• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Juni 2009 bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan II, Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Uji Biofarmaka LPPM IPB, Laboratirium Pengujian Pasca Panen Pertanian, Cimanggu-Bogor untuk pengujian kandungan asam amino Laboratorium Fisika Instrumen FMIPA IPB untuk pengujian biopigmen.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan penelitian ini meliputi stok inokulum Spirulina fusiformis yang diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, media kultur Spirulina yang terdiri dari bahan-bahan sebagai berikut: NaHCO3, Pupuk

NPK (25:7:7), Pupuk TSP, NaCl serta trace element sebagai vitamin yang terdiri dari H3BO3, MnCl2.4H2O, ZnSO4.7H2O, Na2MoO4.2H2O, CuSO4.5H2O,

COCl2.6H2O, Na2WO4.2H2O, NH4VO3, CaCl2, NiSO4.7H2O (Borowitzka dan

Borowitzka 1988) yang komposisinya tersaji pada Lampiran 1. Bahan kimia untuk analisis kuantitatif fikosianin adalah 0, 01 M larutan buffer posfat pH 7 yang dibuat dari K2HPO4 dan KH2PO4 (Lampiran 2), dan Aquades (Minkova

2003). Aseton untuk analisis total klorofil. Na-K-Tartrat CuSO4.5H2O dan larutan

folin-ciocalteu-fenol untuk analisis total protein (Lowry et al. 1951), fenol 5% dan H2SO4 95% untuk analisis karbohidrat.

Alat yang akan digunakan meliputi akuarium, toples kaca, neraca analitik, tube light (TL) Philips 40 watt, oven, tanur, tabung kaca, desikator, freezer, lemari es, sudip, nylon mesh 30 mikron, pH meter, aluminium foil, High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Spektrofotometer Shimadzu spektronik 20, spektrofotometer UV-Vis 2800, spektrofotometer USB 2000 (dengan software Spectra Suite®), pipet volumetrik, bulb, lux meter, magnetic stirer serta sentrifuse.

(2)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1) kultivasi Sprulina menggunakan akuarium dengan intensitas cahaya 3250 lux, pH 10, suhu 30 oC, 2) penentuan kurva pertumbuhan dilakukan pada kultur yang mengunakan toples kaca dengan mengukur rapat optis menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 480 nm, 3) pemanenan dilakukan pada umur 18 hari dan 32 hari dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu ruang untuk menghasilkan biomasa kering. Analisis biomasa kering Spirulina meliputi: 1) total protein (Lowry et al. 1951), 2) total lemak (Folch 1957 dalam Watanabe 1988), 3) karbohidrat dengan metode fenolic-sulfur, 4) kadar abu, 5) asam amino menggunakan HPLC, 6) analisis kadar klorofil dan fikosianin 7) uji antioksidan biomasa kering Spirulina fusiformis dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Kultur Spirulina

Penentuan kurva pertumbuhan Pemanenan dan pengeringan

Gambar 4 Diagram alir tahapan proses penelitian total protein, total lemak, karbohidrat, kadar abu, asam amino Analisis kadar fikosianin dan klorofil Aktivitas antioksidan dengan DPPH Biomasa kering

(3)

3.3.1 Kultivasi Spirulina fusiformis

Kultivasi Spirulina fusiformis dilakukan di dalam akuarium berukuran panjang, lebar dan tinggi: 60, 30, 40 cm, dengan intensitas cahaya tidak lebih dari 4000 lux (Chen et al.1996) untuk menghindari foto-inhibisi, pH 10, pada suhu ruang dan diaduk setiap hari. Stok Spirulina fusiformis sebanyak 10-20 % (v/v) diinokulasi ke dalam media kultur. Tahap kultivasi untuk mendapatkan biomasa kering Spirulina tertera pada Gambar 5.

