• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA

Pada penelitian tentang pengaruh penggunaan bottom ash sebagai pengganti pasir terhadap kualitas mortar didapatkan hasil pengujian berupa kuat tekan dan flowability pada campuran mortar. Semua data yang didapat diolah dan disajikan dalam bentuk grafik untuk memudahkan dalam melakukan analisa dan melihat hubungan antar variabel.

4.1. Pengujian dan Analisa Treatment Pada Bottom Ash

Pengujian yang dilakukan pertama kali adalah pengujian dari properties material – material yang digunakan dalam mix design. Properties dari material bottom ash dan pasir yang diuji adalah water content, gradasi, fineness modulus, dan berat isi. Pengujian itu dilakukan sebagai bahan untuk mengevaluasi pengaruh treatment pada bottom ash. Mortar dengan pasir Lumajang dijadikan benda uji kontrol. Hal pertama yang dapat dianalisa dari pengaruh treatment terhadap Raw Bottom Ash (RBA) adalah bentuk partikelnya. Dengan membandingkan Gambar 3.3 hingga Gambar 3.6, bentuk partikel bottom ash yang sudah diberi treatment lebih menyerupai pasir Lumajang, yang dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 4.1 menunjukkan water content dalam keadaan Saturated Surface Dry (SSD) dari material yang dipakai dalam komposisi campuran. Coarse Bottom Ash (CBA) dan Pounded Bottom Ash (PBA) memiliki water content yang hampir sama, sedangkan Fine Bottom Ash (FBA) memiliki water content yang lebih rendah karena terdiri dari partikel yang lebih kecil (<2,36 mm). Partikel bottom ash lebih besar pada material CBA dan PBA (<5 mm) memiliki pori yang lebih banyak sehingga water content menjadi lebih tinggi.

Gambar 4.2 menunjukkan gradasi material yang digunakan dalam pembuatan mortar. Gradasi dari PBA adalah yang paling baik, dikarenakan oleh ukuran partikel yang terdistribusi dengan baik. Ukuran partikel pasir dan FBA relatif sama, yaitu antara 0–2,36 mm, hal ini ditunjukkan oleh gradasi pasir dan FBA yang mirip. Dari data gradasi, maka fineness modulus dari material yang digunakan di dalam komposisi campuran dapat dianalisa dan ditunjukkan pada

(2)

Gambar 4.3. PBA memiliki distribusi ukuran partikel yang baik sehingga menghasilkan fineness modulus yang tinggi, berbeda dengan FBA yang ukuran partikelnya lebih seragam, menyebabkan fineness modulus yang rendah.

Gambar 4.4 menunjukkan perbandingan berat isi material. Berat isi yang terberat adalah PBA karena ukuran partikel yang terdistribusi dengan baik sehingga celah antar partikelnya dapat terisi dengan baik. Sebaliknya, FBA memiliki berat isi yang ringan karena sebagian besar partikelnya adalah material yang halus, dan ukurannya lebih seragam dibandingkan dengan PBA, mengakibatkan celah antar partikel tidak terisi dengan baik.

Gambar 4.1. Grafik Perbandingan Water Content Pasir dan Bottom Ash

Gambar 4.2. Grafik Gradasi Material

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0

Pasir CBA FBA PBA

Water Content (%)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

% Lolos

Ukuran Ayakan (mm)

Pasir CBA FBA PBA

(3)

Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Fineness Modulus Pasir dan Bottom Ash

Gambar 4.4. Grafik Perbandingan Berat Isi Material Pasir dan Bottom Ash

4.2. Pengujian Kuat Tekan Mortar HVFA

Penggunaan bottom ash dalam komposisi campuran mortar dapat mempengaruhi kuat tekan dari mortar itu sendiri. Perbandingan kuat tekan mortar dapat dilihat pada Gambar 4.5. Untuk memudahkan membandingkan hasil analisa kuat tekan mortar, dapat dilihat pengaruh penggunaan Coarse Bottom Ash pada Gambar 4.6. Untuk perbandingan kuat tekan mortar HVFA dengan agregat 100%

pasir dan 100% bottom ash, dapat dilihat pada Gambar 4.7.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

