• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN PARAMETER PENGUKURAN TEGANGAN UNTUK MEMPERBAIKI STATE ESTIMATOR YANG BERBASIS ARUS CABANG PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGGUNAAN PARAMETER PENGUKURAN TEGANGAN UNTUK MEMPERBAIKI STATE ESTIMATOR YANG BERBASIS ARUS CABANG PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PARAMETER PENGUKURAN TEGANGAN UNTUK

MEMPERBAIKI STATE ESTIMATOR YANG BERBASIS ARUS CABANG PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Aryo Wibisono, Ontoseno Penangsang, Sjamsjul Anam

Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya 60111

E-mail: [email protected]

Abstrack --- State estimator adalah komponen penting dalam penyaluran tenaga lisrik untuk mengetahui perkiraan kondisi sistem penyaluran yang ada. State estimator terus dikritisi oleh berbagai kalangan khususnya penanggung jawab penyaluran tenaga listrik untuk memperoleh nilai yang paling mendekati dengan nilai real di lapangan dengan bantuan SCADA sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, terutama monitoring ataupun keperluan lain yang dilakukan berdasarkan hasil monitoring sistem tersebut. State estimator pada sistem distribusi umumnya didapat dari formulasi berdasarkan arus cabang atau biasa disebut BSE (Branch-current-based State Estimator) yang merupakan pengembangan dari metode WLS (Weight Least Square) dimana pengukuran tegangan yang ada selalu diabaikan. Pada tugas akhir, algoritma akan dikembangkan agar bisa digunakan untuk menggabungkan parameter pengukuran tegangan dengan arus cabang sehingga memperoleh hasil state estimator yang lebih akurat.

Kata kunci : state estimator, BSE, WLS, SCADA

I PENDAHULUAN

Keakuratan sebuah kondisi dalam sistem tenaga listrik memang sangat diperlukan, akan tetapi nilai keakuratan tersebut sebanding dengan jumlah alat ukur yang dipakai dan sebanding juga dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperolehnya.

State estimator di sini selain untuk memperkirakan data real pengukuran dengan memperhatikan error yang mungkin timbul dari alat ukur, juga bertujuan untuk meminimalkan jumlah penggunaan sensor pengukuran.

Adapun untuk memperoleh tujuan tersebut dilakukan metodologi pengerjaan sebagai berikut:

1. Pemodelan Jaringan dan Impedansinya

Penulis memodelkan jaringan sistem distribusi awal yang digunakan untuk mengembangkan formulasi dan impedansi jaringan serta mencari data beban dan memodelkannya untuk perhitungan metrik awal.

2. Mencari Tegangan Bus dengan WLS dan BSE

Dengan menggunakan formulasi WLS dan BSE awal maka didapat nilai estimasi tegangan pada bus- bus yang diinginkan.

3. Menentukan Bus Pengukuran

Penulis menentukan bus mana yang akan dilengkapi dengan alat pengukuran tegangan yang dijadikan referensi baru.

4. Mengkombinasikan Nilai Pengukuran Bus dengan Hasil Estimasi BSE

Pada tahap ini, nilai pengukuran pada bus tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya akan dipakai untuk memodifikasi formulasi BSE awal.

5. Membandingkan Hasil Estimasi Baru dengan BSE dan Load Flow

Tahap akhir adalah membandingkan nilai keluaran dari estimator yang baru dengan BSE awal pada nilai Load Flow yang dipakai sebagai nilai acuan yang paling mendekati nilai sebenarnya.

Sedangkan diagram alir pengerjaan tugas akhir dapat dilihat pada gambar 1. Sebagai berikut:

mulai

Pemodelan sistem dan Inisialisasi awal

Data pengukuran

Error hasil >

toleransi ? Mencari:

Parameter yang diperlukan

Mencari:

deltaV baru Update V Menentukan:

Vref baru, Update V

Nilai tegangan setiap bus

selesai

ya tidak

Tegangan awal

Menghitung nilai output tegangan

Gambar 1. Diagram alir pengerjaan tugas akhir

II SISTEM DISTRIBUSI DAN STATE ESTIMATION A. Sistem Distribusi

Sistem distribusi merupakan sistem penyaluran energi listrik setelah transmisi ke beban sesuai dengan zona pembagiannya atau dari pembangkit ke beban-beban di sekitarnya setelah melalui gardu induk yang nantinya akan dibagi-bagi lagi ke penyulang lainnya untuk pembagian suplai energi listrik yang lebih terorganisasi.

