabungan proses konduksi dan konveksi. Semakin baik sistem maka semakin tinggi pula koefisien panas yang dimilikinya. Koefisien perpindahan panas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan empiris sebagai berikut.

Uo =

dengan :

Uo = koefisien perpindahan panas pada tube bagian luar (Btu/hr ft2 oF) Ao = luas permukaan dinding tube bagian luar (ft2)

Ao = 2 π L ro (ft2)

Ai = luas permukaan dinding tube bagian dalam (ft2) Ai = 2 π L ri (ft2)

AA lm = log mean area untuk tube

AA lm=

L = length (19,9998 ft)

hi = koefisien perpindahan panas bagian tube dalam (Btu/hr ft2oF) ho = koefisien perpindahan panas bagian tube luar (Btu/hr ft2oF) kA = koefisien konduksi untuk tube (Btu/hr ft oF)

kk = koefisisen konduksi untuk minyak (Btu/hr ft oF) ro = jari- jari bagian luar dari tube (ft)

ri = jari-jari bagian dalam dari tube (ft) 1

Ao / Ai hi +(ri-rk) Ao / kk AAlm + (ro-ri) / (kA.AAlm) + 1/ho

Ao - Ai ln ( Ao/Ai)                

(21)

rk = jari-jari ketebalan kerak (ft)

2.6.3 Log Mean Temperature Difference (LMTD)

Sebagaimana persamaan dasar heat transfer pada heat exchanger Q= U A LMTD, maka perhitungan heat transfer tergantung pada beda temperatur. Akan tetapi, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya beda temperatur bervariasi sepanjang heat exchanger. Untuk mengatasi permasalahan ini, digunakan konsep

Mean Temperature Difference (MTD). Berikut adalah penentuan nilai LMTD

pada setiap aliran dengan menggunakan persamaan neraca energi.

Gambar 2.10 Aliran co-current dan counter current pada heat exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011)

a. Untuk aliran co-current : LMTD = (Th2 – Tc2) – (Th1 – Tc1) ln ((Th2 – Tc2) /(Th1 – Tc1))                

(22)

b. Untuk aliran counter current :

LMTD =

Keterangan : dalam satuan oF

2.7 Fouling

Dalam ilmu perpindahan kalor, fouling adalah pembentukan lapisan deposit pada permukaan perpindahan panas dari bahan atau senyawa yang tidak diinginkan. Bahan atau senyawa itu dapat berupa kristal, sedimen, senyawa biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi. Senyawa atau bahan tersebut dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya yang terangkut oleh aliran fluida.

Pembentukan lapisan deposit atau fouling ini akan terus berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Pembentukan lapisan tersebut dapat meningkat apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesive yang cukup kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit.

Pada umumnya, proses pembentukan lapisan deposit atau fouling merupakan fenomena yang sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik. Mekanisme pembentukannya sangat beragam dan metode pendekatannya juga berbeda-beda.

Akumulasi deposit pada permukaan alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Untuk menghindari penurunan kinerja alat penukar kalor yang terus berlanjut dan terjadinya unpredictable cleaning, maka diperlukan suatu informasi yang jelas

ln ((Th1 – Tc2) /(Th2 – Tc1)) (Th1 – Tc2) – (Th2 – Tc1)                

(23)

tentang tingkat pengotoran untuk menentukan jadwal pembersihan / cleaning

schedule (Bambang Setioko, 2010).

2.7.1 Penyebab terjadinya fouling

Menurut Bambang Setioko (2010), fouling disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain :

a. Adanya pengotor berat yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi atau

coke keras.

b. Adanya pengotor berpori yaitu kerak lunak yang berasal dari dekomposisi kerak keras.

2.7.2 Akibat fouling

Menurut Bambang Setioko (2010), beberapa faktor akibat dari fouling

antara lain :

a. Mengakibatkan kenaikan tahanan heat transfer, sehingga meningkatkan biaya baik investasi, operasi maupun perawatan.

b. Ukuran heat exchanger menjadi lebih besar, heat losses meningkat, waktu

shutdown lebih panjang dan biaya perawatan lebih mahal.

