ADSORPSI METHYL ORANGE MENGGUNAKAN KARBON AKTIF DARI KULIT SALAK (SALACCA
EDULIS) DENGAN AKTIVASI FISIKA CO
2SKRIPSI
Oleh
HALIMAH TUSAK DIYAH 140405037
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JULI 2019
ADSORPSI METHYL ORANGE MENGGUNAKAN KARBON AKTIF DARI KULIT SALAK (SALACCA
EDULIS) DENGAN AKTIVASI FISIKA CO
2SKRIPSI
Oleh
HALIMAH TUSAK DIYAH 140405037
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JULI 2019
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Adsorpsi Methyl Orange Menggunakan Karbon Aktif dari Kulit Salak (Salacca Edulis) dengan Aktivasi Fisika CO
2”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Selama pelaksanaan peelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Turmuzi, M.S selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian serta penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Erni Misran, S.T., M.T., Ph.D selaku Dosen Penguji I yang turut memberikan arahan dan saran untuk kemajuan penelitian serta penyelesaian skripsi.
4. Bapak Bode Haryanto, S.T., M.T., Ph.D selaku Dosen Penguji II yang turut memberikan arahan dan saran untuk kemajuan penelitian serta penyelesaian skripsi.
5. Ibu Maya Sarah, ST, MT, Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Kimia, FakultasTeknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga kepada penulis.
7. Annisa Uswatun Hasanah Siregar selaku rekan penelitianyang selama ini
bekerjasama, bertukarpikiran, dan berjuang bersama dalam penelitian dan
penyelesaian skripsi demi meraih gelar sarjana teknik bersama-sama.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna untuk itu adanya kritik serta saran yang membangun sangat diperlukan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi penulis dan para pembaca.
Medan, Juli 2019 Penulis
Halimah Tusak Diyah
DEDIKASI
Skripsi ini aku dedikasikan kepada:
Bapak & Mama tercinta Semoga dapat membuat kalian bangga.
Terima kasih telah menjadiorangtua hebatyangtelah membesarkan, mendidik dan mendukungku dengan penuh kesabaran dan kasih
sayang.
Tak ada kata-kata indah yang mampu ku rangkai setiap hari, melainkan hanya do’a yang dapat ku persembahkan
Agar Bapak dan Mama senantiasa sehat dan diberikan umur yang
berkah.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Halimah Tusak Diyah NIM: 140405037
Tempat/Tanggal Lahir:Sombahuta, 11 November 1997 Nama Orangtua: Dikam dan Saodah
Alamat Orangtua:
Dusun I Sombahuta Kec. Buntu Pane Kab. Asahan
Asal Sekolah:
SDN 014680 Prapat Janji, Tahun 2002 –2008
MTs Al-Washliyah Prapat Janji, Tahun 2008 - 2011
MAN Kisaran, Tahun 2011 – 2014
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USUsebagai Sekretaris Bidang Sosial dan Pegabdian Masyarakat (2017 – 2018).
2. Volunteer HAMADA Medan (2017-2018).
3. Covalen Study Group (CSG) sebagai anggota (2014-2018).
4. Kerja Praktek di PT. INALUM (2017).
5. Private Tutor untuk siswa SMP dan SMA (2018-2019).
Artikel yang yang telah dipublikasi
1. “Pemanfaatan Limbah Batang Tembakau (Nicotiana Tabacum L.) Menjadi Bioetanol Sebagai Sumber Energi Bahan Bakar Terbarukan”Dipublikasikan dalam Buku “Agribisnis Tembakau” IPB Press
Prestasi akademik/ non akademik yang pernah dicapai:
1. Top 15 Finalis Indonesia Scientific Days Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta (2017).
2. The Best Group Lomba Karya Tulis Ilmiah di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara Medan (2017).
ADSORPSI METHYL ORANGE MENGGUNAKAN KARBON AKTIF DARI KULIT SALAK (SALACCA EDULIS) DENGAN
AKTIVASI FISIKA CO
2ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efisiensi penjerapan methyl orange terbaik dengan variasi massa adsorben, pH, konsentrasi methyl orange serta mengetahui kinetika reaksi dan isoterm adsorpsi karbon aktif. Bahan baku dari karbon aktif adalah kulit salak. Kulit salak dicuci hingga pH netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C hingga berat konstan, kemudian dihaluskan menggunakan blender dan diayak dengan menggunakan ayakan 50/70 mesh. Hasil cut off dari ayakan ini dipirolisis dengan aliran N
2dalam alat pirolisis selama 120 menit pada suhu 500
oC dengan laju alir 100 cm
3/min. Karbon aktif hasil pirolisis dimasukkan ke dalam microwave yang dialirkan N
2100 cm
3/min dan CO
2dengan laju alir 300 cm
3/min selama 60 menit pada daya 800 W. Efisiensi penjerapan methyl orange terbaik adalah 99,25% dengan waktu kontak 120 menit dan pH 6 pada karbon aktif 0,9 gram.
Kapasitas adsorpsi methyl orange maksimum adalah adalah 11,02 mg/g pada konsentrasi methyl orange 100 mg/L. Model yang sesuai pada penelitian ini adalah model kinetika orde dua dan isoterm adsorpsi Langmuir. Hasil spektofotometer Fourier Transform Infra-Red (FTIR) pada bahan baku kulit salak sebelum pencucian didapatkan hasil bilangan gelombang yang menunjukkan adanya gugus fungsi C-O, O-H, dan gugus C=O yang merupakan gugus khas yang terdapat pada karbon aktif, gugus fungsi yang muncul setelah aktivasi dan adsorpsi adalah gugus C=C yang menunjukkan adanya peningkatan karbon dan gugus C-H (Alkenes). Hasil karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa morfologi permukaan dari karbon aktifdari kulit salak memiliki permukaan pori-pori yang terbuka, kasar, dan porositasnya yang seragam. Pori-pori karbon aktif setelah aktivasi dalam keadaan kosongdan setelah dilakukan proses adsorpsi methyl orange pori-pori karbon aktif terisi penuh dengan larutan methyl orange. Hasil uji Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) menunjukkan bahwa karbon aktif dari kulit salak setelah adsorpsi mengandung jumlah persen atom unsur C sebesar 80,46%, O sebesar 11,34%, K sebesar 2,35%, Ca sebesar 1,73%, S sebesar 1,81%, Si sebesar 1,67 dan Mg sebesar 0,63%.
