• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIASI RASIO METIL ESTER RISINOLEAT SEBAGAI TEMPLATE DENGAN TEOS SEBAGAI SUMBER SILIKA DALAM SINTESIS MATERIAL MESOPORI SILIKA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "VARIASI RASIO METIL ESTER RISINOLEAT SEBAGAI TEMPLATE DENGAN TEOS SEBAGAI SUMBER SILIKA DALAM SINTESIS MATERIAL MESOPORI SILIKA SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

VARIASI RASIO METIL ESTER RISINOLEAT SEBAGAI TEMPLATE DENGAN TEOS SEBAGAI SUMBER SILIKA

DALAM SINTESIS MATERIAL MESOPORI SILIKA

SKRIPSI

IRMA WATI TARIGAN 140802051

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

SILIKA DALAM SINTESIS MATERIAL MESOPORI SILIKA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

IRMA WATI TARIGAN 140802051

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(3)

VARIASI RASIO METIL ESTER RISINOLEAT SEBAGAI TEMPLATE DENGAN TEOS SEBAGAI SUMBER

SILIKA DALAM SINTESIS MATERIAL MESOPORI SILIKA

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2019

Irma Wati Tarigan 140802051

(4)

Judul : Variasi Rasio Metil Ester Risinoleat sebagai Template dengan TEOS sebagai Sumber Silika dalam Sintesis Material Mesopori Silika

Kategori : Skripsi

Nama : Irma Wati Tarigan

Nomor Induk Mahasiswa : 140802051

Program Studi : Sarjana (S-1) Kimia

Fakultas : MIPA - Universitas Sumatera Utara

Disetujui di : Medan, Januari 2019

Ketua Program Studi Pembimbing,

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dr. Andriayani, M.Si NIP. 197404051999032001 NIP. 196903051999032001

(5)

TEMPLATE DENGAN TEOS SEBAGAI SUMBER SILIKA DALAM SINTESIS MATERIAL

MESOPORI SILIKA

ABSTRAK

Telah dilakukan sintesis material mesopori silika dengan menggunakan metil ester risinoleat sebagai template, tetraetil ortosilikat (TEOS) sebagai sumber silika dan 3-aminopropiltrimetoksisilana (APMS) sebagai Co-Structure Directing Agents (CSDA). Sintesis material silika dibuat dengan variasi rasio mol TEOS : metil ester risinoleat yaitu 2,9 : 0,55; 2,9 : 1,1; 2,9 : 2,2; 2,9 : 4,4 dan 2,9 : 8,8. Hasil analisa GC- MS menunjukkan kadar metil ester risinoleat yang diperoleh dari transesterifikasi minyak jarak (Ricinus communis L.) sebesar 81,596 %. Spektrum FT-IR produk material menunjukkan adanya gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan karakteristik dari material silika. Hasil analisa XRD produk material memiliki puncak difraksi yang melebar, mengindikasikan material silika yang terbentuk bersifat amorf. Hasil foto SEM menunjukkan adanya pengaruh penambahan konsentrasi metil ester risinoleat dalam sintesis material silika. Hasil analisa adsorpsi-desorpsi nitrogen isotherm dengan metode BET menunjukkan produk material silika yang terbentuk merupakan mesopori dengan ukuran diameter pori rata-rata 2,72 - 8,06 nm.

Kata Kunci : material mesopori silika, metil ester risinoleat, porositas material, template, TEOS

(6)

AS TEMPLATE WITH TEOS AS SOURCE OF SILICA IN THE SYNTHESIS OF SILICA

MESOPOROUS MATERIAL

ABSTRACT

The synthesis of silica mesoporous material has been synthesized using ricinoleic methyl ester as a template, tetraethyl orthosilicate (TEOS) as a source of silica and 3-aminopropyltrimethoxysilane (APMS) as a Co-Structure Directing Agents (CSDA). The synthesis of silica material is made with the variation mole ratio of TEOS : ricinoleic methyl ester which is 2.9 : 0.55; 2,9 : 1,1; 2,9 : 2,2; 2,9 : 4,4 and 2,9 : 8,8. The result of GC-MS analysis showed the level of ricinoleic methyl ester obtained from transesterification of castor oil (Ricinus communis L.) is 81.596%. The FT-IR spectrums of material products showed the presence of silanol (Si-OH) and siloxane (Si-O-Si) groups which are characteristic of silica material.

The XRD analysis of material products has a wide diffraction peak that indicating amorphous material. The result of SEM photos showed that the effect of increasing concentration from ricinoleic methyl ester in the synthesis of silica material. The result of adsorption-desorption nitrogen isotherm with BET method showed that the silica material products formed were mesoporous with the average pore diameter size about 2.72 - 8.06 nm.

Keywords: silica mesoporous material, ricinoleic methyl ester, material porosity, template, TEOS

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas setiap berkat dan kasih setia-Nya yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “ Variasi Rasio Metil Ester Risinoleat sebagai Template dengan TEOS sebagai Sumber Silika dalam Sintesis Material Mesopori Silika ” ini dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Andriayani, S. Pd, M. Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis pada saat proses penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M. Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny, M. Si, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Bapak Prof. Seri Bima Sembiring, selaku Kepala Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU.

4. Bapak Dr. Drs., Adil Ginting, M. Sc, selaku dosen pembimbing akademik, juga kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kimia S-1 FMIPA USU yang telah memberikan motivasi, ilmu dan pengalaman yang baik selama masa perkuliahan.

5. Terkhusus kepada orangtua penulis (Rahmat Riadi Tarigan dan Rondang Hasibuan) yang senantiasa tulus mengasihi dan membimbing penulis dalam segala situasi, kepada saudara-kerabat, rekan kuliah, dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut berperan membimbing, menyemangati dan membantu dalam proses penyelesaian studi, penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga Tuhan selalu melindungi dan memberkati kita senantiasa.

Medan, Januari 2019

Irma Wati Tarigan

(8)

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

DAFTAR SINGKATAN x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jarak Kepyar (Ricinus Communis L.) 4

2.2 Metode Ekstraksi Maserasi 6

2.3 Reaksi Transesterifikasi 7

2.4 Katalis Basa 8

2.5 Metil Ester Risinoleat dari Minyak Jarak (Ricinus Communis L.) 8

2.6 Template 9

2.7 Tetraetil Ortosilikat (TEOS) 9

2.8 Material Mesopori Silika 10

2.9 Porositas Material 12

2.10 Karakterisasi 14

2.10.1 Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) 14 2.10.2 Fourier Transform Infrared (FT-IR) 15

2.10.3 X-Ray Diffraction (XRD) 15

2.10.4 Scanning Electron Microscope (SEM) 16 2.10.5 Metode Barret-Joyner-Halenda (BJH) 17

2.10.6 Surface Area Analyzer (SAA) 18

(9)

3.2 Alat dan Bahan 19

3.2.1 Alat 19

3.2.2 Bahan 20

3.3 Prosedur Penelitian 21

3.3.1 Isolasi Minyak Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) 21 3.3.2 Proses Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Kepyar 21

(Ricinus communis L.) dengan Metanol Menggunakan Katalis KOH

3.3.3 Sintesis Material Mesopori Silika dengan Variasi Rasio 21 Mol Metil Ester Risinoleat dan TEOS

3.4 Bagan Penelitian 23

3.4.1 Isolasi Minyak Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) 23 3.4.2 Proses Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Kepyar 24

(Ricinus communis L.) dengan Metanol Menggunakan Katalis KOH

3.4.3 Sintesis Material Mesopori Silika dengan Variasi Rasio 25 Mol Metil Ester Risinoleat dan TEOS

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Kepyar 26 (Ricinus communis L.) dengan Metanol Menggunakan

Katalis KOH

4.2 Sintesis Material Mesopori Silika 27

4.2.1 Spektrum FT-IR 28

4.2.2 Difraksi Sinar-X (XRD) 31

4.2.3 Mikroskop Elektron Skanning (SEM) 32 4.2.4 Adsorpsi-Desorpsi Nitrogen Isotherm dengan Metode BET 33 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 46

(10)

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1 Komposisi kandungan asam lemak dari minyak jarak 5 kepyar (Ricinus communis L.)