Pasir CBA FBA PBA RBA

Fineness Modulus

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

Pasir CBA FBA PBA RBA

Berat Isi (kg/m3)

(4)

Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Kuat Tekan Mortar HVFA

Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Kuat Tekan Mortar CBA Dengan Perbandingan Massa Cementitious Material : Agregat Halus Sebesar 1:2

00 10 20 30 40 50 60 70

0 7 14 21 28

Kuat Tekan (MPa)

Umur (hari)

CTRL-2 C100-2 C080-2 C050-2 P100-2 C100-2,5 CTRL-1,5 F100-1,5

00 10 20 30 40 50 60 70

0 7 14 21 28

Kuat Tekan (MPa)

Umur (hari)

CTRL-2 C100-2 C080-2 C050-2

(5)

Grafik 4.7. Grafik Perbandingan Kuat Tekan Mortar Untuk Penggantian Pasir Dengan Bottom Ash Sebanyak 100%

Dari data yang didapat, perkembangan kekuatan dari mortar yang dihasilkan kurang lebih seragam. Data menunjukkan bahwa dengan semakin banyaknya penggantian pasir dengan bottom ash, kekuatan tekan dari sampel semakin menurun tetapi tidak ada penurunan drastis. Penggantian 100% pasir dengan bottom ash (spesimen C100-2) memiliki 75% dari kekuatan tekan komposisi kontrol. Karena mortar C100-2 memiliki kekuatan yang cukup tinggi, dibuat komposisi campuran C100-2,5 dengan perbandingan cementitious dengan agregat halus sebesar 1:2,5 untuk memaksimalkan penggunaan bottom ash. Kekuatan tekan dari mortar C100-2,5 hampir sama dengan mortar C100-2, namun flowability mortar segar C100-2,5 kecil, yaitu 12,5 cm walaupun dengan penggunaan SP yang relatif tinggi, yaitu 1,8%.

Tidak ada data yang didapatkan dari komposisi perbandingan massa cementitious dengan agregat halus FBA (<2,36 mm) sebesar 1:2, dikarenakan benda uji yang dihasilkan tidak dapat diuji karena langsung hancur ketika dilepaskan dari bekisting, dapat dilihat pada Gambar 4.8. Oleh karena itu digantikan dengan komposisi F100-1,5 yang memiliki perbandingan cementitious lebih banyak, yaitu 1:1,5 agar memiliki kekuatan dan flowability yang lebih

00 10 20 30 40 50 60 70

0 7 14 21 28

Kuat Tekan (MPa)

Umur (hari)

CTRL-2 C100-2 C100-2,5 P100-2 CTRL-1,5 F100-1,5

(6)

tinggi, lalu dibandingkan dengan komposisi CTRL-1,5 sebagai kontrol. Hasilnya adalah trend yang sama dengan C100-2 dan CTRL-2, yaitu F100-1,5 memiliki kekuatan sebesar 75% dari kuat tekan CTRL-1,5 pada saat mortar berumur 14 dan 28 hari.

Gambar 4.8. Benda Uji F100-2 Yang Hancur

4.3. Pengujian Flowability pada mortar HVFA segar

Tidak hanya kuat tekan, penggunaan bottom ash dalam komposisi campuran mortar HVFA juga mempengaruhi flowability pada mortar HVFA segar. Analisa flowability dilakukan dengan menganalisa kebutuhan superplasticizer untuk mencapai flow diameter 14±2 cm. Hasil dari analisa flowability dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Grafik Jumlah Penggunaan Superplasticizer dan Flow Diameter Mortar Segar

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 0,5 1 1,5 2 2,5

Flow (cm)

SP (% Cementitious)

SP Flow

(7)

Penggunaan bottom ash dapat mengurangi flowability dari mortar segar, namun hanya memerlukan tambahan superplasticizer yang relatif sedikit, yaitu 0,7% pada mortar C100-2 untuk mencapai flowability mendekati mortar kontrol.