Sistem tenaga listrik secara umum (dari pembangkit ke beban) dapat dilihat pada Gambar 2.

~

transmisi distribusi

pembangkit beban

Gambar 2. Sistem penyaluran tenaga listrik secara umum

(2)

(3) (2) B. State Estimation

Proses monitoring pada sistem distribusi sangatlah penting untuk menjaga kualitas pengiriman daya. Dengan mengetahui nilai pada suatu node/bus yang didapat dari setiap device yang terpasang, operator dapat menjaga kondisi tegangan pada setiap bus yang dipantau tersebut.

Akan tetapi karena keterbatasan biaya untuk pengadaan dan instalasi serta tingkat kepentingan suatu bus dipasang sensor pengukuran maka tidak semua bus dilengkapi dengan sensor pengukuran tersebut. Selain itu permasalahan juga muncul dari sensor itu sendiri dengan kemungkinan timbul error pada alat ukur yang tidak dapat dihindari.

Karena permasalahan tersebut, state estimation diperlukan, yaitu sebuah metode yang dapat digunakan untuk mengurangi error pengukuran pada sensor maupun untuk memperoleh nilai pada suatu lokasi yang tidak dilengkapi dengan sensor pengukuran dengan memanfaatkan pengukuran-pengukuran yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, maka metode tersebut bisa mereduksi jumlah penggunaan sensor yang dipakai sehingga bisa lebih menghemat biaya penggadaan sensor itu sendiri.

III PENGGUNAAN IMPROVISASI BSE PADA SISTEM DISTRIBUSI SURABAYA

A. Improvisasi BSE (Branch-current-based State Estimator)

BSE merupakan salah satu metode State Estimation untuk mendapatkan nilai tertentu dari sebuah kondisi yang didapat dari nilai kondisi-kondisi di sekitarnya. Dalam sistem tenaga listrik BSE dikenal sangat handal dalam menangani sistem distribusi, khususnya sistem distribusi radial [7,11]. BSE ini akan digunakan untuk mengetahui nilai tegangan suatu bus dengan memanfaatkan parameter- parameter pengukuran yang ada di sekitarnya. BSE sendiri merupakan pengembangan dari metode yang telah ada sebelumnya (WLS) [1,4,11].

Inisialisasi awal dan data pengukuran digunakan untuk perhitungan nilai-nilai variabel yang dibutuhkan, antara lain nilai residu (r) dan fungsi pengukuran (h). Variabel lain yang diperlukan yaitu matriks Jacobian (H). Matriks jacobian merupakan matrik semua turunan pertama dari suatu nilai fungsi vektor yang berasal dari data jenis pengukuran, baik penurunan terhadap tegangan maupun sudutnya seperti ditunjukkan pada persamaan 1 [6].

𝐻 =

0 𝜕𝑉𝑚𝑎𝑔

𝜕𝑉

𝜕𝑃𝑖𝑛𝑗

𝜕𝜃

𝜕𝑃𝑖𝑛𝑗

𝜕𝑉

𝜕𝑃𝑓𝑙𝑜𝑤

𝜕𝜃

𝜕𝑃𝑓𝑙𝑜𝑤

𝜕𝑉

𝜕𝑄𝑖𝑛𝑗

𝜕𝜃

𝜕𝑄𝑖𝑛𝑗

𝜕𝑉

𝜕𝑄𝑓𝑙𝑜𝑤

𝜕𝜃

𝜕𝑄𝑓𝑙𝑜𝑤

𝜕𝑉

Matriks persamaan 1 dipakai untuk mencari matrik penguatan dengan mengalikan matrik transposnya dan nilai weightnya sehingga didapatkan persamaan gain matriks seperti ditunjukan pada persamaan 2. Weightnya

sendiri merupakan invers dari matrik error pengukuran.