Kata kunci : adsorpsi, methyl orange, karbon aktif, kinetika
ADSORPTION METHYL ORANGE USING ACTIVATED CARBON FROM ZALACCA PEEL (SALACCA EDULIS) WITH CO
2PHYSICAL ACTIVATION
ABSTRACT
This study aims to determine the best efficiency of adsorption of methyl orange with variations in the mass of the adsorbent, pH, concentration of methyl orange and determine the reaction kinetics and adsorption isotherms of activated carbon. The raw material for activated carbon is zalacca peel. zalacca peel is started to neutral pH and dried in an oven at 105°C to a constant weight, then mashed using a blender and sifted using a 50/70 mesh sieve. The cut off from this sieve was hydrolyzed with N
2flow in a pyrolysis device for 120 minutes at 500°C with a flow rate of 100 cm
3/min. Activated carbon from pyrolysis is put into the microwave N
2100 cm
3/minute and CO
2with a flow rate of 300 cm
3/minute for 60 minutes at 800 W. The efficiency of the best description of methyl orange is 99,25% with 120 minutes and pH 6 at 0,9 grams of activated carbon. The maximum methyl orange adsorption capacity is 11,02 mg/g at 100 mg/L methyl orange concentration. The model suitable for this study is the second order kinetics and Langmuir adsorption isotherm. The results of the Fourier Transform Infra-Red (FTIR) spectrophotometer on the raw material of zalacca peel before washing were obtained by wave number which shows the presence of functional groups C-O, O-H, and C=O groups which form a special group found on activated carbon, functional groups that appear after activation and adsorption is a C=C group which shows an increase in carbon and C-H groups (Alkenes). The results of the Scanning Electron Microscope (SEM) characterization show that the surface morphology of the activated carbon from zalacca peel has a surface that is open, coarse, and uniform porosity. The pores of activated carbon after activation in vacant soil and after the methyl orange adsorption process are carried out the pores of the activated carbon are filled with methyl orange solution.
The Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) test results showed that activated carbon from zalacca peel after adsorption contained a C atom of 80,46% O of 11,34%, K of 2,35%, Ca of 1,73%, S is 1,81%, Si is 1,67 and Mg is 0,63%.
Keywords: adsorption, methyl orange, activated carbon, kinetics
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
PENGESAHAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR SINGKATAN xviii
DAFTAR SIMBOL xix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 KULIT BUAH SALAK (SALACCA EDULIS) 6
2.2 METHYL ORANGE 8
2.3 KARBON AKTIF 9
2.4 PROSES PEMBUATAN KARBON AKTIF 11
2.4.1 Proses Dehidrasi 11
2.4.2 Proses Pirolisis 11
2.4.3 Proses Aktivasi 13
2.5 ADSORPSI 14
2.6 UJI KARBON AKTIF 15
2.6.1 Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) 15
2.6.2 Spektofotometer UV-VIS 16
2.6.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra-Red (FTIR) 17
2.7 KAPASITAS ADSORPSI 18
2.7 KINETIKA ADSORPSI 18
2.8 ISOTERM ADSORPSI 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23
3.1 LOKASI PENELITIAN 23
3.2 BAHAN DAN ALAT 23
3.3 PROSEDUR PENELITIAN 24
3.3.1 Persiapan bahan Baku 24
3.3.2 Pirolisis 24
3.3.3 Proses Aktivasi Kulit Salak 24
3.3.4 Penentuan Massa Adsorben Terbaik 24
3.3.5 Penentuan Pengaruh pH 25
3.3.6 Uji Adsorpsi Metode Batch 25
3.4 UJI KARBON AKTIF 25
3.4.1 Penentuan Morfologi Permukaan Karbon Aktif
Menggunakan Uji SEM (Scanning Electron Microscope) 25 3.4.2 Uji Fourier Transform Infra Red (FTIR) 26 3.4.3 Penentuan Konsentrasi Pada Larutan Methyl Orange 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28
4.1 PENENTUAN MASSA DAN WAKTU TERBAIK 28
4.2 PENENTUAN EFISIENSI PENJERAPAN PADA VARIASI pH 30 4.3 PENENTUAN KAPASITAS ADSORPSI PADA VARIASI
KONSENTRASI 32
4.4 PENENTUAN MODEL KINETIKA ADSORPSI 34
4.5 PENENTUAN MODEL ISOTERM ADSORPSI 36
4.6 ANALISIS GUGUS FUNGSI KULIT SALAK DAN KARBON AKTIF MENGGUNAKAN FOURIER TRANSFORM INFRA-
RED (FT-IR) 38
4.7 KARAKTERISASI MORFOLOGI PERMUKAAN KARBON
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44
5.1 KESIMPULAN 44
5.2 SARAN 44
DAFTAR PUSTAKA 45
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Buah Salak 6
Gambar 2.2 Struktur Methyl Orange 8
Gambar 2.3 Struktur Karbon Aktif (a) berbentuk granular (b) berbentuk
serbuk (c) berbentuk pellet 11
Gambar 2.4 Proses Adsorpsi Pada Karbon Aktif: Transfer Molekul Adsorbat
ke Adsorben 14
Gambar 2.5 Kinetika reaksi Orde Satu 19
Gambar 2.6 Kinetika reaksi Orde Dua 20
Gambar 2.7 Adsorpsi Isoterm Langmuir 21
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Pirolisis 23
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Aktivasi Menggunakan Microwave 24
Gambar 3.3 Kurva Standar Methyl Orange 27
Gambar 4.1 Hubungan Antara Efisiensi Penjerapan dengan Waktu 29 Gambar 4.2 Hubungan Antara pH dengan Efisiensi Penjerapan 31 Gambar 4.3 Hubungan Antara Konsentrasi dengan Kapasitas Adsorpsi dan
Efisiensi Penjerapan 33
Gambar 4.4 Kinetika Orde Satu 34
Gambar 4.5 Kinetika Orde Dua 35
Gambar 4.6 Isoterm Langmuir 36
Gambar 4.7 Isoterm Freundlich 37
Gambar 4.8 Spektrum Inframerah FT-IR 39
Gambar 4.9 Hasil SEM Adsorben Sebelum Adsorpsi 41
Gambar 4.10 Hasil SEM Adsorben Setelah Adsorpsi 41
Gambar 4.11 Kandungan Unsur Pada Spektrum EDS Sebelum Adsorpsi 42 Gambar 4.15 Kandungan Unsur Pada Spektrum EDS Setelah Adsorpsi 43
Gambar L3.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku 68
Gambar L3.2 Flowchart Proses Pirolisis Kulit Salak 68
Gambar L3.3 Flowchart Aktivasi Kulit Salak 69
Gambar L3.4 Flowchart Penentuan Waktu dan Massa Terbaik 70
Gambar L3.5 Flowchart Penentuan Pengaruh pH 71
Gambar L3.6 Flowchart
Uji Adsorben Metode Batch71
Gambar L4.1 Kulit Salak 72
Gambar L4.2 Proses Pencucian Kulit Salak 72
