• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Status Karies (deft dan pufa) dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Status Karies (deft dan pufa) dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Benzian H, Monse B, Weltzien RH. Untreated severe dental decay: a neglected determinant of low Body Mass Index in 12-year-old Filipino children. BMC Public Health 2011; 11(58):1-10.

2. Tarigan R. Karies gigi. Ed. 2, Jakarta; EGC,2014: 1-2.

3. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan pemeliharaan. Medan; USU Press, 2008: 4-15.

4. Soeyoso UM, Muntaha A, Malaka T, Zaman C. Prevalensi dan faktor risiko karies gigi murid sekolah dasar kelas III-IV negeri 161 Kota Palembang tahun 2010. Jurnal Kesehatan Bina Husada 2010; (6)2: 12-20.

5. Asrianti, Bahar B, Abdullah Z. Relationship of ECC and food intake and nutrition status of 3-5 years old children. Public Health 2012; 5(1): 1-2.

6. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia.Strategy for oral health in South-East Asia, 2013-2020 India: WHO, 2013: 1-6.

7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Nasional2013.<http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog /download/ 64/93/367-1>. (23 Agustus 2015).

8. Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2013: 150-6.

9. Sumerti N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam deteksi dini karies gigi pada anak balita di kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung. Jurnal Kesehatan Gigi 2013; (1)3: 3-4.

10. Thioritz, E. Pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap status karies pada murid taman kanak-kanak Kecamatan Rappocini. Media Kesehatan Gigi 2010; (1)2 :1-2. 11. Tarigan R, Tarigan G. Perawatan pulpa gigi (Endodontik). Jakarta: EGC, 2012:

23-26.

(2)

dentition of school children from Raipur and Durg districts India. Med Princ Pract 2015; (24)2: 184-8.

13. Filstrup SL, Briskie D, Fonseca M, Lawrence L, Wandera A, Inglehart MR. Early childhood caries and quality of life: child and parent perspectives. Pediatr Dent 2008; (25)6: 431- 40.

14. Yani RWE. Relationship between dental caries and nutritional status in toddlers at Kaliwates Jember. IJSBAR 2015; 21(2): 428-33.

15. Monse B, Heinrich-Weltizen R, Benzian H, Holmgren C, van Palenstein Helderman W. PUFA – An index of clinical consequences of untreated dental caries. Dent Oral Epidemiol 2010; 38: 77-82.

16. Jain K, Singh B, Dubey A, Avinash A. Clinical assessment of effects of untreated dental caries in school going children using PUFA index. Chettinad Health City Medical Journal 2014; 3(3): 105-8.

17. Metha A, Bhalla S. Assesing consequences of untreated carious lesion using PUFA index among 5-6 years old children in an urban indian population. Indian J Dent Res 2014; 25(3): 150

18. Dua R, Jindal R, Kaur D, Aggarwal N. Correlation between PUFA/pufa scores and BMI-for age in rural Indian children.Indian J Oral Sci 2014; (5): 21-6.

19. Mohammadi TM, Hossienian Z, Bakhteyar M. The association of body mass index with dental caries in an Iranian sample of children. J Oral Health Oral Epidemiol 2012; 1(1): 29-35.

20. Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi 3, Jakarta: Salemba Medika, 2013: 20.

21. Piovesan C, Batista A, Ferreira FV, Ardenghi TM. Oral health-related quality of life in children: Conceptual issues. Review odonto cienc 2009; (24)7: 81-85.

22. Jenny J. Preventing dental disease in children. APJH 2009; (64)8: 1147-55.

23. Sumwinata M, Faruk S. Dasar-dasar karies penyakit dan penangulangannya. Jakarta: EGC, 2009: 1-3

(3)

25. Andriany P, Joelimar FA, Djoharnas H. Perbedaan pola kurva keparahan karies gigi sulung dan gigi tetap serta faktor yang berperan pada anak dengan status gizi kurang dan status gizi baik. Indonesian Dentistry 2008; 15(2): 247-53.

26. Hooley M, Skouteris H, Boganin C, Satur J, Kilpatrick N. Body Mass Index and dental caries in children and adolescents: A systematic review of literature publised 2004-2011. Systematic review 2012; (1)3: 57.

27. Wulaerhan J, Abudureymu A, Bao XL, Zhao J. Risk determinants associated with early childhood caries in Uygur children: A preschool-based cross-sectional study. BMC Oral Health 2014; (14)6: 136-42.

28. Winda SU, Gunawan P, Wicaksono DA. Gambaran karies rampan pada siswa pendidikan anak usia dini di Desa Pineleng II Indah. Jurnal eG 2015; 3(1): 175-81. 29. Parepa JP, Abeyweera NT, Fernando MP, Warnakulasuriya TD, Ranathuga N.

Prevalence of dental caries among cohort of preschool children living in Gampala distric, Sri Langka: A descriptive cross sectinal study. BMC Oral Health 2012; 12(49): 1-6.

30. Rosidi A, Haryani S, Adimayanti E. Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi pada anak SDN 1 Gogo Dalem Kec. Bringin Kab.Semarang. Jurnal Unimus 2014; 6(2):1-2.

31. Silaban S. Prevalensi karies gigi geraham pertama permanen pada anak usia 8–10 tahun di SD Kelurahan Kawangkoan Bawah. Jurnal e-GiGi 2013; 1(2): 1-8.

32. Sumini, Amikasari B, Nurhayati D. Hubungan konsumsi makanan manis dengan kejadian karies gigi pada anak prasekolah di TK B Ra Muslimat Psm Tegalrejo desa Semen Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Magetan. Jurnal Delima Harapan 2014; 3(2): 20-7.

33. Sheilham A. Dental caries effects body weight, growth and quality of life in preschool children. Br Dent J 2006; (201)8: 625-6.

34. Sarah A, Tjipa Gd. Hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan. E J FK USU 2013; 1(1): 1-4.

(4)

36. Leal SC, Bronkhost EM, Fan M, Frencken JE. Untreated cavitated dentine lesion impact on children’s quality of life. Caries Res 2012; (46)7: 102-6.

37. Sriyono NW. Pencegahan gigi dan mulut guna meningkatkan kualitas hidup. Indonesia J Dentistry 2009; (2)3: 4-8

38. Shahraki T, Shahraki M, Mehr S O. Association between body mass index and caries frequency among Zahedan elementary school children. Int J High Risk Behav Addict 2013; 2(3): 122-5.

39. Hutabarat, Natalina. Peran petugas kesehatan, guru dan orang tua dalam pelaksanaan UKGS dengan tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid Sekolah Dasar di Kota Medan. Dent Jurnal 2009;4(1) 31-4

40. Suweloy IS. Dental caries in primary teeth with its correlation factor. Dent Oral J 2008; (6)2: 8-13

41. Poures lami, Amerogen. Early childhood caries (ecc) an infectious transmissible oral dicease. Indian J Pediatric 2009; (76)2:191-4.

42. Mostafa Sadeghi, Farnosh Alizadeh. Association between dental caries and body mass index for age among 6-11 year old children in Isfahan in 2012. JODDD 2012; 1(3): 119-24.

43. Willerhausen B, Blettner M, Kasaj A, Hohenfellner K. Association between body mass index and dental health in 1,290 children of elementary schools in a German city. Clin Oral Investig 2011; 11(3): 195-9.

44. Johansson I, Hallmans G, Ericson T. Relationship between dental caries and risk factors for atherosclerosis in Swedish adolescents. Community Dent Oral Epidemiol 2013; (2) 3: 205-11.

45. Hilgers KK, Kinane DE, Scheetz JP. Association between childhood obesity and smooth-surface caries in posterior teeth. A preliminary study. Pediatr Dent 2014; (2)8 :23-8.

(5)

47. Costa LR., Daher A and Queiroz MG.Early childhood caries and body mass index in young children from low income families. Int J Environ 2013; 10: 867-78.

48. Ruhaya, Jaafar, Jamaluddin, Ismail. Nutritional status and early childhood caries among preschool children in Pasir Mas Kelantan Malaysia. Arch Orofac Sci 2012; 7(2): 3-7.

49. Gokhale N, Sivakumar N, Nirmala S, Abinash M. Dental caries and body mass index in children of Nellore. J Orofac Sci 2010; 2(2): 4-6.