[1,2,6,7,8].

𝐺 = 𝐻T . 𝑊 . 𝐻

Dengan adanya gain matriks, drop tegangan dapat dicari dengan persamaan 3. Drop tegangan didapatkan dari gain matrik, matrik jacobian, Weight, serta residual pengukuran (r) [1,2,6,7,8].

∆𝐸 = 𝐺−1 . 𝐻T . 𝑊. 𝑟

Dengan adanya drop tegangan (∆𝐸) maka dapat diperoleh tegangan di setiap bus.

Selanjutnya dengan nilai P dan Q flow serta tegangan awal diketahui, dapat dicari arus masing-masing cabang.

Arus cabang ini yang menentukan nilai drop tegangan baru dengan memperhatikan impedansi salurannya sehingga nilai tegangan yang baru pada setiap bus dapat diketahui [1,3,7,8].

Pemodelan sistem yang sederhana sebagai berikut:

Gambar 3. Pemodelan sistem distribusi 1

Dari gambar 3 dapat diperoleh persamaan untuk mencari nilai tegangan sebagai berikut:

















































5 4 3 2 1

36 23

12

45 34 23 12

34 23 12

23 12 12

1 1 1 1 1

6 5 4 3 2

0 0

0 0 0

0 0 0

0 0 0 0

B B B B B

Z Z

Z

Z Z Z Z

Z Z Z

Z Z Z

V V V V V

V V V V V

Penambahan parameter tegangan baru tentunya akan menambah akurasi dari hasil perhitungan. Penempatan sensor pengukuran sendiri sebenarnya telah dibahas pada paper yang lain [9]. Nilai yang didapat sensor ini akan dijadikan sebagai tegangan referensi yang baru sehingga dapat menimimalkan error yang terjadi pada estimasi tegangan di bus-bus pada jaringan di bawahnya.

V ref

V ref New

1

5 4

10 9

8 7

6 3

2

Gambar 4. Pemodelan sistem distribusi 2 (1)

(4)

(3)

Gambar 4. secara topologi dapat di transformasikan menjadi persamaan 5. sebagai berikut:

10 9 8 7 6 5 4 3 2

910 89 68 36

23 12

89 68 36

23 12

68 36

23 12

67 36

23 12

36 23

12

45 24

12

24 12

23 12 12

1 1 1 1 1 1 1 1 1

10 9 8 7 6 5 4 3 2

0 0 0

0 0

0 0

0 0 0

0 0

0 0 0 0

0

0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0

0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

B B B B B B B B B

x

Z Z Z Z

Z Z

Z Z Z

Z Z

Z Z

Z Z

Z Z

Z Z

Z Z

Z

Z Z

Z

Z Z

Z Z Z

V V V V V V V V V

V V V V V V V V V

Pada persamaan 5. tegangan bus 1 dijadikan sebagai referensi untuk memperoleh semua nilai tegangan di bus lainnya. Saat ada penambahan sensor tegangan pada bus 6, maka nilai yang didapat dari sensor pengukuran tegangan di bus tersebut dijadikan referensi untuk memperoleh nilai tegangan pada bus-bus di bawahnya.

































10 9 8 7

910 89 68

89 68 68 67

6 6 6 6

10 9 8 7

0

0 0

0 0 0

0 0 0

B B B B x Z Z Z

Z Z Z Z

V V V V

V V V V

B. Sistem kelistrikan 20 kV Surabaya Utara

Dalam tugas akhir ini menggunakan data lima penyulang (feeder) pada Surabaya Utara untuk validasi hasil simulasi, yaitu penyulang Kaliasin, Tunjungan, Ometraco, Tegalsari dan Basuki Rahmat.