2.2 Sifat-sifat dari minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.) 6 3.1 Kondisi reaksi variasi rasio mol metil ester risinoleat dan TEOS 22 4.1 Massa dari metil ester risinoleat yang digunakan sebagai template 28

dan material mesopori silika yang dihasilkan setelah kalsinasi

4.2 Data literatur puncak serapan material mesopori silika 30 4.3 Diameter dan volume pori serta luas permukaan material 36

mesopori dengan variasi mol metil ester risinoleat

(11)

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1 Tanaman dan biji jarak kepyar (Ricinus communis L.) 4 2.2 Reaksi transesterifikasi dari trigliserida 8

2.3 Struktur kimia metil ester risinoleat 9

2.4 Struktur kimia TEOS 10

2.5 Klasifikasi physisorption isotherm 13

2.6 Klasifikasi hysteresis loop adsorpsi menurut IUPAC 14

4.1 Metil ester risinoleat 26

4.2 Hasil analisa GC-MS transesterifikasi minyak jarak kepyar (Ricinus 27 communis L.) dengan katalis KOH

4.3 Material silika dengan variasi mol metil ester risinoleat 27

4.4 Spektrum FT-IR TEOS 28

4.5 Spektrum FT-IR metil ester risinoleat 29

4.6 Spektrum FT-IR material mesopori silika Run-1, Run-2, Run-3, 30 Run-4 dan Run-5

4.7 Difraktogram XRD material mesopori silika 31 4.8 Foto SEM material mesopori silika Run-1 pembesaran 32

20.000 kali (A) dan 50.000 kali (B)

4.9 Foto SEM material mesopori silika Run-5 pembesaran 32 20.000 kali (A) dan 50.000 kali (B)

4.10 Grafik adsorpsi-desorpsi nitrogen isotherm Run-1 dan grafik 33 distribusi ukuran pori Run-1

4.11 Grafik adsorpsi-desorpsi nitrogen isotherm Run-2 dan grafik 34 distribusi ukuran pori Run-2

4.12 Grafik adsorpsi-desorpsi nitrogen isotherm Run-3 dan grafik 34 distribusi ukuran pori Run-3

4.13 Grafik adsorpsi-desorpsi nitrogen isotherm Run-4 dan grafik 34 distribusi ukuran pori Run-4

4.14 Grafik adsorpsi-desorpsi nitrogen isotherm Run-5 dan grafik 35 distribusi ukuran pori Run-5

(12)

Nomor Judul Halaman Lampiran

1. Analisa GC-MS Metil Ester Risinoleat 46

2. Data Difraksi Sinar-X (XRD) 47

3. Analisa BET Material Mesopori Silika Run-1 (2,9 : 0,55) 51 4. Analisa BET Material Mesopori Silika Run-2 (2,9 : 1,1) 53 5. Analisa BET Material Mesopori Silika Run-3 (2,9 : 2,2) 55 6. Analisa BET Material Mesopori Silika Run-4 (2,9 : 4,4) 57 7. Analisa BET Material Mesopori Silika Run-5 (2,9 : 8,8) 59

(13)

APMS = 3-Aminopropiltrimetoksisilana APTES = 3-Aminopropiltrietoksisilana BET = Brunauer-Emmett-Teller BJH = Barret-Joyner-Halenda CRT = Cathode Ray Tube

CSDA = Co-Structure Directing Agents FAME = Fatty Acids Methyl Ester FT-IR = Fourier Transform Infrared

GC-MS = Gas Chromatography- Mass Spectrometry

IUPAC = International Union of Pure and Applied Chemistry PSD = Particle Size Distribution

SAA = Surface Area Analyzer

SEM = Scanning Electron Microscope TEOS = Tetraetil Ortosilikat

TMOS = Tetrametoksisilana XRD = X-Ray Diffraction

(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sintesis mesopori silika telah membangkitkan minat besar dalam komunitas material dan katalis, ditandai dengan berkembangnya ribuan publikasi. Material yang memiliki lubang-lubang kecil (teratur atau tidak teratur) disebut material pori.

Contoh bahan berpori meliputi: dinding kering, kayu, beton, pistol, karet, beberapa plastik, nanopartikel silika berpori dan nanopartikel karbon berpori (Holister et al., 2003).

Berdasarkan diameter pori, International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) telah mengklasifikasikan material berpori menjadi tiga kategori, yaitu: (1) material mikropori (diameter pori < 2 nm), (2) material mesopori (diameter pori antara 2-50 nm) dan (3) material makropori (diameter pori > 50 nm) (Roque- Malherbe, 2007). Sintesis material mesopori bergantung pada kondisi-kondisi tertentu, seperti perbandingan molar Si/Al, jenis surfaktan yang digunakan sebagai template, perbandingan molar surfaktan atau silika, waktu aging, suhu dan komposisi sumber bahan (Prasetyoko et al., 2010).

Silika mesopori pertama kali ditemukan pada tahun 1990 oleh para peneliti di Jepang, kemudian pada tahun 1992 disintesis oleh perusahaan Mobil Oil yaitu Molecular 41 Sieves (M41S). Material ini memiliki pori-pori silinder yang reguler dengan kisaran diameter pori antara 2-30 nm, luas permukaan sekitar 700-1500 m2/g, stabilitas kimia dan termal yang tinggi sehingga bisa digunakan untuk adsorpsi, katalisis, pemisahan kimia, dan aplikasi perangkat bioteknologi (Rahmat et al., 2010).

Dalam sintesis molekul surfaktan anorganik, material mesopori memainkan peranan untuk menentukan porositas dan bertindak sebagai agen pengarah struktur (template). Template merupakan matriks yang membantu menghasilkan dan merancang porositas. Metode templating lunak adalah jalur paling sukses untuk sintesis matriks mesopori teratur dan tidak teratur. Sebelumnya adalah hal penting

(15)

untuk mengetahui jenis interaksi apa yang terjadi antara template dan prekursor spesies membentuk kerangka selama sintesis (Cheng dan Klinowski, 1995).

Perkembangan sintesis material mesopori silika terus berlanjut, Larsen et al.

(2000) menggabungkan komponen anorganik sebagai material mesopori dan komponen organik berupa supramolekul seperti surfaktan atau biomakromolekul (poliamido amin dendrimer). Rebbin et al. (2002); Kleitz et al. (2003); Shen et al.