50. Junaidi, Julia M. dan Hendratini J. Hubungan keparahan karies gigi dengan konsumsi zat gizi dan status gizi anak Sekolah Dasar di Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2007; 4(2): 92-6.

51. Khairunawati I R, Setijanto D, Sita H R. Hubungan karies dengan status gizi pada balita usia 4-5 tahun di kota Mojokerto tahun 2013. Dent J 2014; 5(20): 27-32. 52. Thippeswamy HM, Kumar N, Acharya S, Pentapati KC. Relationship between

body mass index and dental caries among adolescent children in South India. West Indian Med J 2011; 60(5): 581-6.

(6)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional, peneliti hanya melakukan observasi tanpa memberikan intervensi pada sampel yang digunakan. Pendekatan penelitian dengan cross sectional yaitu cara pengambilan data variabel bebas dan tergantung dilakukan sekali waktu.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian a. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di RA Ibunda, TK swasta Yapena, TK Bina Guna, TK Tarbiyah Al Islamiyah dan PAUD Sahabat Robbani di Kecamatan Medan Maimun. TK Kurnia 2, TK Nurun Namirah RA Raudhatul Amanah, RA Jamiatul Khairiyah, RA Hidayatullah, di Kecamatan Medan Marelan.

b. Waktu penelitian

Pembuatan proposal dilakukan Agustus sampai Desember 2015. Penelitian dilakukan Februari 2016. Pengolahan dan analisis data Maret 2016.

3.3 Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah anak usia 3-5 tahun yang bersekolah di kecamatan Medan Maimun dam Medan Marelan.

b. Besar sampel

(7)

n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ)2 Sg2

( X1-X2)2

n1 = n2 = 2 (1.96 + 0.842) 2.52 1

n1 = n2 = 96 (Besar Sampel) Keterangan

Zα = derivate baku alfa ( 10 % = 1.96) Zβ = derivate baku beta( 20% = 0.842) Sg = Simpangan baku gabungan

X1-X2 = Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 1

Nilai S gabungan didapatkan dari penelusuran pustaka penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelusuran pustaka didapati data sebagai berikut:20

(Sg)2 = S12 (n-1) + S22 (n-1) n1 + n2 -2

(Sg)2 = 2.582 (49-1) + 2.352 (49-1) 49+ 49 - 2

(Sg)2 = 6.09 Sg = 2.47 Keterangan

(8)

S2 = Simpangan baku kelompok 1 (pufa) pada penelitian sebelumnya = 2.3 Besar sampel diambil dengan metode multisage random sampling, pengambilan secara acak yang pelaksanaannya membagi populasi menjadi beberapa fraksi sampai pada unit sampel yang diinginkan. Sampel minimum pada penelitian ini 96 anak. Menghindari dropout, ditambahkan 10% sehingga peneliti mengambil sampel sebanyak 106 anak. Penelitian Ristya mendapatkan deft rata-rata 4,67, sehingga peneliti membagi dalam dua kategori untuk pencarian sampel deft. Jumlah sampel deft 1-5 adalah sebesar 106 anak, deft > 5 adalah sebesar 106 anak, dan pufa 106 anak. Sehingga total sampel penelitian 318 anak.14,20

Pada penelitian ini, sampel diambil dengan melihat kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut:

Kriteria Inklusi • Anak kooperatif

• Anak telah mendapat persetujuan orangtua • Anak yang termasuk dalam kategori :

Kelompok I : deft 1-5 Kelompok II: deft > 5

Kelompok III : deft ≥1 dan pufa ≥1 Kriteria Eksklusi

• Anak mempunyai gigi permanen

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel penelitian

a. Variabel terikat/dependen : Indeks massa tubuh

(9)

Definisi operasional

(10)
(11)

3.5 Cara pengambilan data

Data berat badan, tinggi badan didapatkan melalui pengukuran, skor deft dan skor pufa melalui pemeriksaan rongga mulut.

3.6Prosedur Penelitian Prosedur penelitian:

1.Mendapatkan surat izin penelitian dari Departemen Kesehatan Gigi Anak

2. Menyerahkan ke PD I untuk mendapatkan surat izin penelitian ke Dinas Pendidikan dan Komisi Etik.

NO Variabel Definisi Cara pemeriksaan Kategori Skala data

3. Anak

(12)

3. Dinas Pendidikan mengeluarkan surat untuk sekolah yang akan dilakukan penelitian. Komisi Etik mengeluarkan surat izin melakukan penelitian (Ethical Clearance).

4. Mendapat persetujuan dan waktu pelaksanaan penelitian dari Kepala Sekolah, orang tua/wali berserta anak dikumpulkan untuk diberikan penjelasan tentang penelitian dan Informed Consent yang akan ditandatangani.

5. Pengambilan data tinggi badan dan berat badan anak. Mengukur tinggi badan menggunakan meteran merek GEA, pengukuran berat badan dengan timbangan badan digital merek GEA, selanjutnya data diisi menggunakan pensil dan pulpen pada lembar pemeriksaan. Kesalahan dalam memasukkan data responden, maka pemeriksa menggunakan tip-ex dan penghapus.

6. Pemeriksaan rongga mulut anak menggunakan masker dan sarung tangan.

mengetahui jumlah deft dan jumlah pufa menggunakan sonde, kaca mulut, pinset, dan senter, selanjutnya data diisi pada lembar pemeriksaan.

7. Alat yang telah dipakai untuk setiap anak, disterilisasi kedalam gelas yang berisi larutan antiseptik.

8. Keringkan alat yang sudah disterilisasi.

3.8 Pengelolahan dan Analisis Data Pengelolahan data

Pengelolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Pengelolahan data meliputi:

1. Editing (pengeditan data). Editing adalah memeriksa dan meneliti kembali kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan.

2. Koding (pengkodean data). Pengisian kotak berdasarkan hasil dari pemeriksaan dalam kuesioner.

3. Entry Data (pemasukan data). Data yang selesai di koding selanjutnya dimasukkan dalam tabulasi untuk dianalisis.

(13)

Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan editing, koding dan entry data. Pengolahannya dilakukan dengan komputerisasi. Mengetahui distribusi keseluruhan data menggunakan uji normalitas data. Mengetahui karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin, distribusi kelompok deft tanpa pufa dan kelompok pufa berdasarkan jenis kelamin dan untuk mengetahui status karies deft tanpa pufa dan pufa pada tiap kelompok menggunakan uji Univariat Deskriptif. Melihat perbedaan indeks massa tubuh pada kelompok anak deft tanpa pufa dan anak yang memiliki pufa digunakan analisis Chi Square. Analisis melihat korelasi antara rerata indeks massa tubuh dengan rerata skor pufa menggunakan korelasi Spearman. Melihat hubungan deft, skor pufa denganjenis kelamin menggunakan analisis Mann-Whitney. Nilai p dianggap bermakna apabila p< 0,05 dengan derajat kepercayaan 95 %.

3.9 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan pelaksanaan penelitian. Setelah itu peneliti memberikan lembar persetujuan kepada orang tua/wali dari responden yang akan ditanda tangani.

2. Ethical Clearance

(14)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek penelitian meliputi jenis kelamin dan usia. Subjek penelitian berasal dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan dengan jumlah subjek penelitian 318 orang anak. Jumlah sampel dari Kecamatan Medan Maimun adalah 158 anak (49,7%) dan Kecamatan Medan Marelan 160 anak (50,3%). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah sampel laki-laki sebanyak 157 anak (49,4%) dan perempuan 161 anak (50,6%). Berdasarkan karakteristik usia diperoleh data, usia 3 tahun 99 anak (31,2%), usia 4 tahun 105 anak (33,0%), usia 5 tahun 114 anak (35,8%). Seperti terlihat pada data Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 157 49,4

Perempuan 161 50,6

Usia

3 tahun 99 31,2 4 tahun 105 33,0 5 tahun 114 35,8 Jumlah 318 100

4.2 Distribusi Kelompok deft Tanpa pufa dan Kelompok pufa Berdasarkan Jenis Kelamin

(15)

kelompok III (pufa ≥1) jumlah sampel laki-laki 50 orang (47,2) dan perempuan 56 orang (52,8%) dengan jumlah sampel 106 anak.

