BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yang dimaksud dengan lansia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial).4 Menurut WHO, klasifikasi lansia meliputi usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun.2,3
Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut: “seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.3 Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.4 Departemen Kesehatan Republik Indonesia membuat klasifikasi lansia berdasarkan kelompok yaitu kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium.2,3
2.2 Karies
Menurut WHO, kesehatan rongga mulut saling berhubungan dengan kesehatan umum. Salah satu gangguan kesehatan rongga mulut yang dapat mempengaruhi kesehatan umum adalah karies.15 Karies yang tidak dirawat dapat menyebabkan komplikasi oral seperti periodontitis apikalis dan ulser pada jaringan lunak mulut.15,18,19
2.2.1 Definisi Karies
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi kedalam jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.17-19
Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu:6
1. Karies pada email, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa ngilu.
2. Karies pada dentin, ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.
3. Karies pada pulpa, ditandai dengan gigi yang terasa sakit terus menerus, sifatnya tiba-tiba atau muncul dengan sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit
2.2.2 Etiologi Karies
Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih (Gambar 1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.6,15,20
2.2.2.1 Faktor host atau tuan rumah
Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia yang kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka maka kristal enamel semakin padat dan enamel semakin resisten.6,15,20
Gambar 1: Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host agen, substrat, dan waktu. 1
2.2.2.2 Faktor agen atau mikroorganisme
pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).6,15,20
2.2.2.3 Faktor substrat atau diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukan bahwa orang dengan konsumsi karbohidrat terutama sukrosa dalam jumlah yang besar cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.6,15,20
2.2.3 Faktor risiko
Adanya hubungan sebab akibat terjadinya karies diidentifikasi sebagai faktor risiko karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva dan pola makan. Ada juga faktor risiko demografi seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi.6,15,20
2.3Indeks DMF-T
2.4 Indeks PUFA
Kegagalan indeks DMFT untuk menyediakan informasi tentang keadaan klinis pada karies yang tidak dirawat, seperti abses pulpa, yang mungkin lebih berat dari lesi kariesnya sendiri, menjadi landasan untuk pengembangan indeks PUFA. Indeks PUFA diperkenalkan oleh Profesor Wim Van Palenstein-Heldermanndari University of Njimegen, Njimegen, Belanda, digunakan untuk mengukur keparahan karies. Indeks ini menunjukkan keadaan karies gigi yang tidak segera ditangani sehingga berlanjut mengakibatkan kerusakan pada pulpa, ulserasi, fistula dan abses.21
Indeks PUFA dicatat secara terpisah dari DMFT dan indeks ini menilai ada tidaknya pulpa yang terlibat, ulserasi pada rongga mulut yang disebabkan sisa akar, fistula dan abses. Penilaian dilakukan secara visual tanpa menggunakan alat. Hanya satu skor ditetapkan per gigi. Huruf besar pada indeks digunakan untuk gigi permanen dan huruf kecil digunakan untuk gigi susu.21
Jadi, untuk seorang individu skor pufa dapat berkisar 0-20 untuk gigi desidui dan 0-32 skor PUFA untuk gigi permanen. Prevalensi PUFA dihitung sebagai persentase dari populasi. Kriteria untuk PUFA/ pufa indeks adalah sebagai berikut:11,21
P ⁄ p Pulpa
Keterlibatan pulpa didata ketika terlihat keterlibatan tanduk pulpa dan struktur korona gigi hancur akibat proses karies atau hanya akar/ fragmen akar. Tidak ada pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosa keterlibatan pulpa.11,21
U ⁄ u Ulserasi
Ulserasi akibat trauma yang disebabkan sisi tajam gigi, dicatat ketika bagian gigi tersebut menyebabkan traumatik ulser pada jaringan lunak sekitarnya misalnya lidah, atau mukosa bukal.11,21
Gambar.3 Ulserasi (U/u)
F ⁄ f Fistula
Fistula didata ketika telah ditemui adanya nanah yang keluar dari saluran sinus.11,21
A ⁄ a Abses
Abses didata ketika pembengkakan yang mengandung nanah ditemui pada gigi yang terlibat infeksi pulpa.11,21
Gambar 5: Abses(A/a).
Skor PUFA per orang diukur dengan cara yang sama seperti DMFT dengan menjumlahkan hasil. Tiap gigi hanya dimasukan dalam satu kategori saja yaitu P, U, F, dan A.
2.5 Kerangka Konsep
Lansia:
- Tempat tinggal - Jenis kelamin
Pengalaman karies: D/Decay M/Missing
F/Filling T/Tooth
Pengalaman karies yang tidak dirawat:
P/Pulpitis U/ulser