(2005); Wang et al. (2011) telah mensintesis material mesopori silika dengan menggunakan surfaktan nonionik. Kemudian Huo et al. (1996); Zhao et al. (1999);

Tan et al. (2004) telah mensintesis material mesopori silika dengan surfaktan kationik. Sedangkan sintesis material mesopori silika dengan surfaktan anionik telah dilakukan oleh Yokoi et al. (2003); Garcia-Bennett et al. (2005); Gao et al. (2006);

Wang et al. (2008). Andriayani et al. (2013) telah mensintesis material mesopori silika dengan menggunakan surfaktan anionik natrium risinoleat, Pattiasina (2014) juga telah mensintesis material mesopori silika dengan surfaktan netral yaitu gelatin dari tulang sapi, dan Telaumbanua (2018) juga telah berhasil mensintesis material mesopori silika dengan menggunakan surfaktan anionik asam oleat. Meskipun penelitian tentang sintesis material mesopori silika dengan menggunakan surfaktan anionik sudah ada yang melakukan, namun untuk penggunaan metil ester risinoleat sebagai template sangat terbatas dalam publikasi, hal ini disebabkan karena belum ditemukan kondisi yang tepat untuk memperoleh derajat keteraturan pori yang tinggi.

Metil ester risinoleat merupakan komposisi utama metil ester asam lemak minyak jarak Ricinus communis L. yang terdapat dalam bentuk metil ester asam lemak campuran. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk mengembangkan penelitian tentang sintesis material mesopori silika dengan menggunakan surfaktan anionik, metil ester risinoleat (C19H36O3) sebagai template, dimana metil ester risinoleat diperoleh dari tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.). Sehingga dalam penelitian ini akan diteliti bagaimana pengaruh perbandingan molar tetraetil ortosilikat (TEOS) dengan metil ester risinoleat. Menurut Dipowardani et al. (2008) konsentrasi surfaktan yang digunakan berperan penting terhadap karakteristik material mesopori silika. Konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi dapat membentuk misel surfaktan lebih banyak. Dengan demikian misel dapat mencetak pori lebih banyak sehingga meningkatkan luas permukaan spesifik dan

(16)

volume total pori. Tetapi jika konsentrasi surfaktan berlebihan maka misel surfaktan akan mencetak pori lebih banyak dengan sangat padat namun matriks silika yang terbentuk sangat rapuh (mudah pecah). Dan jika konsentrasi surfaktan dan TEOS tepat maka misel surfaktan dapat mencetak banyak pori sangat padat dengan matriks silika yang baik. Begitu juga jika konsentrasi surfaktan lebih rendah daripada TEOS maka misel surfaktan akan mencetak pori lebih sedikit pula.

1.2 Permasalahan

Salah satu faktor yang memengaruhi pembentukan material mesopori adalah template yang digunakan. Dalam penelitian ini akan digunakan metil ester risinoleat sebagai template. Dimana jika konsentrasi surfaktan berlebihan maka misel surfaktan akan mencetak pori lebih banyak dengan sangat padat tetapi matriks silika yang terbentuk rapuh (mudah pecah). Dan jika konsentrasi surfaktan dan TEOS tepat maka misel surfaktan dapat mencetak banyak pori sangat padat dengan matriks silika yang baik. Begitu juga jika konsentrasi surfaktan lebih rendah daripada TEOS maka misel surfaktan akan mencetak pori lebih sedikit pula. Sehingga yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh variasi mol metil ester risinoleat sebagai template dalam sintesis material mesopori silika

2. Bagaimana karakteristik material mesopori silika yang diperoleh

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh variasi mol metil ester risinoleat sebagai template dalam sintesis material mesopori silika

2. Untuk mengetahui karakteristik material mesopori silika yang diperoleh

1.4 Manfaat Penelitian

Pemanfaatan metil ester risinoleat yang disintesis dari sumber bahan alam hayati, tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) sebagai zat pengarah struktur pori (template) dan pengembangan teknik sintesis material mesopori silika.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jarak Kepyar (Ricinus communis L.)

Tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman perdu berbatang tegak dengan tinggi 1-5 m, yang dapat tumbuh dan berkembang baik pada lahan kering secara liar seperti di hutan, semak-semak, tanah kosong dataran rendah atau di sepanjang pinggiran pantai, dengan pH tanah sekitar 6-7 dan drainase yang cukup baik karena akar tumbuhan jarak ini cepat busuk dalam air yang tergenang atau dalam tanah yang mengandung banyak air. Tumbuhan ini diduga berasal dari Afrika. Pada zaman Firaun, jarak sudah dibudidayakan secara besar-besaran untuk diambil minyak dari bijinya. Dari Mesir, jarak menyebar ke Asia, termasuk ke Persia, India, Malaysia dan Indonesia (Sinaga, 2014). Tanaman jarak kepyar dapat dikembangkan dengan tanaman lokal secara tumpang sari sehingga dapat mengoptimalkan lahan serta lingkungan untuk produksi (Obiero et al., 2014).

(1) (2)

Gambar 2.1 Tanaman jarak kepyar (Ricinnus communis L.) (1) dan biji jarak kepyar (Ricinnus communis L.) (2)

(18)

Saat ini jarak kepyar semakin populer karena tuntutan pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak dan dapat membantu mengurangi polusi udara (Vanaja et al., 2008). Selain sebagai penghasil biodisel, minyak jarak kepyar (castor oil) dan turunannya juga merupakan sumber bahan kimia industri terbarukan (Mutlu dan Meier, 2010), yang banyak dimanfaatkan sebagai minyak pelumas, semir, lilin (Ketaren, 1986), biofarmaka (anti radang dan analgesik), bahan kosmetik, pestisida, tekstil, detergen, sabun, cat, pernis, tinta, nilon dan plastik (Neelam dan Singh, 2015).

Minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.) adalah minyak nabati yang diperoleh dari proses ekstraksi biji tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) menggunakan mesin pengepres atau menggunakan pelarut. Minyak jarak hampir tidak berwarna atau kuning pucat kental dan sedikit memiliki bau atau aroma (Bassam, 2010). Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan massa jenis, kekentalan (viskositas) dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol yang relatif tinggi. Castor oil larut dalam etil-alkohol 96% pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan sedikit larut dalam golongan hidrokarbon alifatis. Kandungan tokoferol relatif kecil (0,05%), kandungan asam lemak essential juga sangat rendah (Ketaren, 1986) sehingga tidak dapat digunakan sebagai minyak makan dan bahan pangan. Selain itu castor oil ini juga mempunyai sedikit sifat racun. Racun tersebut terdapat dalam bentuk risin (suatu protein), risinin (suatu alkaloid) dan heat stable allergen yang dikenal dengan CB-IA (Kusumaningsih et al., 2006). Adapun komposisi kandungan asam lemak dari minyak jarak kepyar

(Ricinus communis L.) sebagai berikut :

Tabel 2.1 Komposisi kandungan asam lemak dari minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.)

Komponen Asam Lemak Rumus Molekul Persentase (%)

Palmitat C15H32O2 0,8-1,1

Stearat C18H36O2 0,7-1,0

Oleat C18H34O2 2,2-3,3

Linoleat C18H32O2 4,1-4,7

Linolenat C18H30O2 0,5-0,7

Risinoleat C18H34O3 87,7-90,4

Sumber: Salimon et al., 2012

(19)

Tabel 2.2 Sifat-sifat dari minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.)

Sifat Bilangan

Densitas (g/mL) 0,959

Viskositas (centistokes) 889,3

Konduktivitas Termal (W/m ºC) 4,727

Titik Nyala (ºC) 145

Titik Alir (ºC) 2,7

Titik Leleh (ºC) Indeks Refraktif

Panas Spesifik (kJ/kg/K)

(-2) sampai (-5) 1,480 0,089 Sumber: Patel et al., 2016

2.2 Metode Ekstraksi Maserasi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Ekstraksi merupakan metode yang paling populer di antara berbagai jenis metode pemisahan karena metode ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro (Yazid, 2005).

Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000). Maserasi berasal dari Bahasa Latin

‘macerace’ yang berarti mengairi dan melunakkan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan yang terbentuk pada saat penghalusan. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh. Kerugian dari maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyaringan yang kurang sempurna (Voight, 1994).

(20)

2.3 Reaksi Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Ester atau FAME) atau biodiesel dan gliserol sebagai produk samping (Hikmah dan Zuliyana, 2010).

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting antara lain:

1. Suhu Reaksi

Reaksi transesterifikasi menghasilkan metil ester dengan bahan baku trigliserida dapat dilakukan dalam berbagai suhu reaksi. Konwar et al. (2014) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak jarak dengan variasi suhu reaksi 50-100ºC.

Di mana peningkatan suhu menghasilkan peningkatan laju transesterifikasi.

Meskipun demikian, suhu yang tepat untuk reaksi transesterifikasi adalah 80ºC.

2. Perbandingan Konsentrasi

Yao et al. (2010) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi mol alkohol dengan minyak yaitu 3:1 ; 9:1 ; 12:1 mol/mol dan metil ester yang maksimal diperoleh pada perbandingan 12:1 mol/mol.

3. Konsentrasi Katalis

Konsentrasi katalis yang digunakan tergantung pada bahan bakunya. Konwar et al. (2014) menggunakan senyawa karbon tersulfonasi untuk mengkatalisis reaksi transesterifikasi minyak jarak dengan konsentrasi katalis sebesar 2-6,5%

menunjukkan aktivitas yang paling tinggi pada konsentrasi katalis sebesar 5%

dengan konversi asam lemak bebas sebesar 97% .

4. Waktu Reaksi

Waktu reaksi memengaruhi hasil reaksi transesterifikasi di mana semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak pula trigliserida yang dapat dikonversi menjadi metil ester. Yao et al. (2010) telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi waktu 1-5 jam dan diperoleh hasil bahwa kadar metil ester meningkat drastis pada waktu reaksi 1-2 jam pertama dan pada 3-5 jam berikutnya perubahan hasil metil ester terus mengalami peningkatan.

(21)

Reaksi transesterifikasi umumnya sebagai berikut :

Gambar 2.2 Reaksi transesterifikasi dari trigliserida

2.4 Katalis Basa

Katalis adalah zat yang berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dan dapat menurunkan laju reaksi juga. Katalis basa lebih unggul dalam proses reaksi transesterifikasi daripada katalis asam karena reaksi yang berlangsung dengan menggunakan katalis basa lebih cepat dan menghasilkan konversi metil ester yang lebih tinggi (Laksono, 2013). Menurut Knothe et al. (2002) produksi biodiesel saat ini lebih sering menggunakan katalis basa yaitu KOH, pada suhu ruang tingkat konversi 80-90% dapat dicapai dalam waktu 5 menit.

2.5 Metil Ester Risinoleat dari Minyak Jarak (Ricinus communis L.)

Metil ester dapat dibuat dari minyak murni tumbuhan maupun limbah minyak setelah pemakaian. Metil ester merupakan bahan yang dihasilkan dari reaksi kimia antara minyak nabati atau hewani dengan alkohol. Alkohol yang paling banyak digunakan adalah metanol dan etanol. Reaksi ini melibatkan katalis, umumnya basa kuat seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida dan kemudian menghasilkan senyawa kimia baru yang disebut dengan metil ester (Meher et al, 2004). FAME lebih mudah terbentuk dibandingkan dengan etil ester asam lemak. Hal ini karena metil ester asam lemak lebih reaktif dan lebih volatil daripada etil ester asam lemak.

(Semwal et al., 2011).

Asam risinoleat merupakan komposisi utama dalam minyak jarak Ricinus communis L. dan juga merupakan turunan dari asam oleat yang mempunyai rantai karbon sebanyak 18 dengan gugus hidroksil pada atom C12 dan mempunyai sebuah ikatan rangkap cis di antara atom C9 dan C10. Metil risinoleat merupakan produk

(22)

antara yang dapat diproses lebih lanjut untuk berbagai kegunaan dalam bidang industri (Brown dan Green, 1940).

Gambar 2.3 Struktur kimia metil ester risinoleat 2.6 Template

Template dipakai sebagai cetakan (pembantu dan pengarah) dalam pembentukan pori, di mana partikel koloidal primer akan mengisi celah-celah di antara susunan template, sehingga ketika template dikeluarkan dari partikel silika akan terbentuk partikel yang berongga (Yang et al., 2011). Beberapa pendekatan untuk sintesis partikel berpori telah dilaporkan, di mana kebanyakaan dari peneliti menggunakan template organik. Template organik merupakan template yang berasal dari bahan organik. Bahan organik yang digunakan berupa molekul ampifilik seperti surfaktan dengan struktur molekul yang terdiri dari gugus kepala yang bersifat hidrofilik dan gugus ekor berupa rantai karbon yang bersifat hidrofobik (Myers, 2006). Penghilangan senyawa organik sebagai template dapat dihilangkan dengan cara kalsinasi (Huo et al., 1994).

2.7 Tetraetil Ortosilikat (TEOS)

Komponen organik yang biasanya digunakan sebagai prekursor dalam sintesis material mesopori silika adalah senyawa silikon alkoksida (tetraalkoksilana, Si(OR4)) seperti tetrametoksisilana ( TMOS, Si(OCH3)4 ) dan tetraetoksisilana (tetraetil ortosilikat, TEOS, Si(OC2H5)4 ). Senyawa TEOS sering digunakan karena gugus etoksi (OC2H5) termasuk gugus yang sedikit tahan terhadap hidrolisis, hal ini dikarenakan efek induktif dari gugus etoksi lebih stabil selama proses hidrolisis dan kondensasi (Schubert dan Husing, 2005). Sehingga tidak terbentuk garam di dalam gel dan tidak perlu pekerjaan tambahan untuk menghilangkan garam tersebut (Alfaruqi, 2008).

(23)

TEOS merupakan senyawa dengan wujud cairan yang tidak berwarna.

Senyawa ini termasuk senyawa silikon ester. Silikon ester adalah senyawa silikon yang memiliki unsur oksigen di antara silikon dan gugus organik seperti SiOR (Puspito dan Rahman, 2013).

TEOS termasuk jenis senyawa silikon alkoksi yang terdiri dari atom Si yang berikatan dengan gugus organik (OR) dengan rumus kimia Si(OC2H5)4. TEOS memiliki sifat tidak dapat larut (incompatible) dalam zat seperti air, alkali, asam- asam mineral dan agen pengoksidasi yang kuat. Sifat fisik TEOS diantaranya memiliki berat molekul 208,33 gr/mol, berat jenis 0,94 gr/mL, titik didih 169ºC dan titik lebur -86ºC (Alfaruqi, 2008).

Gambar 2.4 Struktur kimia TEOS 2.8 Material Mesopori Silika

Material mesopori pertama kali ditemukan oleh Kuroda Group dan Mobil Company awal tahun 1990 yaitu mensintesis material zeolit tunggal dengan melarutkan molekul organik dan ion logam sebagai pola (template) (Wan dan Zhao, 2007). Karakteristik material mesopori meliputi: (1) keteraturan mesopori yang tinggi, (2) ukuran distribusi pori yang seragam, (3) luas permukaan yang besar (~1000 m2/g) dan volume pori (~1 cm3/g), (4) komposisi kimia yang dapat dibentuk dan permukaan yang dapat difungsionalisasi dan (5) ukuran yang dapat diatur (Soler- Illia et al., 2002).