Tabel 4. Distribusi Kelompok deft Tanpa pufa dan Kelompok pufa Berdasarkan Jenis Kelamin

Kelompok Anak n

Jenis Kelamin Laki-laki

n (%)

Perempuan n (%)

I (deft 1-5) 106 61 (57,5) 45 (42,5)

II (deft >5) 106 46 (43,4) 60 (56,6)

III (pufa ≥1) 106 50 (47,2) 56 (52,8)

Jumlah 318 157 (49,4) 161 (50,6)

4.3 Status Karies

Rerata status karies berdasarkan kelompok pada tabel 5 terlihat rerata deft pada 3 kelompok dengan jumlah sampel 106 anak di setiap kelompok. Kelompok I ( deft 1-5) 2,78±1,39 dengan decay 2,61±1,4; extracted 0,16±0,75 dan filling 0,01±0,97. Pada kelompok II (deft >5) rerata 8,12±2,76; dengan decay 7,62±2,96; extracted 0,49±1,23 dan filling 0,02±0,13. Pada kelompok III (pufa ≥1) rerata deft sebesar 9,66±4,30; dengan decay 8,92±4,29; extracted 0,68±1,45 dan filling 0,68±1,45. Rata-rata deft keseluruhan (kelompok I-III) yang di lakukan pada 318 anak sebesar 6,86±4,24 dengan

decay 6,39±4,13; extracted 0,44±1,19 dan filling 0,01±0,97;

(16)

Tabel 5. Rerata status karies berdasarkan kelompok

Status Karies Kelompok

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok I-III deft d (X±SD) 2,61±1,41 7,62±2,96 8,92±4,29 6,39±4,13

e (X±SD) 0,16±0,75 0,49±1,23 0,68±1,45 0,44±1,19 f (X±SD) 0,01±0,97 0,02±0,13 0,00±0,00 0,01±0,97 deft (X±SD) 2,78±1,39 8,12±2,76 9,66±4,30 6,86±4,24

pufa p (X±SD) - - 5,46±4,02 -

u (X±SD) - - 0,00±0,00 -

f (X±SD) - - 0,01±0,97 -

a (X±SD) - - 0,00±0,00 -

pufa (X±SD) - - 5,47±4,02 -

4.4 Perbedaan Indeks Massa Tubuh pada Kelompok Anak deft Tanpa pufa dan Anak yang Memiliki pufa

(17)

Tabel 6. Perbedaan Indeks Massa Tubuh pada Kelompok Anak deft Tanpa pufa dan Anak yang Memiliki pufa

*p<0.05 = Uji statistik bermakna

4.5 Korelasi Kelompok pufa dan Kelompok deft Tanpa pufa dengan Indeks Massa Tubuh

Hasil analisis pada tabel 7 terlihat korelasi Kelompok pufa, berdasarkan hasil analisis statistik korelasi Spearman, koefisien korelasi -0,003 dengan p = 0,977. Nilai signifikansi > 0,05 menunjukkan tidak ada hubungan rerata indeks pufa dengan rerata indeks massa tubuh dan tidak ada korelasi. Tanda negatif menunjukkan semakin tinggi indeks pufa seseorang, semakin rendah indeks massa tubuhnya.

Korelasi kelompok deft tanpa pufa, berdasarkan hasil analisis statistik korelasi

Spearman, koefisien korelasi -0,133 dengan p = 0,05. Nilai signifikansi > 0,05 menunjukkan tidak ada hubungan rerata indeks deft dengan rerata indeks massa tubuh dan tidak ada korelasi. Tanda negatif menunjukkan semakin tinggi indeks deft seseorang, semakin rendah indeks massa tubuhnya.

Tabel 8. Hasil analisis korelasi antara rerata pufa dan deft tanpa pufa dengan rerata indeks massa tubuh

*p<0.05 = Uji statistik bermakna Kelompok Anak n

Indeks Massa Tubuh Hasil Analisis Statistik

Variabel Rerata Indeks Massa Tubuh

n Korelasi p

Rerata pufa 106 -0,003 0,977

(18)

4.6 Hubungan Antara Rerata pufa dengan Jenis Kelamin pada Anak Usia 3-5 tahun

Hasil analisis statistik pada tabel 8 menunjukkan hubungan antara rerata pufa dengan jenis kelamin. Laki-laki sebanyak 50 anak diperoleh rerata pufa 5,74±4,64 dan perempuan 56 anak dengan rerata pufa 5,23±3,40. Berdasarkan hasil analisis uji Mann-Whitney, diperoleh nilai signifikansi 0,959. Menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara rerata pufa dan jenis kelamin.

Tabel 8. Hubungan antara rerata pufa dengan jenis kelamin pada anak usia 3-5 tahun

Jenis Kelamin n (%) Rerata pufa±SD p

Laki-laki 50(53,6) 5,74±4,64

p= 0,959

Perempuan 56(53,4) 5,23±3,40

*p<0.05 = Uji statistik bermakna

4.7 Hubungan Antara Rerata deft dengan Jenis Kelamin pada Anak Usia 3-5 tahun

Hasil analisis statistik pada tabel 9 menunjukkan hubungan antara rerata deft dengan jenis kelamin pada 3 kelompok yang berjumlah 318 anak. Laki-laki sebanyak 157 anak memiliki rerata deft 6,50±4,40, perempuan 161 anak memiliki rerata deft 7,19±4,06. Berdasarkan hasil analisis uji Mann-Whitney, diperoleh nilai signifikansi 0,052. Menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara rerata deft dengan jenis kelamin.

Tabel 9. Hubungan antara rerata deft dengan jenis kelamin pada anak usia 3-5 tahun

Jenis Kelamin n (%) Rerata deft±SD p

Laki-laki 157(49,3) 6,50±4,40

p= 0,052

Perempuan 161(50,6) 7,19±4,06

(19)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di TK dan PAUD kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan, subjek penelitian berjumlah 318 orang anak. Jumlah sampel dari Kecamatan Medan Maimun adalah 158 anak (49,7%) dan Kecamatan Medan Marelan 160 anak (50,3%). Subjek penelitian terdiri dari anak usia 3-5 tahun. Jumlah anak laki-laki 157 anak (49,4%) dan perempuan 161 anak (50,6). Berdasarkan usia, usia 3 tahun 99 anak (31,2%), usia 4 tahun 105 anak (33,0%), usia 5 tahun 114 anak (35,8%) (Tabel 3). Distribusi besar sampel berdasarkan usia dan jenis kelamin pada penelitian ini cukup merata dapat di lihat dari perbandingan subjek penelitian.

Terdapat 106 anak pada setiap kelompok distribusi deft tanpa pufa dan kelompok pufa berdasarkan jenis kelamin. Pada kelompok I deft 1-5 jumlah sampel laki-laki 61 anak (57,5%) dan perempuan 45 anak (42,5%), kelompok II deft >5 jumlah sampel laki-laki 46 anak (43,4%) dan perempuan 60 orang (56,6%), kelompok III (pufa ≥1) jumlah sampel laki-laki 50 orang (47,2) dan perempuan 56 anak (52,8%). Tabel 4 menunjukkan distribusi laki-laki dan perempuan tidak sama sehingga memungkinkan hasil penelitian yang di peroleh tidak signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rerata pengalaman karies berdasarkan kelompok. Terlihat rerata status karies pada 3 kelompok dengan jumlah sampel 106 anak di setiap kelompok. Kelompok I (deft 1-5) 2,78±1,39 dengan decay 2,61±1,4;

(20)

Menurut Tripathi 2010 Secara umum ada beberapa faktor yang memengaruhi tingginya decay, yaitu kebersihan rongga mulut, komposisi dan frekuensi diet, status sosio ekonomi, kandungan immunoglobulin dalam saliva untuk melawan bakteri, dan asupan fluoride. Dijumpai anak dengan decay tinggi pada penelitian ini menunjukkan masih banyak gigi yang di biarkan belubang tanpa dilakukan perawatan mungkin karena kurangnya pemahaman, pengetahuan dan motivasi dari orangtua terhadap kesehatan rongga mulut anak yang dapat memengaruhi perilaku orangtua terhadap anak. Pengaruh orang tua tentang kebiasaan pemeliharaan kebersihan gigi anak meliputi pengawasan dalam penyikatan gigi anak, frekuensi menyikat gigi anak, membiasakan membersihkan gigi atau berkumur air putih setelah minum susu, mengemil makanan lunak, lengket dan manis yang mudah menempel pada permukaan gigi, sikat gigi dengan menggunakan pasta gigi mengandung fluor.

