• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Status Karies (deft dan pufa) dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Status Karies (deft dan pufa) dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Marelan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Karies Gigi

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu enamel, dentin dan sementum, di sebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies di awali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa, gula dan glukosa), untuk menghasilkan asam, menyebabkan pH plak akan turun menjadi di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Asam yang di produksi dapat di netralkan oleh saliva, sehingga akan meningkatkan pH dan pengambilan mineral dapat berlangsung. Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan remineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.2,3

2.2 Etiologi Karies

(2)

yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.3,21,22

1. Faktor host atau tuan rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel dan faktor kimia. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.

Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi desidui lebih mudah terserang karies daripada gigi permanen . Hal ini disebabkan karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen secara kristalografis kristal-kristal gigi desidui tidak sepadat gigi permanen. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.3,22

2. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Streptococcus mutans dan laktobasilus merupakan kuman yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang diragikan.3,23

3.Faktor substrat atau diet

(3)

Metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami karies pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.3,24

4. Faktor waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.3

(4)

2.3 Faktor Risiko Karies

Faktor-faktor yang memengaruhi risiko terjadinya karies yaitu pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, jenis kelamin, sosial ekonomi.3,25

1. Pengalaman karies

Tingginya skor pengalaman karies pada gigi desidui dapat memprediksi terjadinya karies pada gigi permanennya.

2. Penggunaan fluor yang cukup

Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.

3. Oral Higiene

Salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, tetapi banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembersih interdental disertai dengan pemeriksaan gigi secara teratur.3,26

4. Jumlah bakteri

Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai resiko karies lebih tinggi pada gigi desiduinya. Laktobasilus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.3

5. Saliva

(5)

bakteri. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.3

6. Pola makan

Mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, menyebabkan beberapa bakteri penyebab karies akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi. Saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi diantara waktu makan. Seringnya mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi sehingga terjadi karies.

7. Jenis kelamin

Selama masa kanak-kanak dan remaja, perempuan menunjukkan tingkat keparahan karies yang lebih tinggi daripada laki-laki.Kontribusi gen pada perempuan diduga memengaruhi risiko terjadinya karies. Gen amelogenin pada perempuan dan produk protein yang dihasilkan berperan dalam pembentukan enamel. Protein amelogenin terdiri dari 90% matrix enamel, jika terjadi gangguan pada gen atau berkurangnya produksi protein amelogenin, maka pembentukan enamel akan terganggu sehingga kerentanan karies akan meningkat.27

Gen amelogenin pada laki-laki akan memberikan mekanisme kompensasi terhadap gangguan yang terjadi pada kromosom X melalui produksi 10% protein amelogenin yang sama dengan kromosom X, protein ini tidak di jumpai pada perempuan. Kerentanan karies pada perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.27

(6)

8. Sosial ekonomi

Karies dijumpai lebih sedikit pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan sebaliknya. Hal ini dikaitakan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Menurut Thirtankar (2003), pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi setelah pekerjaan yang memengaruhi status kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan memengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.3,26

2.4 Prevalensi dan Pengalaman Karies

Karies gigi dapat ditemui diseluruh dunia tanpa memandang usia, bangsa ataupun keadaan ekonomi. Diperkirakan 90% anak usia sekolah diseluruh dunia pernah menderita karies. Prevalensi karies tertinggi terdapat di Asia dan Amerika Latin, prevalensi terendah terdapat di Afrika. Penelitian di negara-negara Eropa, Amerika, Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80%-95% dari anak-anak di bawah usia 18 tahun terserang karies gigi.30

Insiden karies gigi setiap tahunnya cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO, yaitu pada tahun 1970 nilai indeks DMFT: 0,70, pada tahun 1980 kemudian meningkat menjadi 2,30 dan pada akhir tahun 1999 menjadi 2,70. Data global juga menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menjadi masalah dunia yang dapat memengaruhi kesehatan umum dan kualitas hidup. Jika tidak diobati, karies gigi dapat menyebabkan sakit, gangguan penyerapan makanan, memengaruhi pertumbuhan tubuh anak dan hilangnya waktu sekolah.31