IV ANALISA DAN HASIL SIMULASI Pada pembahasan ini akan dijelaskan mengenai hasil estimasi tegangan menggunakan metode WLS dan BSE (yang merupakan pengembangan dari WLS) untuk dibandingkan dengan hasil dari software ETAP 7.0 yang akan digunakan sebagai validasi. Sebelumnya telah disebutkan bahwa BSE handal untuk menangani sistem distribusi khususnya distribusi radial. Pada pengujian ini data beban terpasang diasumsikan sebagai beban real sehingga validasi dapat dilakukan. Nilai magnitude dan sudut yang muncul dianggap sebagai data real kondisi di lapangan. Pada metode WLS, tegangan bus diperoleh dengan mencari selisih tegangan setelah diberi gain dan dilakukan iterasi dengan batasan toleransi pada selisih tegangan tersebut. Sedangkan untuk BSE, proses penghitungan masih berlanjut. Salah satu data lain yang dianggap diketahui adalah daya yang mengalir di bus, dengan adanya nilai daya tersebut dan nilai tegangan yang diperoleh sebelumnya, maka dapat diperoleh arus cabang, arus yang mengalir ke bus. Dengan diketahui data impedansi saluran maka dapat dicari nilai drop tegangan pada masing-masing saluran. Dari nilai penurunan tegangan dapat diperoleh nilai tegangan baru yang akan menggantikan nilai tegangan yang lama. Sebenarnya proses mencari nilai tegangan ini mirip dengan metode topologi untuk aliran daya, hanya saja prosesnya tidak memerlukan iterasi karena nilai tegangan awal untuk masing-masing bus sudah didapatkan.

A. Pengurangan Sensor Pengukuran

Pada sistem yang diuji, sensor pengukuran sebelumnya dipasang pada masing-masing bus. Namun untuk simulasi state estimation, beberapa sensor akan ditiadakan. Aturan untuk mengurangi jumlah sensor pengukuran secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Bus utama sebagai bus referensi awal harus selalu terpasang sensor pengukuran.

2. Penghilangan sensor pengukuran tidak boleh pada bus yang saling berurutan.

3. Pengurangan sensor tidak direkomendasikan pada bus titik percabangan.

Hasil untuk pengujian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

 Perbandingan Magnitude WLS dan BSE dengan ETAP Tabel 1. Perbandingan magnitude hasil WLS dan BSE

dengan ETAP dengan menghilangkan beberapa sensor pengukuran

Bus WLS Error WLS

(%) ETAP Error

BSE (%) BSE

2 0,9986 0,0169 0,9987 0,0057 0,9987

3 0,9985 0,0158 0,9987 0,0057 0,9986

4 0,9985 0,0171 0,9987 0,0057 0,9987

5 0,9985 0,0170 0,9987 0,0058 0,9987

6 0,9983 0,0175 0,9985 0,0069 0,9985

7 0,9983 0,0162 0,9985 0,0062 0,9984

8 0,9983 0,0164 0,9985 0,0071 0,9984

9 0,9983 0,0170 0,9985 0,0062 0,9984

10 0,9983 0,0169 0,9985 0,0061 0,9984

11 0,9982 0,0183 0,9984 0,0074 0,9983

12 0,9982 0,0186 0,9984 0,0074 0,9983

13 0,9982 0,0169 0,9984 0,0071 0,9983

14 0,9979 0,0214 0,9981 0,0088 0,998

15 0,9979 0,0205 0,9981 0,0079 0,998

16 0,9978 0,0209 0,9980 0,0085 0,9979

17 0,9978 0,0203 0,9980 0,0086 0,9979

18 0,9977 0,0218 0,9979 0,0091 0,9978

19 0,9977 0,0219 0,9979 0,0095 0,9978

20 0,9977 0,0219 0,9979 0,0125 0,9978

21 0,9977 0,0237 0,9979 0,0048 0,9978

22 0,9976 0,0231 0,9978 0,0053 0,9978

23 0,9976 0,0230 0,9978 0,0052 0,9978

24 0,9976 0,0224 0,9978 0,0045 0,9978

25 0,9976 0,0234 0,9978 0,0055 0,9977

26 0,9976 0,0227 0,9978 0,0048 0,9977

27 0,9976 0,0231 0,9978 0,0051 0,9977

28 0,9976 0,0233 0,9978 0,0052 0,9977

(6)

(4)

Dari tabel 1. dapat dilihat perbandingan magnitude hasil WLS dan BSE dengan ETAP sebagai validasinya.

Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat pada metode BSE lebih baik daripada hasil metode WLS karena nilainya lebih mendekati hasil dari ETAP. Untuk lebih jelas, perbandingan ketiganya dapat dilihat dari gambar 5.

Gambar 5. Grafik perbandingan magnitude hasil WLS dan BSE dengan ETAP

Sedangkan penurunan errornya dapat dilihat pada gambar 6. sebagai berikut:

Gambar 6. Grafik perbandingan Error magnitude WLS dan BSE

 Perbandingan Sudut WLS dan BSE dengan ETAP Untuk nilai sudut yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 2. sebagai berikut:

Tabel 2. Perbandingan sudut hasil WLS dan BSE dengan ETAP dengan menghilangkan beberapa sensor pengukuran

Bus WLS Error

WLS (%) ETAP Error

BSE (%) BSE

2 -0,0160 19,8396 -0,0200 17,4948 -0,0165

3 -0,0161 19,2663 -0,0200 16,0508 -0,0168

4 -0,0160 19,7670 -0,0200 17,4557 -0,0165

5 -0,0160 19,7695 -0,0200 17,4495 -0,0165

6 -0,0185 7,3744 -0,0200 4,5661 -0,0191

7 -0,0186 6,9357 -0,0200 3,7971 -0,0192

8 -0,0187 6,6973 -0,0200 2,7112 -0,0195

9 -0,0186 7,0745 -0,0200 4,4293 -0,0191

10 -0,0186 7,1014 -0,0200 4,5519 -0,0191

11 -0,0201 0,3342 -0,0200 2,8070 -0,0206

12 -0,0201 0,5172 -0,0200 2,8762 -0,0206

Lanjutan Tabel 2.

Bus WLS Error

WLS (%) ETAP Error

BSE (%) BSE

13 -0,0201 0,7031 -0,0200 3,7232 -0,0207

14 -0,0235 21,6163 -0,0300 20,6521 -0,0238

15 -0,0235 21,5698 -0,0300 20,6337 -0,0238

16 -0,0249 17,0376 -0,0300 15,9970 -0,0252

17 -0,0249 16,8801 -0,0300 15,5553 -0,0253

18 -0,0254 15,2125 -0,0300 14,2972 -0,0257

19 -0,0254 15,1917 -0,0300 14,1448 -0,0258

20 -0,0254 15,1790 -0,0300 13,0937 -0,0261

21 -0,0262 12,7741 -0,0300 13,9466 -0,0258

22 -0,0267 11,1060 -0,0300 12,0496 -0,0264

23 -0,0268 10,7838 -0,0300 11,6856 -0,0265

24 -0,0269 10,2145 -0,0300 11,1288 -0,0267

25 -0,0272 9,3912 -0,0300 10,3155 -0,0269

26 -0,0272 9,1912 -0,0300 10,1214 -0,0270

27 -0,0273 8,9716 -0,0300 9,9627 -0,0270

28 -0,0273 8,8998 -0,0300 9,9248 -0,0270

Perbandingan hasil kedua metode dengan hasil dari ETAP dapat dilihat pada gambar 8. sebagai berikut:

Gambar 7. Grafik perbandingan sudut WLS dan BSE dengan ETAP

Dari gambar 7. dapat dilihat akurasi nilai estimasi sudut tegangan BSE tidak jauh berbeda dari hasil estimasi metode WLS. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan errornya pada gambar 8.