Terdapat extracted pada data hasil penelitian bisa dikarenakan tingkat kesadaran orangtua dalam mencari perawatan masih rendah. Orang tua tidak membawa anaknya ke dokter gigi apabila terdapat karies, gigi karies dibiarkan tanpa adanya perawatan hingga akhirnya tercabut dini dan akan mengganggu susunan gigi serta tumbuh kembang anak. Kehilangan gigi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan gangguan pengunyahan dan pencernaan. Hanya terdapat sedikit filling berarti kurangnya pengetahuan orangtua untuk melakukan perawatan gigi karies terhadap anaknya berupa penambalan gigi. Persepsi orang tua tentang kesehatan gigi anak tidak terlalu penting di bandingkan kesehatan umum juga merupakan faktor yang mendukung terdapat sedikit

filling pada sampel penelitian sehingga orang tua merasa tidak perlu membawa anak ke dokter gigi apabila terdapat masalah di dalam rongga mulut anak. Menurut Hutabarat tahun 2009 ini dapat terjadi mungkin karena faktor ekonomi orangtua yang kurang, dan anak mungkin tidak pernah mengeluh rasa sakit akibat kerusakan gigi yang dialaminya.39

(21)

Sedangkan penelitian Sutandi di Jakarta didapati rerata deft 2,14. Terdapat perbedaan dapat dikarenakan oleh banyak faktor, seperti kurangnya pengetahuan orang tua menjaga kesehatan gigi anak, dan tingkat pendidikan yang rendah. Orang tua berperan penting untuk membimbing, memberikan pengertian, mengigatkan dan menyediakan fasilitas kepada anak agar memelihara kesehatan gigi dan mulutnya. Rerata deft lebih kecil pada penelitian Sutandi di Jakarta, dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah sampel pada penelitian tersebut.40

Rerata status karies pada kelompok III (pufa >1) atau kelompok anak yang memiliki pufa yang di lakukan pada 106 anak mendapatkan rerata sebesar 5,47±4,02 dengan p (keterlibatan pulpa) 5,46±4,02; ulserasi 0,00±0,00; fistula 0,01±0,97; dan abses 0,00±0,00. Data hasil penelitian ini menunjukan pada kelompok pufa, rerata karies mencapai pulpa 5,46, ulserasi 0,00, fistula 0,01, dan abses 0,00 (Tabel 5). Karies yang tidak ditangani akan menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman, mengakibatkan adanya ulserasi di daerah sekitar karies ataupun mukosa gigi antagonis, terbentuknya abses dan bila di biarkan dalam jangka waktu yang lama akan menjadi fistula.

Rerata karies mencapai pulpa mempunyai nilai yang paling dominan diantara indeks pufa pada penelitian ini. Tingginya rerata skor keterlibatan pulpa dikarenakan kurangnya kepedulian dari orangtua dan anak untuk merawat gigi yang telah mengalami karies dini dan adanya rasa takut serta cemas orang tua yang berlatar belakang ekonomi rendah terhadap biaya perawatan gigi anak yang tergolong cukup mahal sehingga orang tua tidak membawa anak ke dokter gigi. Menurut penelitian Monse di Filipina rerata pufa 2,3±1,6. Perbedaan dapat terjadi karena sampel dari negara-negara maju dengan standart hidup yang tinggi dan fasilitas kesehatan tersedia dengan baik. Sebaliknya, hasil penelitian Ristya Widi pada anak usia 3-5 tahun di Kaliwates Jember didapati rerata pufa 4,49 hampir sama besar dengan hasil yang di dapatkan oleh peneliti. Perbedaan rerata dapat terjadi kemungkinan karena jumlah sampel yang digunakan Ristya 49 orang sedangkan pada penelitian 106 orang.14-15

(22)

jumlah yang sama 13 anak (12,3%). Pada kelompok II terlihat persentase terbesar masih pada kategori kategori normal 82 orang (77,4%), kemudian kurus 15 orang (14,1%), dan gemuk 9 orang (8,5%). Pada kelompok III terlihat tidak ada anak dengan kategori gemuk 0 orang (0%), pada kategori ini masih di dominasi kategori normal 79 orang (74,5%), dan terlihat anak dengan kategori kurus 27 orang (25,5%) jumlah anak di kategori kurus pada kelompok III paling banyak di antara kelompok lain (Tabel 6).

Data kelompok I terdapat anak yang termasuk kategori kurus, hal ini di pengaruhi

decay pada anak mungkin sudah sampai dentin dan menyebabkan adanya rasa ngilu pada gigi anak, sehingga menjadikan anak tidak mau makan. Kurangnya asupan nutrisi yang di terima anak sehingga berat badan dibawah normal. Adanya anak dengan kategori normal, sebesar 75,4%. Persentase ini tinggi kemungkinan pada saat penelitian, anak telah diberi obat oleh orangtuanya sehingga tidak menyebabkan rasa sakit dan

decay yang terjadi hanya sebatas enamel sehingga tidak mengganggu pola makan anak. Selain itu sedikitnya gigi berlubang yang dialami anak tidak mengganggu asupan nutrisi, serta orang tua sadar akan adanya pilihan perawatan lain seperti penambalan dan pencabutan gigi anak yang mengalami karies. Pada anak yang gemuk didapati skor deft yang kecil, ini terjadi mungkin karena anak tidak merasa kesulitan dalam mengonsumsi makanan. Pada kelompok deft 1-5 tanpa pufa anak dengan karies dibawah rerata termasuk kategori gemuk, sedangkan anak kurus memiliki rerata deft yang lebih tinggi.

(23)

Menurut Junaidi kondisi status kesehatan gigi yang baik atau karies gigi yang rendah tentunya tidak menyulitkan proses pengunyahan makanan, karena gigi-geligi memegang peranan penting, sehingga asupan zat-zat gizi berlangsung lebih baik, sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pada kelompok deft >5 tanpa pufa lebih banyak indeks massa tubuh dengan kategori normal dikarenakan anak tidak merasakan rasa sakit yang dapat mengganggu jenis asupan dan jam makan.51 Masih terdapat anak dengan kategori gemuk pada kelompok ini mungkin karena karies pada anak tidak menyebabkan rasa sakit dan memengaruhi perilaku anak secara menyeluruh seperti memilih makanan yang lunak dan mudah di kunyah yang tentunya akan memengaruhi indeks massa tubuh.

Pada kelompok III anak dengan kategori kurus persentasenya cukup tinggi (25,5%), hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pufa memengaruhi indek massa tubuh , anak yang memiliki pufa akut lebih berisiko terhadap penurunan indeks massa tubuh. Pada saat penelitian, hanya beberapa anak yang mengeluh sakit, kemungkinan karena sakit yang diderita sudah lama atau kronis sehingga ketika dilakukan pemeriksaan anak tidak mengeluh adanya rasa sakit yang mengakibatkan tidak terganggunya asupan makanan anak. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa, kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu komponen kesehatan secara umum dan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan normal dari anak. Masalah kesehatan mulut dapat memengaruhi perkembangan umum anak.

Secara keseluruhan kategori normal mendominasi pada kelompok I-III daripada kategori kurus dan gemuk. Hal ini disebabkan pada kategori normal anak sudah tidak merasakan rasa sakit pada gigi saat di lakukan pemeriksaan. Sehingga pola makan anak tidak terganggu. Kemungkinan lain standar indeks massa tubuh kelompok anak usia 24-60 bulan pada range normal (-2 SD s/d 2 SD) mencapai 5 kolom, dibandingkan range

(24)

akibat nyeri yang dirasakan, hal ini berpengaruh terhadap menurunnya status gizi anak, dan menyebabkan penurunan berat badan anak seiring dengan menurunnya status gizi anak (Poureslami, 2009)41.