Spirulina • Suhu: 30 oC

• Lampu TL 40 W (3250 lux), pH 10, agitasi setiap hari

Kultivasi dalam media kultur Pemanenan pada umur panen

18 dan 32 hari Penyaringan dengan

nylon mesh (30 mikron)

Biomasa sel

Pembilasan dengan akuades 2-3 kali Pengeringan pada suhu ruang (30 oC)

Penyimpanan dalam desikator

Spirulina kering

Gambar 5 Diagram alir kultivasi; pemanenan dan pengeringan Spirulina

3.3.2 Penentuan kurva pertumbuhan

Laju pertumbuhan diukur selama periode kultur dengan metode rapat optis (optical density) menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 480 nm (Vonshak 1997 diacu dalam Abd. El-Baky 2003). Penentuan

(4)

kurva pertumbuhan dilakukan pada kultur di dalam toples kaca dengan kondisi lingkungan sama dengan pada kultur di akuarium. Pengukuran nilai rapat optis dilakukan setiap hari selama kurang lebih 64 hari periode kultivasi.

3.3.3 Tahap pemanenan dan pengeringan Spirulina fusiformis

Pemanenan dilakukan pada dua fase yaitu pada umur panen 18 hari dan 32 hari. Pemanenan Spirulina fisiformis dilakukan dengan penyaringan menggunakan nylon mesh berukuran 30 mikron. Biomasa yang didapatkan kemudian dibilas dengan air aquades sebanyak 2-3 kali untuk mereduksi komponen media kultur (Patil 2006).

Selanjutnya biomasa Spirulina yang masih basah tersebut diletakkan di atas plastik mika untuk proses pengeringan. Pengeringan dilakukan pada suhu ruang menggunakan bantuan aliran udara dari kipas angin selama 3-5 jam bergantung pada jumlah dan ketebalan biomasa sel di atas penampang kaca. Biomasa yang telah kering disimpan di dalam desikator terlebih dahulu selama satu jam sebelum dilakukan proses analisis.

3.4 Analisis Komposisi Kimia Spirulina fusiformis 3.4.1 Analisis total protein (Lowry et al. 1951)

Penentuan total protein diawali dengan menimbang 4 mg sampel lalu dilarutkan ke dalam 20 mL aquades kemudian diambil sebanyak 2 mL ke dalam tabung sentrifuge 10 mL. Lalu ditambahkan larutan Cu-alkalin volume 5 mL ke dalam tiap sampel dan pada satu deret standar (0, 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160 ppm). Sampel dan standar dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit 0,3 mL folin-ciocalteu-fenol. Sampel didiamkan selama 15 menit pada suhu ruang lalu disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil dan diukur pada panjang gelombang 540 nm. Kandungan total protein ditentukan berdasarkan hasil ploting absorbasi sampel terhadap persamaan kurva standar.

Pembuatan larutan Cu-alkalin dan larutan standar adalah sebagai berikut: • Larutan Cu-alkalin:

(5)

2. Dibuat larutan Na2CO3 20%

3. Dibuat larutan Na-K-Tartrat 20% 4. Dibuat larutan CuSO4.5H2O 5%

5. Larutan Cu-alkalin dibuat dengan mencampurkan 20 mL larutan NaOH 4% + 10 mL larutan Na2CO3 20% + aquades hingga volume tepat

100 mL + 1 mL larutan Na-K-Tartrat 20% dan 1 mL CuSO4.5H2O 5%.

• Larutan Standar:

1. Standar protein yang digunakan adalah BSA

2. Larutan stok standar dibuat dengan cara melarutkan 50 mg BSA ke dalam 100 mL aquades menggunakan labu takar dan disimpan dalam refrigerator (suhu dingin) hingga buih hilang. Larutan deret standar dibuat dengan cara mengencerkan larutan standar stok BSA (500 ppm) menjadi konsentrasi: 0, 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180 ppm.

3.4.2 Analisis karbohidrat (Apriyantono et al. 1988)

Persiapan sampel diawali dengan penimbangan sejumlah sampel (20-30 g); tambahkan alkohol 80% dengan perbandingan 1:2 atau 1:1. Selanjutnya, proses penghancuran sampel dilakukan menggunakan waring blender sampai semua gula terekstrak. Sampel dipindahkan ke gelas piala secara kuantitatif. Saring sampel dengan kapas, tempatkan filtrat dalam gelas piala, dan sisa padatan dibilas dengan alkohol 80% sampai seluruh gula larut di dalam filtrat. Jika filtrat dalam kondisi asam, ditambahkan CaCO3 sampai cukup basa.