(7)

tahun dengan rata-rata 4,49±2,35.Hasil data tersebut menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat dan cara menjaga kebersihan rongga mulut masih rendah.1,8,14

2.5 Dampak Karies Tidak Terawat

Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak terjadi adalah karies gigi. Karies pada anak umumnya jarang diperhatikan dan tidak mendapat perawatan. Meskipun banyak dilakukan penelitian tentang karies, tetapi masih banyak kasus karies yang masih diabaikan. Kerusakan pada gigi yang disertai ketidaknyamanan atau sakit gigi dapat memengaruhi berat badan, pertumbuhan dan kualitas hidup anak sebab fungsi pengunyahan gigi akan terganggu, membuat anak rewel, gusi bengkak, anak juga akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktifitasnya sehari - hari, sehingga anak tidak mau makan dan akibatnya yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi. Menurut Martapura, akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernafasan, saluran pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena penyakit. Bila gigi desidui sudah berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat nantinya.32,33

(8)

perbaharuan sel-sel hemoglobin yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia atau penyakit kronis lainnya di karenakan produksi sel merah yang terganggu.18,34

2.6 Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh adalah alat ukur yang digunakan untuk mendefenisikan status berat badan anak, remaja, dan dewasa. Interpretasi indeks massa tubuh tergantung pada usia dan jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. Indeks massa tubuh pada anak berubah sesuai usia dan peningkatan panjang dan berat badan.

Indeks massa tubuh mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya menggunakkan dua hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan.35 Salah satu keterbatasan indeks massa tubuh adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. Indeks massa tubuh juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh.

Perhitungan nilai indeks massa tubuh dapat diperoleh sebagai berikut:35

Indeks Massa Tubuh =

Perhitungan indeks massa tubuh pada anak-anak dan dewasa menggunakan metode yang sama, untuk orang dewasa interpretasi tidak berdasarkan usia dan jenis kelamin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, pengukuran IMT mengacu pada standar antropometri World Health Organization

(9)

Tabel 1. Kategori IMT menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia35 Ambang batas (Z-score) Kategori IMT Indeks Massa Tubuh

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks deft dan indeks pufa (pengukuran ini di gunakan untuk gigi desidui).17

2.7.1 Indeks deft Klein

(10)

pemeriksaan pada gigi (deft). Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung di isi kode d (gigi yang karies), e (gigi yang dicabut), f (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan semua kode. Gigi permanen dan gigi desidui hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth) sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) digunakan untuk gigi desidui.

Termasuk dalam d (decayed) adalah : 1. Semua gigi susu yang mengalami karies.

2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen. 3. Gigi dengan tumpatan sementara.

Termasuk dalam e (extracted) adalah :

1. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies. Termasuk dalam f (filling) adalah :

1. Semua gigi dengan tumpatan permanen.

Nilai def total dihitung dengan menjumlahkan d+e+f, dan nilai yang mungkin untuk seorang anak dengan gigi desidui adalah 0-20.

2.7.2 Indeks pufa

Indeks pufa digunakan untuk menilai keadaan pulpa yang terlibat, ulserasi dari mukosa akibat fragmen akar, fistula dan abses. Lesi disekeliling karies yang tidak berhubungan dengan keterlibatan pulpa sebagai akibat karies tidak dicatat. Indeks pufa adalah indeks untuk menilai keadaan rongga mulut karena karies yang tidak dirawat sehingga meluas sampai ke pulpa.15

Pengukuran dilakukan secara visual dan menggunakan alat yang minimal (kaca mulut dan senter) karena kurangnya pengalaman peneliti dalam melihat pufa pada rongga mulut anak. Hanya satu skor yang diberikan untuk satu gigi.Kriteria pemberian kode untuk indeks pufa:

(11)

u: Ulserasi dicatat ketika bagian yang tajam dari gigi dengan karies mencapai pulpa atau fragmen akar yang telah menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak di dekatnya. (Gambar 3 c dan d)

f : Fistula dicatat ketika adanya sinus tract yang berhubungan dengan gigi karies mencapai pulpa. (Gambar 4 e dan f)

a : Abses dicatat ketika adanya pus dan pembengkakan yang berhubungan dengan gigi dengan karies mencapai pulpa. (Gambar 5 g dan h)

Gambar 2. (a dan b) Keterlibatan pulpa p, kamar pulpa terlihat atau koronal gigi telah hancur

oleh proses karies dan hanya akar atau sisa akar yang tertinggal 15

(12)

Gambar 4. (e dan f) fistula f, saluran sinus mengeluarkan nanah15

Gambar 5. (g dan h) dento-alveolar abses 15

Indeks pufa ini tidak menggunakan skor pada kolom yang tersedia langsung di isi kode p (keterlibatan pulpa), u (ulserasi akibat trauma), f (adanya fistula), a (adanya abses). Jumlah pufa dihitung per orang secara kumulatif dengan menjumlahkan p+u+f+a. Pengalaman pufa untuk suatu populasi dihitung sebagai rerata dan memiliki

(13)

Tabel 2. Tabel pufa

2.8 Hubungan Karies yang Tidak dirawat dengan Indeks Massa Tubuh

Keadaan mulut yang buruk, misalnya kehilangan banyak gigi, akibat karies yang tidak dirawat akan menganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut sehingga akan memengaruhi asupan makanan yang masuk kedalam tubuh serta mempunyai dampak pada kualitas hidup. Pada masa anak-anak karies yang tidak dirawat akan menimbulkan ketidaknyamanan, rasa takut, dan gangguan tidur. Kesehatan mulut yang terganggu akibat karies yang tidak dirawat ini akan memengaruhi anak secara fisik, psikologis, tumbuh kembang, berbicara, mengunyah, menikmati makanan, dan bersosialisasi di lingkungan. Sejauh ini, belum banyak penelitian yang menghubungkan antara skor pufa dengan indeks massa tubuh seseorang, sehingga hubungan yang dapat diperoleh hanyalah sebatas hasil dari penelitian. 33,37

(14)

Iran pada anak usia 3-6 tahun, rata-rata dmftnya 4,13. Pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan indeks massa tubuh.18

(15)

2.9 Kerangka Teori

(16)

2.10 Kerangka Konsep

Indek Massa Tubuh • Kurus

• Normal • Gemuk Jenis kelamin

• Laki-laki • Perempuan Usia

• 3-5 tahun

Kelompok I deft = 1-5

Kelompok II deft > 5

Gambar

Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies  sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu3
Tabel 1. Kategori IMT menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia35
Gambar  2. (a dan b) Keterlibatan pulpa p, kamar pulpa terlihat atau koronal gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau sisa akar yang tertinggal 15
Tabel 2. Tabel pufa

Referensi

Dokumen terkait

(2010) menyatakan indeks PUFA/pufa menggambarkan konsekuensi klinis untuk karies yang tidak dirawat. PUFA/pufa digunakan untuk menilai karies dengan keterlibatan

u: Ulserasi dicatat ketika bagian yang tajam dari gigi dengan karies mencapai pulpa atau fragmen akar yang telah menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak di

Yati Roesnawi, drg., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Utara dan dosen pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktunya

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan kepada anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul “Hubungan Pengalaman Karies dan PUFA dengan Indeks

permukaan yang tajam dari gigi dislokasi dengan keterlibatan pulpa atau fragmen. akar yang menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak di sekitar

di India, anak yang berusia 4-14 tahun yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki status sosial ekonomi rendah menderita karies tidak dirawat (PUFA/pufa) yang lebih tinggi,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengalaman karies anak dan indeks PUFA sebagai indeks pengukur keparahan karies anak dengan Indeks Massa Tubuh anak

Indeks PUFA/pufa adalah sebuah indeks yang digunakan untuk mengukur keadaan rongga mulut akibat karies gigi yang tidak dirawat seperti keterlibatan pulpa (P/p), ulserasi