27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan 4.1.1 Hasil Distilasi Kukus
Percobaan pengambilan minyak Ki Honje dengan metoda distilasi kukus menggunakan bahan baku buah Ki Honje yang diproleh dari Wado, Sumedang.
Kenampakan buah Ki Honje disajikan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Buah Ki Honje
Buah Ki Honje yang diperoleh dipisahkan antara biji dan kulit. Masing-masing bahan dikecilkan ukurannya dengan menggunakan blender. Kemudian, ditimbang sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam labu yang berbeda. Masing-masing labu ditambahkan air sebanyak 300 ml dan diaduk. Peralatan distilasi dirangkai dan dilakukan start up dengan menyalakan heater. Setelah melakukan distilasi selama 8 jam tidak ada minyak yang terangkat bersama air ke dekanter, baik dari biji maupun kulit. Distilasi dengan cara yang sama diulang sebanyak 3 kali untuk masing-masing bahan dengan hasil yang sama. Dengan demikian, metode distilasi kukus tidak dapat digunakan untuk mengambil minyak Ki Honje.
4.1.2 Hasil Ekstraksi Soxhlet
Pengambilan minyak dengan cara ekstraksi soxhlet dilakukan pada kulit dan biji
Ki Honje. Masing-masing biji dan kulit ditimbang sebanyak 50 gram, kemudian
28
dimasukkan ke dalam Soxhlet pada bagian selongsong. Selongsong dilapisi kertas saring agar bahan baku tidak ikut masuk ke siphon. Pelarut dimasukkan ke dalam labu bundar sebanyak 250 ml. Peralatan ekstraksi Soxhlet dirangkai dan dilakukan start up dengan menyalakan heater. Ekstraksi dilakukan sampai minyak terkonsentrasi dalam pelarut dengan parameter warna pelarut tidak berubah lagi.
Kemudian ekstraksi dilanjutkan selama 2 jam lagi untuk memastikan jumlah minyak yang terambil maksimum. Pelarut dipisahkan dari minyak dengan cara distilasi biasa sampai di atas titik didih pelarut. Hasil percobaan skala laboratorium dengan penggunaan variasi pelarut pada ekstraksi minyak biji Ki Honje disajikan pada Tabel 4.1 dan 4.2.
Tabel 4.1 Minyak biji Ki Honje hasil ekstraksi
No Pelarut Perolehan Minyak (%-b)
Temperatur Distilasi
(oC)
Foto Minyak Karakteristik Minyak
1 Diklorometan 7 - 8 39
• Berwarna merah kehitaman
• Membeku pada temperatur ruang
• Bisa menyala
2 Dietil Eter 4 - 5 50
• Berwarna kuning kehitaman
• Membeku pada temperatur ruang
• Bisa menyala
3 Aseton 8 - 9 95
• Berwarna kuning keruh
• Cair pada
temperatur ruang
• Tidak menyala
4 Heksan 11 - 12 70
• Berwarna merah
• Cair pada
temperatur ruang
• Bisa menyala
29
Tabel 4.2 Minyak kulit Ki Honje hasil ekstraksi
No Pelarut Perolehan Minyak (%b)
Temperatur Distilasi (oC)
Foto
Minyak Karakteristik
1 Diklorometan 5-6 39
• Berwarna merah kehitaman
• Membeku pada temperatur ruang
• Bisa menyala
2 Dietil Eter 3-4 50
• Berwarna kuning kehitaman
• Membeku pada temperatur ruang
• Bisa menyala
3 Aseton 6-7 95
• Berwarna kuning keruh
• Cair pada
temperatur ruang
• Tidak menyala
4 Heksan 11-12 70
• Berwarna hitam
• Cair pada
temperatur ruang
• Bisa menyala
Setelah melakukan skala laboratorium, pengambilan minyak Ki Honje dilanjutkan pada skala bench dengan menggunakan pelarut heksan. Prosedur yang dilakukan sama namun dengan bahan sebanyak 600 gram setiap satu kali ekstraksi. Minyak hasil pengambilan skala bench disajikan pada Gambar 4.2.
30
Gambar 4.2 Minyak buah Ki Honje
Gambar 4.3 Hasil uji kelarutan minyak dalam air
(Dari kiri ke kanan: Minyak dengan pelarut diklorometan, dietil eter, aseton dan heksan )
4.1.3 Hasil Pengujian Minyak Buah Ki Honje
Uji nyala dilakukan pada minyak skala laboratorium menggunakan cotton bud yang disulut dengan api. Hasil uji nyala ditunjukkan pada Tabel 4.3. Selanjutnya dilakukan uji kelarutan minyak di dalam air yang hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Pada skala bench dilakukan pengujian titik asap dan titik beku dengan menggunakan metoda ASTM. Pengujian dilakukan di LEMIGAS Ciledug, Jakarta Selatan. Saat ini, pengujian masih dilakukan sehingga hasilnya belum dapat diketahui. Selain itu, dilakukan juga pengecekan kandungan senyawa minyak Ki Honje dengan menggunakan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM) yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.4.