Gambar L4.3 Proses Penghalusan Kulit Salak 72
Gambar L4.4 Proses Pengeringan Kulit Salak 73
Gambar L4.5 Karbon Aktif Kulit Salak 73
Gambar L4.6 Proses Adsorpsi Methyl Orange 73
Gambar L4.7 Rangkaian Alat Pirolisis 74
Gambar L4.8 Rangkaian Alat Aktivasi Menggunakan Microwave 74
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Variabel Tetap dalam Penelitian 5
Tabel 1.2 Variabel Berubah dalam Penelitian 5
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daging Buah Salak (100 g Daging Buah) 7
Tabel 2.2 Klasifikasi Pori Pada Karbon Aktif 9
Tabel 2.3 Standar Kualitas Karbon Aktif Menurut SNI 06-3730-1995 10 Tabel L1.1 Efisiensi Penjerapan Methyl Orange Menggunakan Karbon Aktif
0,3 g 58
Tabel L1.2 Efisiensi Penjerapan Methyl Orange Menggunakan Karbon Aktif
0,6 g 59
Tabel L1.3 Efisiensi Penjerapan Methyl Orange Menggunakan Karbon Aktif
0,9 g 60
Tabel L1.4 Efisiensi Penjerapan Methyl Orange Variasi pH 60 Tabel L1.5 Efisiensi Penjerapan Methyl Orange Variasi Konsentrasi 60
Tabel L1.6 Model Kinetika Reaksi Orde Satu 61
Tabel L1.7 Model Kinetika Reaksi Orde Dua 61
Tabel L1.8 Isoterm Adsorpsi Langmuir 61
Tabel L1.9 Isoterm Adsorpsi Freundlich 62
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 58
L1.1 EFISIENSI PENJERAPAN METHYL ORANGE
VARIASI MASSA 58
L1.2 EFISIENSI PENJERAPAN METHYL ORANGE
VARIASI pH 59
L1.3 EFISIENSI PENJERAPAN METHYL ORANGE
VARIASI KONSENTRASI 60
L1.4 KINETIKA REAKSI 61
L1.5 ISOTERM ADSORPSI 61
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 63
L2.1 PEMBUATAN LARUTAN BAKU METHYL ORANGE 63 L2.2 PERHITUNGAN LARUTAN STANDAR METHYL
ORANGE 63
L2.3 PEMBUATAN LARUTAN NaOH 0,1 M 63
L2.4 PEMBUATAN LARUTAN HCl 0,1 M 64
L2.5 PERHITUNGAN EFISIENSI PENJERAPAN 64
L2.6 PERHITUNGAN KAPASITAS ADSORPSI 65
L2.5 PERHITUNGAN KINETIKA ADSORPSI 65
L2.5.1 Kinetika Orde Satu 65
L2.5.2 Kinetika Orde Dua 65
L2.6 PERHITUNGAN ISOTERM ADSORPSI 66
L2.6.1 Isoterm Langmuir 66
L2.6.2 Isoterm Freundlich 66
LAMPIRAN 3 FLOWCHART PENELITIAN 68
L3.1 FLOWCHART PERSIAPAN BAHAN BAKU 68
L3.2 FLOWCHART PROSES PIROLISIS KULIT SALAK 68 L3.3 FLOWCHART PROSES AKTIVASI KULIT SALAK 69 L3.4 FLOWCHART PENENTUAN WAKTU DAN MASSA
TERBAIK 69
L3.5 FLOWCHART PENENTUAN PENGARUH pH
PELARUT 70
L3.6 FLOWCHART UJI ADSORPSI METODE BATCH 71
LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI PENELITIAN 72
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
SNI Standar Nasional Indonesia
SEM-EDS Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy
FTIR Fourier Transform Infra-Red
IUPAC International Union of Pure and Applied Chemistry
SPT Secondary Pyrolisis Tar
CRT Cathode Ray Tube
UV-VIS Ultraviolet Visible
N
2Nitrogen
CO
2Karbon dioksida
NaOH Natrium Hidroksida
HCl Asam Klorida
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
q Kapasitas adsorpsi mg/g
C
0Konsentrasi awal mg/l
C
tKonsentrasi persatuan waktu mg/l
V Volume sampel l
W Berat adsorben g
K
1Konstanta kecepatan adsorpsi orde satu (menit
-1)
t Waktu adsorpsi menit
K
2Konstanta kecepatan adsorpsi orde dua (menit
-1)
q
mKapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)
k
LKonstanta kesetimbangan Langmuir (L/mg)
k
FKonstanta kesetimbangan freundlich (L/mg)
1/n Faktor heterogenitas -
V
1Volume larutan standar yang diencerkan ml
V
2Volume larutan pengenceran ml
M
1Konsentrasi larutan yang diencerkan ppm
M
2Konsentrasi larutan pengenceran ppm
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Limbah zat warna yang dihasilkan dari industri tekstil umumnya merupakan senyawa organik non-biodegradable, yang merupakan penyebab pencemaran lingkungan perairan (Aryanto et al., 2014). Keberadaan zat warna dalam perairan juga dapat mengurangi serapan cahaya matahari sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis tanaman yang menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam air.
Methyl orange adalah salah satu zat warna anionik yang mengandung gugus azo. Zat warna ini banyak digunakan pada proses pewarnaan. Methyl orange dapat menyebabkan hypersensitivity dan alergi. Methyl orange memiliki sifat karsinogenik dan mutagenik, sehingga perlu adanya pengolahan untuk mendegradasi senyawa tersebut (Madjid et al., 2015).
Berbagai metode telah dilakukan untuk menjerap limbah zat warna, diantaranya yaitu koagulasi dan flokulasi, reverse osmosis, dan adsorpsi (Setiyanto et al., 2015). Metode adsorpsi merupakan salah satu cara yang efisien dan efektif untuk penghilangan zat warna. Keunggulan metode ini adalah tidak terbentuk lumpur, zat warna dapat dihilangkan dengan baik dan adsorben yang telah digunakan dapat diregenerasi sehingga dapat digunakan kembali untuk proses pengolahan limbah (Astuti et al., 2015).
Adsorben yang telah dikenal luas untuk proses pengolahan limbah cair adalah karbon aktif (Heraldy et al., 2012).Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorfyang dapat dihasilkan dari
arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang
lebih luas. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu
namun sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan
luas permukaan. Daya jerap karbon aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap
beratnya. Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai bahan biomassa yang mengandung
karbon (Aditya et al., 2016) dan dari bahan berlignoselulosa (Rohmah dan Athiek,
2014). Bahan yang mengandung lignoselulosa salah satu diantaranya adalah sekam
padi (Cheenmatchaya dan Sukjit, 2014), tempurung kelapa dan kayu bakau(Masthura
dan Zulkarnain, 2018), batu bara (Akash, 1996), bambu (Ijaola et al., 2013) bahan- bahan yang berasal dari limbah pertanian lainnya seperti ampas tebu dan cangkang keras dari batu aprikot (Soleimani dan Tahereh, 2007) serta bahan lain yang dapat digunakan adalah kulit salak (Angela et al., 2015).