Mostafa Sadeghi, dkk (2012) menyimpulkan bahwa anak yang beresiko gemuk dan anak yang gemuk mempunyai nilai deft yang lebih tinggi daripada anak dengan status gizi normal. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Willerhausen (2011) dan Johansson (2013) mengenai hubungan status gizi dengan deft. Penelitian Kantovitz et al

menemukan hubungan langsung antara karies gigi dan kegemukan. Karies gigi dan kegemukan pada masa kanak-kanak terjadi secara bersama-sama, kemungkinan akibat dari faktor-faktor risiko umum seperti seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman kariogenik dan rendahnya kebersihan mulut (Hilgers et al). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan McDonald dan Avery (2010) yang mengemukakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara keparahan karies dan indeks massa tubuh.

Penelitian Costa et al. (2013) yang meneliti Karies dan indeks massa tubuh pada anak-anak di Brazil menemukan tidak ada hubungan antara karies gigi dan indeks massa tubuh, penghasilan keluarga yang lebih tinggi terkait dengan rendahnya pengalaman karies pada anak-anak.42-48 Hasil yang sama juga dilaporkan Ruhaya et al. (2012) tidak ada hubungan yang signifikan dalam skor dmft anak usia tiga tahun dengan indeks massa tubuh mereka. Kemungkinan bahwa anak-anak usia tiga tahun belum memiliki cukup waktu untuk perkembangan karies secara penuh sebagaimana dibandingkan dengan anak-anak usia diatasnya. Harus dicatat bahwa karies adalah penyakit yang berkembang secara lambat dan membutuhkan waktu bertahun-tahununtuk berkembang dari white spot awal menjadi lubang pada gigi yang memengaruhi dentin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gokhale tahun 2010 di Nellore India, yang meneliti hubungan antara karies dan indeks massa tubuh pada 100 sampel anak-anak menemukan bahwa deft tidak berkorelasi dengan indeks massa tubuh, banyak faktor lain yang berperan dalam proses karies dan dibutuhkan studi longitudinal dengan sampel yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hubungan ini.49-50

(25)

korelasi pufa -0,003 dengan p = 0,977. Nilai signifikansi > 0,05 menunjukkan tidak ada hubungan rerata deft dan pufa terhadap indeks massa tubuh dan tidak terdapat korelasi (Tabel 7).

Penelitian pada kelompok deft tanpa pufa dan kelompok pufa tidak didapati hubungan yang bermakna antara rerata deft tanpa pufa dan rerata kelompok pufa dengan indeks massa tubuh. Koefisien korelasi bernilai negatif yang berarti semakin tinggi deft maka semakin rendah indeks massa tubuhnya begitu pula dengan kelompok pufa semakin tinggi pufa maka semakin rendah indeks massa tubuh anak. Tidak terdapat hubungan yang bermakna karena anak memiliki rerata indeks massa tubuh normal banyak (>70%), sehingga pengalaman karies dan pufa tidak memengaruhi indeks massa tubuh anak. Kemungkinan lainnya, decay banyak tetapi hanya sebatas enamel atau kronis yang tidak menimbulkan rasa sakit sehingga tidak mengganggu asupan makan anak. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ristya, bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara rerata deft tanpa pufa dan pufa dengan rerata indeks massa tubuh dan berkorelasi negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Khairunawati dkk, menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara rerata pufa dengan rerata indeks massa tubuh tetapi berkorelasi positif.14,52

Hubungan antara karies dan indeks massa tubuh yang di tunjukkan di penelitian ini berbeda dengan penelitian Larsson dan Alm yang melaporkan bahwa karies gigi berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh. Selain itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brita yang menyatakan bahwa frekuensi karies pada gigi sulung berhubungan dengan indeks massa tubuh.53 Hasil ini kemungkinan karena anak susah makan, sehingga anak cenderung memilih makan-makanan yang lengket dan manis berkabohidrat tinggi, minum susu sehingga memengaruhi indeks massa tubuh anak semakin tinggi. Sebaliknya, pada anak dengan indeks massa tubuh normal mungkin orangtua memberi obat untuk menghilangkan rasa sakit gigi pada anak sehingga anak dapat mengonsumsi makanan seperti biasa, sehingga tidak memengaruhi indeks massa tubuh anak.

(26)

anak dengan rerata pufa 5,23±3,40 dengan nilai signifikansi 0,959. Menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara rerata pufa dan jenis kelamin (Tabel 8). Anak laki-laki memiliki rerata pufa lebih tinggi. Karies gigi didapatkan sebagian besar pada anak laki-laki karena anak laki-laki-laki-laki kurang terampil dalam tugas yang bersifat praktis khususnya dalam tugas motorik halus contohnya menyikat gigi. Rata-rata anak laki-laki memulai dan menguasai sikat gigi lebih lama dibandingkan anak perempuan karena sistem saraf anak laki-laki berkembang lebih lama sehingga anak laki-laki jarang memerhatikan sesama laki-laki yang menjadi panutannya.

Hasil penelitian Ningsih dkk, menunjukkan karies gigi pada anak perempuan (57,73%) lebih tinggi daripada laki-laki (46,27%).Sedangkan pada penelitian ini tidak terbukti karena kemungkinan adanya persamaan perlakuan orang tua kepada anak laki-laki dan perempuan tentang kesehatan gigi dan mulut, variasi makanan dan kebiasaan anak usia 3-5 tahun yang cenderung sama.53

(27)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa :

1. Perbedaan indeks massa tubuh antara kelompok pufa dan kelompok deft tanpa pufa didapatkan p=0,001 yang menunjukkan ada perbedaan bermakna. Kelompok anak yang memiliki pufa memiliki persentase kurus lebih banyak dibanding anak yang hanya memiliki deft tanpa pufa.

2. Korelasi indeks massa tubuh dengan kelompok pufa didapatkan p=0,977 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pufa dengan indeks massa tubuh. Koefisien korelasi antara rerata pufa dengan rerata indeks massa tubuh sebesar -0,977.

3. Korelasi indeks massa tubuh dengan kelompok tanpa pufa didapatkan p=0,05 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pufa dengan indeks massa tubuh. Koefisien korelasi antara rerata pufa dengan rerata indeks massa tubuh sebesar -0,133.

4. Hubungan antara rerata pufa dengan jenis kelamin didapatkan p=0,959 menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin anak laki-laki dan perempuan dengan indeks pufa. Anak laki-laki memiliki rerata pufa yang lebih tinggi dibanding anak perempuan.

5. Hubungan antara rerata deft dengan jenis kelamin didapatkan p=0,052 menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin anak laki-laki dan perempuan dengan deft. Anak laki-laki memiliki rerata deft yang lebih rendah dibanding anak perempuan.

6.2 SARAN

(28)

menjaga kebersihan gigi dan mulut, program mengenai pola makan yang baik untuk mencegah karies dan menjaga kesehatan umum anak.

2. Disarankan orang tua memotivasi anak untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dan memonitor kebersihan rongga mulut anaknya serta membawa anak ke dokter gigi 6 bulan sekali secara berkala.

3. Perlu diadakan kegiatan rutin menyikat gigi bersama di sekolah agar anak terbiasa dengan gigi dan mulut yang sehat, dan diadakan penyuluhan tentang makanan sehat yang tidak merusak gigi kepada orang tua dan anak.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Karies Gigi

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu enamel, dentin dan sementum, di sebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies di awali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa, gula dan glukosa), untuk menghasilkan asam, menyebabkan pH plak akan turun menjadi di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Asam yang di produksi dapat di netralkan oleh saliva, sehingga akan meningkatkan pH dan pengambilan mineral dapat berlangsung. Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan remineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.2,3

2.2 Etiologi Karies

(30)

yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.3,21,22

1. Faktor host atau tuan rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel dan faktor kimia. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.

Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi desidui lebih mudah terserang karies daripada gigi permanen . Hal ini disebabkan karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen secara kristalografis kristal-kristal gigi desidui tidak sepadat gigi permanen. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.3,22

2. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Streptococcus mutans dan laktobasilus merupakan kuman yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang diragikan.3,23

3.Faktor substrat atau diet

(31)

Metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami karies pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.3,24

4. Faktor waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.3

(32)

2.3 Faktor Risiko Karies

Faktor-faktor yang memengaruhi risiko terjadinya karies yaitu pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, jenis kelamin, sosial ekonomi.3,25

1. Pengalaman karies

Tingginya skor pengalaman karies pada gigi desidui dapat memprediksi terjadinya karies pada gigi permanennya.

2. Penggunaan fluor yang cukup

Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.