Gambar 8. Grafik perbandingan Error sudut WLS dan BSE 0,997

0,9975 0,998 0,9985 0,999

ETAP BSE WLS

0,0000 0,0050 0,0100 0,0150 0,0200 0,0250

Error BSE (%) Error WLS (%)

-0,0350 -0,0300 -0,0250 -0,0200 -0,0150 -0,0100 -0,0050 0,0000

ETAP BSE WLS

0,0000 5,0000 10,0000 15,0000 20,0000 25,0000

Error BSE (%) Error WLS (%)

(5)

B. Penambahan Nilai Pengukuran Tegangan

Pembuktian selanjutnya adalah usaha perbaikan metode BSE dengan penambahan parameter pengukuran tegangan. Dengan penerapan nilai pengukuran tegangan baru, dapat memperbaiki nilai tegangan pada jaringan bawahnya. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 3.

 Perbandingan Magnitude BSE lama dengan BSE baru Tabel 3. Perbandingan magnitude hasil BSE lama dan BSE

baru dengan ETAP

Bus BSE lama Error BSE

lama (%) ETAP Error BSE baru

(%) BSE baru

2 0,9987 0,0057 0,9987 0,0057 0,9987

3 0,9986 0,0057 0,9987 0,0057 0,9986

4 0,9987 0,0057 0,9987 0,0057 0,9987

5 0,9987 0,0058 0,9987 0,0058 0,9987

6 0,9985 0,0069 0,9985 0,0069 0,9985

7 0,9984 0,0062 0,9985 0,0062 0,9984

8 0,9984 0,0071 0,9985 0,0071 0,9984

9 0,9984 0,0062 0,9985 0,0062 0,9984

10 0,9984 0,0061 0,9985 0,0061 0,9984

11 0,9983 0,0074 0,9984 0,0074 0,9983

12 0,9983 0,0074 0,9984 0,0074 0,9983

13 0,9983 0,0071 0,9984 0,0071 0,9983

14 0,998 0,0088 0,9981 0,0088 0,9980

15 0,998 0,0079 0,9981 0,0079 0,9980

16 0,9979 0,0085 0,9980 0,0085 0,9979

17 0,9979 0,0086 0,9980 0,0086 0,9979

18 0,9978 0,0091 0,9979 0,0000 0,9979

19 0,9978 0,0095 0,9979 0,0004 0,9979

20 0,9978 0,0125 0,9979 0,0035 0,9979

21 0,9978 0,0048 0,9979 0,0043 0,9979

22 0,9978 0,0053 0,9978 0,0038 0,9979

23 0,9978 0,0052 0,9978 0,0039 0,9979

24 0,9978 0,0045 0,9978 0,0046 0,9979

25 0,9977 0,0055 0,9978 0,0036 0,9978

26 0,9977 0,0048 0,9978 0,0043 0,9978

27 0,9977 0,0051 0,9978 0,0040 0,9978

28 0,9977 0,0052 0,9978 0,0039 0,9978

Perbandingan nilai magnitudenya dapat dilihat lebih jelas pada gambar 9.

Gambar 9. Grafik perbandingan magnitude BSE lama dan BSE baru dengan ETAP

Sedangkan perbandingan errornya dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Grafik perbandingan error magnitude BSE lama dan BSE baru