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Daerah Kota Padang Sidempuan menunjukkan bahwa produksi salak pada tahun 2011-2014 dihasilkan lebih dari 10.000 ton/tahun. Berdasarkan uji pendahuluan dalam 1 kg salak Padang Sidempuan dihasilkan ±140 g kulit buah salak, dengan jumlah produksi salak yang melebihi 10.000 ton/tahun maka didapatkan ±1400 ton/tahun limbah kulit salak (Tanumiharja et al., 2014). Kulit buah salak mengandung senyawa kimia antara lain air, karbohidrat berupa selulosa, mineral dan protein. Selulosa adalah komponen utama pada dinding sel tumbuhan dan selulosa pada kulit buah salak berpotensi untuk dijadikan adsorben dalam bentuk arang aktif (Turmuzi dan Arion, 2015).
Sintesis karbon aktif dari biomassa sendiri dapat dilakukan dengan aktivasi fisika menggunakan H
2O atau gas CO
2atau aktivasi kimia dengan menggunakan bahan-bahan kimia sebagai agen aktivasi (Kristianto, 2013).Aktivasi fisika menggunakan uap atau CO
2sebagai agen aktivasi bertujuan untuk memperbesar distribusi pori dan memperbesar pori terutama untuk mesopori dan mikropori, sehingga akan memperbesar luas permukaan karbon aktif dengan cara pembakaran yang tidak sempurna (Ibrahim et al., 2014). Pada saat proses aktivasi, terjadi penghilangan hidrogen, gas-gas dan air dari permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada permukaannya. Proses aktivasi menyebabkan terbentuknya gugus aktif karena adanya interaksi radikal bebas pada permukaan karbon dengan atom-atom seperti oksigen dan nitrogen (Atmayudha, 2007).
Beberapa penelitian terdahulu tentang pemanfaatan kulit salak sebagai karbon aktif, seperti yang dilakukan oleh Tiara Rahmadini (2016) yang memanfaatkan kulit salak untuk menyerap Cu (II) yang telah diaktifkan olehH
2SO
41 M selama 24 jam.
Hasil dari penelitian menunjukkan waktu kesetimbangan ditemukan 60 menit,
dengan variasi waktu kontak pada menit 0, 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, 120 dan 150
menit, konsentrasi optimum yang didapat 15 ppm dengan variasi konsentrasi 5, 10,
15, 20, dan 25 ppm sebanyak 120 ml,dan diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar 1,002
mg/g (Rahmadini, 2016). Pada penelitian Mangallo et al. (2014) yang memanfaatkan kulit salak sebagai karbon aktif untuk pemurnian minyak goreng bekas dengan variasi temperatur pada 60, 80 dan 100 C, variasi berat arang aktif (3 dan 5 g) dan variasi waktu pengadukan 60, 80 dan 100 menit. Hasil analisis terhadap arang aktif kulit salak menunjukkan rendemen 66,35%, kadar air 10% dan kadar abu 20%.
Efektivitas pemurnian minyak goreng bekas dengan adsorben arang aktif kulit salak, tercapai pada temperatur 100 C dan waktu kontak 80 menit.Hasil penelitian diperoleh kualitas minyak dengan kadar air 0,1528%, bilangan asam 0,64%, dan nilai kekeruhan 5,06 NTU (Mangallo et al., 2014). Pada penelitian Apecsiana et al. (2016) yang memanfaatkan kulit salak sebagai karbon aktif yang dikarbonisasi pada suhu 500 C selama 1 jam dan dialiri gas inert N
2. Kemudian dilanjutkan dengan aktivasi menggunakan larutan KOH (20%) dengan perbandingan massa kulit salak dan KOH sebesar 1:4, dilakukan selama 20 jam dan selanjutnya dikeringkan dalam oven 110 C selama 24 jam. Setelah kering, karbon aktif dikarbonisasi akhir pada suhu 800 C selama 1 jam, kemudian akan dicuci dengan HCl 1 M dan air hingga air pencucian mencapai pH 6-7 dan diakhiri dengan pengeringan dalam oven 110 C selama 2 jam.
Karakteristik karbon aktif kulit salak yang diperoleh memiliki luas permukaan 2526,446 m
2/g, volume pori 1,456 cc/g, dan diameter pori 23,0488 Å (Apecsiana et al., 2016).
Pada penelitian Indah Puspitasari (2016) memanfaatkan kulit salak sebagai adsorben untuk limbah Cr. Penelitian ini diawali dengan metode batch, variasi pH yang digunakan adalah pH 3, 5, 7, 9, dan 11, variasi massa 50 sampai 400 mg, dicampur ke dalam 100 ml limbah Cr, dilakukan pengadukan dengan kecepatan 150 rpm selama 2 jam. Massa optimum yang diperoleh 400 mg, pH optimum 5 dan waktu kontak optimum yaitu 120 menit, dengan efisiensi sebesar 81,16%
(Puspitasari, 2016).Pada penelitian Ibrahim et al. (2014) memanfaatkan cangkang
sawit sebagai bahan pembuatan karbon aktif dengan metode aktivasi
fisikamenggunakan CO
2dengan mengalirkan gas nitrogen (N
2) pada 100 ml/menit
dan laju aliran CO
2250 ml/menit. Temperatur karbonisasi 500 C digunakan dengan
beberapa variasi waktu karbonisasi, waktu aktivasi dan suhu aktivasi. Karakteristik
optimal dari karbon aktif diperoleh yaitu dengan aktivasi pada suhu 750 C, durasi
karbonisasi dan aktivasi selama 2 jam (Ibrahim et al., 2014).
Berdasarkan hasil penelitian yang terdahulu diperoleh hasil bahwa kulit salak dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan karbon aktif. Pada kajian hal ini maka dibuatlah penelitian penjerapan limbah methyl orange menggunakan limbah kulit salak. Penelitian ini dilakukan dengan sistem reaktor batch yang diawali dengan variasi konsentrasidan waktu kontak dalam penyisihan methyl orange, selanjutnya dilakukan studi kinetika dan isoterm adsorpsi.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Methyl orange yang umum ditemukan dalam limbah industri tekstil yang umumnya merupakan senyawa organik non-biodegradable dapat menyebabkan hypersensitivity dan memiliki sifat karsinogenik. Penanganan methyl orangedalam air limbah salah satunya dapat dilakukan dengan metode adsorpsi menggunakan adsorben. Di sisi lain, kulit salak yang merupakan limbah dari buah salak berpotensi sebagai bahan bakuyang dapat dimanfaatkan menjadi adsorben. Pada penelitian iniakan dikaji bagaimana pengaruh massa adsorben, pH, dan konsentrasi methyl orange terhadap kemampuan karbon aktif dari kulit salak yang telah diaktivasi secara fisika menggunakan CO
2dalam adsorpsi methyl orange secara batch.