3. Oral Higiene

Salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, tetapi banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembersih interdental disertai dengan pemeriksaan gigi secara teratur.3,26

4. Jumlah bakteri

Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai resiko karies lebih tinggi pada gigi desiduinya. Laktobasilus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.3

5. Saliva

(33)

bakteri. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.3

6. Pola makan

Mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, menyebabkan beberapa bakteri penyebab karies akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi. Saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi diantara waktu makan. Seringnya mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi sehingga terjadi karies.

7. Jenis kelamin

Selama masa kanak-kanak dan remaja, perempuan menunjukkan tingkat keparahan karies yang lebih tinggi daripada laki-laki.Kontribusi gen pada perempuan diduga memengaruhi risiko terjadinya karies. Gen amelogenin pada perempuan dan produk protein yang dihasilkan berperan dalam pembentukan enamel. Protein amelogenin terdiri dari 90% matrix enamel, jika terjadi gangguan pada gen atau berkurangnya produksi protein amelogenin, maka pembentukan enamel akan terganggu sehingga kerentanan karies akan meningkat.27

Gen amelogenin pada laki-laki akan memberikan mekanisme kompensasi terhadap gangguan yang terjadi pada kromosom X melalui produksi 10% protein amelogenin yang sama dengan kromosom X, protein ini tidak di jumpai pada perempuan. Kerentanan karies pada perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.27

(34)

8. Sosial ekonomi

Karies dijumpai lebih sedikit pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan sebaliknya. Hal ini dikaitakan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Menurut Thirtankar (2003), pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi setelah pekerjaan yang memengaruhi status kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan memengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.3,26

2.4 Prevalensi dan Pengalaman Karies

Karies gigi dapat ditemui diseluruh dunia tanpa memandang usia, bangsa ataupun keadaan ekonomi. Diperkirakan 90% anak usia sekolah diseluruh dunia pernah menderita karies. Prevalensi karies tertinggi terdapat di Asia dan Amerika Latin, prevalensi terendah terdapat di Afrika. Penelitian di negara-negara Eropa, Amerika, Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80%-95% dari anak-anak di bawah usia 18 tahun terserang karies gigi.30

Insiden karies gigi setiap tahunnya cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO, yaitu pada tahun 1970 nilai indeks DMFT: 0,70, pada tahun 1980 kemudian meningkat menjadi 2,30 dan pada akhir tahun 1999 menjadi 2,70. Data global juga menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menjadi masalah dunia yang dapat memengaruhi kesehatan umum dan kualitas hidup. Jika tidak diobati, karies gigi dapat menyebabkan sakit, gangguan penyerapan makanan, memengaruhi pertumbuhan tubuh anak dan hilangnya waktu sekolah.31

(35)

tahun dengan rata-rata 4,49±2,35.Hasil data tersebut menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat dan cara menjaga kebersihan rongga mulut masih rendah.1,8,14

2.5 Dampak Karies Tidak Terawat

Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak terjadi adalah karies gigi. Karies pada anak umumnya jarang diperhatikan dan tidak mendapat perawatan. Meskipun banyak dilakukan penelitian tentang karies, tetapi masih banyak kasus karies yang masih diabaikan. Kerusakan pada gigi yang disertai ketidaknyamanan atau sakit gigi dapat memengaruhi berat badan, pertumbuhan dan kualitas hidup anak sebab fungsi pengunyahan gigi akan terganggu, membuat anak rewel, gusi bengkak, anak juga akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktifitasnya sehari - hari, sehingga anak tidak mau makan dan akibatnya yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi. Menurut Martapura, akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernafasan, saluran pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena penyakit. Bila gigi desidui sudah berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat nantinya.32,33

(36)

perbaharuan sel-sel hemoglobin yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia atau penyakit kronis lainnya di karenakan produksi sel merah yang terganggu.18,34

2.6 Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh adalah alat ukur yang digunakan untuk mendefenisikan status berat badan anak, remaja, dan dewasa. Interpretasi indeks massa tubuh tergantung pada usia dan jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. Indeks massa tubuh pada anak berubah sesuai usia dan peningkatan panjang dan berat badan.

Indeks massa tubuh mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya menggunakkan dua hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan.35 Salah satu keterbatasan indeks massa tubuh adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. Indeks massa tubuh juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh.

Perhitungan nilai indeks massa tubuh dapat diperoleh sebagai berikut:35

Indeks Massa Tubuh =

Perhitungan indeks massa tubuh pada anak-anak dan dewasa menggunakan metode yang sama, untuk orang dewasa interpretasi tidak berdasarkan usia dan jenis kelamin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, pengukuran IMT mengacu pada standar antropometri World Health Organization

(37)

Tabel 1. Kategori IMT menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia35 Ambang batas (Z-score) Kategori IMT Indeks Massa Tubuh

menurut usia (IMT/U) Anak usia 0-60 bulan

<-3 SD Sangat Kurus

-3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus -2 SD sampai dengan 2 SD Normal

>2 SD Gemuk

Indeks Massa Tubuh menurut usia

(IMT/U) Anak usia 5-18 tahun

<-3 SD Sangat Kurus

-3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus -2 SD sampai dengan 1 SD Normal >1 SD sampai dengan 2 SD Gemuk

>2 SD Obesitas

2.7 Indeks Karies

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks deft dan indeks pufa (pengukuran ini di gunakan untuk gigi desidui).17

2.7.1 Indeks deft Klein

(38)

pemeriksaan pada gigi (deft). Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung di isi kode d (gigi yang karies), e (gigi yang dicabut), f (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan semua kode. Gigi permanen dan gigi desidui hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth) sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) digunakan untuk gigi desidui.

Termasuk dalam d (decayed) adalah : 1. Semua gigi susu yang mengalami karies.

2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen. 3. Gigi dengan tumpatan sementara.

Termasuk dalam e (extracted) adalah :

1. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies. Termasuk dalam f (filling) adalah :

1. Semua gigi dengan tumpatan permanen.

Nilai def total dihitung dengan menjumlahkan d+e+f, dan nilai yang mungkin untuk seorang anak dengan gigi desidui adalah 0-20.

2.7.2 Indeks pufa

Indeks pufa digunakan untuk menilai keadaan pulpa yang terlibat, ulserasi dari mukosa akibat fragmen akar, fistula dan abses. Lesi disekeliling karies yang tidak berhubungan dengan keterlibatan pulpa sebagai akibat karies tidak dicatat. Indeks pufa adalah indeks untuk menilai keadaan rongga mulut karena karies yang tidak dirawat sehingga meluas sampai ke pulpa.15

Pengukuran dilakukan secara visual dan menggunakan alat yang minimal (kaca mulut dan senter) karena kurangnya pengalaman peneliti dalam melihat pufa pada rongga mulut anak. Hanya satu skor yang diberikan untuk satu gigi.Kriteria pemberian kode untuk indeks pufa:

(39)

u: Ulserasi dicatat ketika bagian yang tajam dari gigi dengan karies mencapai pulpa atau fragmen akar yang telah menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak di dekatnya. (Gambar 3 c dan d)

f : Fistula dicatat ketika adanya sinus tract yang berhubungan dengan gigi karies mencapai pulpa. (Gambar 4 e dan f)

a : Abses dicatat ketika adanya pus dan pembengkakan yang berhubungan dengan gigi dengan karies mencapai pulpa. (Gambar 5 g dan h)

Gambar 2. (a dan b) Keterlibatan pulpa p, kamar pulpa terlihat atau koronal gigi telah hancur

oleh proses karies dan hanya akar atau sisa akar yang tertinggal 15

(40)

Gambar 4. (e dan f) fistula f, saluran sinus mengeluarkan nanah15

Gambar 5. (g dan h) dento-alveolar abses 15

(41)

Tabel 2. Tabel pufa

2.8 Hubungan Karies yang Tidak dirawat dengan Indeks Massa Tubuh

Keadaan mulut yang buruk, misalnya kehilangan banyak gigi, akibat karies yang tidak dirawat akan menganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut sehingga akan memengaruhi asupan makanan yang masuk kedalam tubuh serta mempunyai dampak pada kualitas hidup. Pada masa anak-anak karies yang tidak dirawat akan menimbulkan ketidaknyamanan, rasa takut, dan gangguan tidur. Kesehatan mulut yang terganggu akibat karies yang tidak dirawat ini akan memengaruhi anak secara fisik, psikologis, tumbuh kembang, berbicara, mengunyah, menikmati makanan, dan bersosialisasi di lingkungan. Sejauh ini, belum banyak penelitian yang menghubungkan antara skor pufa dengan indeks massa tubuh seseorang, sehingga hubungan yang dapat diperoleh hanyalah sebatas hasil dari penelitian. 33,37