Material mesopori dapat dibentuk melalui beberapa metode diantaranya sintering, etching, anodisasi, dan templating. Metode yang paling banyak digunakan adalah templating. Dalam hal ini, material mesopori dibentuk melalui pembentukan silika dengan template misel diikuti pemindahan template melalui kalsinasi (Vinu et al., 2006).

(24)

Sintesis material mesopori bergantung pada kondisi-kondisi tertentu, seperti interaksi antara bahan anorganik (prekursor silika) dan bahan organik (surfaktan yang digunakan sebagai template) (Taguchi dan SchÜth, 2004). Perbedaan strategi diperlukan jika menggunakan bahan organik atau anorganik yang berbeda, hal ini untuk mempertahankan interaksi tersebut. Dalam surfaktan ionik pembentukan material mesostruktur sebagian besar diatur dengan interaksi elektrostatik (Soler-Illia et al., 2002). Ukuran mesopori pada material terutama dipengaruhi oleh penggunaan surfaktan alkil rantai panjang. Akan tetapi, penambahan molekul organik seperti aromatik, n-alkana atau asam lemak dapat menjadikan ukuran mesopori semakin besar (Ulagappan dan Rao, 1996). Material mesopori memiliki banyak aplikasi, beberapa diantaranya yaitu :

1. Katalis

Shylesh dan Singh (2006) menggunakan metode grafting pada tahap akhir sintesis material mesopori silika SBA-15 dan MCM-41 dengan 3- aminopropiltrietoksisilana (3-APTES) selanjutnya pada gugus fungsi amino diimpregnasi dengan kation vanadil (VO2+) yang digunakan sebagai katalis dalam reaksi oksidasi fase liquid sikloheksana. Sharma dan Asefa (2007) telah membuat katalis mesopori silika bifungsional yang mengandung gugus organoamin dan gugus silanol. Albuquerque et al. (2008) mensintesis katalis kalsium oksida didukung oleh padatan mesopori silika (SBA-15 dan MCM-41) yang digunakan sebagai transesterifikasi minyak dari bunga matahari dan minyak castor. Li dan Rudolph (2008) melakukan transesterifikasi minyak dengan etanol untuk menghasilkan biodiesel menggunakan mesopori silika MCM-41, KIT-6 dan SBA-15 yang diimpregnasi dengan MgO dari garam magnesium asetat dan magnesium nitrat sebagai katalis.

2. Sistem Drug Delivery dan Intracellular Delivery

Munoz et al. (2003) memodifikasi silika MCM-41 dengan gugus aminopropil untuk mengatur kecepatan pembebasan obat dari matriks silika. Dengan cara melepaskan molekul obat secara terkontrol dari dalam pori mesopori nanopartikel, dimana bagian dalam pori (pori internal) difungsionalisasikan dengan gugus amina melalui metode one pot (Brohede, 2007), dan Slowing et al. (2007) telah membuat

(25)

mesopori silika MCM-41 ukuran nanopartikel dan menggunakannya dalam adsorpsi dan pelepasan enzim (Cytochrome c) dalam larutan bufer fisiologis.

3. Adsorben

Telah dilakukan kondensasi TEOS dengan imidazole [N-(3- trietoksisililpropil)-4-5-dihidroimidazol] yang digunakan untuk mengadsorpsi ion Pt2+, Pd2+, Ni2+, Cu2+ dan Cd2+, ion-ion logam yang teradsorbsi dapat dengan cepat diperoleh kembali dengan melarutkannya dalam asam nitrat (Kang et al., 2004).

TEOS juga telah difungsionalisasikan melalui reaksi kondensasi dengan N-(3- trietoksisililpropil)-isonicotinamida dan digunakan sebagai adsorben zat warna pada air limbah (Yan et al., 2006).

2.9 Porositas Material

Suatu padatan disebut berpori jika memiliki lubang, channel dan celah. Tipe porinya dapat berupa pori tertutup (closed-pores) dan pori terbuka ke permukaan (open-pores). Untuk mendeteksi pori terbuka dilakukan dengan adsorpsi molekul ke dalam celah pori. Ukuran pori merupakan jarak antara dinding pori yang saling berlawanan, untuk pori silinder sering disebut sebagai diameter sedangkan pori celah disebut dengan luas pori. Ukuran pori yang diperoleh sangat tergantung pada ukuran molekul gas yang dilewatkan pada permukaan pori (Schubert dan Husing, 2005).

Karakterisasi padatan berpori menggunakan metode adsorpsi biasanya dengan adsorpsi gas secara fisika (physisorption) yang terjadi melalui interaksi van der Waals antara molekul gas dan padatan. Hubungan antara jumlah gas yang diadsorpsi dan tekanan atau tekanan relatif pada temperatur konstan dinyatakan sebagai adsorpsi isotherm (Gregg dan Sing, 1982). Menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) terdapat enam klasifikasi Tipe adsorpsi- desorpsi isotherm seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.

(26)

Gambar 2.5 Klasifikasi physisorption isotherm

Dari Gambar 2.5 tersebut, isotherm Tipe I merupakan karakteristik material mikropori (d < 2 nm) yang tidak memiliki putaran histeresis (hysteresis loop).

Isotherm Tipe II merupakan karakteristik material nonpori. Titik belok (rounded knee) pada grafik terjadi karena adsorpsi yang diakibatkan dari monolayernya.

Isotherm Tipe III merupakan karakteristik material nonpori atau makropori (d > 50 nm) dimana terjadi interaksi yang lemah antara gas (adsorbat) dan padatan (adsorben). Isotherm Tipe IV dan Tipe V adalah karakteristik material mesopori (2 nm < d < 50 nm) dimana terdapat pembentukan multilayer dari kurva adsorpsi- desorpsi dan memiliki putaran histeresis (hysteresis loop). Cabang yang bagian bawah merupakan pengukuran penambahan gas secara progresif pada sistem, dan cabang bagian atas merupakan penarikan gas secara progresif pada sistem. Adsorpsi isotherm Tipe III dan V merupakan adsorpsi yang terjadi pada molekul polar dan nonpolar. Sedangkan isotherm Tipe VI sering disebut isotherm bertingkat (stepped isotherm) dan relatif jarang terjadi pada material yang tidak berpori yang seragam (umumnya pada material dua dimensi yang sangat homogen seperti grafit) (Thommes et al., 2015). Data adsorpsi isotherm digunakan untuk memprediksi luas permukaan dan distribusi ukuran pori.

Analisis struktur pori material mesopori dapat diinterpretasikan dari adsorpsi isotherm nitrogen Tipe IV dengan karakteristik memiliki hysteresis loop yang bentuknya bervariasi. Adapun bentuk-bentuk hysteresis loop adsorpsi isotherm material diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu H1, H2, H3 dan H4 dapat dilihat pada Gambar 2.6. Tipe H1 dibentuk dari material saluran seperti silinder atau padatan agglomerat sphere homogen. Tipe H2 disebabkan adanya pori tidak teratur

(27)

dan distribusi ukuran pori tidak dapat ditentukan. Tipe H3 disebabkan adanya aggregat nonrigid dari partikel seperti plat (platelike) yang memiliki pori berbentuk celah. Sedangkan Tipe H4 merupakan pori celah tipis, juga termasuk material mikropori (Roque-Malherbe, 2007).