31
Tabel 4.3 Uji nyala minyak biji dan kulit Ki Honje No Pelarut Minyak Biji Minyak Kulit
1
Diklorometan2
Dietil Eter3
AsetonTidak Menyala Tidak Menyala
4
HeksanTabel 4.4 Kandungan senyawa minyak buah Ki Honje
No Senyawa Nama Senyawa % Komposisi
1 C
14H
24O
3
Oxacyclotetradecane-2,11-
dione,13-methyl 11,69
2 C
16H
30O
2 9-Hexadecenoic acid 8,23
3 C
16H
32O
2 Hexadecanoic acid 9,09
4 C
15H
28O
2 14-pentadecenoic acid 64,88
5 C
18H
34O
2 9-Octadecenoic acid 0,35
6 C
27H
56 Heptacosane 3,72
7 C
13H
22O Dihydroedulan IIa 0,37
8 C
12H
26 Dodecane 0,18
9 C
29H
60 Nonacosane 0,65
10 C
14H
28O Tetradecanal 0,56
32
4.2 Pembahasan
4.2.1 Distilasi Kukus Minyak Ki Honje
Minyak tumbuhan mengandung beberapa komponen di dalamnya, yaitu oleoresin, minyak nabati, dan minyak atsiri. Dari literatur disebutkan bahwa komponen utama biokerosin adalah senyawa golongan terpen atau minyak atsiri. dan pada literatur lain (Soerawidjaja, 2003), minyak atsiri dapat diambil dengan mudah dari tumbuhan menggunakan penyulingan atau distilasi kukus. Pada kasus minyak Ki Honje ini, ternyata minyak atsiri tidak dapat diambil langsung dari buahnya melalui distilasi kukus.
Hasil pengecekan kandungan, menunjukkan bahwa kandungan senyawa terpen dalam minyak Ki Honje cukup kecil. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan senyawa Oxacyclotetradecane-2,11-dione,13-methyl sebesar 11%-berat terhadap berat minyak Ki Honje atau sekitar 1,3%-berat buah Ki Honje (Tabel 4.3).
Oxacyclotetradecane-2,11-dione,13-methyl merupakan senyawa terpenik yang biasanya terkandung dalam parfum (www.sisweb.com: The Analysis of Perfumes and their Effect on Indoor Air Pollution). Selain itu, minyak Ki Honje juga mengandung asam lemak yang ditunjukkan oleh kandungan senyawa 14- pentadecenoic acid sebesar 65%-berat minyak Ki Honje atau sekitar 7%-berat buah Ki Honje dan asam lemak sulit diambil dengan cara distilasi kukus. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan komponen terpenik dari minyak Ki Honje sulit dilakukan dengan menggunakan distilasi kukus dari buahnya.
4.2.2 Pengaruh Variasi Pelarut pada Ekstraksi Soxhlet Buah Ki Honje
Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang berbeda menunjukkan bahwa
minyak yang diperoleh memiliki sifat fisik yang berbeda. Hal ini menunjukkan
bahwa tiap-tiap pelarut melarutkan senyawa yang berbeda yang terkandung dalam
buah Ki Honje. Sebagai contoh, minyak biji dan kulit Ki Honje yang diambil
dengan pelarut diklorometan dan dietil eter membeku pada temperatur kamar,
33
sedangkan minyak biji dan kulit Ki Honje yang diambil dengan menggunakan heksan dan aseton berwujud cair pada temperatur kamar.
Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, biokerosin disyaratkan untuk tidak membeku pada temperatur ruang. Dengan demikian, dari karakteristik minyak hasil pengambilan skala laboratorium pada Tabel 4.1 dan 4.2, diketahui bahwa diklorometan dan dietil eter tidak cocok digunakan sebagai pelarut untuk memperoleh biokerosin. Oleh karena itu, pelarut yang mungkin dapat digunakan untuk mengambil biokerosin adalah aseton dan heksan yang minyak hasil ekstraksinya berwujud cair pada temperatur ruang. Pemilihan pelarut untuk digunakan pada skala bench dilakukan setelah pengujian nyala api dari tiap-tiap minyak hasil pengambilan dengan pelarut yang digunakan.
4.2.3 Pengujian Nyala Api Minyak Buah Ki Honje
Pengujian dilakukan dengan membakar minyak dengan menyulutnya langsung menggunakan api. Minyak yang diambil dengan menggunakan pelarut diklorometan, dietil eter, dan heksan dapat terbakar. Hal ini menunjukkan bahwa zat yang terambil dari pelarut tersebut merupakan senyawa hidrokarbon yang bisa terbakar.
Namun, hasil pengujian yang dilakukan terhadap minyak Ki Honje yang diambil menggunakan aseton tidak menghasilkan api (flame) saat minyak disulut. Tapi, minyak tampak hangus setelah dibakar. Hal ini kemungkinan komponen- komponen ringan yang bisa menghasilkan flame ikut teruapkan pada saat distilasi atau aseton tidak melarutkan komponen tersebut.
Dari penjelasan sebelumnya, minyak buah Ki Honje yang diambil dengan
menggunakan diklorometan dan dietil eter membeku pada temperatur ruang
sehingga minyak tersebut tidak dapat digunakan untuk menjadi biokerosin. Begitu
juga dengan pelarut aseton, walaupun minyak yang dihasilkan berwujud cair pada
temperatur kamar namun minyaknya tidak dapat terbakar. Oleh karena itu,
34