1.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis pengaruh variasi massa adsorben, pH, konsentrasi methyl orange terhadap efisiensi penjerapan dan kapasitas adsorpsi karbon aktif dalam mengadsorpsi methyl orange.
2. Menentukan model kinetika dan model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk methyl orange menggunakan karbon aktif dari kulit salak.
1.4.1 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi efisiensi penjerapan
methyl orange terbaik dengan menggunakan adsorben dari kulit salak dengan variasi
massa adsorben, waktu, pH, dan konsentrasi awal limbah methyl orange
menggunakan reaktor batch. Secara umum dapat pula memberikan informasi
tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan lanjutan limbah kulit salak.
1.5 RUANG LINGKUP
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel tetap dan berubah.
Tabel 1.1 menunjukkan variabel tetap yang dilakukan dalam penelitian, sedangkan Tabel 1.2 menunjukkan variabel berubah yang dilakukan dalam penelitian.
Tabel 1.1 Variabel Tetap dalam Penelitian
No Variabel Keterangan
1. Ukuran Bahan Baku 50/70 mesh
2. Suhu Pengeringan 105
oC
3. Suhu Pirolisis 500
oC
4. Waktu Pirolisis 120 menit
5. Daya Microwave 800 W
Tabel 1.2 Variabel Berubah dalam Penelitian
No Variabel Keterangan
1. Berat Adsorben 0,3 gram, 0,6 gram, dan 0,9 gram 2. Konsentrasi awal methyl orange 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/L
3. pH 4, 6, dan 8
Uji-uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis morfologi dan analisis komposisi unsur-unsur yang terkandung pada permukaan karbon aktif menggunakan SEM-EDS (Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy) di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
2. Analisis perubahan gugus pada struktur karbon aktif menggunakan uji Fourier Transform Infra Red (FTIR) di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
3. Penentuan konsentrasi methyl orange menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KULIT BUAH SALAK (SALACCA EDULIS)
Indonesia merupakan negara tropis dengan beraneka jenis buah-buahan.
Salak (Salacca Edulis) merupakan salah satu jenis buah asli Indonesia yang banyak digemari masyarakat karena rasanya manis, renyah dan memiliki kandungan gizi yang tinggi (Wansyah et al., 2016).Tanaman salak dapat tumbuh hampir di seluruh daerah di Indonesia. Akan tetapi, untuk dapat tumbuh dengan produktif tanaman ini membutuhkan lingkungan yang ideal. Ketinggian tempat yang diinginkan berkisar antara 1–400 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 200–400 mm /bulan. Suhu udara harian daerah antara 20 C –30 C dan terkena sinar matahari antara 50–70% menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhannya. Jenis tanah yang ideal adalah tanah yang gembur, mengandung bahan organik, dengan air tanah yang dangkal, dan mampu menyimpan air tetapi tidak mudah tergenang (Adirahmanto, 2013). Gambar buah salak dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Buah Salak(Ramadhana et al., 2013)
Salak termasuk dalam angiospermae yaitu tumbuhan berbiji tertutup.
Tumbuhan biji tertutup adalah tumbuhan yang memiliki biji dimana struktur dinding
selnya yang kaku dan tersusun dari senyawa selulosa. Pada biji salak banyak
mengandung banyak selulosa, senyawa flavonoid, tanin dan alkaloid (Girsang et al., 2015).
Klasifikasi tanaman salak adalah sebagai berikut (Suskendriyanti, et al., 2000).
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Klas : Monocotyledoneae Ordo : Pricipes
Familia : Palmae Genus : Salacca
Spesies : Salacca Zalacca (Gaert) Voss Sinonim : Salacca edulis Reinw
Bagiandari buah salak yang dapat dikonsumsi hanya berkisar antara 56-65%, sedangkan limbah salak dapat mencapai 35-44% dari jumlah salak yang diolah atau dikonsumsi. Biji salak memiliki porsi sebesar 25-30%, sedangkan kulit salak memiliki porsi 10-14% dari bobot total buah salak (Divinus, 2016).Kulit buah salak mengandung nilai gizi berupa kadar protein, kadar karbohidrat, kadar air serta rendah lemak (Rahmah, 2016). Tabel 2.1 merupakan data komposisi kimia buah salak.
Tabel 2.1 Komposisi kimia daging buah salak (100 g daging buah) Komponen Kandungan Gizi
Kalori 77,0 kal
Air 78,0 g
Protein 0,4 g
Lemak 0,0 g
Karbohidrat 20,9 g
Kalsium 28,9 mg
Fosfor 18,0 mg
Besi 4,2 mg
Vitamin C 2,0 mg
Vitamin B1 0,04 mg
Sumber: Omri et al. (2013)
Sebagaimana umumnya buah dan sayuran, salak masih melangsungkan
proses metabolisme setelah dipanen. Reaksi metabolisme akan mengakibatkan
perubahan mutu, penampakan, dan kondisi buah. Perubahan tersebut disebabkan
terjadinya penguapan air, konversi enzimatis menjadi gula, pembentukan atau pelepasan rasa, konversi enzimatis senyawa pektin, sintesa atau degradasi pigmen, kerusakan vitamin, dan lainnya.
2.2
METHYL ORANGEPenggunaan pewarna sintetis didunia mencapai 7 x 10
5ton/tahun, dan 60%
konsumsi pewarna tersebut dari industri tekstil. Diperkirakan 10-15% sisa proses pewarnaan dibuang ke lingkungan. Limbah pewarna yang dibuang ke lingkungan sebagian besar merupakan kelompok warna azo. Pewarna azo merupakan pewarna sintetik aromatik yang tersusun dari satu atau lebih gugus azo yang mengandung dua atom nitrogen dengan ikatan azo dan terdistribusi dengan elektron penstabil gugus azo. Pada proses mineralisasi pewarna azo terjadi pemutusan ikatan azo cincin aromatik sehingga membentuk senyawa amina aromatik, seperti arilamina yang bersifat karsinogenik (Komala et al., 2007). Methyl orangemerupakan molekul zat warna dengan rumus molekul C
14H
14N
3NaO
3S dan mempunyai berat molekul 327,33 g/mol. Panjang gelombang maksimum larutan methylorange adalah sekitar 465 nm.Methyl orange merupakan salah satu zat warna yang mengandung struktur azo (- N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik seperti pada Gambar 2.2 (Fitriani, 2016)
Gambar 2.2 Struktur Methyl Orange
Methyl orange berbentuk serbuk berwarna jingga tua yang memiliki ukuran
molekul 1,58 x 0,65 x 0,26 nm. Limbah methyl orange zat warna yang dihasilkan
dari industri tekstil umumnya merupakan senyawa organik yang sulit didegradasi
(non-biodegradable), yang merupakan penyebab pencemaran lingkungan terutama
lingkungan perairanyang memiliki sifat karsinogenik dan mutagenik. Apabila
dibuang langsung ke lingkungan, dapat mengganggu keseimbanganjumlah bakteri
pembusuk yang sangat diperlukan oleh lingkungan perairan (Ramadhana et al., 2013).