Gambar 2.6 Klasifikasi hysteresis loop adsorpsi menurut IUPAC 2.10 Karakterisasi

2.10.1 Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GC-MS)

Kromatografi gas adalah metode analisis di mana sampel terpisahkan secara fisik menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Hasil pemisahannya berupa kromatogram. Prinsip utama pemisahan dalam kromatografi gas adalah berdasarkan perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam kolom. Komponen- komponen yang terelusi dikenali (analisa kualitatif) dari nilai waktu retensinya.

Spektrometri massa adalah metode analisis sampel yang mengubah sampel menjadi ion-ion gas-nya dan massa dari ion-ion tersebut diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa (Fessenden dan Fessenden, 2006).

Perkembangan teknologi instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain akan tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometri massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Silverstein et al., 2005).

(28)

2.10.2 Fourier Transform Infrared (FT-IR)

FT-IR merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisa secara kuantitatif adalah berdasarkan gugus fungsi yang ada dengan menggunakan standar, sedangkan analisa secara kualitatif adalah untuk menunjukkan jenis gugus fungsi yang ada pada suatu senyawa dengan spektranya.

Sampel yang dianalisis pada umumnya dapat berupa padatan, cairan maupun gas (Silverstein et al., 2005).

Prinsip dasar pada pengukuran FT-IR yaitu adanya atom-atom dalam suatu molekul yang tidak diam melainkan bervibrasi (bergetar) atau gugus fungsi dalam molekul mengadsorpsi radiasi gelombang elektromagnetik inframerah. Adsorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi energi vibrasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi. Untuk mengadsorpsi, molekul harus mempunyai perubahan momen dipol sebagai akibat dari vibrasi. Umumnya daerah radiasi inframerah terbagi dalam daerah inframerah dekat (12800-4000 cm-1), daerah inframerah tengah (4000-200 cm-1) dan daerah inframerah jauh (200-10 cm-1).

Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan adalah 4000-690 cm-1, daerah ini biasa disebut sebagai inframerah tengah (Khopkar, 2008).

Terdapat dua macam vibrasi molekul, yaitu vibrasi ulur dan vibrasi tekuk.

Vibrasi ulur dibagi menjadi dua yaitu simetri dan asimetri. Vibrasi ulur simetri terjadi akibat ikatan antar atom bergerak bersamaan sedangkan vibrasi ulur asimetri terjadi akibat ikatan antar atom bergerak tidak bersamaan dalam satu bidang datar.

Perbedaan ini terdapat pada gugus Si-O-Si, dimana terdapat perbedaan antara vibrasi asimetri Si-O-Si dengan vibrasi simetri Si-O-Si. Pada vibrasi asimetri Si-O-Si, pergerakan molekul antar Si-O tidak bersamaan sedangkan pada vibrasi simetri Si-O- Si, pergerakan molekul antar Si-O bersamaan pada satu bidang datar. Perbedaan pergerakan molekul ini menyebabkan perbedaan energi serapan inframerah pada gugus Si-O-Si (Silverstein et al., 2005).

2.10.3 X-Ray Diffraction (XRD)

Karakterisasi XRD bertujuan untuk menganalisis padatan berstruktur kristalin atau amorf, menetukan sistem kristal (kubus, tetragonal, orthorhombik, rombohedral, heksagonal, monoklinik, dan triklinik), menerangkan parameter kisi, jenis struktur,

(29)

susunan atom yang berbeda-beda pada kristal, adanya cacat kristal, orientasi, ukuran butiran, ukuran dan berat jenis endapan, kerapatan fasa dan distorsi kisi.

Sinar-X adalah radiasi elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang kurang dari 0,01-10 nm (energinya kurang lebih dari 100 eV hingga 100 KeV). Jika sinar-X dikenai pada suatu material, maka intensitas sinar yang dihamburkan akan lebih rendah dari intensitas sinar yang datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut.

Berkas sinar yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan, karena fasanya berbeda dan ada yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi sinar-X. Intensitas sinar-X terdifraksi tergantung pada berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut berasal dari polarisasi sinar-X, penyerapan sinar-X, faktor geometri, posisi dan getaran atom-atom karena adanya pengaruh temperatur (Smallman dan Bishop, 1999).

2.10.4 Scanning Electron Microscope (SEM)

SEM dikembangkan pertama kali pada tahun 1938 oleh Manfred von Ardenne (ilmuwan Jerman). SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel yang selanjutnya diubah menjadi gambar. SEM mempunyai karakteristik secara kualitatif karena menggunakan elektron sebagai pengganti gelombang cahaya dan hal ini sangat berguna untuk menentukan struktur permukaan dari sampel. Pengujian ini dapat memperoleh informasi mengenai topografi, morfologi, komposisi dan kristalografi. Morfologi yang diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel.

Teknik SEM menggunakan hamburan balik elektron yakni saat elektron (dengan E = 30kV) menumbuk permukaan sampel maka elektron sampel keluar menjadi elektron baru dengan E = 100eV, sinyalnya diperkuat kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar CRT (Cathode Ray Tube). Pada layar CRT inilah gambar struktur objek yang sudah diperbesar bisa dilihat.

(30)

Teknik SEM merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen.

Prinsip kerja SEM adalah elektron mengenai ke semua permukaan sampel titik demi titik sampai tidak ada permukaan yang terlewat dan membentuk garis demi garis.

Tiap sapuan elektron ke permukaan menghasilkan elektron sekunder yang kemudian ditangkap oleh detektor kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT. Sinyal lain yang penting adalah back scattered electron yang besarnya intensitas tergantung pada nomor atom unsur yang ada pada permukaan sampel. Dengan cara ini akan diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia yakni warna terang menunjukkan adanya unsur kimia yang lebih tinggi nomor atomnya. Teknik SEM dapat digunakan untuk melihat objek dari sudut pandang tiga dimensi (Smallman dan Bishop, 1999).

2.10.5 Metode Barret-Joyner-Halenda (BJH)

Metode BJH digunakan untuk menentukan distribusi ukuran pori atau Particle Size Distribution (PSD). Tekanan relatif proses desorpsi dalam metode BJH berlangsung pada range 0,9 < P/Po < 0,95 dan semua pori telah diisi fluida adsorbat.

Distribusi ukuran pori BJH dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Roque-Malherbe, 2007) :

Keterangan :

Vpn : Volume pori pada berbagai tekanan relatif

r

pn : Jari-jari pori

r

kn : Jari-jari inti

V : Perubahan volume pada berbagai tekanan relatif

t : Ketebalan lapisan yang diserap Ac : Area terbuka pori yang kosong

(31)

2.10.6 Surface Area Analyzer (SAA)

SAA merupakan salah satu instrumen dalam karakterisasi material. Alat ini berfungsi untuk menentukan luas permukaan dan distribusi ukuran pori dari material padatan serbuk. Dengan analisis SAA, dapat diklasifikasikan suatu material tersebut merupakan mikropori, mesopori atau makropori.

SAA berkerja berdasarkan metode BET. Metode BET merupakan metode yang digunakan untuk menentukan luas permukaan padatan yang dikembangkan oleh Brunauer-Emmet-Teller (metode BET). Prinsip pengukuran dengan metode BET adalah dengan cara menghitung jumlah gas yang terserap pada permukaan material padatan serbuk yang akan dikarakterisasi. Gas yang digunakan pada metode ini biasanya adalah nitrogen, argon, dan helium (Gregg dan Sing,1982).