 Perbandingan Sudut BSE lama dan BSE baru

Tabel 4.Perbandingan sudut hasil BSE lama dan BSE dengan ETAP

Bus BSE lama Error BSE

lama (%) ETAP Error BSE

baru (%) BSE baru

2 -0,0165 17,4948 -0,0200 17,4948 -0,0165

3 -0,0168 16,0508 -0,0200 16,0508 -0,0168

4 -0,0165 17,4557 -0,0200 17,4557 -0,0165

5 -0,0165 17,4495 -0,0200 17,4495 -0,0165

6 -0,0191 4,5661 -0,0200 4,5661 -0,0191

7 -0,0192 3,7971 -0,0200 3,7971 -0,0192

8 -0,0195 2,7112 -0,0200 2,7112 -0,0195

9 -0,0191 4,4293 -0,0200 4,4293 -0,0191

10 -0,0191 4,5519 -0,0200 4,5519 -0,0191

11 -0,0206 2,8070 -0,0200 2,8070 -0,0206

12 -0,0206 2,8762 -0,0200 2,8762 -0,0206

13 -0,0207 3,7232 -0,0200 3,7232 -0,0207

14 -0,0238 20,6521 -0,0300 20,6521 -0,0238

15 -0,0238 20,6337 -0,0300 20,6337 -0,0238

16 -0,0252 15,9970 -0,0300 15,9970 -0,0252

17 -0,0253 15,5553 -0,0300 15,5553 -0,0253

18 -0,0257 14,2972 -0,0300 0,0000 -0,0300

19 -0,0258 14,1448 -0,0300 0,1524 -0,0300

20 -0,0261 13,0937 -0,0300 1,2035 -0,0304

21 -0,0258 13,9466 -0,0300 0,3506 -0,0301

22 -0,0264 12,0496 -0,0300 2,2476 -0,0307

23 -0,0265 11,6856 -0,0300 2,6115 -0,0308

24 -0,0267 11,1288 -0,0300 3,1684 -0,0310

25 -0,0269 10,3155 -0,0300 3,9817 -0,0312

26 -0,0270 10,1214 -0,0300 4,1758 -0,0313

27 -0,0270 9,9627 -0,0300 4,3344 -0,0313

28 -0,0270 9,9248 -0,0300 4,3724 -0,0313

0,997 0,9975 0,998 0,9985 0,999

ETAP BSE lama BSE baru

0,0000 0,0020 0,0040 0,0060 0,0080 0,0100 0,0120 0,0140

Error BSE lama (%) Error BSE baru (%)

(6)

Dalam bentuk grafik, perbandingannya dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Grafik perbandingan sudut BSE lama dan BSE baru dengan ETAP

Sedangkan penurunan errornya dapat lebih jelas dilihat pada gambar 12. berikut:

Gambar 12. Grafik perbandingan error sudut BSE lama dan BSE baru

V SIMPULAN

Simpulan yang dapat diambil dari tugas akhir ini antara lain:

1. Dengan error input data forcast maksimum 30%, metode BSE dapat mereduksi error hasil estimasi menjadi 36,89% dari error hasil estimasi metode sebelumnya (WLS).

2. Penggunaan parameter pengukuran tegangan untuk metode BSE hanya memperbaiki hasil estimasi pada jaringan di bawahnya dengan perbaikan estimasi sebesar selisih perbedaan estimasi sebelumnya dengan nilai hasil pengukuran.

REFERENSI

[1] Baran, M.E. dan Kelly A.W., ”A Branch-current- based State Estimation Method for Distribution System”, IEEE Trans. Power Syst., Vol. 10, No.1, pp. 483-491, Februari, 1995

[2] Baran, M.E., “Branch Current State Estimation for Distribution System Monitoring”, IEEE diskusi panel paper, NC University, Raleight, NC USA, 2012 [3] Baran, M.E. dan Kelly A.W., “State Estimation for

Real Time Monitoring of Distribution System”, IEEE Trans. Power Syst., Vol. 9, No.3, pp. 1601-1609, Agustus, 1995

[4] Deng, Y., He, Y., Zhang, B., “Branch-estimation- based State Estimation for Radial Distribution System”, IEEE PES Winter meeting, Vol. 4, pp.

2351-2356, 2000

[5] Dzafic, Ablakovic, D., Henselmeyer, “Real-time Three-phase State Estimation for Radial Distribution Networks”, IEEE paper, September, 2012

[6] Galegaev, R., Vermeyen, P. Dan Driesen, J., “State Estimation in Distribution Grids”, IEEE paper, April, 2008

[7] Jung, J. dan Baran, M.E., “Branch Current State Estimation Method for Power Distribution System”, thesis NC State University, Releight, North Carolina, 2009

[8] Jung, J., Baran, M.E. dan McDermott, T.E.,

“Including Voltage Measurement in Branch Current State Estimation for Distribution System”, IEEE paper, 2009