2.3 KARBON AKTIF
Karbon aktif merupakan suatu padatan berpori yang dihasilkan dari bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi (Khofiyanida et al., 2015). Karbon aktif dapat digunakan sebagai bahan penjernih ataupun untuk menghilangkan bau busuk. Pada arang aktif terdapat banyak pori (zone) berukuran nano hingga mikrometer (Subiarto, 2000).
Bahan baku yang dapat dibuat menjadi karbon aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang, ataupun barang tambang. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi, tulang binatang, batu-bara, tempurung kelapa,dan kulit biji kopi (Pambayun et al., 2013).
Luas permukaan, dimensi, dan distribusi pori pada karbon aktif bergantung pada kondisi dari proses karbonisasi dan aktivasi. Ukuran pori telah diklasifikasi menjadi 3 oleh International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) (Putranto et al., 2014). Klasifikasi ukuran pori pada karbon aktif ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Klasifikasi pori pada karbon aktif Jenis pori Ukuran pori (nm)
Mikropori < 2
Mesopori 2-50
Makropori > 50
Sumber: Putrantoet al. (2014)
Berdasarkan fungsinya, karbon aktif dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Karbon penjerap gas (gas adsorbent carbon)
Jenis karbon ini digunakan untuk menyerap kotoran berupa gas. Pori-pori yang terdapat pada karbon jenis ini adalah mikropori yang menyebabkan molekul gas akan mampu melewatinya, tetapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Karbon jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa (Puspitarini, 2017).
b. Karbon fasa cair (liquid-phase carbon)
Karbon jenis ini digunakan untuk menyerap kotoran atau zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori-pori dari karbon ini adalah makropori yang memungkinkan molekul besar untuk masuk. Karbon jenis ini biasanya berasal dari batubara dan selulosa (Noverwan, 2014).
Berbagai versi standar kualitas karbon aktif telah dibuat oleh negara maju seperti Amerika, Inggris, Korea, Jepang dan Jerman. Indonesia telah membuat pula standar mutu karbon aktif menurut Standar Industri Indonesia yaitu SII 0258-79 yang kemudian direvisi menjadi SNI 06-3730-1995 (Asbahani, 2013), seperti yang terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Standar kualitas karbon aktif menurut SNI 06-3730-1995 Uraian
Prasyarat kualitas (%)
Butiran Serbuk
Bagian yang hilang
pada pemanasan 950 C Maksimum 15 Maksimum 25
Konsentrasi air Maksimum 4,5 Maksimum 15
Konsentrasi abu Maksimum 2,5 Maksimum 10
Karbon aktif murni Minimum 80 Minimum 65
Daya jerap terhadap larutan I
2Minimum 20 Minimum 20
Sumber: Asbahani (2013)
Karbon aktif granular (GAC) berbentuk tidak beraturan dengan ukuran
partikel antara 0,2 sampai 5 mm, karbon aktif serbuk (PAC) merupakan karbon aktif
yang telah dihancurkan sehingga memiliki ukuran < 0,18 mm (US mesh 80), karbon
aktif berbentuk pellet dibuat melalui proses penekanan dan berbentuk silinder dengan
ukuran diameter dari 0,8-5 mm (Ibrahim, et al., 2014). Gambar 2.3 menunjukkan
struktur karbon aktif.
(c)
Gambar 2.3 Struktur karbon aktif (a) berbentuk granular (b) berbentuk serbuk (c) berbentuk pellet (Ibrahimet al., 2014)
2.4 PROSES PEMBUATAN KARBON AKTIF
Secara umum, proses pembuatan karbon aktif terdiri dari proses karbonasi serta proses aktivasi. Selama proses karbonasi, komponen yang mudah menguap akan terlepas dan karbon mulai membentuk struktur pori-pori dimana proses pembentukan pori-pori ini akan ditingkatkan pada proses aktivasi. Pada proses aktivasi, terjadi pembentukan pori-pori yang masih tertutup dan peningkatan ukuran pori-pori yang masih tertutup (Maulana, 2011). Proses pembuatan karbon aktif terdiri dari tiga tahap yaitu:
2.4.1 Proses Dehidrasi
Dehidrasi ialah proses penghilangan kandungan air di dalam bahan baku dengan cara pemanasan di dalam oven dengan temperatur 170 C. Pada suhu sekitar 275 C terjadi dekomposisi karbon dan terbentuk hasil seperti tar, metanol, fenol dan lain-lain. Hampir 80% unsur karbon diperoleh pada suhu 400-600 C (Jamilatun et al., 2015).
2.4.2 Proses Pirolisis
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga
terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari
pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang
disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Produk
proses pirolisis ini berbentuk cair, gas dan padat. Produk padat dari proses ini berupa
arang (char) yang kemudian disebut karbonisasi. Karbonisasi biomassa atau yang
lebih dikenal dengan pengarangan adalah suatu proses untuk menaikkan nilai kalor
biomassa dan dihasilkan pembakaran yang bersih dengan sedikit asap (Jamilatun et al., 2015).
Produk dari hasil proses memiliki daya adorpsi yang kecil. Hal ini disebabkan pada suhunya rendah, sebagian dari tar yang dihasilkan berada dalam pori dan permukaan sehingga mengakibatkan adsorpsi terhalang. Produk dapat diaktifkan dengan cara mengeluarkan produk tar melalui pemanasan dalam suatu aliran gas inert, atau melalui ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang sesuai misalnya selenium oksida, atau melalui sebuah reaksi kimia. Karbon aktif dengan daya adsorpsi yang besar, dapat dihasilkan oleh proses aktivasi bahan baku yang telah dikarbonisasi dengan suhu tinggi (Padil et al., 2010).
Tingginya kadar air yang terdapat pada arang aktif sebelum dilakukan prosesaktivasi disebabkan oleh sifat higroskopis arang aktif dan juga adanya molekul uap air yang terperangkap di dalam kisi-kisi heksagonal arang aktif sedangkan rendahnya kadar air yang terdapat pada arang aktif menunjukkan bahwa kandungan air bebas dan air terikat yang terdapat dalam arang aktif telah menguap, hampir 80%
unsur karbon diperoleh pada suhu 400-600 C (Halimah, 2016).