Filtrat dipanaskan dengan penangas air 100 oC selama 30 menit kemudian

disaring kembali seperti prosedur sebelumnya. Alkohol dihilangkan dengan memanaskan filtrat pada penangas air dengan suhu 85 oC, jika akan kering ditambahkan air secukupnya. Jika masih terdapat endapan, Pb-asetat jenuh ditambahkan, dan dihilangkan dengan Na-Oksalat. Volume larutan ditepatkan sampai volume tertentu dan dikocok hingga merata. Selanjutnya, sampel dapat digunakan untuk analisis.

Larutan standar yang digunakan glukosa : 100 µg/mL dan digunakan

(6)

masing-masing mengandung 0, 10, 20, 40, 60, dan 80 µg gula. Reagen yang digunakan adalah larutan fenol 5% dan larutan H2SO4 95,5%.

Sebanyak 2 mL larutan standar atau sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 mL larutan fenol dihomogenisasi dengan vortex serta secara cepat ditambahkan 5 mL asam sulfat dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. Tabung reaksi didiamkan selama sepuluh menit dalam posisi berdiri dan ditempatkan dalam penangas air selama 15 menit dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 490 nm untuk heksosa dan 480 nm untuk pentosa dan asam uronat. Kurva standar dibuat dan konsentrasi total gula dapat dilakukan dengan memplot hasil absorbasi sampel terhadap kurva standar.

3.4.3 Analisis total lemak (Folch 1957 dalam Watanabe 1988 )

Lemak total diekstrak melalui prosedur pencampuran dengan klorofom dan metanol dengan rasio 2:1 untuk analisis lebih lanjut, lemak ditemukan melalui filtrasi dan evaporasi bahan pelarut menggunakan vakum. Prosedur ekstraksi ini biasanya menghasilkan 95-99 % lemak, tetapi gangliosida dan beberapa glikolipid kadang-kadang hilang pada saat pencucian kecuali dalam bentuk encer sehingga dapat ditahan dan ditemukan kembali. Diagram alir prosedur kerja analisis total lemak dapat dilihat pada Gambar 6.

Pengovenan (110 oC, 1 jam) dan Penimbangan Labu

Ekstraksi sampel Sampel: Pelarut 1:20

Homogenisasi selama 5 menit

Penyaringan dengan pompa vakum

(7)

Kadar air % B C

B A x 100 % Pengocokan kuat selama satu menit 1 menit

Penyimpanan selama 24 jam

Penyaringan dan Pemisahan endapan

Evaporasi labu dan Penimbangan

Gambar 6 Diagram alir metode analisis total lemak Perhitungan:

Total lemak (%) = (X1-X2) x 100% A

Keterangan:

X1 : berat labu akhir X2 : berat labu kosong A : berat sampel

3.4.4 Analisis kadar air (AOAC 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Kemudian cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator selama lebih kurang 30 menit, kemudian didinginkan dan ditimbang hingga beratnya konstan. Cawan dan sampel Spirulina fusiformis seberat 1-2 g ditimbang dengan timbangan digital. Kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven pada suhu 102-105 oC selama kurang lebih 6 jam. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang sampai didapat berat yang konstan. Perhitungan kadar air dapat dihitung dengan rumus: 

Keterangan: A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan dengan sampel (g)

(8)

3.4.5 Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Kadar abu % C A

B A x 100 %

Prinsip penetapan kadar abu yaitu abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu

sekitar 550-600 oC. Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Sebanyak 1-2 g sampel (biomasa Spirulina

fusiformis) ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya. Contoh kemudian dikeringkan dalam oven dan diarangkan dan selanjutnya diabukan dalam tanur pada suhu 600 oC selama 6-8 jam sampai pengabuan sempurna (abu berwarna putih). Contoh didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Untuk menghitung kadar abu digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan:

A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan dengan sampel Spirulina fusiformis (g)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah diabukan (g) 3.4.6 Analisis asam amino (AOAC 1995)

Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sebelum dipakai, perangkat HPLC harus dibilas terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe yang akan digunakan harus dibilas dengan akuades. Analisis asan amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu : (1) tahap pembuatan hidrolisat protein; (2) tahap pengeringan; (3) tahap derivatasi; (4) tahap injeksi serta analisis asam amino.