Untuk menentukan luas permukaan, didasarkan dari data isotherm physisorption, menggunakan persamaan BET berikut ini:

Dimana na adalah jumlah adsorbat pada tekanan relatif P/Po, dan nam adalah kapasitas monolayer dan C adalah konstanta tergantung bentuk isotherm. Kerena kapasitas monolayer nam dapat ditentukan maka luas permukaan (S) dapat dihitung dengan persamaan:

S = nam . L . am

Dimana L (bilangan Avogadro) dan am adalah luas rata-rata yang dilewati molekul adsorbat pada monolayer, untuk N2 = 0,162 nm2 pada 77 K (Roque-Malherbe, 2007).

(32)

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Nopember 2017. Tempat penelitian di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU Medan. Analisa GC-MS di Unit Layanan Pengujian Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya. Analisa FT- IR di Laboratorium Organik FMIPA UGM, Yogyakarta. Analisa XRD di Laboratorium Jurusan Teknik Material ITS, Surabaya. Analisa SEM di Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi UNILA, Bandar Lampung. Analisa BET di Laboratorium Terpadu UII, Yogyakarta.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat Press Biji Bamix

 Alu dan Lumpang

 BET Nova

 Cawan Porselen

 FT-IR Shimadzu

 GC-MS Agilent

 Heater Matsuka

Hotplate Stirrer Cimarec

 Indikator Universal

 Inkubator GFL

 Jerigen 5L

 Kapas Asia Husada

 Kertas Saring No.42 Whatmann

 Kertas Saring Biasa

Magnetic Bar

Muffle Furnace Tech

(33)

Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag

Oven 250 ºC Kris

 Peralatan Gelas Pyrex

 Rak Tabung Reaksi

Rotatory Evaporator Heidolph

 Selang Silikon

 SEM Zeiss

 Sentrifugator Fisher Scientific

 Spatula

 Statif dan Klem

 Tabung Vakum

 Teflon Onda

 Termometer 360 ºC Biosan

 XRD Philips XPert MDP

3.2.2 Bahan

 APMS Sigma Aldrich

Aquadest Teknis

Deionized Water Emsure®

 Etanol p.a Merck

 HCl p.a Merck

KOH Pellet p.a Merck

 Metanol p.a Merck

Metil Ester Risinoleat disintesis dari biji jarak kepyar (Ricinus communis L.)

 Na2SO4 Anhidrat p.a Merck

 n-heksana p.a Merck

 TEOS Sigma Aldrich

(34)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Isolasi Minyak Jarak Kepyar (Ricinus communis L.)

Sebanyak 250 gram biji jarak kepyar (Ricinus communis L. ) dikeringkan, dihaluskan secara merata dan dimasukkan ke dalam jerigen, yang sudah bersih.

Ditambahkan etanol dan n-heksana dengan perbandingan 1:1 lalu dimaserasi selama

± 3 hari. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring biasa. Selanjutnya, filtrat diuapkan dengan rotatory evaporator dan dipekatkan di atas penangas air sehingga diperoleh minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.).

3.3.2 Proses Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) dengan Metanol Menggunakan Katalis KOH

Langkah awal proses reaksi transesterifikasi ini adalah dengan merangkai alat refluks. Kemudian dimasukkan ke dalam labu leher dua sebanyak 80 gram minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.) (0,27 mol) sambil diaduk dengan magnetic bar, ditambahkan 172,80 gram metanol (5,36 mol), ditambahkan 1,60 gram KOH pellet (0,03 mol) dan direfluks pada suhu 60-70ºC selama 3-4 jam dengan kecepatan pengadukan yang konstan. Selanjutnya diekstraksi dengan pelarut n-heksana dan aquadest hangat di dalam corong pisah dan didiamkan hingga terbentuk dua lapisan.

Lapisan bawah merupakan residu dimana aquadest akan mengikat senyawa polar dari asam lemak yang terkandung dalam minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.).

Sedangkan lapisan atas ditampung, diuapkan dengan rotatory evaporator, divakum dan hasil metil ester tersebut dianalisa dengan GC-MS.

3.3.3 Sintesis Material Mesopori Silika dengan Variasi Rasio Mol Metil Ester Risinoleat dan TEOS

Ke dalam beaker glass dimasukkan metil ester risinoleat (C19H36O3) sebanyak 1,716 gram (0,55 × 10-2 mol) dan 100 mL deionized water lalu diaduk. Kemudian ditambahkan larutan HCl 0,1 M sebanyak 30 mL dan diaduk selama ± 30 menit sampai terbentuk suspensi warna putih (A). kemudian dibuat campuran 6,032 gram (2,9 × 10-2 mol) TEOS (C8H20SiO4) dan 3,938 gram (2,2 × 10-2 mol) APMS (C6H17SiO3N) diaduk selama ± 10 menit (B), lalu campuran (B) ditambahkan ke dalam campuran (A) diaduk selama ± 2 jam lagi pada temperatur kamar. Diukur pH

(35)

lalu dimatangkan dalam oven pada suhu 80ºC sampai diperoleh padatan putih berpori (proses pematangan selama ± 72 jam). Setelah proses pematangan selesai, didinginkan selama ± 1 malam, disentrifuse hingga terbentuk 2 fase yaitu fase padatan dan fase cairan. Kemudian didekantasi untuk mengambil fase padatan yang terbentuk dan dicuci dengan deionized water hingga pH=7, selanjutnya dikeringkan pada suhu 50ºC dalam oven. Untuk menghilangkan senyawa organiknya (metil ester risinoleat) produk dikalsinasi pada suhu 550ºC selama ± 6 jam. Produk yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan analisa FT-IR, XRD, SEM dan BET.

Selanjutnya perlakuan di atas diulang dengan variasi seperti Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kondisi reaksi variasi rasio mol metil ester risinoleat dan TEOS

Perlakuan TEOS (mol)

Metil Ester Risinoleat

(mol)

APMS (mol)

HCl 0,1 M

(mL)

Waktu Pengadukan

(jam) Run-2

Run-3

2,9 × 10-2 2,9 × 10-2

1,1 × 10-2 2,2 × 10-2

2,2 × 10-2 2,2 × 10-2

30 30

2 2 Run-4 2,9 × 10-2 4,4 × 10-2 2,2 × 10-2 30 2 Run-5 2,9 × 10-2 8,8 × 10-2 2,2 × 10-2 30 2

(36)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Isolasi Minyak Jarak Kepyar (Ricinus communis L.)

(37)

3.4.2 Proses Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) dengan Metanol Menggunakan Katalis KOH

(38)

3.4.3 Sintesis Material Mesopori Silika dengan Variasi Rasio Mol Metil Ester Risinoleat dan TEOS

* Dilakukan prosedur yang sama dengan rasio mol TEOS : metil ester risinoleat yaitu (2,9 : 1,1); (2,9 : 2,2); (2,9 : 4,4) dan (2,9 : 8,8).

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) dengan Metanol Menggunakan Katalis KOH

Minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.) yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak yang disintesis dari biji tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) dengan metode maserasi yang menggunakan perbandingan pelarut etanol dan n-heksana 1:1. Selanjutnya minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.) ditransesterifikasi dengan metanol menggunakan katalis KOH pada suhu 60-70ºC selama 3-4 jam menghasilkan metil ester yang kemudian dianalisa dengan menggunakan GC-MS.