Dalam pirolisis terdapat dua tingkatan proses, yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder
a. Pirolisis primer adalah pirolisis yang terjadi pada bahan baku dan berlangsung pada suhu kurang dari 600 C, hasil penguraian yang utama adalah karbon (arang). Pirolisis primer dibedakan atas pirolisis primer lambat dan cepat. Pirolisis primer lambat terjadi pada proses pembuatan arang. Pada laju pemanasan lambat (suhu 150 C –300 C) reaksi utama yang terjadi adalah dehidrasi (kehilangan kandungan air), dan hasil reaksi keseluruhan adalah karbon padatan (C=arang), air (H
2O), karbon monoksida (CO) dan karbonmonoksida (CO
2). Pirolisis primer cepat terjadi pada suhu lebih dari 300 C dan menghasilkan gas, karbon padatan (arang) dan uap (Kamaruddin et al., 1999).
b. Pirolisis sekunder yaitu pirolisis yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil
pirolisis primer dan berlangsung diatas suhu 600 C. Hasil pirolisis pada suhu
ini adalah karbonmonoksida (CO), hidrogen (H
2), dan hidrokarbon.
Sedangkan tar (secondary pyrolysis tar = SPT) sekitar 1-6% (Taer et al., 2011).
2.4.3 Proses Aktivasi
Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan memecahkan ikatan hidrokarbon sehingga arang mengalami perubahan, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap adsorpsi (Muna, 2011). Pada proses produksi karbon aktif, proses aktivasi merupakan proses terpenting karena proses ini sangat menentukan terhadap kualitas karbon aktif yang dihasilkan baik luas permukaan maupun daya adsorpsinya. Pada prakteknya, karbon aktif diproduksi baik dengan aktivasi kimiawi maupun fisis (Maulana, 2011).
Proses aktivasi dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
a) Aktivasi fisika
Aktivasi fisika merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO
2. Metode aktivasi secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air, gas karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen. Gas-gas tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah menguap dan membuang produksi tar atau hidrokarbon-hidrokarbon pengotor pada arang(Faradina et al., 2010).
b) Aktivasi Kimia
Proses aktivasi kimia merujuk pada pelibatan bahan-bahan kimia atau reagen pengaktif, bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif diantaranya CaCl
2, Ca(OH)
2, NaCl, MgCl
2, HNO
3, HCl, Ca
3(PO
4)
2, H
3PO
4, ZnCl
2, dan sebagainya. Unsur-unsur mineral aktivator masuk diantara plat heksagon dari kristalit dan memisahkan permukaan yang mula-mula tertutup.
Dengan demikian, saat pemanasan dilakukan, senyawa kontaminan yang
berada dalam pori menjadi lebih mudah terlepas. Hal ini menyebabkan luas
permukaan yang aktif bertambah besar dan meningkatkan daya jerap karbon
aktif (Ramdja et al., 2008).
2.5 ADSORPSI
Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan dimana suatu fluida (adsorbat) berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (biosorben) yang terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang.
Hal ini menciptakan daerah padat pada molekul cairan yang membentang beberapa diameter molekuler di dekat permukaan (fase terjerap) (Siswarni et al., 2017). Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pH sistem, rasio massa adsorben dengan adsorbat, suhu adsorpsi, waktu adsorpsi, konsentrasi adsorbat. Pada peristiwa adsorpsi terjadi pengeluaran kalor (eksoterm) (Widjajanti et al., 2011).
Pada proses adsorpsi padat cair, mula-mula terjadi perpindahan solut secara konveksi dari fasa curah cairan menuju ke adsorben. Kemudian pada bagian interface (antar muka antara fasa cairan dengan fasa padatan) terjadi kesetimbangan konsentrasi. Dari interface dilanjutkan dengan proses perpindahan solut secara difusi ke dalam partikel-partikel padatan (adsorben) yang berlangsung lambat. Secara umum, tahap pengendali laju dari suatu proses ditentukan oleh tahap yang paling lambat. Dalam adsorpsi, tahap yang paling lambat adalah proses difusi oleh karena itu secara keseluruhan laju adsorpsi dikendalikan oleh laju difusi dari molekul- molekul solut dalam pori-pori kapiler dari partikel adsorben (Putranto et al., 2014).Ilustrasi proses adsorpsi pada adsorben karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif: Transfer Molekul Adsorbat ke Adsorben (Sitorus,2014)
Proses adsorpsi hanya terjadi pada permukaan, tidak masuk dalam fasa
bulk/ruah. Proses adsorpsi terutama terjadi pada mikropori (pori-pori kecil),
sedangkan tempat transfer adsorbat dari permukaan luar ke permukaan mikropori ialah makropori (Sitorus, 2014).
Menurut kekuatan interaksinya, ada 2 tipe adsorpsi yaitu adsorpsi fisik (Fisisorpsi) dan adsorpsi kimia (Kemisorpsi)
a. Adsorpsi fisik (Fisisorpsi)
Adsorpsi fisik melibatkan gaya molekul yang relatif lemah yang terjadi secara fisik tanpa disertai perubahan kimia. Adsorpsi fisik bergantung pada sifat-sifat fisika adsorbat. Banyaknya zat yang teradsorpsi dalam adsorpsi fisik akan makin kecil dengan naiknya suhu (Wijayanti, 2016).
b. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)
Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi) terjadi apabila terdapat interaksi kimia antara molekul zat yang teradsorpsi dengan molekul adsorben. Adsorpsi ini melibatkan pertukaran elektron antara molekul yang diadsorpsi dengan permukaan adsorben.Oleh karena itu, sifatnya lebih spesifik daripada adsorpsi fisik. Pada adsorpsi ini ikatannya sangat ketat sehingga zat aslinya tak dapat ditemukan. Laju adsorpsi dapat cepat atau lambat tergantung pada energi aktivasi. Adsorpsi fisik suatu zat dapat terjadi padasuhu rendah dan zat dapat ter-chemisorpsi bila suhudinaikkan (Shafirinia et al., 2016).
Dalam kebanyakan hal, komponen yang diadsorbsi atau adsorbat melekatsedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen secara menyeluruh dan fluida tanpa terlalu banyak adsorbsi terhadap komponen yang lain (Sudibandriyo et al., 2011).
2.6 UJI KARBON AKTIF
2.6.1 Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut electron gun.
Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun
terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa
objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di
permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai topografi gambar (Gunawan et al., 2014).
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau darilapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.
Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis.Yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium (Jankowska et al., 1991).
2.6.2 Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometri sinar tampak (UV-VIS) adalah pengukuran energi cahaya
oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet (UV)
mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible)
mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Spektrofotometri digunakan mengukur
besarnya energi yang diadsorbsi atau diteruskan. Sinar radiasi monokromatik akan
melewati larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap sinar radiasi tersebut
(Muna, 2011). Pengukuran spektrofotometri menggunkan alat spektrofotometer yang
melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibadingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bias ditentukan dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Kusmiyanto et al., 2012).
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hokum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan aitu:
a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama.
c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut.
d. Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi.
e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Muna, 2011).
2.6.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
Analisa gugus fungsi karbon aktif yang diperoleh dapat dianalisa dengan metode Fourier Transform Infrared (FTIR), yaitu metode spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi fourier untuk analisis hasil spektrumnya.