Kebutuhan superplasticizer semakin berkurang seiring dengan berkurangnya penggunaan bottom ash dalam komposisi campuran, hingga pada penggunaan 50% bottom ash, pengurangan flowability sudah tidak menjadi masalah. Pada kasus penggunaan PBA sebanyak 100%, flow diameter yang dicapai sangat tinggi hingga 19 cm, dikarenakan oleh gradasi PBA yang baik. Maka dari itu, gradasi dari bottom ash yang digunakan dalam komposisi campuran sangatlah penting untuk diperhatikan.

Karena hasil flow diameter yang cukup baik, dicoba menambah jumlah bottom ash dalam komposisi campuran, yaitu mortar C100-2,5, yaitu dengan perbandingan cementitious dan agregat halus 1:2,5. Dengan menambahkan superplasticizer dalam jumlah yang cukup banyak, yaitu 1,8%, flow diameter dari mortar segar masih sangat kecil, yaitu 12,5 cm. Untuk F100-1,5, dengan jumlah cementitious lebih banyak, flow diameter relatif sama dengan C100-2 yang jumlah cementitious materialnya lebih sedikit.

Flow dan penggunaan superplasticizer pada campuran mempengaruhi kehalusan permukaan dari mortar yang dibuat. Campuran yang mencapai flow diameter sebesar 12–16 cm dengan menggunakan superplasticizer seminimal mungkin mempunyai permukaan yang halus, seperti mortar CTRL-2 pada Gambar 4.10 sebagai perbandingan. Mortar P100-2 memiliki flow yang melebihi target tanpa menggunakan superplasticizer dan mempunyai permukaan yang sangat halus, ditunjukkan pada Gambar 4.11. Mortar C100-2,5 membutuhkan banyak superplasticizer untuk mencapai flow sedikit melebihi batas bawah, maka permukaan dari mortar yang dihasilkan memiliki banyak rongga udara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.12.

(8)

Gambar 4.10. Mortar CTRL-2 Gambar 4.11. Mortar P100-2

Gambar 4.12. Mortar C100-2,5

Mortar F100-1,5 memiliki permukaan dengan rongga udara yang cukup banyak walaupun dengan penggunaan SP sedikit (0,6%) mencapai flow diameter yang cukup tinggi (15,5 cm), hal ini disebabkan oleh ukuran partikel yang relatif seragam, mengakibatkan banyaknya rongga udara yang tidak dapat terisi.

Permukaan mortar F100-1,5 dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13. Mortar F100-1,5

4.4. Analisa Korelasi Densitas Mortar Dengan Kuat Tekan

Dilakukan analisa untuk mengevaluasi korelasi antara variabel densitas dengan kuat tekan HVFA. Korelasi dilakukan dengan menghubungkan densitas

(9)

dari setiap spesimen komposisi campuran dan kuat tekannya masing – masing pada umur tertentu, dimana digunakan satuan MPa untuk kuat tekan dari mortar dan satuan kg/m3 untuk densitas dari mortar. Dapat dilihat pada Gambar 4.14 hingga Gambar 4.17 grafik korelasi kuat tekan dan densitas mortar pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari secara berturut – turut.

Gambar 4.14. Korelasi Kuat Tekan dan Densitas Mortar Bottom Ash pada Umur 3 Hari

Gambar 4.15. Korelasi Kuat Tekan dan Densitas Mortar Bottom Ash pada Umur 7 Hari

15 20 25 30 35 40

2100 2200 2300 2400 2500 2600

Kuat Tekan (MPa)

Densitas (kg/m3)

CTRL-2 CTRL-1,5 C100-2 C080-2 C050-2 C100-2,5 P100-2 F100-1,5

25 30 35 40 45 50

2200 2300 2400 2500 2600

Kuat Tekan (MPa)

Densitas (kg/m3)

CTRL-2 CTRL-1,5 C100-2 C080-2 C050-2 C100-2,5 P100-2 F100-1,5

(10)

Gambar 4.16. Korelasi Kuat Tekan dan Densitas Mortar Bottom Ash pada Umur 14 Hari

Gambar 4.17. Korelasi Kuat Tekan dan Densitas Mortar Bottom Ash Umur 28 Hari

Diperoleh titik – titik pada grafik yang merupakan data dari setiap densitas dan kuat tekan masing – masing komposisi campuran pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari. Untuk menganalisa trend yang terjadi, digunakan bantuan garis trendline.