[9] Singh, Ravindra dan Pal, Bikash C., “Measurement Placement in Distribution System State Estimation”, IEEE Trans. Power Syst., Vol. 24, No. 2, Mei, 2009 [10] Lu, C.N., Teng, J.H. dan Liu, W.H.E., “Distribution

System State Estimation”, IEEE Trans. Power Syst., Vol. 10, No.1, pp. 229-240, Februari, 1995

[11] Neto, L.H.T., Nanni, M., Antunes, A.U., Machado M.F., Uchoa, J.I.L. dan Gouvea, M.R., “Intelligent State Estimator System for Distribution Systems”, konferensi internasional distribusi kelistrikan ke-21, pp. 0454, Fankfurt, 6-9 Juni, 2011

[12] Wan, J. dan Miu, K.N., “Weight Least Squares Methods for Load Estimation in Distribution Networks”, ”, IEEE Trans. Power Syst., Vol. 18, No.4, Novermber, 2003

BIOGRAFI

Aryo Wibisono, atau biasa dipanggil Aryo, lahir di Purworejo 11 Maret 1989 sebagai anak keempat dari lima bersaudara. Lahir dari pasangan ayah tegas dan disiplin namun penyayang asal Yogyakarta Sudomo Endro Purnomo dan ibu kelahiran Surakarta yang sabar juga penyayang Nani Iswiati.

Menghabiskan masa kecil dan memulai pendidikan di kota kelahirannya sampai tingkat SMA (SMA Negeri 1). Tahun 2007 memulai studinya di Universitas Gadjah Mada untuk program Diploma Tiga jurusan Teknik Elektro dan lulus tahun 2010. Tahun berikutnya melanjutkan jenjang pendidikan dengan mengambil program Lintas Jalur Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada bidang studi yang sama.

Penulis dapat dihubungi pada:

[email protected] -0,0350

-0,0300 -0,0250 -0,0200 -0,0150 -0,0100 -0,0050 0,0000

ETAP BSE lama BSE baru

0,0000 5,0000 10,0000 15,0000 20,0000 25,0000

Error BSE lama (%) Error BSE baru (%)

Gambar

Gambar 1. Diagram alir pengerjaan tugas akhir
Gambar 3. Pemodelan sistem distribusi 1
Gambar  4.  secara  topologi  dapat  di  transformasikan  menjadi persamaan 5. sebagai berikut:
Gambar 5.  Grafik perbandingan magnitude hasil WLS dan  BSE dengan ETAP
+3

Referensi

Dokumen terkait

Strategi promosi dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya seperti merek dan kemasan ( brand), melalui media sosial, menggunakan leaflet, Penjualan tatap

Pengembangan pelabuhan berbasis logistik dilakukan karena paradigma strategi pengembangan pelabuhan saat ini tidak lagi hanya pada aspek teknis, seperti penambahan

Ke 15 KBIH ini menangani Ibadah Haji Reguler, Haji Plus dan Umroh, permasalahan yang terjadi pada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Kabupaten Karawang adalah tidak

Cara pengisian lembar penilaian sikap adalah dengan memberikan skor pada kolom-kolom sesuai hasil pengamatan terhadap peserta didik selama kegiatan yaitu:.. Skor 1, jika

Kebaikan sistem pembuktian ini, yakni hakim akan berusaha membuktikan kesalahan terdakwa tanpa dipengaruhi oleh nuraninya sehingga  benar-benar obyektif karena menurut

Knight mengakui, “Ya tentu saja saya memiliki temperamental, tapi seringkali yang orang-orang lihat sebagai amarah adalah gairah saya yang berlebih yang bersemangat dalam

(3) Jika berdasarkan pertimbangan Pihak “Penyewa” kondisi bangunan menjadi tidak layak huni atau menjadi musnah karena kebakaran, gempa bumi, badai atau bencana

Sesuai dengan uraian sebagaimana dikemukakan sebelumnya pada latar belakang dan identifikasi masalah, maka penulisan tesis ini dibatasi hanya pada masalah-masalah