(42)

Iran pada anak usia 3-6 tahun, rata-rata dmftnya 4,13. Pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan indeks massa tubuh.18

(43)
(44)

2.10 Kerangka Konsep

Indek Massa Tubuh • Kurus

• Normal • Gemuk Jenis kelamin

• Laki-laki • Perempuan Usia

• 3-5 tahun

Kelompok I deft = 1-5

Kelompok II deft > 5

(45)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dijumpai di dunia. Kerusakan pada gigi (karies) adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi meluas ke arah pulpa. Karies merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri, turunnya resistensi pejamu, diet karbohidrat untuk pejamu dan faktor waktu.1-5

Prevalensi karies masih cukup tinggi di seluruh dunia, sehingga karies merupakan suatu penyakit infeksi gigi yang menjadi prioritas masalah kesehatan gigi dan mulut. Menurut World Health Organization (WHO) di dunia, 60 - 90% dari anak usia sekolah dan hampir 100% orang dewasa mengalami kerusakan gigi.6 Menurut data SEARO (South-East Asia Region) kira- kira 70-95% anak usia sekolah di Asia Tenggara menderita karies.7 Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) nasional tahun 2013 menunjukkan prevalensi karies di Indonesia mencapai 72,1%. Berdasarkan hasil penelitian Ni Nengah Sumerti tahun 2011 prevalensi karies gigi pada beberapa kota di Bali sebanyak 70,9%. Menurut hasil penelitian Thioritz tahun 2010 prevalensi karies gigi pada murid TK di Kecamatan Rappocini Kota Makasar sebesar 100%.8-10

(46)

mengenai karies gigi dan kualitas hidup anak di dapati dampak terbesar yang di alami anak akibat karies yang tidak dirawat adalah nyeri 68%, sedangkan 35% anak tidak suka dengan gigi mereka.12-14

Monse tahun 2010 memperkenalkan indeks PUFA/pufa untuk menilai tingkat keparahan karies gigi yang tidak dirawat pada gigi permanen (PUFA) dan gigi desidui (pufa). Indeks ini dinilai berdasarkan keterlibatan pulpa (P/p), adanya ulserasi (U/u) disebabkan adanya sisa akar, fistula (F/f) dan abses (A/a). Hasil penelitian Monse menunjukkan bahwa prevalensi skor PUFA/pufa (pulpitis, ulserasi, fistula, abses) pada anak usia 48-68 bulan rata-rata skor pufa-nya adalah 2,3±1,6. Penelitian Jain menunjukkan skor rata- rata pufa pada anak 5-8 tahun adalah 2,63 pada anak 9-12 tahun 1,17 sedangkan pada anak 13-16 tahun adalah 0,46. Menurut penelitian Ristya pada tahun 2013 terdapat karies pufa pada anak usia 3-5 tahun dengan rata-rata 4,49±2,35. Penelitian Baginska di Polandia pada anak usia 5 tahun rata-rata skor deft 5,56±4,45 dan rata-rata skor pufa 2,2±3,43. Penelitian Metha A prevalensi skor pufa di India Utara tahun 2014 sebesar 38,6%, dan penelitian Figueiredo pada anak usia 5-6 tahun di Brazil sebesar 23,7%.14-17

Beberapa penelitian telah mengkaitkan hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan indeks massa tubuh. Hasil penelitian Dua R menunjukkan bahwa anak pada kategori kurus memiliki skor rata-rata PUFA/pufa yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak pada kategori normal dan gemuk yakni 2,15 pada anak kurus; 2,1 pada anak normal dan 2,0 pada anak gemuk.18 Benzian menyatakan bahwa indeks massa tubuh berhubungan dengan prevalensi infeksi odontogenik yang disebabkan karies (PUFA/pufa), terlihat 55,7% anak yang mengalami infeksi odontogenik (PUFA/pufa) 27,1% di antaranya mempunyai indeks massa tubuh di bawah normal dan 1% mempunyai indeks massa tubuh di atas normal. Penelitian Mohammadi tahun 2012 menunjukkan hubungan karies gigi dengan indeks massa tubuh, 37 dari 407 orang anak yang diteliti mempunyai indeks massa tubuh dibawah normal dan 40,5% di antaranya kategori karies sangat tinggi.1,19

(47)

Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Marelan. Pemilihan sekolah dengan daerah yang berbeda bertujuan agar sampel yang didapatkan dapat terwakili oleh kategori indeks massa tubuh yang telah ditetapkan oleh peneliti. Selain itu masih sedikit penelitian yang membahas mengenai hubungan antara status karies (deft dan pufa) dengan indeks massa tubuh pada anak usia 3- 5 tahun di Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan Masalah Umum :

1. Apakah terdapat perbedaan indeks massa tubuh antara dua kelompok anak yang memiliki deft tanpa pufa dan kelompok anak yang memiliki pufa pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Maimun dan Medan Marelan.

2. Apakah terdapat korelasi antara rerata deft tanpa pufa dengan rerata indeks massa tubuh pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

3. Apakah terdapat korelasi antara rerata pufa dengan rerata indeks massa tubuh pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

Rumusan Masalah Khusus :

1. Berapakah rerata deft pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

2. Apakah terdapat perbedaan antara rerata deft dengan jenis kelamin pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

3. Berapakah rerata pufa pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

(48)

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan Umum :

1. Mengetahui perbedaan indeks massa tubuh antara dua kelompok anak yang memiliki deft tanpa pufa dan kelompok anak yang memiliki pufa pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Maimun dan Medan Marelan.

2. Mengetahui korelasi korelasi antara rerata deft tanpa pufa dengan rerata indeks massa tubuh pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

3. Mengetahui korelasi antara rerata pufa dengan rerata indeks massa tubuh pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui rerata deft pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

2. Mengetahui perbedaan antara rerata deft dengan jenis kelamin pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

3. Mengetahui rerata pufa pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

4. Mengetahui perbedaan antara rerata pufa dengan jenis kelamin pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

1.3 Hipotesis Hipotesis Mayor:

1. Ada perbedaan indeks massa tubuh antara dua kelompok anak yang memiliki deft tanpa pufa dan kelompok anak yang memiliki pufa pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Maimun dan Medan Marelan.

2. Ada korelasi korelasi antara rerata deft tanpa pufa dengan rerata indeks massa tubuh pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

(49)

Hipotesis Minor:

1. Ada perbedaan antara rerata deft dengan jenis kelamin pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

2. Ada perbedaan antara rerata pufa dengan jenis kelamin pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

1.5 Manfaat Penelitian Teoritis

1. Memberikan informasi bagi orang tua dan guru sekolah tentang adanya hubungan antara status karies (deft dan pufa) dengan indeks massa tubuh sehingga dapat memotivasi anak untuk menjaga kebersihan rongga mulut anaknya secara dini.

2. Sebagai bahan informasi tentang adanya hubungan antara status karies (deft dan pufa) dengan indeks massa tubuh dalam perkembangan Ilmu Kedokteran Gigi Anak.

3. Memberikan data tentang berat badan, tinggi badan, pengalaman karies kepada Lembaga Penelitian dan Pengembangan setempat untuk ditindak lanjuti.