Metode spektroskopi yang digunakan adalah metode absorpsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Sifat adsorpsi karbon aktif tidak hanya ditentukan oleh ukuran pori-pori pada permukaan karbon aktif, namun juga berupa gugus-gugus fungsi yang merupakan gugus aktif pada karbon aktif (Sanada et al., 2014).
Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan.
Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan
cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari
instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi (Silviyahet al., 2015).
2.7 KAPASITAS ADSORPSI
Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi dalam hal kemampuan adsopsi dari campuran-campuran yang ada. Kapasitas adsorpsi (qe) adalah jumlah adsorbat yang terjerap tiap satuan berat adsorben (Widayatno et al., 2017). Kapasitas adsorpsi karbon aktif bergantung pada karakteristik arang aktifnya, seperti: tekstur (luas permukaan, distribusi ukuran pori), kimia permukaan (gugus fungsi pada permukaan), dan kadar abu. Selain itu juga bergantung pada karakteristik adsorpsi: bobot molekul, polaritas, pKa, ukuran molekul, dan gugus fungsi. Kondisi larutan juga berpengaruh, seperti: pH, konsentrasi, dan adanya kemungkinan adsorpsi terhadap zat lain (Wijayanti, 2009).
Luas permukaan adsorben akan mempengaruhi kemampuan adsorben tersebut mengadsorpsi suatu senyawa, dimana luas pemukaan berbanding lurus dengan kapasitas adsorpsi. Semakin besar luas permukaan adsorben maka semakin besar pula kapasitas adsorpsinya (Purnama et al., 2015).
Adsorben yangbaik memiliki kapasitas adsorpsi dan presentase penjerapan yang tinggi.Kapasitas adsorspsi dapat dihitung dengann menggunakan Persamaan 2.1.
q
( o- t)(2.1)
Perhitungan efisiensi penjerapan ditulis dalam Persamaan 2.2 (Sejie dan Misael, 2016)
Efisiensi Penjerapan (%) =
o- to
00 (2.2)
Keterangan:
q = Kapasitas adsorpsi (mg/g) Co = Konsentrasi awal (mg/l)
Ct = Konsentrasi persatuan waktu (mg/l) V = Volume sampel (l)
W = Berat adsorben (g)
2.8 KINETIKA ADSORPSI
Ada tiga tahap dalam proses adsorpsi dalam adsorben berpori. Pertama,
transfer zat terlarut dari bulk solution ke permukaan paling luar melalui lapian batas
cairan (resistensi film), transfer zat terlarut dari permukaan paling luar ke intra partikel aktif (intra partikel resistensi) dan interaksi zat terlarut di permukaan dalam dan luar. Kesetimbangan hanya memberikan data mengenai keadaan akhir suatu proses (Putri, 2016).
Kinetika adsorpsi menggambarkan laju yang meliputi waktu dan reaksi adsorpsi. Menyatakan tingkat kecepatan penjerapan yang terjadi pada adsorben terhadap adsorbat. Pengujian laju adsorpsi dapat dilakukan dengan menduga orde reaksi yang mungkin (Muna, 2011). Model yang cukup sederhana untuk menggambarkan kinetika adsorpsi adalah model kinetika orde satu dan kinetika orde dua. Persamaan 2.3 menunjukkan persamaan model kinetika orde satu.
dq
dt
q
e-q
t(2.3) Persaman diatas dapat diubah kedalam bentuk linier dengan mengambil bentuk logaritmanya, ditulis dalam Persamaan 2.4 (Susanti dan Nofdianto, 2014).
log (q
e–q
t) = log qe -
2 0
.t (2.4)
Dimana:
q
e= jumlah zat teradsorpsi tiap unit massa adsorben pada kesetimbangan (mmol g
-1)
q = jumlah zat teradsorpsi tiap unit massa adsorben pada saat waktut (mmol g
-1)
K
1=konstanta kecepatan adsorpsi orde satu (menit
-1) t = waktu adsorpsi (menit)
Gambar 2.5merupakan grafik yang akan digunakan untuk mengetahui model kinetika dengan bentuk umum persamaan orde satu.
log (q
e- q)
t (menit)
Gambar 2.5 Kinetika Reaksi Orde Satu
Persamaan 2.5 menunjukkan model kinetika orde dua.
= K
2( q
e– q
t)
2(2.5)
Persaman diatas dapat diubah kedalam bentuk linierditulis dalam Persamaan 2.6 (Susanti dan Nofdianto, 2014).
t qt
=
k2.qe2
+
qe
.t (2.6) Dimana:
q
e=jumlah zat teradsorpsi tiap unit massa adsorben pada kesetimbangan (mmol g
-1)
q
t=jumlah zat teradsorpsi tiap unit massa adsorben pada saat waktut (mmol g
-1)
K
2= konstanta kecepatan adsorpsi orde dua (menit
-1) t = waktu adsorpsi (menit)
Gambar 2.6 merupakan grafik yang akan digunakan untuk mengetahui model kinetika dengan bentuk umum persamaan orde dua.
t/qt
t
Gambar 2.6 Kinetika Reaksi Orde Dua
Pengujian terhadap orde satu dan orde dua dilakukan dengan membuat kurva yang ditentukan dengan cara membandingkan kelinieran kurva yang ditunjukkan oleh harga R
2, dimana persamaan yang nilai R
2paling mendekati 1, maka persamaan kinetikanya yang akan digunakan.
2.9 ISOTERM ADSORPSI
Isoterm adsorpsi menunjukkan bagaimana terjadinya adsorpsi molekul yang
terdistribusi antara fase padat dan fase cair sewaktu proses adsorpsi mencapai
kesetimbangan (Kusmiyanti et al., 2012). Kesetimbangan adsorpsi menjelaskan
distribusi kesetimbangan adsorpsi dengan perbedaan konsentrasi adsorben dalam
larutan pada temperatur konstan. Umumnya, jumlah bahan yang teradsorpsi persatuan berat adsorben bertambah seiring bertambahnya konsentrasi. Model isotermLangmuir dan Freundlich umum digunakan untuk menentukan parameter adsorpsi pada adsorpsi cairan dengan konsentrasi rendah. Model Langmuir dibuat berdasarkan asumsi bahwa binding site terdistribusi secara homogen di seluruh permukaan adsorben, dimana adsorpsi terjadi pada satu lapisan (single layer), sedangkan model Freundlich sering digunakan untuk menggambarkan adsorpsi senyawa organik dan anorganik dalam larutan (Putri, 2016). Persamaan 2.7 menunjukkan persamaan isoterm Langmuir.
q
e.q m e
e
(2.7)
Gambar 2.7 merupakan grafik yang akan digunakan untuk mengetahui model adsorpsi isoterm Langmuir. Persaman diatas dapat diubah kedalam bentuk linier ditulis dalam Persamaan 2.8 (Putri, 2016).
qe
=
qm.k
+
q ma