2.7.3 Mekanisme fouling

Menurut Bambang Setioko (2011), terdapat beberapa hal tentang

mekanisme pembentukan fouling,antara lain :

               

(24)

a. Sedimentation fouling

Cooling water mengandung padatan terlarut yang dapat mengendap pada

permukaan perpindahan panas. Pengendapan pengotor sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran dan sedikit dipengaruhi oleh temperatur dinding.

b. Inverse solubility fouling

Garam-garam tertentu banyak ditemukan pada air, dalam hal ini kalsium sulfat yang lebih sulit larut di air panas daripada air dingin. Jika suatu arus menemui sebuah dinding pada temperatur jenuh garam, garam akan mengkristal pada permukaan.

c. Chemical reaction fouling

Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia di dalam fluida, di atas permukaan perpindahan panas, dimana material bahan permukaan perpindahan panas tidak ikut bereaksi, seperti adanya reaksi polimerisasi, dan lain-lain. Mekanisme pengotor ini meliputi perubahan-perubahan fisik. Sumber pengotor adalah reaksi kimia yang menghasilkan fasa padat di dekat atau pada permukaan. Contohnya sebuah permukaan perpindahan panas dengan temperatur tinggi dapat menyebabkan degradasi termal dari komponen arus proses yang menghasilkan deposit karbon (coke) di atas permukaan.

d. Corrosion product fouling

Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan material bahan permukaan perpindahan panas. Sebuah arus dapat merusak logam perpindahan panas, pada akhirnya usaha untuk membersihkan permukaan akan menghasilkan percepatan korosi dan kegagalan heat exchanger.

               

(25)

e. Biological fouling

Pengotoran ini berhubungan dengan akitifitas organisme biologi yang terdapat atau terbawa dalam aliran fluida seperti lumut, jamur, dan lain-lain. Banyak sumber cooling water dan beberapa aliran proses yang mengandung organisme-organisme yang akan melekat pada permukaan padat dan berkembang, contohnya ganggang dan remis. Ketika wujud makroskopik muncul akan menyebabkan masalah pada proses perpindahan panas dan juga penyumbatan saluran.

f. Combined mechanism

Sebagian besar dari proses pengotoran di atas dapat terjadi secara kombinasi. Umumnya adalah kombinasi dari sedimentation fouling dan

inverse solubility fouling pada cooling tower water.

Akibat pembentukan fouling tersebut, maka kemampuan alat penukar kalor akan mengalami penurunan. Dalam beberapa kasus,pembersihan lapisan fouling dilakukan secara kimia dan mekanis.

2.8 Pembersihan Heat Exchanger

Jika fouling tidak dapat dicegah, dibutuhkan pembersihan secara periodik. Berikut adalah tiga tipe pembersihan heat exchanger antara lain :

1. Chemical / Physical Cleaning

Metode pembersihan dengan mensirkulasikan agent melalui peralatan biasanya menggunakan HCl 5-10%. Beberapa pembersihan secara kimia lainnya yaitu contohnya pembersihan endapan karbonat dan klorinasi, secara mekanis contohnya dengan mengikis atau penyikatan dan dengan penyemprotan semprotan air dengan kecepatan sangat tinggi. Pembersihan

               

(26)

ini membutuhkan waktu yang tidak singkat sehingga terkadang operasi produksi harus dihentikan.

2. Mechanical Cleaning

Metode pembersihan secara mekanik dibagi menjadi dua cara sebagai berikut :

a. Drilling atau Turbining

Pembersihan dilakukan dengan men-drill deposit yang menempel pada dinding tube.

b. Hydrojecting

Pembersihan dilakukan dengan cara menginjeksikan air ke dalam tube pada tekanan yang tinggi, untuk jenis deposit yang lunak.

3. Gabungan dari keduanya.

Metoda ini merupakan penggabungan dari kedua pembersihan di atas yaitu secara chemical/physical dan mechanical.

               

Gambar

Gambar 2.2 Tipe aliran parallel flow / co-current (searah)
Gambar 2.3 Tipe aliran cross flow (silang)
Gambar 2.4 Desain TEMA untuk Shell and Tube Heat Exchanger                (Sumber :  Morris, 2011)        
Gambar 2.6 Jenis tube pitch    (Sumber  :  Za Tendra, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses yang terjadi di bagian tengah sungai ini ada dua macam, yaitu pengangkutan sedimen yang di hasilkan erosi pada bagian hilir atau pengendapan sedimen yang dihasilkan

Menurut Kotandaraman (2006), heat exchanger dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan fungsional dan jenis permukaan perpindahan panasnya. Pembagian tipe

Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam suatu

Koefisien perpindahan panas yang lebih tinggi terdapat pada shell side, karena aliran turbulen akan terjadi melintang melalui sisi luar tube dan baffle..

Kasmara., J., et al (2016), efektivitas alat penukar kalor (heat exchanger) dengan variasi helical coil tube dimanfaatkan dengan menggunakan panas dari gas buang

tekanan darah yang normal, dan gangguanpada mekanisme ini dapat.. menyebabkan terjadinya hipertensi esensial. Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh.. beberapa

Peristiwa terjadinya plasmolisis dan plasmotitis disebabkan karena sel berada dalam lingkungan dengan tekanan osmosis lebih tinggi atau lebih rendah dari isi sel,

Tekanan terhadap aliran dalam pipa yang menyebabkan hilang tinggi tekanan, tidak hanya disebabkan oleh panjang pipa akan tetapi juga oleh perlengkapan pipa seperti