(1) Tahap pembuatan hidrolisat protein

Untuk preparasi sampel yaitu tahap pembuatan hidrolisat protein, sampel ditimbang sebanyak 0,25-0,5 g dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur ditambah dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 mL yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak menganggu kromatogram yang dihasilkan. Setelah pemanasan selesai, hidrolisat protein disaring menggunakan milipore berukuran 45 mikron.

(9)

(2) Tahap pengeringan Tahap pengeringan

Hasil saringan ditambahkan 30 µl larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trimetilamin dengan perbandingan 2:2:1. Setelah ditambahkan larutan pengering dengan pompa vakum untuk mempercepat proses dan mencegah oksidasi.

Hasil saringan ditambahkan 30 µl larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trimetilamin dengan perbandingan 2:2:1. Setelah ditambahkan larutan pengering dengan pompa vakum untuk mempercepat proses dan mencegah oksidasi.

(3) Tahap derivatisasi (3) Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiodotiosianat, dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 25 ml asetonitril 60 % dan natriun asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali dengan menggunakan milipore berukuran 45 mikron.

Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiodotiosianat, dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 25 ml asetonitril 60 % dan natriun asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali dengan menggunakan milipore berukuran 45 mikron.

(4) Injeksi ke HPLC (4) Injeksi ke HPLC

Hasil saringan diambil sebanyak 20 µl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Untuk perhitungan konsentrasi asam amino pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.

Hasil saringan diambil sebanyak 20 µl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Untuk perhitungan konsentrasi asam amino pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.

Kandungan asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus yaitu persentase asam amino dalam mg sampel :

Kandungan asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus yaitu persentase asam amino dalam mg sampel :

Luas puncak sampel Luas puncak sampel

Luas puncak standar x C x fp x BMA x 100 % % Asam Amino =

µg sampel

Keterangan :

C = konsentrasi standar asam amino (2,5 mmol) fp = faktor pengenceran

BMA = Berat molekul masing-masing asam amino (µg/mmol)

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino sebagai berikut: Temperatur : Suhu ruang (27 oC)

Kolom : Pico tag 3,9 x 150 nm Kecepatan Alir : 1,5 mL/menit

(10)

Tekanan : 3000 psi

Program : Gradien

Fase gerak : Asetonitril 60%; Buffer Natrium Asetat 1 M

Detektor : UV

Panjang Gelombang : 254 nm

3.5 Analisis Biopigmen Spirulina fusiformis 3.5.1 Kadar klorofil

Sebanyak 10 mg biomasa Spirulina dihaluskan dengan mortar sambil ditambahkan aceton 90% sampai volume 10 mL dan kemudian dimasukkan ke dalam botol sentrifuge 10 mL. Kemudian sampel disimpan dalam lemari es selama semalam. Setelah itu sampel dibungkus rapat menggunakan aluminium foil, disimpan dalam lemari es selama semalam. Selama proses ekstraksi klorofil, aceton 90% disiapkan sebagai blanko dengan jumlah yang sama dengan yang ditambahkan ke sampel. Setelah semalam, sampel didiamkan sejenak di dalam suhu kamar dan disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kemudian supernatan diambil dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 664 dan 647 nm. Klorofil merupakan pigmen yang foto-sensitif, sebisa mungkin kerja dilakukan pada cahaya yang minim (redup).

Hasil akhir dihitung dengan persamaan berikut (Jeffrey dan Humprey 1975 diacu dalam Chrismadha 1993).

μg/ L klorofil 11,47 A 0,4 x A x L L

3.5.2 Kadar fikosianin

Biomasa Spirulina sebanyak 40 g dibilas dengan larutan buffer (100 mM buffer K-fosfat pro-analys, pH 7) dan disuspensikan ke dalam 10 mL

larutan buffer fosfat. Suspensi dibekukan pada suhu -15 oC selama semalam. Setelah itu, suspensi beku di thawing pada suhu 30 oC selama satu jam dengan

diaduk menggunakan magnetic stirer. Sampel yang telah disimpan itu, disentrifugasi pada 3000 rpm selama 30 menit (Minkova 2003).