Praktis

1. Menjadi sumber informasi bagi peneliti selanjutnya

(50)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Kedokteran Gigi Anak

Tahun 2016

Esy Beriantika Sari

Hubungan antara Status Karies (deft dan pufa) dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

X + 49 halaman

Kerusakan pada gigi atau karies merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada anak-anak. Karies gigi yang tidak dirawat dapat mengakibatkan keterlibatan pulpa, ulserasi, fistula dan abses yang berdampak terhadap indeks massa tubuh anak. Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan indeks massa tubuh anak usia 3-5 tahun yang memiliki pufa dibandingkan dua kelompok anak yang memiliki deft tanpa pufa, dan juga mengetahui korelasi

antara indeks massa tubuh dengan kelompok pufa dan kelompok deft tanpa pufa. Jenis

penelitian ini analitik observasi cross sectional. Besar sampel penelitian 318 anak yang dibagi

dalam tiga kelompok yaitu, kelompok I anak memiliki deft 1-5 tanpa pufa sebanyak 106 anak, kelompok II anak memiliki deft > 5 tanpa pufa sebanyak 106 anak, dan kelompok III anak

memiliki pufa ≥ 1 sebanyak 106 anak. Pengambilan sampel menggunakan multistage random.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan rongga mulut menggunakan indeks pufa dan deft Klein, serta pemeriksaan indeks massa tubuh dilakukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan anak. Kriteria indeks massa tubuh yang digunakan berdasarkan

(51)

Spearman. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan indeks massa tubuh yang signifikan (p = 0,001) antara kelompok anak yang memiliki pufa dan kelompok tanpa pufa. Pada penelitian ini tidak ada hubungan antara rerata indeks massa tubuh dengan rerata indeks pufa (p =0,977) dan juga tidak ada hubungan antara rerata indeks massa tubuh dengan rerata indeks deft (p =0,05). Disimpulkan, kelompok anak yang memiliki karies dengan melibatkan pulpa lebih beresiko memiliki indeks massa tubuh kurus dibandingkan anak dengan karies tanpa melibatkan pulpa. Anak laki-laki memiliki rerata pufa yang lebih tinggi dibanding anak perempuan dan anak laki-laki memiliki rerata deft yang lebih rendah di banding anak perempuan.

(52)

HUBUNGAN ANTARA STATUS KARIES (deft dan pufa)

DENGAN INDEKS MASSA TUBUH PADA ANAK USIA

3-5 TAHUN DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

DAN MEDAN MARELAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

ESY BERIANTIKA SARI 120600141

Pembimbing :

SITI SALMIAH, drg., Sp. KGA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Kedokteran Gigi Anak

Tahun 2016

Esy Beriantika Sari

Hubungan antara Status Karies (deft dan pufa) dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan.

X + 49 halaman

Kerusakan pada gigi atau karies merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada anak-anak. Karies gigi yang tidak dirawat dapat mengakibatkan keterlibatan pulpa, ulserasi, fistula dan abses yang berdampak terhadap indeks massa tubuh anak. Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan indeks massa tubuh anak usia 3-5 tahun yang memiliki pufa dibandingkan dua kelompok anak yang memiliki deft tanpa pufa, dan juga mengetahui korelasi

antara indeks massa tubuh dengan kelompok pufa dan kelompok deft tanpa pufa. Jenis

penelitian ini analitik observasi cross sectional. Besar sampel penelitian 318 anak yang dibagi

dalam tiga kelompok yaitu, kelompok I anak memiliki deft 1-5 tanpa pufa sebanyak 106 anak, kelompok II anak memiliki deft > 5 tanpa pufa sebanyak 106 anak, dan kelompok III anak

memiliki pufa ≥ 1 sebanyak 106 anak. Pengambilan sampel menggunakan multistage random.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan rongga mulut menggunakan indeks pufa dan deft Klein, serta pemeriksaan indeks massa tubuh dilakukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan anak. Kriteria indeks massa tubuh yang digunakan berdasarkan

(54)

Spearman. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan indeks massa tubuh yang signifikan (p = 0,001) antara kelompok anak yang memiliki pufa dan kelompok tanpa pufa. Pada penelitian ini tidak ada hubungan antara rerata indeks massa tubuh dengan rerata indeks pufa (p =0,977) dan juga tidak ada hubungan antara rerata indeks massa tubuh dengan rerata indeks deft (p =0,05). Disimpulkan, kelompok anak yang memiliki karies dengan melibatkan pulpa lebih beresiko memiliki indeks massa tubuh kurus dibandingkan anak dengan karies tanpa melibatkan pulpa. Anak laki-laki memiliki rerata pufa yang lebih tinggi dibanding anak perempuan dan anak laki-laki memiliki rerata deft yang lebih rendah di banding anak perempuan.

(55)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji

Medan, 19 April 2016

Pembimbing : Tanda Tangan

Siti Salmiah, drg., Sp.KGA

(56)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 19 April 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Taqwa Dalimunthe, drg., Sp. KGA ANGGOTA : 1. Essie Octiara, drg., Sp. KGA

(57)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini dapat selesai disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D., Sp. Ort, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Yati Roesnawi, drg., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Utara dan dosen penguji, atas segala saran, dukungan, dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Siti Salmiah, drg., Sp. KGA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, panduan, saran, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp. KGA, dan Essie Octiara, drg., Sp. KGA, selaku dosen penguji yang telah memberi saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM, selaku narasumber skripsi yang banyak memberikan masukan saran dan ide bermanfaat kepada penulis agar dapat menyusun skripsi dengan lebih teratur.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak atas masukan dan bantuan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(58)

8. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku ketua Komisi Etik Penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

9. Rasa hormat dan terima kasih teristimewa kepada orang tua tecinta ayahanda Abdul Kodar, SKM dan dan ibunda Yuli Suryati, Am. Keb yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, dorongan moril dan materil kepada penulis serta kepada saudari penulis, Ella Noviska Dwi Ananda.

10. Sahabat – sahabat terbaik penulis yaitu Deli, Mayang, Rpp, Fathia, Handoko Andrean, Chyntia, Deandini, Ovie, Ani, Aisyah, Nancy, Lungguk, Fany, Irfan, Sherly, Jenny, Ikhtarina, Windi, Vivian, Tharani, Yeyen, Keum, Benvri, Harisa, Nurwalia, Yuris, Cika, Rosa, Putra Rd, Moa, Muslimah Indomie yang telah memberikan dukungan dan telah bersedia meluangkan waktu dalam membantu penelitian serta teman – teman stambuk 2012 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

11. Kepala Sekolah, pihak Yayasan, murid serta orangtua murid RA Ibunda, TK swasta Yapena, TK Bina Guna, TK Tarbiyah dan PAUD Sahabat Robbani, TK Kurnia 2, TK Namirah RA Raudhatul Amanah, RA Jamiatul Khairiyah, RA Hidayatullah yang telah memberikan bantuan sehingga penelitian ini dapat dilakukan.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu dalam skripsi ini. Namun, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, masyarakat, pengembangan ilmu pengetahuan, dan kebutuhan klinis.

Medan, 19 April 2016 Penulis

(59)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Hipotesis 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi 6

2.2 Etiologi Karies 6

2.3 Faktor Risiko 9

2.4 Prevalensi dan Pengalaman Karies 11

2.5 Dampak Karies Tidak Terawat 12

2.6 Indeks Massa Tubuh 13

2.7 Indeks Karies 14

2.7.1 Indeks deft Klein 14

2.7.2 Indeks pufa 15

2.8 Hubungan Karies yang Tidak Dirawat dengan IMT 18

2.9 Kerangka Teori 20

Gambar

tabel indeks massa
Tabel 3. Karakteristik subjek penelitian
Tabel 4. Distribusi Kelompok deft Tanpa pufa dan Kelompok pufa Berdasarkan Jenis
Tabel 5. Rerata status karies berdasarkan kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada perbedaan indeks massa tubuh pada kelompok anak usia 6-12 tahun yang memiliki PUFA/pufa dibandingkan dua kelompok anak dengan DMFT/deft tanpa PUFA/pufa di

Yati Roesnawi, drg., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Utara dan dosen penguji, atas segala saran, dukungan, dan bantuan

indeks massa tubuh pada anak tanpa pufa usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan. Polonia dan

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan kepada anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul “Hubungan Pengalaman Karies dan PUFA dengan Indeks

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan kepada anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul “Hubungan Pengalaman Karies dan PUFA dengan Indeks

Hubungan skor PUFA/pufa dengan indeks massa tubuh pada anak usia 6-12.. tahun di sd di Kecamatan Medan Kota dan

HUBUNGAN SKOR PUFA/pufa DENGAN INDEKS MASSA TUBUH PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SD KECAMATAN MEDAN KOTA DAN MEDAN PERJUANGAN.. Nama

4.3 Perbedaan Indeks Massa Tubuh pada Kelompok Anak dengan DMFT Tanpa PUFA dan Anak yang Memiliki PUFA ....