Gambar 4.1 Metil ester risinoleat

Dari hasil analisa GC-MS, persentase metil ester terbesar yaitu metil ester risinoleat sebanyak 81,596%. Berdasarkan literatur, komposisi asam lemak risinoleat yang terkandung dalam minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.) sekitar 87,7- 90,4% (Salimon et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa masih ada sebagian kecil asam risinoleat yang belum terkonversi menjadi metil ester risinoleat, dikarenakan reaksi yang terjadi bersifat reversibel. Selain itu reaksi sangat dipengaruhi oleh faktor rasio metanol, minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.), katalis dan waktu reaksi (Setiadji et al., 2017).

(40)

Gambar 4.2 Hasil analisa GC-MS transesterifikasi minyak jarak kepyar (Ricinus communis L.) dengan katalis KOH

4.2 Sintesis Material Mesopori Silika

Material mesopori silika yang disintesis dari TEOS, metil ester risinoleat, APMS dan HCL dilakukan dengan memvariasikan mol dari metil ester risinoleat yaitu 0,55×10-2 mol; 1,1×10-2 mol; 2,2×10-2 mol; 4,4×10-2 mol dan 8,8×10-2 mol. Setelah dikalsinasi pada suhu 550ºC diperoleh produk material silika berupa padatan serbuk seperti yang terlihat pada Gambar 4.3.

Run-1 Run-2 Run-3

Run-4 Run-5

Gambar 4.3 Material silika dengan variasi mol metil ester risinoleat

(41)

Variasi mol metil ester risinoleat yang dilakukan menghasilkan perbedaan tekstur dan warna dari material mesopori silika yang terbentuk. Di mana semakin banyak template (metil ester risinoleat) yang ditambahkan, tekstur material silika yang dihasilkan semakin kasar dan semakin berwarna merah bata. Hal ini dikarenakan proses kalsinasi belum sempurna, sehingga masih terdapat template (metil ester risinoleat) di dalam material mesopori silika yang terbentuk.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penambahan konsentrasi metil ester risinoleat mempengaruhi massa material mesopori silika yang terbentuk seperti terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Massa dari metil ester risinoleat yang digunakan sebagai template dan material mesopori silika yang dihasilkan setelah kalsinasi

Metil Ester Risinoleat (gram) Material Mesopori Silika (gram)

1,716 1,8253

3,432 1,7881

6,864 1,5206

13,728 2,0741

27,456 2,1923

Untuk membuktikan bahwa material silika yang terbentuk merupakan mesopori, maka dilakukan beberapa karakterisasi berikut.

4.2.1 Spektrum FT-IR

Material silika yang diperoleh dikarakterisasi dengan FT-IR untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya gugus fungsi yang berkaitan dengan silika. Spektrum FT-IR dari material mesopori silika yang sudah dikalsinasi dan spektrum FT-IR dari TEOS juga metil ester risinoleat yang digunakan sebagai senyawa pembanding dapat dilihat pada Gambar 4.4, Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.

Gambar 4.4 Spektrum FT-IR TEOS (Wencel et al., 2013)

(42)

Gambar 4.5 Spektrum FT-IR metil ester risinoleat (Bangun, 2017)

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

0 5 10 15 20 25 30

35 Run-1

Si-O-Si Si-O

Si-O-Si OH

455,20

802,39

1095,57

3425,58

Transmitance

Wavenumber [cm-1] 2,9 : 0,55

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

0 5 10 15 20 25 30

35 Run-2

Si-O-Si Si-O

Si-O-Si OH

462,92

802,39

1095,57

3425,58

Transmitance

Wavenumber [cm-1] 2,9 : 1,1

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

0 5 10 15 20 25 30

35 Run-3

Si-O-Si Si-O

Si-O-Si OH

462,92

802,39

1095,57

3425,58

Transmitance

Wavenumber [cm-1] 2,9 : 2,2

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

0 5 10 15 20 25

30 Run- 4

Si-O-Si Si-O

Si-O-Si OH

462,92

794,67

1087,85

3448,72

Transmitance

Wavenumber [cm-1] 2,9 : 4,4

(43)

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0

5 10 15 20 25 30

35 Run-5

Si-O-Si Si-O

Si-O-Si

OH 462,92

802,39

1095,57

3448,72

Transmitance

Wavenumber [cm-1] 2,9 : 8,8

Gambar 4.6 Spektrum FT-IR material mesopori silika Run-1, Run-2, Run-3, Run- 4 dan Run-5

Dari Gambar 4.6 menunjukkan bahwa metil ester risinoleat yang digunakan sebagai template telah hilang saat kalsinasi. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya serapan C=O pada rentang 1725 - 1700 cm-1 dan serapan C=C pada rentang 1680 - 1640 cm-1. Dapat dilihat juga dari Gambar 4.6 bahwa semua material mesopori dengan penambahan metil ester risinoleat yang bervariasi menunjukkan adanya puncak serapan antara 3448,72 - 3425,58 cm-1 (broad) yang diberikan oleh regangan gugus OH (as Si-OH), sedangkan pada 802,39 - 794,67 cm-1 disebabkan oleh adanya gugus simetris Si-OH (s Si-O-H). Puncak serapan lainnya terlihat pada 1095,57 - 1087,85 cm-1 (strong) yang diberikan oleh regangan gugus Si-O-Si (as Si- O-Si), sedangkan pada 462,92 - 455,20 cm-1 disebabkan oleh adanya gugus simetris Si-O-Si (s Si-O-Si). Data spektrum FT-IR yang diperoleh semuanya didukung oleh data literatur seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data literatur puncak serapan material mesopori silika Gugus Fungsi dan Bilangan Gelombang (cm-1)

Literatur

as Si-OH  s Si-O-H  as Si-O-Si s Si-O-Si

3440 800 1224 - 1087 463 Khalil, 2007

3700 - 3200 910 - 830 1110 - 1000 < 1000 Silverstein et al., 2005 3500 - 3300 1260 - 800 1090 795 Beganskiené et al., 2004 3700 - 3200 900 - 800 1090 - 1030 < 650 Pretsch et al., 2000 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa semua material yang terbentuk merupakan material silika.

(44)

4.2.2 Difraksi Sinar-X (XRD)

Material silika mesopori yang diperoleh dikarakterisasi dengan analisa XRD untuk mengidentifikasi bentuk silika. Sehingga diperoleh pola difraksi dari silika pada sudut 2 seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.7.

20 40

80 160 240

Intensity (cps)

2-theta (deg)

Run-1

20 40

70 140

Intensity (cps)

2-theta (deg)

Run-2

20 40

80 160

Intensity (cps)

2-theta (deg)

Run-3

20 40

50 100

Intensity (cps)

2-theta (deg)

Run-4

20 40

70 140 210

Intensity (cps)

2-theta (deg)

Run-5

Gambar 4.7 Difraktogram XRD material mesopori silika

Dari gambar difraktogram XRD material mesopori silika Run-1, Run-2, Run- 3, Run-4 dan Run-5 (Gambar 4.7), terlihat bahwa semua difraktogram yang diamati pada sudut 2 antara 20-40º. Melebarnya puncak difraksi menunjukkan bahwa semua

Gambar

Gambar 2.1  Tanaman jarak kepyar (Ricinnus communis L.) (1) dan biji jarak   kepyar (Ricinnus communis L.) (2)
Gambar 2.2  Reaksi transesterifikasi dari trigliserida
Gambar 2.6  Klasifikasi hysteresis loop adsorpsi menurut IUPAC  2.10  Karakterisasi
Gambar 4.1  Metil ester risinoleat
+7

Referensi

Dokumen terkait