Dari garis trendline dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi densitas dari mortar, semakin tinggi pula kuat tekan yang diperoleh.

35 40 45 50 55 60

2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700

Kuat Tekan (MPa)

Densitas (kg/m3)

CTRL-2 CTRL-1,5 C100-2 C080-2 C050-2 C100-2,5 P100-2 F100-1,5

40 45 50 55 60 65

2100 2200 2300 2400 2500 2600

Kuat Tekan (MPa)

Densitas (kg/m3)

CTRL-2 CTRL-1,5 C100-2 C080-2 C050-2 C100-2,5 P100-2 F100-1,5

(11)

4.5. Analisa Korelasi Fineness Modulus Dengan Flowability

Dilakukan analisa untuk mengevaluasi korelasi antara fineness modulus (FM) dari material yang dipakai dengan flowability yang dihasilkan dari mortar segar. Flowability dari mortar segar ditinjau dari flow diameter yang dicapai dan jumlah superplasticizer (SP) yang ditambahkan untuk mencapai flow diameter tersebut. Mortar yang dianalisa adalah mortar HVFA dengan penggantian 100%

pasir dengan bottom ash. Flow diameter mortar segar C100-2 dianalisa untuk material CBA, flow diameter F100-2 untuk material FBA, dan flow diameter P100-2 untuk material PBA. Korelasi antara fineness modulus dengan flow diameter dapat dilihat pada Gambar 4.18.

Gambar 4.18. Korelasi Antara Fineness Modulus Dengan Flow Diameter

Garis trendline menunjukkan adanya korelasi positif antara fineness modulus dengan flow diameter. Material pasir dan PBA tidak membutuhkan SP untuk mencapai flow tersebut sedangkan material CBA membutuhkan SP sebanyak 0,7% dan material SBA membutuhkan SP sebanyak 2%. Dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara fineness modulus dengan flowability, yang berarti apabila fineness modulus semakin tinggi, maka flowability dari mortar segar juga semakin tinggi.

y = 6,0204x - 1,2829

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1,75 2,00 2,25 2,50 2,75 3,00 3,25 3,50

Flow Diameter(cm)

Fineness Modulus

CBA FBA PBA

Referensi

Dokumen terkait

Namun masih menurut skema dari LEI, terdapat beberapa sistem sertifikasi ekolabel hutan yang berkembang secara internasional maupun yang ada di Indonesia, namun secara

Hasil dari identifikasi karakter morfologis salak desa Sibio-bio, salak desa Siamporik, dan salak desa Parsalakan terdapat perbedaan karakter morfologis yaitu pada

Membicarakan tentang karya tari “Pioneer” adalah aturan gerak dari bidak pion dalam permainan catur yang diwujudkan dengan gerak tubuh penari yang dianalogikan kedalam

Debitur Tidak Kooperatif dan Kurator Kurang Profesional yaitu Ketidakhadiran debitur pailit atau debitur tidak kooperatif akan menghambat penyelesaian pelaksanaan

Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat KPPD adalah suatu kawasan yang didalamnya terdapat beberapa kawasan pariwisata serta obyek dan

HAFISZ TOHIR DAERAH PEMILIHAN SUMATERA SELATAN I.. Oleh karena itu Anggota DPR RI berkewajiban untuk selalu mengunjungi ke daerah pemilihan telah ditetapkan sesuai dengan

Setelah dilakukan uji coba dan menganalisis 50 citra X-ray yang telah diproses yang dapat dilihat pada tabel 3.1 dapat disimpulkan bahwa proses perbaikan kualitas citra

Objek pemeliharaan Instalasi, Perlengkapan, dan Peralatan listrik di Transmisi listrik adalah : Tranformator,Saluran Udara Tegangan Tinggi, Gardu Induk, Pemisah (PMS),