(11)

Kadar fikosianin % A620x 10 x100

7,3 x mg sampel x persen berat kering

Supernatan dipisahkan dari endapannya untuk dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm, dengan buffer fosfat sebagai blanko. Kadar fikosianin dapat dihitung dengan rumus (Lorenz 1998 dan Doke 2005 diacu dalam Mohammad 2007):

3.6 Pengujian Antioksidan Biomasa kering S. fusiformis dengan DPPH Larutan stok DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) dibuat tepat sebelum digunakan dengan melarutkan serbuk DPPH radikal dalam metanol dengan konsentrasi 1 mM. Stok larutan DPPH dibuat menggunakan labu takar berukuran 50 mL dan disimpan di dalam botol ekstrak berukuran 50 mL yang telah dilapisi dengan aluminium foil untuk mencegah bereaksinya DPPH dengan cahaya.

Pengujian ini diawali dengan menyiapkan stok butil hydroxi toluen (BHT) sebagai larutan kontrol positif dan larutan sampel konsentrasi 2000 ppm dalam botol ekstrak berukuran 60 mL yang transparan namun sudah dilapisi dengan aluminium foil. Selanjutnya dilakukan pengenceran larutan stok BHT dengan konsentrasi 5, 10, 15, 25, 50 dan 100 ppm, sedangkan larutan stok sampel dengan konsentrasi 125, 250, 500, 1000, 2000 ppm. Pengenceran BHT dan larutan sampel masing-masing ditetapkan dalam larutan analisis sedemikian sehingga ketika ditambahkan dengan larutan DPPH volume total larutan tersebut menjadi 4 mL. Sebagai blanko digunakan metanol pro analysis dengan volume 4 mL dalam botol ekstrak berwarna coklat berukuran 15 mL.

Larutan DPPH dipipet sebanyak 1 mL menggunakan micropippette ke dalam tiap botol ekstrak coklat. Larutan kemudian diinkubasi dalam waterbath atau inkubator dengan suhu 37 oC selama 30 menit agar DPPH bereaksi. Setelah larutan diinkubasi, serapan larutan dibaca pada panjang gelombang 517 nm dengan spektrofotometer UV-Vis dengan metanol pro analysis sebagai blankonya.

(12)

Aktivitas penangkapan radikal bebas dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

AB = Absorbansi Blanko

Penangkapan DPPH radikal % 1 AS

AB 100%

AS = Absorbansi Sampel

Nilai IC50 dapat didapat dengan memplot hubungan antara konsentrasi

sampel sebagai sumbu-x (absis) dan % aktivitas penangkapan DPPH radikal sebagai sumbu- y (ordinat).

Gambar

Gambar 4 Diagram alir tahapan proses penelitian total protein, total lemak, karbohidrat, kadar abu, asam amino Analisis kadar fikosianin dan klorofil Aktivitas antioksidan dengan DPPH Biomasa kering
Gambar 5 Diagram alir kultivasi; pemanenan dan pengeringan Spirulina
Gambar 6 Diagram alir metode analisis total lemak  Perhitungan:

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa

Dengan dikembangkannya aplikasi Alat Musik Tradisional Jawa Tengah dengan metode single marker dan markerless 3D objek tracking, serta dilakukan pengujian aplikasi

Masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah cara memberikan warna kepada semua simpul-simpul yang ada, sedemikian rupa sehingga 2 simpul yang berdampingan

Tugas Akhir ini mengambil judul “ Pengendalian Kualitas Pada Proses Produksi Plastik Injeksi pada Front bumper Spoiler Dengan Menggunakan Metode Failure Mode and

Setelah melalui proses evaluasi dan analisa mendalam terhadap berbagai aspek meliputi: pelaksanaan proses belajar mengajar berdasarkan kurikulum 2011, perkembangan

1) Fokus sasaran: balita pada rumahtangga miskin, terutama balita laki-laki berusia 1- 3 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, dengan tetap tidak mengabaikan balita perempuan. 2)

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “ANALISIS TENTANG KONSOLIDASI TANAH PADA DESA

RADIO VISI INTI SWARA FM/H... JEMBER